2016
T. Mukhlis
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/671
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI DINAS KESEHATAN
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2016
TESIS
Oleh
T. MUKHLIS
137032239/IKM
THESIS
By
T. MUKHLIS
137032239/IKM
TESIS
Oleh
T. MUKHLIS
137032239
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesajarnaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
T. Mukhlis
137032239/IKM
Pengelolaan obat yang efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan
jenis dan jumlah yang tepat. Perumusan masalah penelitian yaitu bagaimanakah manajemen
pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui manajemen pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan
dengan metode wawancara mendalam. Informan pada penelitian ini adalah seluruh staf yang
terlibat pada manajemen pengelolaan obat di Dinas Kesehatan yaitu berjumlah 7 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan obat di Dinas
Kesehatan Kota Lhokseumawe belum berjalan maksimal, diantaranya sering terjadi
keterlambatan dalam laporan pemakaian obat, pencatatan dan pelaporan belum lengkap,
masih terdapat jumlah dan jenis obat yang tidak sesuai permintaan Puskesmas dan masih
terdapat obat kadaluwarsa, serta pelatihan pengelolaan obat di Puskesmas belum
dilaksanakan. Namun, perencanaan obat telah dilaksanakan oleh Tim perencanaan obat dan
pemilihan kebutuhan obat menggunakan metode konsumsi didasarkan pada obat generik
yang tercantum dalam DOEN dan Fornas.
Kesimpulan penelitian ini adalah perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe dilaksanakan oleh tim perencanaan obat. Perencanaan kebutuhan obat
telah dilaksanakan sesuai tahapan perencanaan. Sering terjadi keterlambatan laporan
LPLPO. Waktu pengadaan dan kedatangan obat belum mengikuti ketepatan waktu
yang disepakati. Pada saat penerimaan obat masih terdapat obat yang hampir
kadaluwarsa. Penyimpanan obat dilakukan di Gudang Farmasi. Pengaturan tata ruang
kurang baik, masih terdapat penumpukan obat dan terdapat obat kadaluwarsa.
Pendistribusian obat dari Dinas Kesehatan ke Puskesmas dilaksanakan dengan cara
mengambil langsung ke Gudang Farmasi. Masih terdapat jumlah dan jenis obat yang
tidak sesuai permintaan Puskesmas. Kegiatan supervisi dan evaluasi pengelolaan obat
di Puskesmas belum berjalan dengan efektif dan efisien.
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan,
selawat dan salam kepada Nabi Rasullulah Muhammad SAW atas rahmat-Nya
TAHUN 2016 .
Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
1. Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan dan Ketua Program Studi S2 Ilmu
Utara
3. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2
Sumatera Utara
4. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes, selaku ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak
5. dr. Fauzi, S.K.M selaku anggota Komisi Pembimbing yang memberikan saran
iii
Universitas Sumatera Utara
6. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Komisi Penguji yang
berdoa dan memberikan dukungan baik moril dan materiil dalam menyelesaikan
pendidikan
8. Keluarga tercinta T. Aznal Zahri, T. Zainal Amri, Cut Mustika Sari, Merry, dan
pendidikan
9. Seluruh Dosen Program Studi S2 IKM dan seluruh Staf Fakultas Kesehatan
10. Rekan-rekan mahasiswa S2 peminatan AKK angkatan 2013 dan 2014 yang
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan ridho-Nya bagi kita dan bagi
semua pihak yang telah membantu. Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan
T. Mukhlis
137032239/IKM
H. T. Soekman dan Hj. Marwati M. Nur, anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis
beragama Islam dan bertempat tinggal di JL. Medan-Banda Aceh Desa Tutong No.
di SMP Negeri 1 Lhoksukon, dan Tahun 1997-2000 di SMU Negeri 2 Modal Bangsa
Utara (USU) dengan minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK).
Penulis pernah bekerja dari April-Oktober 2007 sebagai dokter PTT Puskesmas
Patek, November 2007-Maret 2008 sebagai dokter PTT Puskesmas Lhok Kruet
Kabupaten Aceh Jaya dan Maret 2008-sekarang penulis bekerja sebagai dokter
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
vi
Universitas Sumatera Utara
4.6. Perencanaan Obat di Dinkes Kota Lhoksweumawe ........................ 51
4.7. Pengadaan Obat di Dinkes Kota Lhokseumawe .............................. 55
4.8. Penyimpanan Obat di Dinkes Kota Lhokseumawe ......................... 58
4.9. Pendistribusian Obat di Dinkes Kota Lhokseumawe....................... 63
4.10.Supervisi dan Evaluasi Obat .......................................................... 67
LAMPIRAN
vii
viii
ix
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
esensial dari suatu pelayanan kesehatan, selain itu karena obat sudah merupakan
Puskesmas, Poliklinik, Rumah Sakit, Dokter praktek swasta dan lain-lain. Oleh
karena vitalnya obat dalam pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang benar,
persen anggaran kesehatan, namun sebagian besar dari populasi mungkin tidak
memiliki akses terhadap obat esensial. Dana yang tersedia terbatas dan sering
dihabiskan untuk obat tidak efektif, tidak perlu, atau bahkan berbahaya. (Depkes RI,
2002).
Saat ini dana pemerintah untuk kesehatan telah dimasukkan ke dalam Dana
Alokasi Umum (DAU), karena itu anggaran obat untuk pelayanan kesehatan dasar di
daerah menjadi tanggung jawab pemda. Anggaran obat untuk pelayanan kesehatan
adanya perbedaan visi dan persepsi Pemda tentang kesehatan. Walaupun demikian
obat untuk keperluan bencana dan kekurangan obat. (Depkes RI, 2006).
mayoritas penduduk, karena itu harus selalu tersedia. Alasan pemilihan dan
obatan, resep yang lebih rasional, dan biaya yang lebih rendah. Pada kenyataannya,
penggunaan yang tepat obat esensial adalah salah satu strategi yang paling efektif
kesehatan. Jika obat-obatan secara konsisten tidak tersedia, pasien menderita dan
anggota staf kehilangan motivasi. Semua orang kehilangan kepercayaan dalam sistem
fasilitas kesehatan, dan memberikan kontribusi untuk kepuasan kerja dan harga diri
penggunaan obat secara rasional. Pengelolaan obat yang efektif terletak pada
kebijakan dan kerangka hukum yang membangun dan mendukung komitmen publik
terukur melalui akses yang lebih besar dan penggunaan obat rasional. (Embrey,
2012).
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses
oleh seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi
pengobatan yang telah ditetapkan, hal ini sangat berkaitan dengan pengelolaan obat.
Pengelolaan obat yang efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan
jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi standar mutu sesuai dengan Peraturan
02.02/Menkes/137/2016.
Alasan memilih obat esensial adalah bahwa hal itu dapat menyebabkan
pasokan yang lebih baik, penggunaan lebih rasional, dan biaya yang lebih rendah.
penduduk dan harus tersedia dalam bentuk sediaan yang tepat dan bermutu setiap
saat. Karena pemilihan obat memiliki dampak yang cukup besar pada kualitas
Ketersediaan obat didukung oleh industri farmasi yang berjumlah sekitar 204
perusahaan dan 90% berlokasi di pulau Jawa, telah dapat memproduksi 98%
kebutuhan obat nasional, namun sebagian besar bahan baku masih di impor.
Ketergantungan terhadap impor bahan baku obat ini dapat menyebabkan tidak
stabilnya penyediaan obat nasional dan mengakibatkan fluktuasi harga obat. (Depkes
RI, 2006).
penggunaan obat dan efisiensi biaya obat, serta meningkatkan kualitas hidup pasien
Kesehatan Perorangan (UKP), strata kedua (Rumah Sakit kelas C dan B non
pendidikan), strata ketiga (rumah sakit kelas B pendidikan dan kelas A) dan farmasi
kefarmasian yang baik tidak hanya disebabkan oleh sistem pengelolaan obat,
Indonesia antara lain, masih ada Pemerintah Daerah yang belum mengalokasikan
dari APBD sehingga biaya untuk obat mengandalkan anggaran Dana Alokasi Khusus
keempat atas Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan
Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam
pengadaan obat baik untuk program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program
kesehatan lainnya tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung
adanya perubahan sistem pengadaan obat ini, diperlukan proses adaptasi baik pada
satuan kerja sebagai pengguna, industri sebagai penyedia obat, dan distributor. Hal ini
obat.
Siklus distribusi obat dimulai pada saat produk obat keluar dari pabrik atau
distributor, dan berakhir pada saat laporan konsumsi obat diserahkan kepada unit
yang baik dengan cara antara lain: menjaga suplai obat tetap konstan,
mempertahankan mutu obat yang baik selama proses distribusi, meminimalkan obat
yang tidak terpakai karena rusak atau kadaluwarsa dengan perencanaan yang tepat
kondisi lingkungan yang benar, pencatatan akurat, penataan yang efektif, dan
terletak di dalam gedung yang tahan cuaca kering. Obat harus diatur dan mudah
rak-rak). Ruang dan peralatan pendingin harus disediakan untuk pendingin vaksin dan
barang-barang lainnya. Suhu dan tingkat kelembaban harus dikontrol dalam batas-
batas yang tepat, dan ruang harus memiliki ventilasi yang baik. (Sallet, 2012).
diharapkan dapat memberikan yang terbaik pada masyarakat, maka Dinas Kesehatan
Kota Lhokseumawe merumuskan VISI dan MISI sebagai satu kesatuan dengan
rangkaian kebijakan yang akan dilaksanakan dari tahun ke tahun. Salah satu
kebijakan Dinas Kesehatan dalam rangka mencapai visi adalah dengan meningkatkan
dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan SDM
ketersediaan obat yang terjangkau masyarakat. Ketersediaan obat menjadi salah satu
Dinas Kesehatan.
menunjukkan bahwa masih terjadi penumpukan beberapa jenis obat yang sudah
kebutuhan obat tidak tepat atau kurang baiknya sistem distribusi. Masih terdapat
biaya.
rantai pasok di rumah sakit, sistem yang masih manual menjadi salah satu penyebab
ini adalah :
Tahun 2016?
Tahun 2016?
Tahun 2016?
Tahun 2016?
Berkaitan dengan tujuan umum diatas, maka tujuan khusus dalam penelitian
2016?
2016?
Tahun 2016?
Tahun 2016?
2. Penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi Dinas
TINJAUAN PUSTAKA
proses mendapatkan tujuan organisasi dalam upaya bersama dengan sejumlah orang
manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang berusaha secara sistematis
suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
yang nyata. Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri atas tindakan-
menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
dari kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga
dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang
diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan
(Anief, 2007).
penggunaan obat secara rasional. Pengelolaan obat yang efektif terletak pada
kebijakan dan kerangka hukum yang membangun dan mendukung komitmen publik
untuk pasokan obat esensial dan dipengaruhi oleh isu-isu ekonomi. Panduan ini
terukur melalui akses yang lebih besar dan penggunaan obat rasional. (Embrey,
2012).
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses
oleh seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi
support) yang meliputi organisasi, keuangan, atau finansial, sumber daya manusia
(SDM), dan sistim informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manajemen obat
yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan dapat
kebutuhan dan sumber daya yang harus disediakan, menetapkan tujuan yang paling
planning).
benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah. Untuk
1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan
efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan
ditimbulkan
3) Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih
baik
5) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug
kesehatan/puskesmas
2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh
harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di Unit Pengelola Obat Publik Dan
Kesehatan Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi
kebutuhan pengobatan.
serta melalui tahapan seperti diatas, diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat
jenis, tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
b) Metode epidemiologi
penyakit, perkiraan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam
penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat dan
keempat atas Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan
dan Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Pejabat Pengadaan
aplikasi E-Purchasing, PPK dan Pokja ULP atau Pejabat Pengadaan harus memiliki
kode akses (user ID dan password) dengan cara melakukan pendaftaran sebagai
obat/Industri Farmasi.
Purchasing.
8. PPK melaporkan item dan jumlah obat yang ditolak atau tidak dipenuhi oleh
Alat Kesehatan c.q Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
(gangguan daya listrik, gangguan jaringan, atau gangguan aplikasi), maka pembelian
penyimpanan dalam kondisi lingkungan yang benar, pencatatan akurat, penataan yang
efektif, dan pemantauan obat yang kadaluwarsa, serta pencegahan pencurian. (Sallet,
2012).
penyimpanan tercapai. Menurut Warman (1997), tujuan dari penyimpanan obat antara
lain:
baik
3) Mencegah kehilangan
penyimpanan.
Obat harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak. Bila obat
rusak, mutu obat menurun dan memberi pengaruh buruk bagi penderita. Beberapa
1) Gudang/tempat penyimpanan :
b) Gudang cukup besar untuk menyimpan semua persediaan obat dan cukup
terpisah/berbeda.
d) Struktur gudang dalam keadaan baik, tidak ada retakan, lubang atau tanda
f) Gudang rapi, rak dan lantai tidak berdebu dan dinding bersih.
h) Udara bergerak bebas di gudang; kipas angin dan kawat nyamuk dalam
keadaan baik.
k) Jendela dicat putih atau mempunyai gorden serta aman dan mempunyai
teralis.
m) Terdapat lemari pendingin untuk obat tertentu dan dalam keadaan baik.
2) Dokumen pencatatan:
b) Buku stok
d. Pengaturan Persediaan
4) Tablet, kapsul dan oralit disimpan dalam kemasan kedap udara dan diletakkan
7) Obat rusak atau kadaluarsa dipisahkan dari obat lain yang masih baik dan
10) Untuk barang yang berat ditempatkan pada tempat yang memungkinkan
1) Obat, vaksin dan serum memerlukan tempat khusus seperti lemari pendingin
khusus (cold chain) dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya arus
listrik.
2) Bahan kimia harusnya disimpan dalam bangunan khusus yang terpisah dari
gudang induk.
a) FIFO (First In First Out), yang berarti obat yang datang lebih awal harus
b) FEFO (First Expired First Out), yang berarti obat yang lebih awal
pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan teratur
agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan
2012).
pelayanan kesehatan.
program kesehatan
a. Program kesehatan
Supervisi berasal dari kata super (lebih tinggi) dan vision (melihat) sehingga
secara umum dapat diartikan sebagai mengawasi dari atas atau oleh atasan. Supervisi
dalam pengertian manajemen memiliki pengertian yang lebih luas, karena istilah yang
digunakan adalah mengawasi dan bukan melihat, ini bukan dilakukan secara
kebetulan. Mengawasi dalam arti bahasa Indonesia adalah mengamati dan menjaga
jadi bukan hanya mengamati saja, akan tetapi memiliki pengertian menjaga.
Pengawasan yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah
sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi penggunaan sumber daya dalam
organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan efisien tanpa ada yang melenceng dari
adalah proses pengamatan secara terencana dari unit yang lebih tinggi (Instalasi
Pengamatan diarahkan untuk menjaga agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
supervisi.
c. pengamatan langsung.
Menurut Kebijakan Obat Nasional tahun 2006 obat adalah sediaan atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
Dengan demikian obat mencakup produk biologi tidak termasuk mencakup obat.
yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan penyakit dan
gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara yang khusus untuk
mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang
b. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk
serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai
c. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik
yang memproduksinya.
d. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak
e. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan
rehabilitasi.
f. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat
g. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
Menurut Kristin (2002), obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan
untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi sebagian populasi yang harus tersedia
setiap saat dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau serta memiliki
kemanfaatan yang tinggi baik untuk keperluan diagnostik, profilaksis terapetik dan
rehabilitasi.
disesuaikan dengan pedoman pengobatan yang telah ditetapkan, hal ini sangat
berkaitan dengan pengelolaan obat. Pengelolaan obat yang efektif diperlukan untuk
menjamin ketersediaan obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi
standar mutu.
disesuaikan dengan pedoman pengobatan yang telah ditetapkan, hal ini sangat
berkaitan dengan pengelolaan obat. Pengelolaan obat yang efektif diperlukan untuk
menjamin ketersediaan obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi
standar mutu.
keempat atas Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan
Kabupaten/Kota. Salah satu tujuan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan
adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan
agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan
Kabupaten/Kota
Kepala Puskesmas, Petugas Gudang Obat dan Petugas Obat di sub unit pelayanan
1) Kepala Puskesmas
semua obat yang hilang, rusak maupun kadaluarsa kepada Kepala Dinas
Kesehatan/Kepala GFK.
menyimpan dan mengatur ruang gudang obat serta mengendalikan persediaan obat,
mendistribusikan obat untuk unit pelayanan obat, mengawasi mutu obat, melakukan
pencatatan dan pelaporan. Petugas gudang obat membantu Kepala Puskesmas dalam
persediaan obat.
menyimpan dan memelihara obat dari gudang obat Puskesmas, menerima resep
obat untuk petugas gudang obat serta mengamati mutu obat secara umum.
atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari indikator adalah untuk
penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran
2010).
pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan obat untuk populasi merupakan
prasyarat terlaksananya penggunaan obat yang rasional yang pada gilirannya akan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dengan indikator ini akan dapat dilihat
Kabupaten/Kota.
Biaya obat perpenduduk adalah besarnya dana yang tersedia untuk masing-
masing penduduk dan besaran dana yang tersedia untuk masing-masing penduduk.
Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai kebutuhan populasi bervariasi untuk
penduduk dalam pengalokasian dananya. Pada tahun 2009 WHO telah menetapkan
Ketersediaan dana obat yang sesuai dengan jumlah kunjungan resep yang ada
pelayanan kesehatan dasar maka jenis obat yang disediakan berdasarkan DOEN yang
sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus sesuai dengan pola penyakit yang ada
kesesuaian jenis obat yang tersedia di instalasi farmasi dengan pola penyakit yang ada
di Kabupaten/Kota adalah jumlah jenis obat yang tersedia dibag idengan jumlah jenis
sesuai dengan kebutuhan populasi berarti jumlah (kuantum) obat yang tersedia di
gudang minimal harus sama dengan stok selama waktu tunggu kedatangan obat.
sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus sesuai dalam jumlah dan jenis obat
yang harus dilayani (sesuai rencana distribusi) dengan kenyataan yang terjadi serta
Obat yang didistribusikan adalah sebesar stok optimum dikurangi dengan sisa
stok di unit pelayanan kesehatan. Sedang stok optimum sendiri merupakan stok kerja
LPLPO yang merupakan sumber data pengelolaan obat sangat penting artinya
sebagai bahan informasi pengambilan kebijakan pengelolaan obat. Salah satu syarat
data yang baik adalah tepat waktu Ketepatan waktu pengiriman LPLPO adalah
jumlah LPLPO yang diterima secara tepat waktu dibandingkan dengan jumlah
Obat yang disediakan untuk keperluan program biasanya diadakan oleh pusat
seringkali jumlahnya tidak sesuai dan menyebabkan terjadi penumpukan yang akan
program dengan jumlah kebutuhan adalah kesesuaian jumlah obat program yang
oleh obat dari berbagai sumber. Ada kalanya permintaan dari kabupaten/kota tidak
Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
Perencanaan
a. Tahap Pemilihan Obat
b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
c. Perhitungan Kebutuhan Obat
d. Proyeksi Kebutuhan Obat
Pengadaan
a. Pemilihan Metode Pengadaan Obat
b. Penentuan Waktu Pengadaan dan
Kedatangan Obat
Supervisi dan Evaluasi
Penyimpanan
a. Pengaturan Tata Ruang
b. Penyusunan Stok Obat
c. Pencatatan dan Pelaporan Stok Obat
d. Pengamanan Mutu Obat
Pendistribusian
a. Mekanisme Pendistribusian Obat
b. Unit-unit Pendistribusian Obat
c. Pengamanan Mutu Obat
METODE PENELITIAN
Tahun 2016. Menurut Bungin (2010), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
memandang bahwa makna adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman
seseorang dalam kehidupan sosialnya bersama orang lain. Makna bukan sesuatu yang
lahir di luar pengalaman objek penelitian atau peneliti, akan tetapi menjadi bagian
alasan lokasi ini masih memiliki permasalahan dalam manajemen pengelolaan obat.
Kegiatan dimulai dari survey awal, penelusuran bahan, pengambilan data hingga
situasi dan kondisi mengenai fokus penelitian. Informan penelitian terbagi atas:
a. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki
informasi pokok yang diperlukan. Adapun informan kunci pada penelitian ini
Lhokseumawe.
b. Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam penggunaan obat.
Adapun informan utama dalam penelitian ini adalah Kepala Puskesmas dan
catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain
menentukan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan pelayanan kesehatan pada
pelayanan kesehatan.
kesehatan.
dalam rangka memastikan realisasi sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
9) Sumber daya keuangan adalah potensi uang yang dimiliki oleh Dinas
dalam bentuk transkrip, kemudian disederhanakan dalam bentuk matriks. Matriks ini
kemudian dicari kata kuncinya. Uji keabsahan dilakukan dengan teknik triangulasi
dilakukan terdiri dari crosscheck data, observasi dan telaah dokumen. Kemudian
melibatkan teman sejawat yang tidak ikut dalam penelitian ini untuk menelaah
mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah
informan.
(Content Analysis) dari hasil wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam
serta dilengkapi dengan mengkroscek hasil rekaman agar catatan menjadi lengkap.
berpedoman terhadap transkrip dan matriks dibuat laporan hasil penelitian. Matriks
Adapun proses teknik analisis data, yaitu: proses analisis data dimulai dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumen. Setelah itu, mereduksi data dengan cara membuat rangkuman, memilih hal-
hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, untuk pencarian tema dan
langkah berikutnya adalah interpretasi data dengan menyajikan data dalam bentuk
HASIL PENELITIAN
Kota Lhokseumawe terletak pada garis 960 20’-970 21’ Bujur Timur dan 040
54’-050 18’ Lintang Utara dengan luas wilayah 181.06 Km2. Secara geografis Kota
Kota Lhokseumawe terdiri dari 68 (enam puluh delapan) desa dan 4 (empat)
Kecamatan antara lain : Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan
seluas 10.877 ha atau sekitar 60% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang
meNo.njol adalah untuk usaha kebun campuran 4.590 ha atau sekitar 25,35%, di
samping untuk kebutuhan persawahan seluas 3.747 ha atau sekitar 21%. Untuk
kebutuhan perkebunan rakyat telah dimanfaatkan seluas 749 ha atau sekitar 4% dan
untuk lain–lainnya. Kegiatan ekonomi yang berlangsung di kota ini adalah industri
Jumlah penduduk laki-laki 90.691 dan perempuan 91.285 dengan sex ratio 99,35
Total 181.976
Bila kepadatan penduduk dilihat untuk setiap kecamatan Banda Sakti merupakan
sedangkan yang paling jarang yaitu kecamatan Blang Mangat dengan tingkat
Kepadatan Penduduk/Km2
Kecamatan
2014 2015
kondisi kesehatan sekarang dan yang akan muncul terutama kondisi kesehatan
lingkungan yang berkaitan dengan ketersediaan air, sisten pembuangan air limbah
pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas. Dengan demikian perlu
disediakan tenaga kesehatan yang berkualitas, sarana fisik dan peralatan kesehatan,
a. Mortalitas
kesehatan lainnya juga dapat diukur melalui tingkat kematian yang ada.
Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi dan Mother Mortality
Rate (MMR) atau Angka Kematian Ibu merupakan salah satu indikator yang paling
46/3.888 x 1000, sementara IMR nasional sebesar 35/1.000 lahir hidup. MMR Kota
tahun. Upaya untuk meningkatkan UHH menjadi 70 tahun merupakan hal penting
keluarga rentan, trend penyakit degeneratif dan tidak menular serta peningkatan
pada tahun 2015 dapat diketahui daftar 10 (sepuluh) penyakit yang sering ditangani di
Series1; Batuk
& Pilek; 57.733
Series1; Series1;
Series1; ISPA; Series1;
Peny.jarPeny.lambung;
otot;
20.530 Hipertensi;Series1;
18.125 16.699
14.465 Diabetes
Melitus;Series1;
9.814 Alergi;
Series1; Diare;
Series1; Infeksi
6.341 6.011 Series1; Tukak
Kulit; 3.157 2.630
lambung;
Dari data tersebut di atas diketahui bahwa penyakit batuk dan pilek
a. Puskesmas
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), sarana produksi dan distribusi farmasi dan alat
kesehatan dan institusi pendidikan tenaga kesehatan. Tahun 2014 Puskesmas yang
ada di Kota Lhokseumawe berjumlah 6 unit dengan pembagian rawat inap 1 unit dan
b. Tenaga Kesehatan
harus terus mendapatkan perhatian oleh pemerintah daerah dan pusat. Peningkatan
harus menjadi prioritas utama mengingat tenaga kesehatan saat ini belum sepenuhnya
Dari tersebut di atas dapat diketahui bahwa jenis ketenagaan kesehatan di kota
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.
Informan dalam penelitian ini dapat diketahui pada tabel di bawah ini.
Berikut ini hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Banda Sakti terkait
kebutuhan obat dengan mempertimbangkan pola penyakit dan pola konsumsi obat
periode sebelumnya. Proses seleksi juga mengacu pada Daftar Obat Esensial
beberapa jenis obat yang dipilih tidak berdasarkan DOEN dan Fornas.
Puskesmas.
tersedia.
terkait dengan Pengadaan obat pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe sebagai
berikut :
berikut :
barang dan jasa Pemerintah. Pemilihan pengadaan obat dilakukan melalui pembelian
yang dilakukan diketahui bahwa waktu pengadaan dan kedatangan obat di Dinas
Kesehatan Kota Lhokseumawe masih belum mengikuti ketepatan waktu seperti yang
dilakukan pada saat penerimaan obat dari gudang farmasi kepada petugas obat
puskesmas.
pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe tidak berjalan sesuai dengan
ketentuan.
berikut :
Hasil wawancara dengan Pengelola Obat Puskesmas Blang Cut terkait dengan
Dari hasil wawancara dengan informan dapat dijelaskan bahwa tata ruang
arah arus gudang obat mengikuti arus lurus. Untuk rak penyimpanan obat
menggunakan bahan dari kayu dan sebagian besi, namun tidak semua obat dapat
golongan khusus seperti vaksin dan golongan narkotika disimpan dilemari khusus.
Hal lain yang belum dilengkapi pada gudang penyimpanan obat di Dinas Kesehatan
yang digunakan selama ini adalah menggunakan prinsip FIFO dan FEFO, bentuk
sediaan di susun berdasarkan alfabetis, tetapi tidak terapkan untuk semua jenis obat-
obatan. Obat yang rusak dan kadaluarsa sudah di pisah. Sementara dari hasil
observasi yang dilakukan secara langsung diketahui bahwa tidak semua obat di
gudang penyimpanan obat mengikuti penyusunan dengan prinsip FIFO dan FEFO.
Masih terdapat obat-obatan yang belum disusun dengan baik dan teratur sehingga
Pencatatan dan pelaporan stok obat di gudang farmasi dan puskesmas Dinas
Kesehatan Kota Lhokseumawe telah dilaksanakan. Namun tidak semua jenis obat
dicatat dalam kartu stok obat. Hal ini disebabkan karena petugas farmasi Dinas
stok obat belum terisi secara rutin, masih terdapat kartu stok yang tidak diisi
sehingga kondisi obat di gudang farmasi dan gudang puskesmas tidak dapat
gudang penyimpanan obat di puskesmas dilakukan apabila terdapat jenis obat yang
sudah rusak.
bahwa manajemen pengelolaan obat pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan
Lhokseumawe belum berjalan dengan baik. Obat yang didistribusikan masih belum
dapat diketahui dari hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas sebagai berikut :
Cutsebagai berikut :
dikoordinir oleh Bidang Pelayanan Kesehatan. Sasaran supervisi dan evaluasi adalah
kebutuhan.
pelaksanaan supervisi dan evaluasi pengelolaan obat oleh Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe belum berjalan efektif dan efisien terutama hasil dan tujuan
PEMBAHASAN
kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan
merupakan landasan dasar dari fungsi menajemen secara keseluruhan. Tanpa adanya
pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Tim yang sudah dibentuk akan diusulkan
dilaksanakan oleh tim perencanaan obat, yang diketuai oleh Kepala Bidang
Dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Yankes diketahui bahwa proses
berdasarkan pada obat generik yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional
dilaksanakan sesuai dengan tahapan perencanaan antara lain tahap pemilihan obat,
tahap kompilasi dan tahap penghitungan obat. Namun tidak semua berjalan dengan
baik, diantaranya sering terjadi keterlambatan dalam laporan data pemakaian obat
(LPLPO).
Gudang menjelaskan bahwa tugas dari tim perencanaan obat Kota Lhokseumawe
koordinasi tim perencanaan obat dan tidak pernah melakukan pelatihan terhadap
bahwa tidak semua jenis obat yang sudah direncanakan dapat diakomodir nantinya
oleh Dinas Kesehatan dan jumlahnya tidak sesuai permintaan. Sedangkan penjelasan
berdasarkan pada obat generik yang tercantum dalam DOEN dan Fornas. Proses
perencanaan kebutuhan obat publik diawali dari data yang disampaikan Puskesmas
dilaksanakan oleh tim perencanaan obat, namun belum berjalan dengan baik.
kurangnya koordinasi tim perencanaan obat dan tidak pernah melakukan pelatihan
dengan baik, diantaranya sering terjadi keterlambatan dalam laporan data pemakaian
obat (LPLPO), tidak semua jenis obat dapat diakomodir oleh Dinas Kesehatan dan
jumlahnya tidak sesuai permintaan. Adapun tujuan perencanaan obat adalah 1).
Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
obat masih rendah, dibuktikan ada beberapa langkah-langkah perencanaan yang tidak
dilakukan oleh petugas, hal ini disebabkan karena kurang pemahaman terhadap
memilih sasaran, kebijakan, prosedur dan program yang diperlukan untuk mencapai
apa yang diinginkan pada masa yang akan datang. Sedangkan rencana adalah
mencapai tujuan yang diinginkan itu. Jadi setiap rencana mengandung unsur tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai kriteria antara lain
sebagai berikut :
yang akan dilaksanakan, yang dibedakan pula atas aktivitas pokok serta
aktifitas tambahan.
dan tata cara dapat diatur dengan baik dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
mengukur keberhasilan atau kegagalan yang akan terjadi. Jadi suatu rencana
yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat esensial yang jenis
dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formulararium Nasional (Fornas). Selain itu,
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang
penting dalam proses tersebut, karena itu pengadaan harus dianggap sebagai fungsi
yang strategis dalam manajemen logistik, dimana dalam pelaksanaan pengadaan ini
harus tersedia dalam jumlah obat yang cukup, pada waktu yang tepat dan harus
jumlah obat dengan mutu yang tinggi, menjamin tersedianya obat dengan cepat
dan tepat waktu. Oleh karena itu, pengadaan obat harus memperhatikan dan
mempertimbangkan bahwa obat yang diadakan sesuai dengan jenis dan jumlah obat
dibuat oleh tim perencana obat. Setelah melalui beberapa seleksi dan evaluasi
melalui katalaog elektronik obat, maka PPK membuat daftar obat yang
(ULP) untuk segera membuat paket pembelian obat dalam aplikasi e-purchasing
kenyataannya tidak semua obat yang diterima dilakukan pemeriksaan pada waktu
penerimaan barang disebabkan jumlah barang yang banyak dan beban kerja
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memeriksa obat satu persatu.
terdapat jenis obat yang tidak dapat dipenuhi oleh rekanan dengan alasan bahwa
jenis obat tersebut habis stok sehingga kebutuhan obat di Puskesmas tidak dapat
penerimaan barang. Hal ini dapat menimbulkan masalah seperti jenis obat yang
ditunjukkan dari tingkat ketersediaan obat yang belum memenuhi kebutuhan obat
unit pelayanan kesehatan. Untuk itu, ketersediaan dana pengadaan obat harus
dari pengeluaran rumah sakit. Dibanyak Negara berkembang belanja obat di rumah
dapat menyerap sekitar 30-40% dari biaya kesehatan keseluruhan. Belanja perbekalan
farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal
ini perlu dilakukan mengingat dana kebutuhan obat di fasilitas kesehatan tidak selalu
1. Pembelian
metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga,
apabila ada dua atau lebih pemasok, pejabat pengadaan harus mendasarkan pada
kriteria berikut : mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan
Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang
baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak
1. Pembelian
perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan peraturan Presiden RI No. 94 tahun 2007
tentang pengendalian dan pengawasan atas pengadaan dan penyaluran bahan obat,
obat spesifik dan alat kesehatan yang berfungsi sebagai obat dan peraturan Presiden
No.4 tahun 2015 tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden No. 54 tahun
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik.
2. Produksi
membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non-
b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe harus cermat dan teliti dalam upaya
menyusun perencanaan kebutuhan obat publik agar Dana Alokasi Umum (DAU)
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan
mutunya tetap terjamin. Penyimpanan bertujuan agar obat yang tersedia di Unit
dengan penyimpanan yang baik dan benar akan dengan mudah dalam pengambilan
First Out) yaitu obat yang datang lebih awal harus dikeluarkan lebih dahulu. FEFO
(First Expired First Out), yang berarti obat yang lebih awal kadaluarsa harus
dikeluarkan leih dahulu. Obat sediaan disusun berdasarkan abjad (alfabetis) atau
nomor. Obat rusak atau kadaluarsa dipisahkan dari obat lain yang masih baik dan
Lhokseumawe diketahui bahwa obat-obat yang sudah diterima dan diperiksa akan
gudang penyimpanan obat adalah 150 m2. Menurut Kepala Bidang Pelayanan
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, bahwa tata susunan penyimpanan obat
obat-obatan yang diletakkan dilantai dan tidak beraturan termasuk golongan obat
keras yang masih tercampur dengan jenis obat lainnya. Demikian halnya dengan
pencatatan obat yang kurang aktif dicatatkan didalam kartu stok obat. Menurut
informan hal ini disebabkan karena fasilitas penyimpanan digudang obat masih
Puskesmas masih kurang memadai. Masih ada obat yang diterima namun disimpan di
luar gudang penyimpanan atau ruangan lain. Hal ini disebabkan karena ruang
penyimpanan tidak cukup untuk menyimpan obat yang diterima. Hasil observasi yang
dilakukan diketahui bahwa fasilitas penyimpanan obat di Puskesmas Banda Sakit dan
Blang Cut sangat terbatas seperti rak penyimpanan obat biasa dan rak penyimpanan
obat keras yang masih belum tersedia. Hambatan lain adalah masalah penerangan,
obat tergangga. Dari hasil pengamatan langsung diketahui juga bahwa kartu stok obat
di gudang penyimpanan belum lengkap dan bahkan masih ada kartu stok yang belum
dicatat.
dilakukan tanpa mengikuti tata aturan penyimpanan yang benar. Seperti masih ada
obat yang diletakkan di lantai karena rak penyimpanan tidak cukup. Demikian juga
Sakti dan Blang Cut masih belum memenuhi prosedur penerimaan, pemeriksaan dan
penyimpanan obat yang baik. Hal ini dapat menimbulkan masalah yang berdampak
bahwa faktor sistem penyimpanan obat di Gudang Instalasi Farmasi RS. PKU
obat tidak berdasarkan kelas terapi/khasiat obat. Hal tersebut dikarenakan tidak
publik. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana
obat dalam penyimpanan tidak teratur dan tidak mematuhi kaidah penyimpanan obat,
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan
obat-obatan adalah 1). Memelihara mutu obat; 2). Menghindari penggunaan yang
Pengaturan tata ruang; b). Penyusunan stok obat; c). Pencatatan stok obat; d).
dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan
baik. Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) untuk
masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan
lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out
(FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal ini sangat penting
karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya
artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektivitasnya. (Kemenkes, 2010).
Setiap pengelola obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara berkala,
setiap bulan. Hal ini penting untuk diketahui terutama penggunaan antibiotik yang
Tetrasiklin dari serbuk warna kuning dapat berubah menjadi warna coklat yang toksik
(Kemenkes, 2010).
obatan yang bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat jenis dan jumlah dari gudang
obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan
puskesmas seperti, (UGD), ruang rawat inap, ruang poli umum dan poli gigi.
(Kemenkes, 2010)
Cara distribusi obat yang baik adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau
mempertimbangkan jumlah sisa obat yang belum terpakai dan jumlah obat yang telah
yang diusulkan dan disampaikan langsung oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota
LPLPO. Hasil dari pengkajian LPLPO Puskesmas tersebut akan dievaluasi kembali
untuk menentukan jumlah dan jenis obat yang akan di distribusikan ke Puskesmas.
Setiap jenis obat yang di evaluasi terlebih dahulu mempertimbangkan sisa pemakaian
tidak diantar langsung oleh Gudang farmasi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe,
melainkan pihak Puskesmas yang datang langsung menjemput obat yang telah
disetujui oleh Kepala Dinas Kesehatan. Penjemputan obat dilakukan oleh Petugas
Pengelola obat Puskesmas bersama dengan supir ambulans dalam kurun waktu tiga
memastikan obat yang diterima apakah sudah sesuai atau tidak dengan yang disetujui.
Namun tidak semua jenis obat diperiksa karena biasanya obat-obat yang
didistribusikan sudah siap di bungkus dengan kertas kardus atau bahan pembungkus
Puskesmas.
obat ke Puskesmas dilakukan oleh Gudang Farmasi Dinas Kesehatan, namun pada
lain adalah pemeriksaan obat tidak dilakukan secara teliti pada saat obat diserah
terimakan kepada petugas pengolala obat puskesmas. Hal ini berpotensi akan
menimbulkan masalah seperti jumlah obat yang tidak sesuai, fisik obat yang rusak
dan kadarluasa.
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan
kesehatan antara lain 1).Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas; 2).
Puskesmas Pembantu; 3). Puskesmas Keliling; 4). Posyandu; 5). Polindes. Prioritas
yang sering digunakan oleh Pustu, poskesdes, dan Bides maupun ke pasien
perbekkes secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan;
2). Terjaminnya ketersediaan obat publik dan perbekkes di unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan distribusi obat publik dan perbekkes terdiri dari 1). Kegiatan distribusi rutin
kesehatan; 2). Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat publik dan
setiap jenis obat, sisa stok obat, pola penyakit, jumlah kunjungan di masing-masing
sub unit pelayanan kesehatan dengan menghitung stok optimum setiap jenis obat.
Memeriksa mutu dan kadaluarsa obat-obat dan alat bantu kesehatan yang didistribusi
puskesmas dan rumah sakit yang ada di wilayah kerjanya sesuai dengan
c. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obat yang akan dikirim, maka perlu
sehingga secara umum dapat diartikan sebagai mengawasi dari atas atau oleh
luas, karena istilah yang digunakan adalah mengawasi dan bukan melihat, ini bukan
mengamati dan menjaga jadi bukan hanya mengamati saja, akan tetapi memiliki
pengertian menjaga.
secara terencana dari unit yang lebih tinggi terhadap pelaksanaan pengelolaan obat
Hasil evaluasi dari hasil supervisi dapat langsung dibahas dengan yang
diinginkan.
supervisi dan evaluasi dibutuhkan dana terutama untuk biaya perjalanan dinas
pegawai. Kegiatan supervisi dan evaluasi obat di Puskesmas dikoordinir oleh Kepala
kegiatan supervisi dan evaluasi pengelolaan obat yaitu diawali dengan tahapan
perencanaan jadwal supervisi, berikut tahap persiapan formulir indikator dan LPLPO
serta data-data lain yang menyangkut dengan pengelolaan obat. Personil pelaksana
kegiatan supervisi dan evaluasi pengelolaan obat berasal dari Bidang Pelayanan
Kesehatan. Hasil kegiatan supervisi akan dijadikan sebagai bahan laporan evaluasi
Sementara dari hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Banda Sakti dan
Kepala Puskesmas Blang Cut menjelaskan bahwa kegiatan Supervisi dan eveluasi
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe masih belum maksimal.
petugas pengelola obat dan Kepala Puskesmas yang dilakukan diruangan Kepala
supervisi tidak terlalu lama, sehingga petugas pengelola obat tidak mempunyai
Dari hasil analisis wawancara tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Lhokseumawe belum berjalan efektif. Koordinasi antara lintas program masih kurang
terjalin dengan baik, demikian halnya juga dengan pembinaan pengelolaan obat
semakin rendah.
lanjut)
petugas pengelola obat agar mutu pelayanan obat dapat ditingkatkan secara optimum.
1) Persiapan Supervisi
• LPLPO
program
dengan cara :
• Pengamatan langsung.
dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
dicapai.
b. Evaluasi sumatif yang dilakukan pada akhir program. Evaluasi ini perlu
dari suatu program, agar diketemukan hal-hal yang tidak tampak dalam
pelaksanaan program.
jika kegiatan tertentu dilakukan oleh orang tertentu yang diputuskan dengan
Analisa dan evaluasi terhadap hasil-hasil monitoring ini perlu dilakukan untuk
memastikan bahwa mutu hasil kerja dari petugas mencapai apa yang
dengan kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari hasil supervisi dapat langsung
yang akan dapat dipergunakan untuk membantu yang bersangkutan untuk mencapai
Proses evaluasi dapat dilihat sebagai 5 (lima) langkah model umpan balik,
pelaksanaan dan hasil mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses dan
merupakan suatu rincian dan tujuan yang strategis. Standar harus dapat
c. Pengukuran kinerja yang aktual yaitu dibuat pada waktu yang tepat.
d. Bandingkan kinerja yang aktual dengan standar. Jika hasil kinerja yang
berjalan
6.1 Kesimpulan
Lhokseumawe. Tim perencanaan obat belum berjalan dengan efektif dan efisien.
kurangnya koordinasi tim perencanaan obat dan tidak pernah dilakukan pelatihan
obat, tahap kompilasi dan tahap penghitungan obat. Namun tidak semua berjalan
pemakaian obat (LPLPO), tidak semua jenis obat dapat diakomodir oleh Dinas
Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden
No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa Pemerintah, namun dalam
obat yang tidak dapat dipenuhi oleh rekanan disebabkan jenis obat tersebut
kadang masih belum mengikuti ketepatan waktu yang disepakati pada isi
dilakukan pada saat penerimaan obat dari gudang farmasi kepada petugas obat
puskesmas. Pada saat penerimaan masih terdapat obat yang hampir kadaluwarsa.
Lhokseumawe. Pengaturan tata ruang masih kurang baik dan masih terjadi
penumpukan obat. Masih terdapat obat kadaluwarsa dan beberapa jenis obat yang
prinsip FIFO dan FEFO. Pencatatan dan pelaporan belum lengkap sehingga tidak
dengan baik. Masih terdapat jumlah dan jenis obat yang tidak sesuai permintaan
Dari kesimpulan penelitian di atas maka saran dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
dalam melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai perencana kebutuhan obat.
Farmasi (PBF) yang memiliki reputasi baik dalam pengadaan obat. Mampu
hal obat tidak tersedia dalam e-kataloge, dapat melakukan pemesanan obat secara
Dinkes dapat membuat surat pernyataan PBF agar bersedia menyediakan obat
yang bermutu baik dan memiliki batas kadaluwarsa yang masih lama, minimal 24
bulan.
melakukan pencatatan secara rutin dari hari ke hari dan setiap terjadi mutasi obat
langsung dicatat didalam kartu stok, serta pengamatan mutu obat dilakukan secara
obat-obatan.
setiap tiga atau enam bulan disesuaikan dengan persediaan di Gudang Farmasi.
5. Diharapkan kepada tim supervisi dan evaluasi pengelolaan obat untuk proaktif
secara rutin. Diharapkan kepada tim supervisi dan evaluasi dalam melaksanakan
ditemukan.
Anief, M., (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Clark, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
Depkes RI. 2002. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan. 2nd ed. Ditjen Yanfar dan Alkes. Direktorat Bina Obat dan
Perbekalan Kesehatan. Jakarta.
_________. 2002. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini
disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota. Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2002. Jakarta.
Embrey, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
Hasibuan, SP., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Bumi Aksara.
Jakarta.
Olsen, C., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
LKPP. 2015. Perka LKPP No. 14 Tahun 2015 tentang E-Purchasing. Jakarta.
Perpres RI. 2015. No. 4 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta.
Quick, DJ., 1997. Managing Drug Supply. 2nd ed. Management Sciences for Health.
Kumarian Press. USA.
Sallet, JP., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
Triana, M., 2013. Evaluasi Perencanaan Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di
Gudang Farmasi Kabupaten Gunung Mas Tahun 2012, Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Jabatan :
Tanggung Jawab :
Lama Kerja :
PERTANYAAN
A. Perencanaan
1. Bagaimanakah Tahap Pemilihan atau Seleksi Kebutuhan Obat?
2. Bagaimanakah Tahap Kompilasi Pemakaian Obat?
3. Bagaimanakah Perhitungan Kebutuhan Obat?
4. Bagaimanakah Proyeksi Kebutuhan Obat?
B. Pengadaan
1. Bagaimanakah Cara Pemilihan Metode Pengadaan Obat?
2. Bagaimanakah Penentuan Waktu Pengadaan dan Kedatangan Obat?
3. Bagaimanakah Cara Penerimaan dan Pemeriksaan Obat?
C. Penyimpanan
1. Bagaimanakah Pengaturan Tata Ruang?
2. Bagaimanakah Penyusunan Stok Obat?
3. Bagaimanakah Pencatatan dan Pelaporan Stok Obat?
4. Bagaimanakah Pengamanan Mutu Obat?
D. Pendistribusian
1. Bagaimanakah Mekanisme Pendistribusian Obat?
2. Kemanakah Unit-unit Pendistribusian Obat?