Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian Talasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 : 497).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul
akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand,
2005).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23).
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin(Muscari, 2005).
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkromik heriditer
dengan berbagai derajat keparahan (Nelson, 1999).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau
dekat gen globin (Nurarif, 2013 : 549)

B. Klasifikasi Talasemia
Secara klinik talasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Talasemia mayor (memberi gejala klinik jelas)
2. Talasemia minor (biasanya tidak memberi gejala klinik) (Ngastiyah,
2001 : 377)
C. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001 : 24).
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya
sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat
thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat,
sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi
dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang
sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa
sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen
globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang
tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si
anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak
dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak
hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya
membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen
globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan
suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat
Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang
dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka
dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki
darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia
mayor

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel


D. Gambaran Klinik
Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak
yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena
adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran
limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak pasien karena kemampuan
terbatas, limpa yang membesar ini akan mudah ruptur hanya karena trauma
ringan saja.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung; jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal
ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka dan
tengkorak. (Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang besar,
korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat
tranfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan
besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar,
limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan fatal alat-alat tersebut
(hemokromatosis) (Ngastiyah, 1997 : 378).

E. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai
beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam
rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida
alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak
edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
(Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam
amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan
kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-
A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan, 1985 : 49)

F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007).
Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan
dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false
negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit,
2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β
(Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb
A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar
ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal
bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb
J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
(Wiwanitkit, 2007).

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Suriadi, 2001:26) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini
dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating
agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah
hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam
waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi,
harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat
oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
H. Komplikasi
1. Fraktur patologi
2. Hepatosplenomegaly
3. Gangguan tumbuh kembang
4. Difungsi organ, seperti : hepar, limpa, kulit jantung (Suriadi, 2001 : 24)

I. Pencegahan
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka
pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan.
Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni :
1. Penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia,
2. Konsultasi genetik (genetic counseling),
3. Diagnosis prenatal.
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif.
Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia
langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif
ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan
nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program
pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua
pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan
dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus
dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan
negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah
dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan
populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila
heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau
gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari
diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan
Talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil
penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda
berdasarkan ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila
MCV dan MCH sesuai gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2
harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β. Bila kadarnya
normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α.
Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α),
pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia
αo homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah
memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2 normal dan gen
rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau
Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan
sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb
elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi
struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis
rantai globin pada sampel darah janin dengan
menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun
pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA
janin. DNA diambil dari sampel villi chorion (CVS=corion villus
sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah
untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik
CVS, mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis
pertama yang digunakan oleh Southern Blotting dari DNA janin
menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs),
dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari
mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain
reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi
pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk
mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara langsung
dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan
kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual,
membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi
dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis
menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P
spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon.
Sejak sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu
hibridasi dapat dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan
dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena, 2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis
prenatal. Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation
system), berdasarkan pengamatan bahwa pada beberapa kasus,
oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini,
kurang dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada
DNA janin, non-paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan
RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Hoffband, A, dkk. 2005. Kapita selekta Hematologi. Jakarta: EGC

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Bajarmasin:


Fakultas KedokteraanUnlam / RSUD Ulin

Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3


J i l i d 2 . J a k a r t a : Media Aesculapius Fkul.

Merenstein, Gerald B. 2001. Buku pegangan pediatric. Ed. 17. Jakarta: Widya
Medika

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan pediatric. Jakarta: EGC

Nelson, Waldo E. 1999. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol. 2. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit , Edisi I. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Yogyakarta:
MediaCtion Publishing

Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp. 2001. Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
Jakrta: PT Fajar Interpratama.

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Bandung: Penerbit alumni

Wilkinson, Judith M. and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai