Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Memasuki era yang modern atau lebih dikenal dengan globalisasi, masalah
demi masalah muncul sebagai akibat yang ditimbulkan oleh era tersebut. Tidak
dapat dipungkiri bahwa setiap makhluk hidup utamanya manusia tidak dapat lepas
dari dampak globalisasi tersebut, karena makhluk hiduplah pelaku utama dari
kegiatan tersebut. Oleh karena itu, setiap manusia harus senantiasa waspada
terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukannya
terutama dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan.
Aspek yang paling sensitif terhadap dampak era yang serba industri seperti
sekarang ini adalah lingkungan. Besar kecilnya kegiatan manusia pasti akan
berdampak pada kualitas lingkungan. Dengan demikian, manusia sebagai pelaku
utama lingkungan harus senantiasa mengendalikan dan menjaga lingkungan agar
tidak mengalami kerusakan.
Di Indonesia, masalah lingkungan merupakan masalah yang cukup serius
yang harus segera diatasi. Lingkungan hidup Indonesia yang dulu dikenal sangat
ramah dan hijau kini seakan berubah menjadi ancaaman bagi masyarakatnya.
Betapa tidak, tingkat kerusakan lingkungan di indonesia sangat besar. Pencemaran
lingkungan dan aktifitas penebangan hutan secara illegal merupakan penyebab
utamanya.
Banyaknya bencana yang sering terjadi di tanah air seperti banjir dan tanah
longsor merupakan bukti betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di era
globalisasi. Kesadaran untuk hidup lebih baik harus senantiasa dipegang oleh
manusia khusunya yang tinggal di kota-kota besar karena manusialah penyebab
utama terjadinya bencana tersebut. Tanpa manusia sadari, ketika membuang
sampah di sembarang tempat, menebang pohon tanpa perencanaan adalah suatu
aktifitas yang membahayakan kehidupannya.
Tingkat eksploitasi dan konsumsi energi fosil yang terlalu berlebihan selama
beberapa dekade ke belakang serta pengrusakan hutan dan rendahnya usaha
konservasi lahan menyebabkan terjadinya berbagai masalah lingkungan yang parah
di Indonesia. Masalah lingkungan yang terjadi diantarannya global warming, polusi
dan pencemaran lingkungan. Semua masalah itu berujung pada terjadinya degradasi
lingkungan yang mengancam aktifitas kehidupan manusia. Lingkungan yang
terdegradasi tidak mampu lagi menyokong aktifitas kehidupan manusia dengan bai
Oleh karena hal-hal tersebut, pemerintah indonesia senantiasa berupaya untuk
melestarikan lingkungan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan dan aturan yang
bertujuan untuk melestarikan dan menjaga kualitas lingkungan secara
berkesinambungan. Aturan dan kebijakan tersebut hingga kini disebut sebagai
kebijakan lingkungan.
Manusia dan alam semesta adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Manusia sebagai mikrokosmos dan alam semesta serta lingkungan dimana ia
tinggal adalah makrokosmos. Antara keduanya saling berinteraksi, berhubungan
dan tidak dapat dipisahkan. Di zaman kontemporer ini ternyata masalah hubungan
manusia dengan lingkungan masih dibicarakan bahkan menjadi isu global. Masalah
lingkungan di abad ke-21 muncul justru karena kemampuan manusia menguasai
alam, sehingga memanfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan dan kebutuhan
manusia. Selain itu juga karena perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang kurang bijak, yang tidak berwawasan lingkungan. Sumber daya
alam dan lingkungan seringkali hanya diposisikan sebagai sasaran ilmu yang terus
dieksploitasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus terus berkembang untuk
kemajuan kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diterapkan
untuk kemenfaatan umat manusia. Kebutuhan manusia selalu berkembang dan
harus dipenuhi, apa yang dibutuhkan manusia sebagian besar tersedia di alam.
Dengan melihat kenyataan seperti ini masalah lingkungan menjadi sangat rumit.
Ada tarik-menarik antara aspek kebutuhan manusia, cara melihat lingkungan, dan
situasi ideal bagaimana seharusnya manusia memperlakukan lingkungan hidupnya.
Permasalahanannya memang sangat kompleks, akan tetapi mau tidak mau manusia
harus benar-benar jeli dan bijaksana dalam memahami masalah ini. Fakta
menunjukkan manusia adalah makhluk yang mempunyai ketergantungan paling
besar terhadap lingkungannya. Sebenarnya sejauh mana hubungan antara manusia
dan lingkungan dan posisi keduanya? Manusia adalah makhluk yang berbudaya.
Secara ideal segala tindakannya merupakan tindakan yang beradab yang dilandasi
etika moral dan tanggung jawab, termasuk dalam masalah lingkungan.
Membudayakan pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab merupakan suatu
imperatif. Di sinilah peran moral dan etika sangat mendasar yang pada akhirnya
akan membangun hubungan lingkungan dan manusia yang berbudaya.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Adapun yang menjadi masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah upaya pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia?
2. Bagaimanakah manfaat dari pengelolaan dan kebijakan lingkungan di
Indonesia?

1.3. TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Bagaimana upaya pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui manfaat dari pengelolaan dan kebijakan lingkungan di
Indonesia.

1.4. MANFAAT PENULISAN


Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Menambah pengetahuan tentang lingkungan.
2. Menambah khazanah ilmu pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Etika Lingkungan
Etika menurut Keraf (2002; 4-5) adalah refleksi kritis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret,
situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral atau ilmu yang
membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara
moral, dan bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret. Dalam kamus
umum Bahasa Indonesia lama (Poerwadaminta, dalam Bertens, 1993; 5)
etika di jelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas ahlak (moral),
jadi kamus lama hanya mengenal arti yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan
Salam (1997; 1) menjelaskan, pengertian etika adalah sebuah refleksi
kritis yang dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia,
baik secara pribadi maupun kelompok. Etika bermaksud membantu
manusia bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang
bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan
tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-
pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak.
Sedangkan lingkungan sendiri memiliki arti ruang yang ditempati
makhluk hidup bersama benda hidup dan tak hidup, seperti lapisan bumi
dan udara yang ada

8
mahluknya (Soemarwoto, 1994; 51-52). Lingkungan adalah semua benda dan
kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam
ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta
kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995; 15). Pengertian
lingkungan menurut Soerjani, lingkungan dapat dikatakan sebagai ekologi terapan,
yakni bagaimana menerapkan berbagai prinsip dan ketentuan ekologi itu dalam
kehidupan manusia, atau ilmu yang mempelajari bagaimana manusia harus
menempatkan dirinya dalam ekosistem atau dalam lingkungan hidupnya (1987: 2).
Zoer Aeni juga mengatakan lingkungan adalah suatu system kompleks yang
berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
organism (2001:108).
Jadi dapat disimpulkan etika lingkungan adalah sebuah disiplin filsafat yang
berbicara mengenai hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau alam
semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan,
jadi yang menjadi fokus perhatian etika lingkungan menurut pengertian ini,
bagaimana manusia harus bertindak, bagaimana perilaku manusia yang
seharusnya terhadap lingkungan hidup( Keraf, 2002: 26).
Kesimpulan dari pengertian di atas adalah etika lingkungan dipahami sebagai
refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-
pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup. Termasuk apa yang harus
diputuskan manusia dalam membuat pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang berdampak pada lingkungan hidup, juga apa yang harus diputuskan
pemerintah dalam kebijakan ekonomi dan politiknya yang berdampak pada
lingkungan hidup (Keraf, 2002: 27). Maksudnya adalah bahwa etika lingkungan
tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam. Etika lingkungan
juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu
antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
Termasuk di dalamnya kebijakan politik dan ekonimi yang mempunyai dampak
langsung atau tidak langsung terhadap alam.
Dengan mendasarkan diri pada teori etika lingkungan Keraf (2002; 143-160),
merumuskan beberapa prinsip etika lingkungan, sebagai berikut:

1. Sikap hormat terhadap alam (respect for nature)


Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai
bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota komunitas
sosial mempunyai kewajiban untuk menghargai kehidupan bersama (kohesivitas
social). Dengan kata lain, alam memiliki haknya untuk dihormati, tidak saja
karena kehidupan manusia bergantung pada alam. Tetapi terutama karena
kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam, manusia
adalah anggota komunitas ekologis. Manusia berkewajiban menghargai hak semua
mahluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh dan berkembang secara alamiah sesuai
dengan tujuan penciptaanya.

2. Prinsip tanggung jawab (moral reponbility for nature)


Tanggung jawab ini bukan hanya bersifat individual melainkan juga kolektif.
Prinsip tanggung jawab ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha,
kebijakan dan tindakan secara nyata untuk menjaga alam dengan isinya. Itu artinya
kerusakan dan kelestarian alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat
manusia.
Dengan prinsip tanggung jawab pribadi maupun tanggung jawab bersama
tersebut. Semua manusia dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab
memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan rasa memiliki
yang tinggi sehingga seakan merupakan milik pribadinya. Tanggung jawab ini
akan muncul seandainya pandangan yang dimiliki adalah bahwa alam bukan
sekedar untuk kepentingan manusia.

3. Soladaritas kosmis (cosmic solidarity)


Prinsip solidaritas kosmis ini selalu mendorong manusia untuk
menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan kehidupan alam ini, karena alam
dan kehidupan lainnya mempunyai nilai sama dengan kehidupan manusia.
Solidaritas kosmis berfungsi sebagai pengendali moral, semacam tabu dalam
masyarakat tradisional, untuk mengharmoniskan perilaku manusia dengan
ekosistem seluruhnya. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku
manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis.

4. Prinsip kasih sayang dan keperdulian terhadap alam ( caring for


nature)
Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature.
Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah,
artinya tanpa mengharapkan untuk balasan. Serta tidak didasarkan pada
pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan
alam. Diharapkan semakin mencintai dan peduli terhadap alam, manusia semakin
berkembang menjadi
manusia yang matang, sebagai pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya
memberikan penghidupan dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam
pengertian mental dan spiritual.

5. Prinsip tidak merugikan (no harm)


Prinsip tidak merugikan atau no harm, merupakan prinsip tidak merugikan
alam secara tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan
tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam
semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama
manusia dan mahluk hidup lain. Pada masyarakat tradisional yang menjujung
tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini bisaanya dipertahankan dan
dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu. Misalnya pada masyarakat perdesaan
yang masih percaya dan melakukan ritual di tempat tertentu, seperti sendang (jawa)
yaitu suatu lokasi keluarnya sumber air secara alami, dipercayai memiliki nilai ritual
tidak boleh setiap orang membuang sesuatu, tidak diperkenankan melakukan
kegiatan secara sembarangan, dan setiap hari-hari tertentu dilaksanakan ritual.
Siapa saja yang melakukan dipercayai akan mendapatkan sesuatu yang kurang baik
bahkan kutukan.

6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam


Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan,
sarana, standart material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan
memiliki sebanyak-banyaknya, mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih penting
adalah mutu
kehidupan yang baik. Pola konsumsi dan produksi pada manusia modern yang
bermewah-mewah dalam kelimpahan dan berlebihan, yang berakibat pada
saling berlomba mengejar kekayaan harus ditinjau kembali. Hal ini menyangkut gaya
hidup bersama, apabila dibiarkan dapat menyebabkan materialistis, konsumtif, dan
eksploitatif. Prinsip moral hidup sederhana harus dapat diterima oleh semua pihak
sebagai prinsip pola hidup yang baru. Selama tidak dapat menerima, kita sulit
berhasil menyelamatkan lingkungan hidup. Untuk menuju pola hidup sederhana
orang diminta untuk tenggang rasa, tetapi karena tidak semua orang peka untuk
tenggang rasa, hasil anjuran untuk hidup sederhana belum banyak berhasil.
Tetapi etis dapat menjadi dorongan yang amat kuat, apabila dapat dibina
dengan baik. Misalnya, apabila rasa bangga untuk hidup mewah dapat diubah
menjadi rasa malu, perasaan etis ini dengan sangat efektif akan menghambat pola
hidup mewah. Contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan mulai dari
lingkup rumah tangga, di lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta, dan juga
masyarakat.

7. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya. Prinsip
keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap
yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial
harus diatur agar berdampak positip pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip
keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua
kelompok dan
anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.

8. Prinsip demokrasi
Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hahikat alam. Alam semesta sangat
beraneka ragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah hakikat alam, hakikat
kehidupan itu sendiri. Artinya, setiap kecenderungan reduksionistis dan
antikeanekaragaman serta antipluralitas bertentangan dengan alam dan anti
kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi
perbedaan,keanekaragaman, pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli
terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang
demokratis sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan.

9. Prinsip integritas moral


Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan untuk pejabat publik. Prinsip
ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku yang terhormat
serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan
publik. Dituntut berperilaku sedemikian rupa sebagai orang yang bersih dan disegani
oleh publik karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan
terutama kepentingan masyarakat. Misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk
melakukan Analissi Mengenai dampak Lingkungan (Amdal) merupakan orangorang
yang memiliki dedikasi moral yang tinggi. Karena diharapkan dapat menggunakan
akses
kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan
lingkungan hidup fisik dan non fisik atau manusia.
Kesembilan prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi filter
atau pedoman untuk berperilaku arif bagi setiap orang dalam berinteraksi
dengan
lingkungan hidup sebagai bentuk mewujudkan pembangunan di segala bidang. Baik
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup atau pembangunan
berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan. Secara diagramatis, keterkaitan antara
filsafat, logika, estetika, dan etika, dalam membentuk norma dalam bermasyarakat
yang terbentuk berdasarkan ilmu dan agama, dan selanjutnya menjadi dasar di dalam
mengkritisi etika lingkungan untuk dapat menjadi pedoman, pandangan bagi perilaku
setiap orang terhadap lingkungan hidupnya, karena setiap orang memiliki dan
mengkaji ilmu dari berbagai aspek dan disiplin ilmu yang berbeda.
2. Hukum Lingkungan
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang
ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi
yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana dan segi hukum perdata. Dalam
pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur
tatanan lingkungan (lingkungan hidup), dimana lingkungan mencakup semua benda
dan kondisi, termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat
dalam ruang dimana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta
kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara
modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada pada lingkungan atau
Environment- Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih
menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law (Riana,
2009).
Hukum lingkungan modern dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan
ketentuan dan norma -norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan
untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk
menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan
oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum
lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga
mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak
berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka hukum
lingkungan modern memiliki sifat utuh menyeluruh (komprehensif integral), selalu
berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes. Hukum lingkungan
klasik sebaliknya, hukum lingkungan klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma
dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-
sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai
hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum
lingkungan klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah.
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan (Riana, 2009), bahwa sistem
pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur
lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah
melandasi perkembangan hukum lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan,
bahwa hukum lingkungan (Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan
lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya
berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan.
Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh pemerintah, maka hukum
lingkungan sebagian besar terdiri atas hukum pemerintahan (bestuursrecht).
Hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan
hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakikatnya merupakan suatu bidang
hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau
hukum pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu
memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Beginselen van
Behoorlijk Bestuur/General Principles of Good Administration). Hal ini dimaksudkan
agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan
lingkungan hidup. Pengertian hukum lingkungan termuat dalam ketentuan Pasal 1 ayat
(1) Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Lingkungan Hidup yang
telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, sama dengan pengertian istilah lingkungan itu sendiri.
Dalam ketentuan Pasal 1 dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dinyatakan
bahwa hukum lingkungan (lingkungan hidup) adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk
hidup lainnya.

2.1 Analisis Data


Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis secara normatif
terutama memfokuskan pada asas-asas hukum yang mendasari bisnis tersebut.
Kemudian dilakukan pembahasan kemudian diambil kesimpulan sebagai jawaban
terhadap permasalahan yang diteliti.
Permasalahan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia
Dalam Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 terutama Bab 32 tentang
Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan
Hidup, dikemukakan permasalahan pokok dalam pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia, oleh Hardjasoemantri (2006: 57-58), antara lain dikatakan:
1. Terus menurunnya kondisi hutan di Indonesia.
2. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
3. Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak.
4. Citra pertambangan yang merusak lingkungan.
5. Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati ( biodiversity).
6. Pencemaran air semakin meningkat.
7. Kualitas udara, khususnya di kota-kota besar, semakin menurun.
8. Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan.
9. Pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas.
10. Lemahnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar ( illegal logging) dan
penyelundupan kayu.
11. Rendahnya kapasitas pengelola kehutanan.
12. Belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non -kayu dan jasa -jasa
lingkungan.
13. Belum terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga.
14. Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal.
15. Merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan ikan yang merusak.
16. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
17. Sistem mitigasi bencana alam belum dikembangkan.
18. Terjadi penurunan kontribusi migas dan hasil tambang pada penerimaan
negara.
19. Ketidakpastian hukum di bidang pertambangan.
20. Tingginya tingkat pencemaran dan belum dilaksanakannya pengelolaan limbah
secara terpadu dan sistematis.
21. Adaptasi kebijakan terhadap perubahan iklim ( climate change) dan
pemanasan global (global warming) belum dilaksanakan.
22. Alternatif pendanaan lingkungan belum dikembangkan.
23. Isu lingkungan global belum dipahami dan diterapkan dalam pembangunan
nasional dan daerah.
24. Belum harmonisnya peraturan perundangan lingkungan hidup.
25. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkun gan.

Selain permasalah pokok di atas juga terdapat masalah -masalah


pengelolaan lingkungan lainnya, antara lain permasalahan Yang
bersumber dari internal pemerintah seperti kegagalan kebijakan, kegagalan
implementasi serta inefektivitas penataan kelembagaan. Menurut Santosa
(2001:128 -133), hal tersebut dapat dilihat berikut ini :

1. Aspek Kegagalan Kebijakan (Policy Failure)


Aspek kegagalan dalam merumuskan kebijakan terutama kebijakan (
policy failure)
pengelolaan lingkungan dapat diindikasikan dengan mas ih banyaknya
kebijakan pembangunan yang tidak holistik, termasuk Undang -Undang Dasar
1945 yang tidak menyentuh aspek perlindungan daya dukung ekosistem dan
fungsi lingkungan hidup; kebijakan tentang tenurial dan property rights yang
tidak memberikan jamina n hak pada masyarakat adat; kebijakan yang
sentralistis dan seragam; dan kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung
“pemerintah yang terbuka” atau open governement.
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dalam kajian kebijakan
yang terbatas (kebijaka n yang dihasilkan pemerintah transisi di tahun
1998 -1999) dengan pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan
8 (delapan) tolak ukur, yaitu delapan elemen yang harus terintegrasi
dalam setiap kebijakan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam,
t ermasuk pemanfaatan sumber daya alam, menemukan fakta bahwa
peraturan perundang -undangan yang dihasilkan pemerintah transisi belum
mendukung good environmental governance . Kedelapan elemen tersebut
antara lain:
(a) Pemberdayaan, pelibatan masyarakat, dan akses publik terhadap
informasi;
(b) Transparansi;
(c) Desentralisasi yang demokratis;
(d) Pengakuan terhadap keterbatasan daya dukung ekosistem dan
keberlanjutan;
(e) Pengakuan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal;
(f) Konsistensi dan harmonisasi; (g) Kejelasan (clarity);
(h) Daya penerapan dan penegakan (implementability & enforceabilty).

2. Aspek Kegagalan Pelaksanaan (Implementation Failure)


Aspek kegagalan pelaksanaan merupakan aspek yang paling krusial
untuk segera dibenahi. Bagaimana menjadikan aparatur pemerintah kita,
yang m erupakan pelaksana kebijakan, menjadi profesional, memiliki
integritas, dan responsif/aspiratif. Dalam kaitan ini perlu dikaji secara cermat
keempat bentuk pengawasan terhadap kinerja birokrasi, yaitu:
a. Pengawasan internal yang terdiri dari pengawasan melek at, dan
pengawasan fungsional oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan
Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (BPKP);
b. Pengawasan eksternal yang terdiri dari pengawasan legislatif dan
pengawasan masyarakat. Kehadiran berbagai komisi yang dibentuk
pemerintah seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaran
Negara (KPKPN) dan Ko misi Ombudsman Nasional juga dimaksudkan
dalam rangka menciptakan birokrasi yang bersih, profesional, dan
responsif di atas.
Komisi -komisi ini akan dapat berfungsi/bekerja secara efekti f apabila
memenuhi syarat:
a. Orang-orang yang terdapat di dalamnya memiliki integritas, kredibilitas
dan diterima masyarakat.
Dengan demikian, pola rekrutmen keanggotaan menjadi sangat penting;
b. Mandiri dan terbatas dari intervensi pihak yang
membentuknya (pr esiden);
c. Kewenangan/mandat hukum memadai.
Dalam kaitan dengan perwujudan good governance , perwujudan
konsep open governmen t yang mengakui public right to observe (hak publik
mengamati dan memantau perilaku pejabat publik dalam proses
pengambilan keputusan) , public right to access to information, public
right to participate dalam pembentukan kebijakan publik, hak publik
untuk mengajukan keberatan apabila hak-hak berpartisipasi diabaikan (
right to appeal), perlu segera direalisasikan pemerintah. Dengan
menciptakan pemerintah yang terbuka, masyarakat akan terpacu
untuk melakukan kontrol (pengawasan) terhadap penentu kebijakan serta
pelaksana kekuasaan terkendali untuk tidak melakukan penyimpangan yang
merugikan kepentingan publik. Pengurasan sumber daya alam, p
engingkaran hak masyarakat adat, dan pencemaran yang merugikan
masyarakat luas dapat berlangsung terus tanpa tersentuh hukum karena
pemberian konsesi bagi pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya alam
mengabaikan aspek daya dukung ekosistem dan kepentingan masyarakat
lokal. Pengawasan juga diabaikan disebabkan aparat pemerintah sebagai
regulator pada umumnya menjalankan kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan hajat hidup orang banyak (public interest). Pertentangan
kepentingan ini disebabkan oleh pe ngaruh-pengaruh atau tekanan elite
politik, kroni, atau kepentingan untuk memperkaya diri pribadi atau
kelompoknya.

3. Aspek Penataan Kelembagaan yang Tidak Efektif (Institutional Failure)


Salah satu persoalan yang perlu diatasi dan selama ini telah member
ikan kontribusi terhadap ketidakefektifan dalam pengelolaan lingkungan yaitu
persoalan atau aspek kelembagaan, kelembagaan di tingkat legislatif,
eksekutif pusat dan daerah, dan juga kelembagaan di dalam masyarakat
itu sendiri. Persoalan kelembagaan dalam pemerintahan bersumber dari
bentuk dari kelembagaan itu sendiri (portofolio atau nonportofolio),
keterbatasan mandat, cakupan kewenangan, dan lemahnya koordinasi. Cara
pandang bahwa aspek lingkungan hidup merupakan urusan Komisi VIII DPR
RI (Komisi yang membidangi lingkungan), dan bukan merupakan urusan
komisi -komisi lainnya (misalnya yang menangani bidang kehutanan,
perdagangan, dan industri) masih sangat kental. Oleh sebab itu, tidaklah
mengherankan apabila isu -isu tertentu contohnya Lapindo yang menyebab
kan kerusakan lingkungan hidup yang membawa dampak pada lingkungan
hidup, kesehatan dan kehidupan masyarakat di Sidoarjo ditanggapi secara
berbeda oleh komisi yang satu dengan yang lainnya.
Permasalahan yang spesifik dalam rangka otonomi di bidang pengelol aan
lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pelaksanaan Undang -Undang No.
22 Tahun 1999/Undang -Undang No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2000 seperti mandat dan budaya. Penjelasannya
sebagai berikut (Santosa 2001: 133):
(a) Ketiadaan Mandat Hukum bagi Kotamadya/Kabupaten
Berbagai peraturan perundang -undangan yang terkait dengan pengelolaan
lingkungan hidup atau peraturan perundang -undangan sektor sumber daya
alam yang berdampak terhadap ekosistem masih berorientasi pada
kewenangan peme rintah (pusat) dan sebagian kecil pada provinsi. Sebagai
contoh, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air jo. PP
No. 82 Tahun 2001, PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, PP
No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, PP No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, PP No. 19 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan laut, dan PP No. 6 Tahun
1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Has il Hutan Produksi.
Dengan demikian, mandat hukum dalam melaksanakan pengelolaan
lingkungan, khususnya mandat untuk melaksanakan pengendalian dampak
lingkungan sangatlah terbatas.
(b) Budaya Tertutup dan Nonpartisipasi dalam Manajemen
Birokrasi masih sangat Dominan Budaya tertutup dan nonpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan publik
lebih dominan di tingkat daerah dibandingkan di Jakarta. Kemampuan civil
society (media masa, public interest lobbyist , pengamat/pakar) dalam
melakukan control public lebih besar di Jakarta sehingga budaya tertutup dan
nonpartisipasi secara relatif dapat direduksi dan diatasi. Berbeda dengan
Jakarta, kondisi di daerah masih relatif tertutup, termasuk kesulitan
dalam mengakses informasi. Oleh kar enanya, gerakan pemerintah yang
terbuka perlu lebih dibangun di tingkat daerah. Desentralisasi pengelolaan
lingkungan hidup tidak mungkin akan efektif apabila budaya tertutup dan
nonpartisipasi masih terus berkembang di daerah.

Kebijakan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia


Sejalan dengan terjadinya pergantian pemerintahan di Indonesia, pada tahun
2004 yang lalu telah diadakan pemilihan umum untuk pertama kalinya memilih
langsung Presiden RI, dan terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Dalam pemerintahannya,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004 -2009. Dalam ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005
pada poin 8 tentang Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup Dan Sumber Daya
Alam, dinyatakan bahwa peningkatan akses masyarakat miskin dalam
pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumber daya alam
dilakukan melalui berbagai program. Program-program tersebut antara
lain (Supriadi, 2008:174-175):
1. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Di dalam program sumber
daya hutan ini tercakup 2 (dua) hal:
(a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam yang
berpihak pada masyarakat dan memperhatikan pelestarian hutan;
(b) Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.
2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam. Di dalam
program ini tercakup 8 (delapan) hal, yakni:
(a) Restrukturisasi peraturan tentang pemberian Hak Pengelolaan Sum ber
Daya Alam;
(b) Penguatan organisasi masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup;
(c) Pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan tentang pengelolaan
sumber daya alam yang berkelanjutan, termasuk kearifan lokal;
(d) Pengembangan sistem insentif bagi masyarakat miskin yang menjaga
lingkungan;
(e) Pengembangan kerja sama kemitraan dengan lembaga masyarakat
setempat dan dunia usaha dalam pelestarian dan perlindungan sumber daya
alam;
(f) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam
meningkatkan kemampuan konservasi sumber daya alam;
(g) Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau,
terumbu karang, dan lain - lain) berbasis masyarakat;
(h) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam
mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara
ilegal dan merusak alam.
3. Program pengembangan Kapasitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup. Di dalam program ini terdapat 5 (lima) hal yang menjadi sorotan,
yaitu:

(a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat;


(b) Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya alam yang
memberikan hak kepada masyarakat secara langsung;
(c) Berorientasi kerja sama dengan perusahaan multinasional yang
memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup agar lebih berpiha k
pada masyarakat miskin;
(d) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam
meningkatkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan;
(e) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam
mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara
ilegal dan merusak alam.
4. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Di dalam
program ini mencakup:
Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung dan lapak
dalam upaya pemisahan sampah;
5. Penegakan hukum bagi pihak yang merusak sumber daya alam dan
lingkungan hidup;Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain
dan lembaga internasional dalam mengatasi dan mencegah pencemaran
lingkungan hidup dan mengembangkan kode etik global bagi perusahaan
multinasional.
Saat ini kebijaka n lingkungan hidup Indonesia untuk jangka panjang
mengacu pada Undang - undang No. 27 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) dalam 20 tahun ke depan dalam
berbagai aspek/sektor pembangunan sebagai upaya menyebarkan dan
mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang -
Undang Dasar 1945. Adapun misi jangka panjang Indonesia yang
berkaitan dengan lingkungan hidup ada pada Visi dan Misi
Pembangunan Nasional 2005 -2025, pada butir ke 6, yaitu: “ Mewujudkan
Indonesia asri dan lestari”.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran
dan arah pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP
2005 -2025 sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang RPJP telah
ditetapkan oleh pemerintah. Sasaran RPJP 2005-2025 tentang lingkungan
hidup menurut Undang -Undang No. 27 Tahun 2007, sebagai berikut
(Presiden RI, 2007):

“Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup"


1. Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan pelestarian fungsi
LH yan g dicer minkan oleh tetap terjaganya fungsi daya dukung dan
kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial
dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari.
2. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan SDA untuk me
wujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan.
3. Meningkatnya kesadaran, sikap mental dan perilaku masyarakat
dalam pengelolaan SDA dan
pelestarian fungsi LH untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan.”
Arah kebijakan RPJP 2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 yaitu (Presiden RI, 2007):

“Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup"


1. Mendayagunakan SDA yang terbarukan. SDA terbarukan
dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien d an bertanggung
jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara
seimbang.
2. Mengelola SDA yang tidak terbarukan. Pengelolaan SDA tak terbarukan,
seperti bahan tambang, mineral, dan sumber energi diarahkan untuk
tidak dikonsumsi secara lang sung, melainkan
diperlakukan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar,
untuk proses produksi
yang dapat menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri.
3. Menjaga keamanan ketersediaan energi. Menjaga keamanan
ketersediaan energi diara hkan untuk menyediakan energi dalam waktu
yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber -sumber energi dan
tingkat kebutuhan masyarakat.
4. Menjaga dan melestarikan sumber daya air. Pengelolaan diarahkan
menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian
fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah.
5. Mengembangkan sumber daya kelautan. Pembangunan ke depan perlu
memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat
luas. Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor,
integratif dan ko mprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap
menjaga kelestariannya.
6. Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik
dan khas. Deversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus
dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai
tambah tinggi.
7. Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis SDA yang ada di
setiap wilayah. Pengelolaan
SDA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat l okal,
mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta
memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang
berkelanjutan.
8. Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia.
Mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini, sosialisa si dan
desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada
masyarakat.
9. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pembangunan
ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah
lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya
dukung lingkungan.
10. Meningkatkan kapasitas pengelolaan SDA dan LH. Meliputi:
peningkatan kelembagaan, penegakan hukum, SDM yang berkualitas,
penerapan etika lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam
kegiatan produksi, konsumsi, pendidikan formal dan kehidupan sehari -hari.
11. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.”
3. BENCANA ALAM BANJIR

Banjir adalah salah satu proses alam yang tidak asing lagi bagi kita. Kita
dapat melihat banjir sebagai rahmat Tuhan atau sebagai bencana, tergantung
pada pilihan kita sendiri. Sebagai proses alam, banjir terjadi karena debit air
sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu
meluap ke daerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi karena curah
hujan yang tinggi. Sementara itu, banjir juga dapat terjadi karena kesalahan
manusia.
Sebagai proses alam, banjir adalah hal yang biasa terjadi dan merupakan
bagian dari siklus hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini
dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. Saat banjir,
terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam
jumlah yang luar biasa. Muatan sedimen itu berasal dari erosi yang terjadi di
daerah pegunungan atau perbukitan. Melalui mekanisme banjir ini, muatan
sedimen itu disebarkan sehingga membentuk dataran. Perlu kita ingat, bahwa
daerah persawahan kita hakikatnya terbentuk melalui mekanisme banjir ini.
Tanpa mekanisme banjir ini, dataran rendah yang subur tidak akan terbentuk.
Banjir dapat berarti peremajaan kembali daerah-daerah persawahan.
Daerah itu mendapat kembali suplai zat hara yang baru dari pegunungan atau
perbukitan. Dengan kata lain, melalui mekanisme banjir ini, daerah persawahan
mengalami penyuburan kembali secara alamiah.
Dalam skala yang lebih besar, banjir-banjir itu membentuk delta di muara-
muara sungai, dan mengalirkan muatan sedimen ke laut yang akhirnya menjadi
lapisan-lapisan batuan sedimen. Dari delta-delta dan lapisan-lapisan batuan itu
manusia mendapatkan berbagai hal untuk kehidupannya. Sebaga contoh, minyak
bumi banyak kita dapatkan dari endapan delta.
Banjir yang pada hakekatnya proses alamiah dapat menjadi bencana bagi
manusia bila proses itu mengenai manusia dan menyebabkan kerugian jiwa
maupun materi. Dalam konteks sistem alam, banjir terjadi pada tempatnya.
Banjir akan mengenai manusia jika mereka mendiami daerah yang secara alamiah
merupakan dataran banjir. Jadi, bukan banjir yang datang, justru manusia yang
mendatangi banjir.
Apabila hal tersebut dapat kita terima, maka bencana banjir yang dialami
manusia sebenarnya adalah buah dari kegagalan manusia dalam membaca
karakter alam. Kegagalan manusia membaca apakah suatu daerah aman atau
tidak untuk didiami. Misalnya, kegagalan manusia membaca karakter suatu
daerah sehingga tidak mengetahui daerah tersebut merupakan daerah banjir.
Atau, sudah mengetahui daerah tersebut daerah banjir tetapi tidak peduli.
Contoh ini bisa kita lihat dari orang-orang yang memilih tinggal di tepi aliran
sungai atau di lembah- lembah sungai. Menghadapi masalah banjir, setidaknya
kita memiliki tiga pilihan, yaitu: jangan mendiami daerah aliran banjir,
beradaptasi dengan membuat rumah panggung berkaki tinggi, atau membuat
pengendali banjir berupa tanggul, kanal, atau mengalihkan aliran air.
Proses terjadinya banjir secara alamiah itu seperti,turunnya hujan jatuh
kepermukaan bumi dan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan setelah itu masuk
kepermukaan tanah mengalir ketempat yang lebih rendah setelah itu terjadi
penguapan dan keluar kepermukaan daratan. Banjir yang terjadi secara almiah
dapat menjadi bancana bagi manusia bila banjir itu mengenai manusia dan
menyebabkan kerugian bagi manusia.
Sedangkan proses terjadinya banjir secara non alamiah karena ulah
manusia seperti,membuang sampah tidak pada tempatnya dan menyebabkan
aliran air tidak lancar sehingga air tersebut terapung di tempat pembuangannya
semakin lama semakin menguap setelah itu tinggi dan keluar sehingga mengenai
daratan dan menyebabkan banjir.
Proses banjir itu dapat terjadi secara alamiah dan karena ulah
manusia. Manusia dapat mengalami kerugian karena banjir itu karena mereka
mendiami tempa tinggal yang secara alamiah merupakan dataran banjir. Jadi bila
manusia bertampat tinggal di dataran yg sering terkena banjir bukan banjirlah yg
mendatangi manusia tapi manusialah yang mendatangi banjir.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Dan Metode Penelitian Kejadian Banjir

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR


DI WILAYAH KAB. GORONTALO DAN KAB. GORONTALO UTARA
TGL 16 APRIL 2018
( Sumber Data : BMKG Stamet Djalaluddin Gorontalo )

I. INFORMASI KEJADIAN BANJIR


LOKASI Kab. Gorontalo :Kec. TibawayaituDesaLabanu, DesaBuhu,
DesaIloponu, DesaDatahu, DesaDunggala, DesaIsimu Raya,
danDesaBalahu.
Kab. Gorontalo Utara :Kec. SumalatayaituDesaLelato
TANGGAL 16 April 2018
DAMPAK - Putusnyajembatangantung yang beradadidesabuhu
yangmenghubungkanantaradesabuhudandesailoponu
- Terjadilongsor di desaLabanu di duatitik,
- Kerugianmaterildarike 8 (delapan) desaakibat air yang
mengenangiratusanrumahwarga, denganketinggian air
mencapai -+ 30 s/d 100 cm.
Gbr. 1 :Fotodampakkejadianbanjir (sumber : BPBD Kab. Gorontalo)
II. DATA CURAH HUJAN

Curah Hujan
No. PosHujan Keterangan
(mm)
1 StasiunMeteorologiDjalaluddin 64 HujanLebat
2 Pontolo 102 HujanSangatLebat
3 Kwandang 39 HujanSedang
4 Gentuma 31 HujanSedang
5 Sumalata 22 HujanSedang

III. ANALISIS METEOROLOGI


INDIKATOR KETERANGAN
1. SST danAnomali Data model analisa SST tanggal16 April
2017menunjukkanbahwasuhumukalaut di
wilayahperairan Indonesia berkisarantara 29°C – 31°C.
Anomalipositifberkisar1.0°C – 3.0°C di
perairanSekitarPerairanLaut
Sulawesi,dantelukTomini.Hal
inimengindikasikanbahwapasokanuap air
masihcukupbesar yang
menyebabkanpotensipembentukanawan –
awankonvektif di Wilayah Gorontalo.

2. PolaAngin Dari analisa Streamline jam 00.00 dan 12.00


UTCterlihatbahwadominanarahangindariarah Tenggara
– Barat Daya. Terdapatadanyasirkulasi eddy di
wilayahutara Sulawesi,
kondisiinimenyebabkanterbentuknyadaerahbelokanangi
n (shearline) di wilayah Gorontalo yang
mendukungterhadappertumbuhanawan – awanhujan di
wilayah Gorontalo.

3. KelembabanUdar Secaraumum, kelembabanrelatif di wilayah Gorontalo


a padalapisan700, dan 850 mbbernilaiantara 70 – 100 %.
Hal
inimenunjukanbahwakondisiatmosferlapisanataswilayah
Gorontalo bersifatbasah yang
mendukunguntukterjadinyapertumbuhanawan –
awankonvektif yang
dapatmenyebabkanterjadinyapotensihujandenganintesit
assedang – lebat di wilayah Gorontalo.

4. Citra Satelit Dari Gambar Citra SatelitHimawari 8 EH,


terlihatbahwapertumbuhanawankonvektifdimulaisejak
jam 06.20 UTC (pukul 14.20 WITA) di wilayahKec.
TibawaKab. Gorontalo
dansekitarnyadimanasemakinmeluaspada jam 07.00
UTC danbergerakkearahwilayahKab. Gorontalo Utara
hingga jam 12.00 UTC. Nilaisuhupuncakawan yang
tedeteksiberkisarantara -80 s/d -100 yang
mengindikasikanterdapatawankonvektif yang
berpotensimenyebakanterjadinyahujansedang – lebat di
wilayahtersebut.

5. Citra Radar Dari gambarcitra radar


produkCmaxdapatterlihatbahwacakupanawankonvektif
di wilayahKab Gorontalo terutamaKec.
TibawatersebarmeratahinggaKab. Gorontalo Utara sejak
jam 06.00 UTC (pukul 14.00 WITA)
dimananilaiDbznyaberkisarantara 38 – 53 yang
mengindikasipotensiterjadinyahujandenganintesitasseda
ng – sangatlebat di wilayahtersebut.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkanhasilanalisis parameter diatasdiidentifikasibahwaterdapatsebaranawan
– awan – awankonvektif yang luas di wilayah Gorontalo yang
mendukungterhadapmengakibatkanpotensihujansedang – lebat di wilayah
Gorontalo terutama di wilayahKab. Gorontalo, danKab. Gorontalo Utara.

V. PROSPEK KEDEPAN
KondisicuacauntukwilayahProvinsi Gorontalo untuk 3
harikedepanpadaumumnyacerahberawanpadapagiharidanberpotensihujanringanhin
ggasedangpadasiang/sore danmalamhariuntukwilayahTibawa, Kwandang, Batudaa,
AtinggoladanSuwawa. Adapununtukpotensihujanlebatberpotensiterjadi di
wilayahPopayato, Tilamuta, Boliyohutodan Kota Gorontalo.

VI. INFO PERINGATAN DINI


LAMPIRAN

1. SST

2. Streamline jam 00.00 UTC dan 12.00 UTC

3. Citra SatelitHimawari 8 EH Tanggal 16 April 2018


4. Citra Radar Tanggal 16 April 2018

07.00
06.00

08.00 08.30

5. KelembapanUdaraLapisan 850 mbdan 750 mb


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Permasalahan utama pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yaitu:


(1) Terus menurunnya kondisi hutan di Indonesia; (2) Kerusakan Daerah
Aliran Sungai (DAS); (3) Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak;
(4) Citra pertambangan yang merusak lingkungan; (5) Tingginya ancaman
terhadap keanekaragaman hayati ( biodiversity); (6) Pencemaran air
semakin menin gkat; (7) Kualitas udara, khususnya di kota -kota besar,
semakin menurun; (8) Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan
belum optimal dilaksanakan; (9) Pembagian wewenang dan tanggung jawab
pengelolaan hutan belum jelas; (10) Lemahnya penegakan hukum terhadap
pembalakan liar ( illegal logging) dan penyelundupan kayu; (11)
Rendahnya kapasitas pengelola kehutanan; (12) Belum berkembangnya
pemanfaatan hasil hutan non-kayu dan jasa -jasa lingkungan; (13) Belum
terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga; (14) Potensi
kelautan belum didayagunakan secara optimal; (15) Merebaknya pencurian
ikan dan pola penangkapan ikan yang merusak; (16) Pengelolaan pulau -
pulau kecil belum optimal; (17) Sistem mitigasi bencana alam belum
dikembangkan; (18) Terjadi penurunan kontribusi migas dan hasil
tambang pada penerimaan negara; (19) Ketidakpastian hukum di bidang
pertambangan; (20) Tingginya tingkat pencemaran dan belum
dilaksanakannya pengelolaan limbah secara terpadu dan sistematis; (21)
Adaptasi kebijakan ter hadap perubahan iklim (climate change) dan
pemanasan global ( global warming) belum dilaksanakan; (22) Alternatif
pendanaan lingkungan belum dikembangkan; (23) Isu lingkungan global
belum dipahami dan diterapkan dalam pembangunan nasional dan daerah;
(24) Belum harmonisnya peraturan perundangan lingkungan hidup; (25) Masih
rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan.
Kebijakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yaitu:
Presiden RI mengeluarkan Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, dalam ketentuan Perpres
Nomor 7 Tahun 2005 pada poin 8 tentang Pemenuhan Hak Atas Lingkungan
Hidup dan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa peningkatan akses
masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanf aatan lingkungan hidup
dan sumber daya alam dilakukan melalui berbagai program. Dalam rangka
mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah
pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005 -2025
sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJP) telah ditetapkan oleh pemerintah.
Banjir yang terjadi selalu menimbulkan kerugian bagi mereka yang terkena
banjir baik secara langsung maupun tidak langsung yang dikenal sebagai dampak
banjir. Dampak banjir akan dialami langsung oleh mereka yang rumah atau
lingkungannya terkena air banjir. Jika banjir berlangsung lama akan sangat
merugikan karena aktivitas akan banyak terganggu.
1. Banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan bagian penting dari
mekanisme pembentukan dataran di bumi kita ini.
2. Proses terjadinya banjir dibagi menjadi dua yaitu proses yang terjadi secara
alamiah dan non-alamiah.
3. Penyebab terjadinya banjir yaitu hutan gundul, jalan yang tidak memiliki
drainase, drainase tidak sempurna, garis sempadam sungai didirikan bangunan
dan padat bangunan liar, resapan air yang diuruk dijadikan perumahan oleh
pengusaha properti maupun oleh pribadi, mengabaikan adanya sumur
resapan air/lubang resapan biopori, dan buang sampah di sungai dan kali.
4. Dampak yang ditimbulkan oleh banjir yaitu penyakit yang timbul, mematikan
usaha, kerugian administratif, dan harus kembali ketitik nol.
5. Banjir dapat dicegah dengan melakukan beberapa langkah seperti
Kesadaran tiap warga dengan tidak membuang ssampah disembarang
tempat, rutin membersihkan pintu air, memperdalam dan memperlebar
ukuran sungai-sungai besar guna memperlancar aliran air di sungai tersebut,
serta giat melakukan sosialisasi tentang sebab-akibat banjir.
6. Cara menanggulangi banjir yaitu memfungsikan sungai dan selokan
sebagaimana mestinya, larangan membuat rumah di dekat sungai,
dan menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan masukan yang


mungkin dapat berguna bagi pembaca. Sebaiknya seluruh warga membuat
musyawarah dalam penanganganan maslah banjir seperti tindakan kesiapsiagaan
warga terhadap banjir datang, tindakan yang seharusnya dilakukan di setipa
rumah dalam mengatasi banjir datang, penyuluhan tentang kegiatan yang dapat
mengurangi resiko banjir dan tindakan saat terjadi banjir

Anda mungkin juga menyukai