Anda di halaman 1dari 7

Timing and Approaches in Congenital

Cataract Surgery:
A Four year, Two-Layer Randomized
Controlled Trial
Journal reading

Oleh :
Andrian Reza Saputra
Sitti Hazrina

Pembimbing :
dr. Rani Himayani, Sp.M

DEPARTEMEN OFTALMOLOGI
RSUD ABDOEL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2018
Postoperative Complication
Efek samping lebih sering didapatkan pada enam bulan pertama setelah operasi dan
lebih sedikit komplikasi di temukan pada saat periode pertengahan yaitu enam bulan
sampai dua tahun. Selanjutnya, PCO yang parah dan tingginya IOP yang abnormal
ditemukan pada enam bulan setelah operasi dan merupakan efek samping yang sering
ditemukan pada setiap periode post-operasi (gambar 4). Dua mata yang didiagnosis
sebagai glukoma ditemukan pada grup usia 3bulan dan tambahan intervensi operasi
dilakukan pada pasien ini untuk menurunkan IOP.

Sebagaimana di tunjukkan pada gambar 5, pada pasien grup usia 6bulan, insidensi PCO
berat hingga ketajaman penglihatan lebih tinggi secara signifikan pada grup operasi A
dari pada grup B dan C (operasi A : 8, 53,3%, surgery B:3, 14,3% and surgery C : 3.
18,8%, P=0,03). Sepanjang durasi pada periode tindak lanjut, pada pasien grup usia
3bulan, tingkat kejadian efek samping pada enam bulan pertama setelah operasi lebih
rendah secara signifikan pada operasi grup B dari pada operasi grup A dan C (operasi
A:10, 47,6%; operasi B: 3,14,3%; operasi C:11, 55%, P=0,016). Tidak ada hubungan
yang signifikan yang ditemukan antara komplikasi dan logMAR BCVA melalui regresi
linear multivariate mengikuti penyesuaian untuk usia dimana BCVA diperiksa
Pasien yang Mewakili
Tabel 2 menampilkan kesimpulan secara statistik ringkasan untuk empat pasien yang
mewakili dalam grup usia 3 bulan dan empat pasien dalam grup usia 6bulan. Semua
pasien ini menunjukkan kepatuhan yang baik dan hasil pemeriksaan yang dapat
diandalkan. Pada grup usia 3 bulan yang mewakili, pasien A,C dan D menunjukkan
fungsi visual jangka panjang yang buruk dimana pasien E, G dan H pada grup usia
6bulan memiliki hasil visual yang lebih baik. Pasien B, E dan H menderita komplikasi
pasca operasi tetapi memiliki prognosis visual yang baik. Pasien D adalah contoh khas
pasien yang tidak mengalami komplikasi tetapi memiliki hasil visual yang kurang ideal
DISKUSI

Penemuan utama uji coba randomized controlled trial ini mempelajari komplikasi
pasca operasi dan hasil visual jangka panjang pada pasien yang menjalani operasi
katarak pediatric pada waktu yang berbeda dan menggunakan metode yang berbeda.
Kami menemukan bahwa skor logMAR BCVA secara keseluruhan dalam grup usia 6
bulan lebih baik dari pada grup usia 3bulan terlepas dari dari subgroup prosedur bedah.
Selain itu, insidensi PCO berat hingga ke sumbu visual secara signifikan lebih tinggi
pada subrup operasi A dari pada subgroup operasi B dan C. Analisis regresi linier
multivariat tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan antara kejadian komplikasi
dan BCVA jangka panjang. Menurut pengetahuan kami, ini merupakan RCT Two layer
pertama dalam menganalisis efek dari kedua waktu operasi dan pendekatan bedah pada
hasil operasi katarak kongenital.

Implikasi bagi dokter dan peneliti hasil penelitian kami menunjukkan bahwa lebih
aman dan lebih bermanfaat pada pasien dengan kongenital katarak bilateral untuk
menjalani operasi pada usia 6bulan dari pada saat usia 3bulan. Pada penelitian ini,
secara keseluruhan dan pada subgroup hasil penglihatan jangka panjang lebih baik pada
pasien yang menjalani operasi pada usia 6bulan dari pada pasien yang menjalani operasi
pada usia 3bulan. Pada skor subgrup BCVA antara grup usia 3bulan tidak ada
perbedaan yang signifikan dari pada skor subgrup BCVA pada usia 6bulan. Kedua
partisipan yang telah pasti terdiagnosis glukoma adalah pada grup usia 3 bulan dan
mempunyai operasi tambahan untuk menurunkan IOP pasien.

Terdapat beberapa implikasi pada hasil penelitian ini dan dapat diinterpretasikan dalam
beberapa arah. Pertama, rata-rata waktu tidur bayi dengan menutup mata nya pada usia
3bulan sampai 6bulan bisa mencapai 15 jam perhari, termasuk 5 jam tidur pada siang
hari, yang mana hampir sama dengan rata-rata waktu tidur pada bayi baru lahir. Data ini
mengindikasikan bahwa persepsi cahaya dan bentuk komplikasi amblyopia mungkin
bukan merupakan kunci dari faktor yang mempengaruhi perkembangan ketajaman
penglihatan pada bayi baru lahir dengan katarak kongenital. Kedua, pada bayi yang
lebih muda usianya mempunyai resiko lebih tinggi dalam mengalami efek samping
selama anestesi general disebabkan oleh imaturitas dari sistem kardiovaskular, sistem
pernafasan, sistem termoregulasi dan sistem gastrointestinal, termasuk hati dan ginjal
dan mempunyai berat badan yang rendah. Dalam banyak contoh, semakin sulit dan
beresiko untuk melakukan perawatan amblyopia dan pemeriksaan post operasi rutin
pada anak-anak yang menjalani operasi pada usia lebih muda dan tidak kooperatif.
Ketiga, penelitian terbaru menunjukkan bahwa sistem visual mempertahankan
plastisitas yang cukup dengan perbedaan individual yang signifikan, bahkan ketika
kebutaan dini melampaui periode kritis. Hasil ini menunjukkan bahwa intervensi yang
agresif untuk mencapai pengalaman penglihatan awal dengan mengorbankan peninkatan
risiko yang terkait dengan anestesi dan manajemen post operasi mungkin tidak
beralasan, terutama bagi pasien dengan plastisitas yang tinggi. Penyelidikan lebih lanjut
dibutuhkan untuk heterogenitas pada hasil visual pasien ini.

Kami menemukan bahwa komplikasi pasca operasi, termasuk glukoma sekunder dan
opasitas visual aksis, dapat diobati pada pasien kami dan tidak ada keluhan mengenai
hasil ketajaman penglihatan ketika tindak lanjut yang ketat dan intervensi tepat waktu
diterapkan. Data kami mengungkapkan bahwa I/A cenderung mengakibatkan PCO dan
tidak ada korelasi signifikan antara tingkat kejadian efek samping dan ketajaman
penglihatan yang buruk. Perwakilan pasien B,E,F dan H mengalami komplikasi tetapi
mencapai hasil visual jangka panjang yang baik. Hasil ini mempunyai implikasi penting
yang potensial. Pertama, I/A+PCCC atau I/A+PCCC+A-vit mungkin menghambat
proliferasi LEC dan dengan demikian mengganggu perkembangan PCO. Kedua,
intervensi yang tepat waktu, termasuk mengontrol IOP dengan obat-obatan atau operasi
secara substansial dapat mengurangi risiko dan kerusakan yang disebabkan oleh
komplikasi pascaoperasi. Ketiga, melakukan pemeriksaan rutin selama enam bulan
pertama setelah operasi (empat kali, khususnya pada minggu 1, 3 dan 6 bulan) dan
menggunakan YAG lasser capsulotomy untuk memastikan transparansi yang terus
menerus dari aksis visual dapat bermanfaat bagi fungsi visual.

Interpretasi dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Hampir sama dengan penelitian sebelumnya, kami menemukan bahwa sebagian besar
efek samping yang terjadi pada enam bulan pertama dan sangat sedikit komplikasi yang
terjadi pada periode pertengahan mulai dari enam bulan hingga 2 tahun setelah operasi.
Terutama, PCO berat dan tingginya IOP yang abnormal merupakan efek samping yang
paling sering terjadi pada setiap periode pasca operasi. Selain itu, sama dengan
penelitian sebelumnya, PCO yang lebih parah diamati pada pasien yang menjalani
operasi I/A, yang mana mengkonfirmasikan hipotesis bahwa kapsul posterior dan
vitreus anterior bertindak sebagai awal dari proliferasi LECs. Kapsulektomi posterior
dan vitrektomi anterior dapat mengganggu perkembangan kekeruhan visual aksis dan
demikian mengurangi laju terjadinya katarak sekunder.

Namun, beberapa penelitian telah memperoleh level ketajaman penglihatan yang


berbeda di mata anak-anak yang dirawat yang menjalani operasi katarak bilateral. Hasil
BCVA kami kemungkinan mempunyai hasil yang berbeda dari penelitian lain
dikarenakan tiga alasan. Pertama, usia partisipan pada penelitian ini lebih muda, tetapi
usia rata-rata nya 5,3tahun pada penelitian Lambert dan 122bulan pada penelitian
Young,et al, yang mungkin berkontribusi pada hasil visual superior. Kedua, metode
evaluasi ketajaman penglihatan berbeda ( kartu ketajaman penglihatan Teller untuk
resolusi visual dalam penelitian kami vs ketajaman penglihatan Snellen untuk
pengenalan visual dalam studi yang lain). Penggunakan kartu ketajaman penglihatan
Teller merupakan metode evaluasi yang dapat diterima baik untuk bayi dan anak
preverbal dan meskipun hasilnya dapat disetarakan dengan Snellen, biasanya tidak
dilakukan untuk alasan akurasi. Ketiga, hasil visual yang kami laporkan merupakan
hasil nilai rata-rata semua pasien anak dalam penelitian kami. Namun, hanya 60% anak
yang memiliki 20/40 atau ketajaman penglihatan yang lebih baik pada penelitian
Lambert dan hanya 70% yang mampu menyelesaikan uji ketajaman penglihatan Snellen
(92% dari hasil ini yang tersedia) pada penelitian Young, et al. sehingga tidak mungkin
mewakili rerata level ketajaman penglihatan yang sebenernya.

Kelebihan dan Batasan Penelitian hasil penelitian kami harus diinterpretasikan dalam
konteks kelebihan dan keterbatasan penelitian. Di era pengoatan presisi ini, kami
bertujuan untuk mengobati pasien tidak hanya tepat tetapi juga tepat waktu untuk
mencegah risiko yang tidak perlu dan meningkatkan prognosis. Dalam penelitian kami,
a RCT, merupakan uji yang paling andal dari hipotesis ilmiah dan telah dilakukan. Oleh
karena itu, kelebihan dari penelitian ini termasuk desain two layer randomized
controlled trial, yang mana digunakan untuk menyelidiki secara bersamaan efisiensi
waktu dan metode, fakta bahwa operasi dilakukan oleh dua ahli bedah katarak pediatric
yang berpengalaman dengan menggunakan standar prosedur operasi memastikan
akurasi dari data dasar pada semua grup. Fakta bahwa salah satu dokter mata yang
berpengalaman mengukur hasil visual dengan menggunakan kartu ketajaman
penglihatan Teller pada seluruh tindak lanjut, yang mana meminimalkan bias pada
pemeriksaan visus pada bayi dan kepatuhan rejimen pasca operasi yang terpadu dan
protokol tindak lanjut yang ketat pada grup penelitian. Kelemahan pada penelitian ini
termasuk ukuran sampel yang kecil dari kelompok studi yang mana membatasi
kekuatan statistik. Selain itu, manajemen amblyopia pasca operasi menggunakan
kacamata menghasilkan kesulitan dalam mata afasia, yang mungkin dapat menjadi bias
dan efisiensi yang buruk pada terapi amblyopia diantara grup. Terlepas dari kekurangan
ini, penelitian kami merupakan penelitian RCT pertama yang meneliti secara bersamaan
waktu operasi dan pendekatan yang dilakukan dalam operasi ekstransi lensa pada bayi
dengan katarak kongenital total bilateral.

Kesimpulannya, penelitian kami mempunyai hasil implikasi yang potensial. Yang lebih
penting, penelitian kami menunjukkan bahwa intervensi dini mengambil lensa pada usia
3 bulan kemungkinan tidak beralasan dan operasi pengangkatan lensa primer dilakukan
pada usia 6 bulan kemungkinan lebih aman dan lebih bermanfaat untuk manajemen
pasca operasi dan prognosis visual pada bayi dengan katarak total bilateral. Menariknya,
hasil penelitian kami mendemontrasikan komplikasi pasca operasi, termasuk glukoma
sekunder dan PCO berat dapat di obati dan tidak mempengaruhi hasil ketajaman
penglihatan ketika dikombinasikan dengan tindak lanjut yang ketat dan waktu intervensi
yang tepat. Karena itu, untuk mencapai hasil visual janga panjang yang lebih baik,
kemungkinan lebih tepat untuk manajemen pasca operasi yang berhasil sebagai prioritas
utama daripada hanya terfokus mengurangi kejadian efek samping.

Anda mungkin juga menyukai