Anda di halaman 1dari 2

Konsep produk bank syariah sudah sesuai syariah berdasarkan regulasi terkait yang telah

mengadopsi fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Salah satunya produk giro iB (Islamic
banking) yang mengacu pada fatwa DSN MUI Nomor 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro.
Kemudian, produk deposito iB mengacu pada fatwa DSN MUI Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000
tentang deposito, dan produk berbasis murabahah di antaranya berdasarkan fatwa DSN MUI
No.04/DSNMUI/ IV/2000 tentang murabahah.

Sesungguhnya, fatwa-fatwa DSN MUI adalah produk ijtihad kolektif (ijtihad jamai') bukan
personal. Produk ijtihad kolektif berarti produk kajian para ahli fikih, ahli ekonomi, ahli akuntansi,
otoritas terkait, dan lain-lain. Karena menjadi kajian multi disiplin ilmu dan kompetensi,
pembahasannya pun memakan waktu lama, pertemuan panjang, dan mempertimbangkan
banyak aspek. Jika fatwa DSN MUI menjadi regulasi otoritas, maka itu menjadi mengikat
(mulzim) dan harus ditunaikan.

Selain itu, fatwa DSN MUI mengacu pada sumber-sumber hukum dalam ijtihad, termasuk fatwa
terkait produk iB memiliki landasan hukum dari Alquran, hadis, dan pendapat ahli fikih salaf atau
khalaf. Begitu pula otoritas fatwa internasional seperti Otoritas Fatwa Standar Syariah
Internasional AAOIFI di Bahrain, lembaga Fikih Organisasi Konferensi Internasional di Jeddah,
dan Otoritas Fatwa Rabithah al-Islami di Makkah menjadi referensi fatwa DSN.

Kekurangan dalam praktik bank syariah itu sangat mungkin terjadi, sebagaimana juga lazim
terjadi dalam sektor yang lain dan setiap sisi kehidupan, seperti penerapan nilai syariah dalam
keluarga, pendidikan anak, dan kehidupan berpolitik.

Peran pengawasan otoritas (yang memastikan regulasi terkait diimplementasikan oleh bank
syariah), dewan pengawas syariah (memastikan fatwa DSN MUI diterapkan oleh bank syariah)
menjadi penting. Di samping itu, produk iB menjadi sistem dan aturan internal bank syariah.
Dengan adanya kontrol ini, bank syariah bisa terawasi dan berbenah diri agar mendekati
kesempurnaan.

Salah satu kaidah dalam menerapkan aspek syariah adalah kebertahapan (tadarruj).
Berdasarkan kaidah ini maka ada dua kondisi. Pertama, dalam kondisi di mana aspek syariah
bisa diterapkan sekaligus tanpa kebertahapan, maka harus diterapkan secara sekaligus.
Namun, dalam kondisi aspek syariah belum bisa diterapkan secara sekaligus, syariat Islam
yang agung ini mengizinkan pemberlakuan secara bertahap.
Industri perbankan syariah dan institusi-institusi yang berada di dalamnya belum benar-benar
100% mengikuti kaidah syariah dan aturan-aturan Islam di dalam operasionalnya sehari-hari.
Masih banyak ditemukan praktek-praktek non-syariah yang dilakukan institusi berlabel syariah.
Mengutip pernyataan pakar Islamic Banking Celia de Anca, standardisasi regulasi dan
interpretasi hukum syariah sendiri merupakan 2 hal yang masih menjadi tantangan di dunia
perbankan syariah global. Industri ini memang memiliki potensi yang sangat masif, namun
untuk memanfaatkan potensi tersebut dan menjalankannya dengan benar, masih banyak hal
yang harus dibenahi.

Anda mungkin juga menyukai