Anda di halaman 1dari 14

1

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang


sebagian besarnya mengatur tentang pemerintahan daerah, maka secara spesifik tidak
mencantumkan asas pengaturan Desa, selain hanya mencantumkan asas
penyelenggaraan pemerintah daerah. Dengan demikian, asas pengaturan desa
merupakan klausul baru dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
meskipun tidak berada pada bab tersendiri tentang Asas tetapi menjadi bagian dari Bab
I tentang Ketentuan Umum.
Asas merupakan dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan
bertindak. Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pengaturan desa
memiliki 13 prinsip yang mesti dijadikan perhatian oleh para pemangku kepentingan
dalam memberikan pengaturan Desa. Prinsip-prinsip pengaturan desa lebih
dikedepankan agar dapat tercapai tujuan dari lahirnya Undang-undang ini.
Tercantum pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal
3, Pengaturan Desa berasaskan:
1. rekognisi;

2. subsidiaritas;
3. keberagaman;
4. kebersamaan;

5. kegotongroyongan;

6. kekeluargaan;

7. musyawarah;

8. demokrasi;

9. kemandirian;

10. partisipasi;

11. kesetaraan;

12. pemberdayaan; dan

13. keberlanjutan.

1
2

Adapun penjelasan terhadap Asas pengaturan dalam Undang-undang ini adalah:

1. rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;

2. subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan


keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;

3. keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku
di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;

4. kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip
saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa
dalam membangun Desa;

5. kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa;

6. kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat desa sebagai bagian dari satu
kesatuan keluarga besar masyarakat Desa;

7. musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan


masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;

8. demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem


pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan persetujuan
masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;

9. kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan
masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi
kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;

10. partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;

11. kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;

12. pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat
desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi
masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan

2
3

13. keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi,
dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program
pembangunan Desa.

Meskipun secara eksplisit pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mensyaratkan pencantuman asas
pada peraturan perundang-undangan yang dibentuk, namun secara prinsip, asas
merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah peraturan atau perundang-
undangan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa arti dari asas salah satunya
adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat.
Sebagaimana makna katanya, maka asas dalam Undang-undang adalah sesuatu yang
dijadikan dasar pijakan dalam mengimplementasikan Undang-undang tersebut.
Mengacu pada 13 asas dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
tersebut jelas memperlihatkan bahwa tidak ada satupun pencantuman tentang asas
tugas pembantuan, desentralisasi atau dekonsentrasi dari pemerintah pusat atau
daerah. Seluruh asas yang dicantumkan, sepenuhnya murni mencerminkan
kemandirian desa. Dengan acuan asas ini, maka dalam implementasinya, Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa semestinya menempatkan desa pada
posisi yang mandiri dan bertumpu pada proses demokrasi lokal tanpa intervensi oleh
siapapun, termasuk peme- rintahan di atasnya.

Dalam UU Pemerintahan Daerah sebelumnya (UU No. 22/1999 maupun UU No.


32/2004), tidak mencantumkan tujuan pengaturan Desa, karena pengaturan tentang
Desa hanya menjadi bagian terkecil dari hal yang diatur dalam kedua UU tersebut.
Tujuan pengaturan Desa sebagaimana tercantum pada pasal 4 UU Desa merupakan
ketentuan baru, meskipun penempatannya tidak pada bagian khusus tentang tujuan,
tetapi bagian dari Bab tentang Ketentuan Umum.

Ketentuan tentang tujuan pengaturan Desa memperkuat posisi Desa dalam kerangka
NKRI serta memperjelas tugas, peran dan fungsi Desa dalam mengelola desa,
menjalankan pemerintahan desa dan memberikan pelayanan bagi masyarakatnya guna

3
4

tercapainya cita-cita bersama mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan


terbitnya UU ini, pemerintah Desa dalam hal mengatur desa tidak akan terlepas dari
tujuan pengaturan desa dan menjadikannya dasar dalam melaksanakan pembangunan
desa.

Pasal 4
Pengaturan Desa bertujuan:
a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberaga
sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan R
Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;

c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;

d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi d
Desa guna kesejahteraan bersama;

e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta berta
jawab;

f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perw
kesejahteraan umum;

g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat De


mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;

h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasio

i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subyek pembangunan.

Penjelasan
Cukup jelas

4
5

Pembahasan di DPR
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam paparannya di depan rapat Pansus pada
4 April 2012 menyatakan bahwa “UU Desa bertujuan hendak mengangkat Desa pada
posisi subyek yang terhormat dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Selain itu,
pengaturan desa juga akan menentukan format desa yang tepat sesuai dengan konteks
keragaman lokal. Penguatan kemandirian desa melalui Undang-Undang tentang Desa
sebenarnya juga menempatkan Desa sebagai subyek pemerintahan dan pembangunan
yang betul-betul berangkat dari bawah (bottom-up)”. Namun entah mengapa,
Pemerintah luput mencantumkan klausul tentang Tujuan dalam draf RUU-nya.
DPD RI menilai tujuan UU Desa sebenarnya secara implisit telah dituangkan dalam
konsideran menimbang bagian kedua pada draf RUU Pemerintah. Namun demikian
tujuan tersebut masih dangkal. Oleh karena itu DPD RI berpendapat bahwa
serangkaian tujuan pengaturan desa meliputi: a) memberikan pengakuan dan
penghormatan atas desa yang telah ada sebelum dan sesudah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia; b) memberikan pengakuan dan penghormatan atas
keberagaman jenis desa atau yang disebut dengan nama lain di Negara Kesatuan
Republik Indonesia; c) memberikan kejelasan kedudukan desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia; d) memberikan jaminan terhadap desa dalam
pelaksanaan pembangunan nasional demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia; e) memberdayakan prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat
desa untuk pengembangan potensi dan aset-aset lokal; f) membentuk pemerintahan
desa yang profesional, efektif dan efisien, transparan, serta akuntabel; g) meningkatkan
pelayanan publik bagi masyarakat guna perwujudkan kesejahteraan masyarakat; dan h)
meningkatkan ketahanan sosial-budaya masyarakat guna mewujudkan masyarakat
yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional.

Tujuan sebagaimana diusulkan oleh DPD RI ini selaras juga dengan klausul yang
diusulkan oleh Fraksi PKS sebagaimana tertuang dalam DIM.

Rumusan tujuan sebagaimana yang disahkan menjadi UU ini merupakan rumusan yang
disepakati oleh rapat Timus tanggal 28 Juni 2013, dimana isinya kurang lebih sama
dengan yang diusulkan oleh DPD dan Fraksi PKS. Hanya pada bagian akhir ketentuan

5
6

ini ditambahkan klausul baru, yaitu “memperkuat masyarakat desa sebagai subyek
pembangunan”.

Tanggapan
Mengacu pada UU No. 12/2011, bahwa asas dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan salah satunya adalah adanya kejelasan tujuan, maka draft RUU
Desa usulan Pemerintah yang hanya mencantumkan secara implisit pada bagian
konsideran, dapat dianggap belum dapat memenuhi asas ini. Pencantuman tujuan
dalam UU Desa meskipun tidak dicantumkan pada bagian tersendiri, dapat memberikan
arah bagi semua pihak yang terlibat dalam implementasi UU ini.

Mencermati klausul yang tercantum pada bagian ini, tujuan UU Desa sudah sangat
komprehensif. Undang-Undang ini memberikan pengakuan dan penghormatan
terhadap keberagaman desa, serta adat istiadat yang berkembang di desa. Undang-
Undang ini juga memberikan peluang bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat di
desa karena mendorong peran serta masyarakat dalam turut terlibat dalam proses
pemerintahan dan pembangunan desa. Posisi Desa juga semakin kuat karena UU
Desa ini juga bertujuan untuk memperkuat masyarakat Desa sebagai subyek
pembangunan.

Undang-Undang Desa telah mencantumkan tujuan sebagaimana termaktub pada Pasal


4, sehingga implementasi UU ini dikatakan berhasil jika mencapai kondisi-kondisi
sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 4 tersebut. Demikian sebaliknya,
dikatakan gagal jika kondisi-kondisi itu tidak tercapai. Dengan demikian, klausul ini
merupakan indikator utama bagi keberhasilan implementasi UU Desa

6
7

DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 201 tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 6 Tahun2014 Tentang Desa
3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 201 tentang Dana Desa Yang Bersumber
Dari APBN
4. Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa
5. Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa
6. Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
7. Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa

7
8

Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang mewakili pemerintah dalam rapat
Pansus 4 April 2012, dalam rangka menunjang kemandirian Desa maka Desa perlu
diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

Menurut RUU Pemerintah, kewenangan Desa meliputi dua hal, yakni (1) kewenangan
yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa dan kewenangan lokal berskala Desa
yang diakui kabupaten/kota. Terhadap kewenangan ini, Desa berhak mengatur dan
mengurusnya; dan (2) kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang dilimpahkan pelaksanaannya kepada desa sebagai lembaga dan
kepada Kepala Desa sebagai Penyelenggara Pemerintah Desa dan kewenangan
lainnya yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Terhadap
pelaksanaan kewenangan ini, Desa hanya memiliki kewenangan mengurus atau
melaksanakan, sehingga pembiayaan yang timbul dalam pelaksanaan kewenangan
tersebut menjadi beban bagi pihak yang melimpahkan kewenangan.

Namun demikian, RUU Pemerintah tidak menjabarkan bentuk-bentuk kewenangan


yang dijalankan oleh Desa. Terhadap draf RUU Pemerintah yang masih dianggap
kurang lengkap ini, beberapa fraksi di DPR kemudian mengusulkan berbagai rumusan.
Sebagaimana ditemukan dalam DIM, Fraksi PKS mengusulkan kewenangan Desa
untuk mengelola sumber daya Desa. Sedangkan Fraksi PKB mengusulkan bentuk
kewenangan yang lebih lengkap, dimana Desa diberikan kewenangan dalam dua hal:
yakni (1) Bidang Pemerintahan. Dalam hal ini Desa memiliki kewenangan untuk memilih
kepala desa, menetapkan BPD dan perangkat desa lainnya, membentuk peraturan
desa, membentuk struktur organisasi perangkat desa; mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan; dan mengelola kelembagaan desa; (2) Bidang Perencanaan dan
Pembangunan. Dalam bidang ini Desa memiliki kewenangan untuk merencanakan,
melaksanakan, mengawasi dan mengembangkan pembangunan di wilayahnya;
mengelola dan memanfaatkan kekayaan desa untuk kesejahteraan masyarakat; dan
mendapatkan sumber-sumber pendapatan desa.

8
9

Musyawarah Desa
Musyawarah Desa (Musdes) adalah proses musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Musyawarah
adalah forum pengambilan keputusan yang sudah dikenal sejak lama dan menjadi
bagian dari dasar negara. Sila keempat Pancasila menyebutkan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Pasal 54

(1) Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusya
Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat s
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

(2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penataan Desa;

b. perencanaan Desa;

c. kerjasama Desa;

d. rencana investasi yang masuk ke Desa;

e. pembentukan BUM Desa;

f. penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan

g. kejadian luar biasa.

(3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling kurang sekali
(satu) tahun.

(4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan

9
10

Desa.

Penjelasan

Ayat (1)

Musyawarah Desa merupakan forum pertemuan dari seluruh pemangku kepentingan yang ada d
termasuk masyarakatnya, dalam rangka menggariskan hal yang dianggap penting dilakukan oleh Pem
Desa dan juga menyangkut kebutuhan masyarakat Desa.

Hasil ini menjadi pegangan bagi perangkat Pemerintah Desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tug

Yang dimaksud dengan “unsur masyarakat” adalah antara lain tokoh adat, tokoh agama, tokoh mas
tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempu
kelompok masyarakat miskin.

Ayat (2)
Huruf a
Dalam hal penataan Desa, Musyawarah Desa hanya memberikan pertimbangan dan masukan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, serta ayat (3) dan ayat (4) cukup jelas.
Selain pada penjelasan pasal per pasal, bagian Penjelasan Umum UU Desa juga
memuat penjelasan mengenai Musdes. Selengkapnya disebutkan: “Musyawarah Desa
atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan
menyepakati hal strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa. Hasil
musyawarah desa dalam bentuk kesepakatan dituangkan dalam keputusan hasil
musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa
untuk menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa”.

10
11

Keuangan Desa
UU No 6 Tahun 2014 menjelaskan pengertian keuangan desa sebagai berikut
: Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan,
belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa. (Pasal 71 ayat 2)
Sedangkan aset desa dijelaskan sebagai berikut : Aset Desa adalah barang milik Desa
yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
Ayat 10 dan 11 Pasal 1 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Kewenangan Kepala Desa:
Kewenangan Kepala dalam Keuangan Desa dinyatakan dalam Pasal 26 ayat 2 c,e
yakni Kepala Desa memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa dan
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pendapatan Desa:
Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari:
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi,
gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota;
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah. (Pasal 72)

11
12

Belanja Desa:
Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati
dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah. Kebutuhan
pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada
kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan
masyarakat Desa. (Pasal 74)
APB Desa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan
pembiayaan Desa. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh
Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa.Sesuai
dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan
Desa. (Pasal 73)
Pengelolaan
Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa. Dalam
melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa. Ketentuan lebih lanjut
mengenai Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah. (Pasal 75)
Aset Desa
Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan,
tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan
milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.Aset
lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
1. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa;

2. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;

3. kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

12
13

Simpulan
Mengacu pada UU No. 12/2011, bahwa asas dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan salah satunya adalah adanya kejelasan tujuan, maka draft RUU
Desa usulan Pemerintah yang hanya mencantumkan secara implisit pada bagian
konsideran, dapat dianggap belum dapat memenuhi asas ini. Pencantuman tujuan
dalam UU Desa meskipun tidak dicantumkan pada bagian tersendiri, dapat memberikan
arah bagi semua pihak yang terlibat dalam implementasi UU ini.

Mencermati klausul yang tercantum pada bagian ini, tujuan UU Desa sudah sangat
komprehensif. Undang-Undang ini memberikan pengakuan dan penghormatan
terhadap keberagaman desa, serta adat istiadat yang berkembang di desa. Undang-
Undang ini juga memberikan peluang bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat di
desa karena mendorong peran serta masyarakat dalam turut terlibat dalam proses
pemerintahan dan pembangunan desa. Posisi Desa juga semakin kuat karena UU
Desa ini juga bertujuan untuk memperkuat masyarakat Desa sebagai subyek
pembangunan.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang NO 6 Tahun 2014 Tentang Desa


Undang-undang no 75 tahun 2005 tentang Desa

Peraturan Pemerintah no. 72 tahun 2005 tentang pemerintahan desa

https://id.wikipedia.org/wiki/Desa

http://www.kumham-jogja.info/karya-ilmiah/37-karya-ilmiah-lainnya/347-mekanisme-pembuatan-
peraturan-desa

14

Anda mungkin juga menyukai