Anda di halaman 1dari 51

BAB III

PROSES GEOLOGI

3.1 Proses Eksogenik


Proses eksogenik adalah proses geologi yang disebabkan oleh tenaga yang
berasal dari luar tubuh bumi. Tenaga tersebut dapat berupa pengaruh iklim
(atmosfer), hidrosfer, maupun interaksi oleh organisme (biosfer).
Proses eksogenik ini terdiri dari: pelapukan batuan, erosi, sedimentasi, dan
gerakan tanah.

3.1.1 Pelapukan Batuan


Pada dasarnya pelapukan adalah proses berubahnya batuan menjadi tanah
(soil). Secara teknis, pelapukan atau weathering merupakan perusakan batuan
pada kulit bumi karena pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau
angin). Karena itu pelapukan adalah penghancuran batuan dari bentuk gumpalan
menjadi butiran yang lebih kecil.
Pelapukan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Pelapukan fisika, adalah proses dimana batuan hancur menjadi bentuk


yang lebih kecil oleh berbagai sebab, tetapi tanpa adanya perubahan
komposisi kimia dan kandungan mineral batuan tersebut yang signifikan.

2. Pelapukan kimia, adalah proses dimana adanya perubahan komposisi


kimia dan mineral dari batuan. Pelaku pokoknya adalah air hujan yang
membawa gas CO2 dari atmosfer, sehingga bereaksi membentuk asam
karbonat. Contoh reaksi pelapukan kimia adalah:
2KalSi3O8 + 2H+ + H2O  Al2Si2O5(OH)4 + 4SiO2 + 2K+
(Ortoklas) (Kaolinit) (Silika)

Contoh di atas merupakan jenis pelapukan kimia karena adanya


penambahan molekul air. Thornbury (1964) membagi jenis pelapukan
yang melibatkan molekul air menjadi dua, yaitu:
a. Hidrasi, yaitu proses terserapnya molekul air oleh suatu mineral
sehingga terbentuk mineral baru yang mengandung kristal, contohnya:
CaSO4 (Anhidrit) + H2O  SaSO42H2O (Gipsum).
b. Hidrolisis, yaitu proses pembentukan ion hidroksil yang kemudian
berperan dalam reaksi kimia. Pada umumnya terjadi pada pelapukan
feldpar dan mika, contohnya:
KalSi3O8 (Ortoklas) + H2O  HalSi3O8 (Asam silisik alumina) + KOH

Jenis pelapukan kimia lainnya adalah pencucian (leaching) dan oksidasi.


Leaching adalah adalah proses berubah dan berpindahnya komponen-
komponen kimia suatu batuan atau mineral oleh larutan. Contoh batuan

50
BAB III PROSES GEOLOGI

mengalami pelapukan ini adalah batuan karbonat seperti batugamping dan


dolomit. Sementara oksidasi adalah proses penambahan valensi positif
atau pengurangan valensi negatif. Maka pada proses ini terjadi proses
perpindahan elektron. Contohnya adalah proses pelapukan pirit menjadi
limonit.

Pelapukan kimia terkadang terjadi bersama dengan pelapukan fisik dan


membentuk struktur tanah tertentu. Salah satunya adalah pelapukan
mengulit bawang (spheroidal weathering). Proses ini terjadi pada batuan
yang telah terkekarkan (retak-retak). Air kemudian meresap melalui kekar
tersebut dan terjadilah hidolisis atau hidrasi sehingga batuan tersebut
melapuk secara kimia. Kemudian bagian batuan yang telah lapuk juga
mengalami pelapukan fisik oleh air atau udara. Sehingga bagian batuan
segar muncul berbentuk bulat yang dikelilingi oleh tanah hasil
pelapukannya. Gambar 3.1 menunjukkan batuan yang mengalami
pelapukan mengulit bawang.

Gambar 3.1 Pelapukan mengulit bawang

3. Pelapukan biologi, penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang,


tumbuhan, dan manusia. Binatang yang dapat melakukan pelapukan antara
lain cacing tanah dan serangga. Sedangkan tumbuhan yang dapat memicu
terjadinya pelapukan contohnya adalah lumut.

Faktor yang memperngaruhi pelapukan antara lain:


a. Jenis batuan induk,
b. Iklim,
c. Organisme, dan
d. Waktu.

GEOLOGI DASAR | 51
BAB III PROSES GEOLOGI

Tabel 3.1 Faktor penentu derajat pelapukan


Lambat Laju Pelapukan Cepat

JENIS BATUAN
Kelarutan Rendah Menengah Tinggi
mineral di dalam (e.g.: kuarsa) (e.g. piroksen, (e.g.: kalsit)
air feldspar)
Struktur batuan Masif Memiliki Sangat
beberapa zona terkekarkan atau
lemah berlapis-lapisan
tipis
IKLIM
Curah Hujan Rendah Sedang Tinggi
Suhu Udara Dingin Menengah Panas
KEHADIRAN ORGANISME
Kandungan Rendah Menengah Tinggi
organik
WAKTU Singkat Menengah Panjang

3.1.2 Erosi
Erosi adalah proses pengikisan dan perubahan bentuk batuan, tanah atau
lumpur yang disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat dan
organisme hidup. Erosi tidak sama dengan pelapukan, yang mana merupakan
proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau
gabungan keduanya. Julmah massa tanah atau batuan yang tererosi dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Macam batuan,
b. Kemiringan lereng,
c. Iklim (curah hujan),
d. Vegetasi,
e. Organisme,
f. Waktu.

Salah satu agen erosi di wilayah dengan iklim tropis adalah air permukaan
atau sungai. Air sungai melakukan erosi ke arah samping (horisontal) dan vertikal.
Erosi tersebut akan memicu terbentuknya lembah. Siklus lembah sungai (gambar
3.2) dibagi menjadi tiga tingkatan utama, yaitu: muda, dewasa, dan tua.
Tingkat erosi muda ditandai oleh:
a. Sungai sangat aktif, aliran sungai deras, dan erosi berlangsung cepat.
b. Erosi vertikal lebih kuat daripada erosi ke samping.
c. Lembah sungai mempunyai profil berbentuk V.
d. Tidak ada dataran banjir atau kalau ada, dataran banjir tersebut sangat
sempit.

GEOLOGI DASAR | 52
BAB III PROSES GEOLOGI

e. Gradien sungai curam, ditandai oleh adanya jeram dan air terjun.
f. Anak sungai sedikit dan kecil.
g. Bentuk sungai relatif lurus.

Tingkat erosi dewasa ditandai dengan:


a. Kecepatan aliran berkurang.
b. Gradien sungai sedang, jeram, dan air terjun sudah tereliminir, aliran
sungai tidak begitu deras.
c. Dataran banjir mulai terbentuk.
d. Erosi ke samping lebih kuat daripada erosi vertikal.
e. Mulai terbentuk meander sungai.
f. Pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besar.

Tingkat erosi tua ditandai oleh:


a. Kecepatan aliran makin berkurang.
b. Pelebaran lembah, walaupun lambat namun masih lebih kuat daripada
pendalaman sungai.
c. Dataran banjir lebih lebar daripada sabuk meander (meander belt).
d. Oxbow lakes, meander scars, dan tanggul alam lebih umum dijumpai
daripada ketika sungai bertingkat dewasa.

Gambar 3.2 Satu siklus pembentukan sungai

GEOLOGI DASAR | 53
BAB III PROSES GEOLOGI

Konsep siklus erosi telah diterapkan kepada evolusi seluruh daerah dan evolusi
lembah-lembah sungainya. Jika kemudian terjadi aktivitas tektonik, maka daerah
yang terangkat ini akan tersayat atau tertoreh lagi oleh sungai-sungai yang
mengalir di daerah tersebut sehingga akan terjadi tingkat erosi daerah muda lagi.
Proses ini disebut peremajaan (rejuvination).

Selain air permukaan, angin juga merupakan salah satu agen erosi. Menurut
Soetoto (2013), erosi angin dibagi menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi.
Deflasi adalah proses pengangkatan dan perpindahan material sedimen halus oleh
angin. Abrasi adalah pengikisan materi permukaan bumi oleh angin yang dibantu
oleh butiran material yang terangkut. Bentang alam berupa gundukan hasil dari
sedimen erosi angin disebut sebagai dune. Hasil erosi dan sedimentasi oleh
angindi Indonesia contohnya adalah di Pantai Selatan Pulau Jawa mulai dari
Parangtritis sampai Cilacap.

3.1.3 Gerakan Massa


Gerakan massa adalah proses berpindahnya tanah atau batuan disebabkan
oleh gaya gravitasi. Jenis-jenis dari gerakan massa beragam berdasarkan
mekanisme gerakannya. Vernes (1978, dala Hansen, 1984) membagi jenis-jenis
gerakan massa menjadi jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide),
nendatan (slump), aliran (flow), gerak horisontal atau bentangan lateral (lateral
spread), rayapan (creep), dan longsoran majemuk. Tabel 3.2 merangkum jenis-
jenis gerakan massa tersebut. Sementara pengertian dari istilah-istilah tersebut
antara lain:

a. Jatuhan (Fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui


udara, termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan
bongkah batu dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu
dengan yang lain. Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug,
lawina, avalanche) batu, bahan rombakan maupun tanah.

b. Longsoran-longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang


disebabkan oleh keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang
dapat diamati ataupun diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis.
Disebut luncuran (slide) bila dipengaruhi gerak translasional dan
susunan materialnya yang banyak berubah. Bila longsoran gelinciran
dengan susunan materialnya tidak banyak berubah dan umumnya
dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut nendatan (slump),
Termasuk longsoran gelinciran adalah: luncuran bongkah tanah
maupun bahan rombakan, dan nendatan tanah.

c. Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh kandungan atau


kadar airtanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor
antara material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali.
Termasuk dalam jenis gerakan aliran kering adalah sandrun (larian
pasir), aliran fragmen batu, aliran loess. Sedangkan jenis gerakan aliran

GEOLOGI DASAR | 54
BAB III PROSES GEOLOGI

basah adalah aliran pasir-lanau, aliran tanah cepat, aliran tanah lambat,
aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan.

d. Rayapan (creep) adalah gerakan massa tanah sepanjang bidang batas


dengan batuan induknya. Gerakannya sangat lambat, tidak dapat
diikuti oleh pengamatan mata telanjang. Biasanya diamati
menggunakan sensor geodetik atau perubahan posisi benda-benda di
atasnya (retakan bangunan, tiang listrik, dll.).

e. Gerak horisontal/bentangan lateral (lateral spread), merupakan jenis


longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material
batuan secara horisontal. Biasanya berasosiasi dengan jungkiran,
jatuhan batuan, nendatan, dan luncuran lumpur sehingga biasa
dimasukkan dalam kategori complex landslide/longsoran majemuk
(Pastuto & Soldati, 1997). Pada bentangan lateral tanah maupun bahan
rombakan, biasanya berasosiasi dengan nendatan, luncuran, atau aliran
yang berkembang selama maupun setelah longsor terjadi. Material
yang terlibat antara lain lempung (jenis quick clay) atau pasir yang
mengalami luncuran akibat gempa (Buma & Van Asch, 1997).

f. Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua


atau tiga jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk
terjadi di alam, tetapi biasanya ada salah satu jenis gerakan yang
menonjol atau lebih dominan. Menurut Pastuto & Soldati (1997),
longsoran majemuk di antaranya adalah bentangan lateral batuan,
tanah, maupun bahan rombakan.

Pada longsoran tipe translasional maupun rotasional, ada batas antara


massa yang bergerak dan yang diam (disebut bidang gelincir), kedalaman batas
tersebut dari permukaan tanah sangat penting bagi deskripsi longsoran.

Gambar 3.2 Kenampakan bidang gelincir pada suatu lereng

GEOLOGI DASAR | 55
BAB III PROSES GEOLOGI

Tabel 3.2 Klasifikasi gerakan massa oleh Vernes (1978, dalam Hansen, 1984)

Faktor yang berpengaruh terhadap gerakan massa antara lain:

a. Iklim
Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh
kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan, kadar air (water content;
%) dan, kejenuhan air (saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus longsor,
hujan sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah
yang menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah.
Kenaikan kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan
menurunkan Faktor Kemanan lereng. Curah hujan juga akan berpengaruh
terhadap kenaikan muka air tanah yang dapat menurunkan kestabilan
lereng.

GEOLOGI DASAR | 56
BAB III PROSES GEOLOGI

Gambar 3.3 Jenis-jenis gerakan massa (Vernes, 1984 dalam Highland, 2004)

b. Perubahan tata guna lahan


Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan
bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng
atau di puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan
longsor. Demikian juga pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika
tanpa perencanaan dapat menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan
pada lereng.

GEOLOGI DASAR | 57
BAB III PROSES GEOLOGI

c. Vegetasi
Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada beberapa
daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah
longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor
erosi. Letak atau posisi penutup tanaman keras dan kerapatannya
mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng. Penanaman vegetasi tanaman
keras di kaki lereng akan memperkuat kestabilan lereng, sebaliknya
penanaman tanaman keras di puncak lereng justru akan menurunkan
Faktor Keamanan Lereng sehingga memperlemah kestabilan lereng
(Hirnawan, 1993).

d. Morfologi
Wilayah dengan bentang alam yang curam akan memiliki potensi gerakan
massa yang lebih besar jika dibandingkan dengan daerah yang landai. Hal
ini dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.

e. Getaran atau gempabumi


Getaran yang diakibatkan oleh gempabumi atau faktor lain (alat berat atau
peledakan) dapat menyebabkan gerakan massa. Getaran seismik dapat
menurunkan kestabilan lereng dengan mengubah sifat fisik dan mekanik
material (batuan atau tanah).

3.2 Proses Endogenik


Proses endogenik adalah proses yang disebabkan oleh gaya-gaya yang
bersumber dari dalam bumi. Proses ini digolongkan menjadi proses tektonik dan
proses vulkanik. Proses-proses ini sesungguhnya sebagai manifestasi dari aktivitas
arus konveksi magma. Proses endogenik memegang peranan penting dalam
pembentukan berbagai macam sumber daya energi dan mineral. Namun, proses
endogen juga memicu terjadinya berbagai macam bencana geologi seperti
gempabumi, tsunami, gerakan tanah, dan erupsi gunungapi.

3.2.1 Proses Tektonik


Aktivitas tektonik di bumi disebabkan oleh arus konveksi magma pada
mantel yang menggerakkan kerak bumi. Oleh arus konveksi magma inilah kerak
bumi terbagi menjadi beberapa bagian (ingat teori tektonik lempeng). Arus
konveksi ini terus berlangsung sehinga lempengan-lempangan kerak bumi juga
terus bergerak.
Proses tektonik ini terdiri dari dua jenis yaitu epirogenesis dan orogenesis.
Epriogenesis adalah proses tektonik yang menyebabkan terjadinya pengangkatan
(negatif) atau penurunan (positif) jalur-jalur kerak bumi. Proses ini terjadi secara
regional di area yang luas dengan pergerakan yang lambat. Gambar 3.4
menunjukkan contoh proses epirogenesis.
Seperti dikemukakan di atas, proses epirogenesis dibagi menjadi
epirogenesis positif dan negaif. Epirogenesis positif adalah proses tektonik yang
menyebabkan gerakan menuju ke dalam bumi/penuruna. Contohnya adalah proses
penurunan kerak bumi yang dipengaruhi oleh pembebanan karena tumpukan

GEOLOGI DASAR | 58
BAB III PROSES GEOLOGI

sedimen. Sehingga seolah-olah muka air laut naik. Sedangkan epirogenesis


negatif adalah proses tektonik yang menyebabkan gerakan menuju ke
atas/pengangkatan. Contohnya adalah proses pengangkatan kerak bumi yang
menyebabkan formasi batuan yang lebih tua tersingkap di permukaan.
Proses orogenesis merupakan gerak pada permukaan bumi baik secara
horizontal maupun secara vertical akibat dari pergerakkan lempeng bumi yang
berupa pangangkatan dan penurunan permukaan bumi yang terjadi secara sangat
cepat dan meliputi daerah yang sempit. Gerak orogenesis juga disebut sebagai
gerak pembentuk pegunungan. Proses orogenesis inilah yang menjadi penyebab
terbentuknya struktur geologi (kekar, lipatan, dan sesar). Manifestasi proses
orogenesis ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Gambar 3.4 Peristiwa epirogenesis positif dan negatif (Prianto, 2009)

3.2.2 Proses Vulkanik


Proses vulkanik merupakan proses yang bertanggung jawab dalam
pembentukan gunungapi di permukaan bumi. Gunungapi terbentuk akibat adanya
pergerakan lempeng yang terus menekan sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang
seperti yang ditunjuukan pada gambar 3.5. Proses terbentuknya gunungapi secara
rinci akan dibahas pda bab selanjutnya. Gambar 3.6 menunjukkan jenis-jenis
gunungapi berdasarkan bentuknya sementara gambar 3.7 menunjukkan contoh
tipe letusan gunungapi.

GEOLOGI DASAR | 59
BAB III PROSES GEOLOGI

Gambar 3.5 Proses terbentuknya barisan gunungapi

Gambar 3.6 Jenis gunungapi berdasarkan bentuknya

GEOLOGI DASAR | 60
BAB III PROSES GEOLOGI

Gambar 3.7 Tipe letusan gunugnapi

3.3 Geomorfologi
Geomorfologi merupakan salah satu cabang ilmu eologi yang mempelajari
tenang bentuk lahan, mulai dari sifat, proses pembentukan dan perkembangannya,
dan komposisi material bentang alam tersebut. Proses pembentukan suatu bentang
alam dan semua faktor yang terlibat di dalamnya disebut proses geomorfik.
Thornbury (1954), menyatakan bahwa proses geomorfik adalah seluruh
perubahan, baik secara fisik maupun secara kimia, yang mengakibatkan
perubahan pada permukaan bumi. Van Zuidam (1985) menawarkan suatu
metode klasifikasi bentang alam untuk membuat peta geomorfologi terapan. Tiga
aspek utama geomorfologi untuk pendekatan pemetaan geomorfologi yaitu, aspek
morfografi, morfogenetik, dan morfometri.

3.3.1 Morfografi
Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan
bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat
dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/pegunungan, pegunungan atau
gunungapi, lembah dan dataran. Beberapa pendekatan morfografi lain untuk
pemetaan geomorfologi selain bentuk lahan adalah pola punggungan, pola
pengaliran dan bentuk lereng.
Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis kondisi topografi di
lapangan berupa pengenalan bentuk lahan, juga identifikasi pola yang tampak dari
tampilan kerapatan kontur pada peta, sehingga dapat menentukan perbukitan atau
pedataran, juga kemiringan lereng yang bisa mengindentifikasikan patahan
atau perbedaan litologi. Sedangkan perubahan pola punggungan dan pola

GEOLOGI DASAR | 61
BAB III PROSES GEOLOGI

pengaliran sungai bisa mengidentifikasikan kegiatan tektonik yang ada di daerah


pemetaan.
Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu
daerah. Pola pengaliran sangat mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara,
pola pengaliran berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi
erosi dan sejarah bentuk bumi. Dengan mengetahui pola pengaliran, dapat
diketahui kondisi geologi tentatif sebelum dilakukan survei lapangan.
Howard 1967, (dalam van Zuidam, 1988) membagi pola pengaliran
menjadi dua yaitu, pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi (Gambar
3.8). Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat dipisahkan dengan pola
lain. Pola pengaliran modifikasi ialah pola dengan memperlihatkan ciri pola dasar.
Penjelasan mengenai jenis-jenis pola pengaliran dasar dapat dilihat pada Tabel
3.3. Jenis-jenis pola pengaliran yang alain akan dipelajari pada mata kuliah
Geomorfologi.

Gambar 3.8 Pola pengaliran sungai menurut Howard (1967); (A) Pola pengaliran
dasar, (B dan C) Pola pengaliran modifikasi

GEOLOGI DASAR | 62
BAB III PROSES GEOLOGI

Tabel 3.3 Pola pengaliran dasar dan karakteristiknya (Howard, 1967)

Pola Pengaliran
Karakterstik
Dasar
Bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan
dengan kekerasan relatif sama, batuan sedimen relatif
Dendritik
datar serta tahan akan pelapukan, kemiringan landai,
kurang dipengaruhi struktur geologi.
Bentuk umum cenderung sejajar, berlerang sedang
sampai agak curam, dipengaruhi oleh struktur geologi,
Paralel terdapat pada perbukitan memanjang, dipengaruhi
perlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan pola
trellis.
Bentuk memanjang sepanjang arah jurus perlapisan
batuan sedimen, induk sungai sering membentuk
lengkungan menganan memotong kepanjangan dari
alur-alur punggungannya. Biasanya dikontrol oleh
Trelis struktur lipatan. Batuan sedimen dengan kemiringan
atau terlipat, batuan volkanik serta batuan metasedimen
berderajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang
jelas. Jenis pola pengalirannya berhadapan pada sisi
sepanjang aliran subsekuen.
Induk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah
lengkungan menganan, pengontrol struktur atau patahan
Rektangular yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki
perulangan perlapisan batuan, dan sering
memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.
Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada
kubah intrusi, kerucut vulkanik serta sisa-sisa erosi.
Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah
Radial
penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan
sentriprtal dengan arah penyabaran menuju pusat
(cekungan).
Bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak
sungai, sedangkan induk sungai memotong anak sungai
Angular hampir tegak lurus. Mencirikan kubah dewasa yang
telah terpotong atau terkikis, disusun perselingan batuan
keras dan lunak.
Endapan permukaan berupa gumuk hasil longsorang
dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan
Multibasinal
dasar, merupakan daerah gerakan tanah, volkanisme,
pelarutan gamping, serta lelehan salju, atau permafrost.

GEOLOGI DASAR | 63
BAB III PROSES GEOLOGI

Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike,


urat yang menunjukan daerah yangrelatif keras
Kontorted batuannya, anak sungai yang relatif panjang kearah
lenkungan subsekuen, umumnya merupakan pembeda
antara penujaman antiklin dan sinklin.

Selain pola pengaliran ada juga aspek morfografi yang mudah dikenali,
yaitu bentuk lahan. Bentuk lahan ini diklasifikasikan berdasarkan perbedaan
ketinggian (elevasi). Hubungan perbedaan ketinggian dengan unsur morfografi
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi

KETINGGIAN ABSOLUT UNSUR MORFOGRAFI

< 50 meter Dataran rendah

50 meter - 100 meter Dataran rendah pedalaman

100 meter - 200 meter Perbukitan rendah

200 meter - 500 meter Perbukitan

500 meter - 1.500 meter Perbukitan tinggi

1.500 meter - 3.000 meter Pegunungan

> 3.000 meter Pegunungan tinggi

GEOLOGI DASAR | 64
BAB III PROSES GEOLOGI

3.3.2 Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan,
sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik. Aspek morfometri yang
paling mudah dikenali adalah kemiringan lereng. Aspek morfometri yang lain,
seperti nisbah percabangan sungai, simusitas muka gunung, dan kerapatan
pengaliran dapat juga dijadikan kajian untuk mengtahui tingkat aktivitas tektonik
suatu area. Aspek-aspek lanjutan ini akan dipelajari pada salah satu cabang ilmu
geomorfologi.
Terlihat di tabel 3.5 pembagian kemiringan lereng dan bentuk lahan secara
kuantitatif, perhitungan dikelompokkan berdasarkan persentase dan besar sudut
lereng.
(n  1).Ic  100%
s
dx.sp
Dimana:
s = Kemiringan lereng
n = Jumlah kontur yang terpotong garis
Ic = Interval kontur
dx = Jarak datar
sp = Skala peta

Tabel 3.5 Hubungan kelas relief dengan kemiringan lereng (Zuidam, 1985)

Kelas Relief Kemiringan lereng % (o)

Datar 0 – 2 (0o – 2o)

Sangat landai 3 – 7 (2o – 4o)

Landai 8 – 13 (4o – 8o)

Agak Curam 14 – 20 (8o – 16o)


Curam 21 – 55 (16o – 35o)
Sangat Curam 56 – 140 (35o – 55o)
Terjal > 140 ( > 55o )

3.3.3 Morfogenetik
Kenampakan bentuk lahan pada muka bumi di sebabkan dua proses yakni
endogenik yaitu merupakan proses yang di pengaruhi oleh kekuatan dari dalam
kerak bumi, dan proses eksogenik yang merupakan proses yang dipengaruhi dari
luar seperti iklim, vegetasi, erosi, buatan manusia. Dilihat dari genesis control
utama pembentukannya, bentuk lahan dapat dibedakan menjadi bentuk asal
struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst, aeolian, denudasi (Gambar 3. 9-14).

GEOLOGI DASAR | 65
BAB III PROSES GEOLOGI

a. Bentang alam struktural


Bentang alam yang terbentuk karena didominasi oleh aktivitas tektonik
pada saat pembentukkannya. Contohnya adalah bentang di daerah
subsduksi seperti Ciletuh dan Karangsambung.
b. Bentang alam gunungapi/vulkanik
Bentang alam gunungapi adalah bentang alam yang dalam proses
terbentuknya dikontrol oleh aktivitas vulkanisme. Ciri khas dari
bentang alam ini adalah terlihat adanya crater/kaldera jika dilihat dari
foto udara atau peta topografi. Contoh bentang alam vulkanik adalah di
wilayah Gunungapi Tangkuban Parahu, Jawa Barat.
c. Bentang alam fluvial
Bentang alam fluvial adalah bentang alam yang terbentuk oleh karena
proses fluvial. Proses fluvial sendiri merupakan proses yang
melibatkan peran air permukaan (baik sungai, gletser, atau pun mata
air yang akhirnya mengalir di permukaan bumi) dalam membentuk
suatu bentang alam. Proses tersebut dapat berupa proses fisika maupun
kimia. Proses fluvial dapat berupa erosi, transportasi, dan sedimentasi.
d. Bentang alam laut/marine
Geomorfologi asal marine atau laut adalah bentuk lahanyang terdapat
di sepanjang pantai. Oleh sebab itu, bentang alam ini juga disebut
dengan bentang alam pantai. Semakin dangkal laut, maka semakin
mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai. Sebaliknya,
semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya
bentang alam daerah pantai.
e. Bentang alam karst
Bentang alam yang terbentuk pada daerag dengan litologi berupa
batuan yang mudah mengalami pelarutan, sehingga menunjukkan relief
yang khas seperti adanya terdapat gua karst dan adanya aliran sungai
bawah tanah. Jenis litologi yang mudah mengalami proses pelarutan
adalah batuan karbonat seperti batugamping.
f. Bentang alam aeolian
Bentang alam yang terbentuk karena pengaruh aktivitas angin.
Akttivitas tersebut antara lain erosi angin, transportasi oleh angin, dan
pengendapan oleh angin. Pembentukan sandunes salah satu contoh
bentang alam aeolian.
g. Bentang alam denudasional
Bentang alam denudasional merupakan bentang alam yang diakibatkan
oleh proses-proses eksogen secara terintegrasi seperti degradasi,
pelapukan, erosi, transportasi, dan gerakan tanah. Sehingga, jika
proses-proses tersebut terjadi secara kontinu dalam waktu yang lama
akan membuat perbedaan bentuk bentang alam menjadi semakin hilang
dan membentuk suatu bentang alam yang seragam. Proses denudasi ini
menyebabkan suatu area memiliki perbedaan elevasi dan kemiringan
lereng yang kecil, sehingga pada umumnya berupa pedataran.

GEOLOGI DASAR | 66
BAB III PROSES GEOLOGI

Gambar 3.9 Bentang alam struktural adn pola pengalirannya

Gambar 3.10 Bentang alam vulkanik

Gambar 3.11 Bentang alam fluvial

GEOLOGI DASAR | 67
BAB III PROSES GEOLOGI

Gambar 3.12 Bentang alam marine

Gambar 3.13 Bentang alam karst

GEOLOGI DASAR | 68
BAB III PROSES GEOLOGI

Gambar 3.14 Bentang aeolian (kiri) dan denudasional (kanan).

GEOLOGI DASAR | 69
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

BAB IV
TEORI TEKTONIK LEMPENG

Gempa Bumi yang mengguncang permukaan Bumi dapat menghancurkan bangunan dan
jalan, gunung meletus yang terus menerus mengeluarkan material vulkanis dapat merubah iklim
setempat, dan tsunami dengan kecepatan yang tinggi dapat menghancurkan dan
mentransportasikan berbagai macam material yang ada di hadapannya. Keseluruhan bencana
alam tersebut menjadi suatu pertanda bahwa Bumi ini tidak statis tetapi sangat dinamis. Kondisi
Bumi sejak 4.5 Milyar tahun yang lalu hingga saat ini telah banyak mengalami perubahan.
Namun perubahan-perubahan tersebut baru bisa diamati atau dipelajari oleh manusia setidaknya
sekitar tahun 1800-an.
Perkembangan ilmu kebumian mengenai Bumi yang dinamis dimulai pada akhir tahun
1800 dan awal 1900. Pada saat itu para ilmuwan mempercayai bahwa pada saat Bumi
mendingin, permukaannya akan berkontraksi dan mengerut diakibatkan oleh matahari dan
pengeringan material dari waktu ke waktu. Para ilmuwan tersebut berpendapat bahwa
terbentuknya rangkaian pegunungan disebabkan oleh proses mengerut tersebut.
Teori tersebut ditentang oleh Alfred Wegener, seorang geofisikawan dan meteorologis,
pada tahun 1912. Pemikirannya menyatakan bahwa benua-benua yang ada di dunia ini
mengalami pengapungan dan dapat bergerak satu sama lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan
beberapa hal seperti bentuk Benua Amerika Selatan dan Afrika yang jika disatukan akan menjadi
satu kesatuan. Berdasarkan fakta inilah kemudian ia melakukan penelitian lebih lanjut dengan
memetakan iklim purba (paleo climate) berdasarkan pengamatan langsung pada batuan benua di
dekat Atlantik. Bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa batubara yang terbentuk pada daerah
tropis juga ditemukan di daerah Amerika Utara, Eropa, dan Asia, menjauhi garis ekuator pada
masa modern saat ini.

Gambar 4.1. Peta iklim purba (paleo climate) yang memperlihatkan bersatunya keseluruhan benua dan kesamaan
jenis batuan pada benua yang berbeda saat ini (Wegener, 1924)
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

Selanjutnya Wegener mengeluarkan buku berjudul “The Origins of the Continents and
the Oceans” yang dipublikasikan dalam bahasa Jerman pada tahun 1915 dan Bahasa Inggris pada
tahun 1924. Teori radikalnya menyebutkan bahwa keseluruhan benua di dunia ini merupakan
satu daratan luas pada masa Carboniferous (sekitar 300 hingga 359 Juta tahun yang lalu) yang
disebut dengan Pangea. Teori ini juga diperkuat dengan ditemukannya fosil flora dan fauna yang
sama pada benua yang berbeda, misalnya seperti Cynognathus (reptil darat berumur Triassic)
yang terdapat di Benua Amerika Selatan dan Afrika, dan tumbuhan pakis Glossopteris yang
ditemukan di seluruh benua bagian selatan (Benua Amerika Selatan, Afrika, India, Antartika dan
Australia), memperlihatkan bahwa semua benua tersebut pernah menjadi satu.

Gambar 4.2. Keberadaan flora dan fauna yang sama di setiap benua merupakan salah satu bukti daratan pernah
menjadi satu kesatuan yang disebut dengan Pangea.

4.1. Lempeng Tektonik

Istilah lempeng mengacu kepada kerak (crust) Bumi yang disebut dengan litosfer dan
memiliki sifat lebih kaku (rigid) daripada mantel Bumi yang berada di bawahnya. Lempeng
tektonik yang berada di daratan disebut lempeng benua dan lempeng yang berada di lautan
dinamakan lempeng benua. Kedua jenis lempeng tersebut terbagi menjadi tujuh bagian besar dan
beberapa bagian dengan ukuran yang lebih kecil.
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

Lempeng tektonik dapat mengambang dan bergerak satu sama lainnya. Tempat dimana
lempeng berinteraksi dan saling bertemu dinamakan dengan batas lempeng (plate boundaries).
Jenis-jenis pergerakan lempeng (Tabel 4.1.) pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Divergen; merupakan zona dimana lempeng tektonik bergerak saling menjauh
2. Konvergen; merupakan zona dimana lempeng tektonik bergerak saling mendekat
3. Transform; merupakan zona dimana lempeng tektonik bergerak secara horizontal
melewati satu sama lainnya.

Tabel 4.1. Karakteristik dan contoh batas lempeng (Thompson and Turk, 1997)

Jenis Interaksi
Contoh Kejadian
Batas antar Topografi Kejadian Geologi
Modern
Lempeng Lempeng
Pemekaran lantai
Samudera samudera,
Mid-Atlantic
dan Mid-oceanic Ridge gempabumi dangkal,
Ridge
Samudera naiknya magma,
Divergen aktivitas vulkanik
Benua terpecah,
Benua dan gempabumi, naiknya
Rift valley East African Rift
Benua magma, aktivitas
vulkanik
Subduksi,
gempabumi yang
Samudera
Busur kepulauan dan lebih dalam, naiknya Western
dan
palung laut magma, aktivitas Aleutians
Samudera
vulkanik, deformasi
batuan
Subduksi,
Konvergen gempabumi yang
Samudera Pegunungan dan lebih dalam, naiknya
Andes
dan Benua palung laut magma, aktivitas
vulkanik, deformasi
batuan
Gempabumi yang
Benua dan
Pegunungan lebih dalam, Himalaya
Benua
deformasi batuan
Samudera Pergeseran
Pergeseran besar
dan tinggian Pasifik
sumbu Mid-Oceanic Gempabumi
Samudera Timur di Pasifik
Ridge
Selatan
Transform
Deformasi kecil
Benua dan barisan pegunungan, Gempabumi, Patahan San
Benua deformasi sepanjang deformasi batuan Andreas
patahan
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

Gambar 4.3. Ilustrasi jenis batas lempeng. Ilustrasi ini hanya bertujuan untuk memahami batas lempeng yang
terjadi. Pada kenyataannya Jarak antar batas lempeng tidak akan sedekat seperti pada ilustrasi berikut. Batas
lempeng divergen diperlihatkan pada bagian tengah gambar dan terjadi di kerak samudera. Pergeseran batas
divergen dinamakan dengan batas transform.Di bagian kiri dan kanan terdapat batas konvergen antara kerak benua
dengan samudera dan kerak samudera dengan saamudera. Hasil pertemuan kedua lempeng tersebut membentuk
busur gunungapi baik di daratan maupun di lautan. (Murck dan Skinner, Visualizing Geology 3rd ed., 2012).
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG
Gambar 4.4. Batas-batas lempeng tektonik di seluruh dunia (Robinson Projection, 2002)
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

1. Batas Lempeng Divergen


Dua lempeng yang saling menjauh akan membentuk suatu zona bukaan
(spreading center dan rift zone). Lempeng litosfer yang memiliki sifat lebih kaku dan
dingin daripada astenosfer akan terus bergerak saling menjauh sehingga terdapat
kekosongan di sekitar zona bukaan. Kekosongan tersebut akan diisi oleh magma yang
berasal dari astenosfer. Astenosfer yang terus bergerak ke atas akan membentuk
litosfer baru, sehingga pada umumnya lempeng litosfer yang berada pada batas
lempeng divergen memiliki ketebalan yang relatif tipis.
Litosfer yang berada dekat dengan zona bukaan akan menjadi lebih dingin ketika
bergerak saling menjauh, mengakibatkan terjadinya penebalan litosfer yang mengarah
ke bawah.
Jika peristiwa ini terjadi di lautan maka disebut dengan seafloor spreading yang
terbentuk pada jalur pegunungan bawah laut (mid-oceanic ridge). Contohnya dapat
dilihat pada Mid-Atlantic Ridge yang memisahkan Lempeng Benua Amerika Utara
dengan Eurasia. Membukanya Mid-Atlantic Ridge dapat dikategorikan sebagai
pembukaan dengan laju yang lambat, sekitar 2 cm hingga 5 cm per tahun (National
Geographic Education, 2016) dan membentuk palung laut (ocean trench) yang
ukurannya selebar dan sedalam Grand Canyon. Namun jika pembukaan yang terjadi
sangat cepat (The East Pacific Rise) dengan laju sekitar 6 cm hingga 16 cm per tahun,
palung tidak akan terbentuk karena pembukaannya tidak dapat berkembang akibat
pergerakan yang sangat cepat tersebut.
Peristiwa yang sama juga berlaku di daratan, namun kejadian ini disebut dengan
continental rifting. Zona bukaan dapat terjadi dikarenakan lempeng litosfer terus
menerus meregang dan membentuk retakan ketika membentuk batas lempeng
divergen. Hal ini dapat dianalogikan dengan karet gelang yang kedua ujungnya ditarik
secara bersamaan dan membentuk bagian yang lebih tipis di bagian tengahnya. Contoh
pada masa saat ini dapat dilihat di rift pada Afrika Timur dimana lempeng Benua
Afrika terpisah menjadi Terusan Suez diantara Lempeng Afrika dan Arab.

Gambar 4.5. Batas lempeng divergen pada a) mekanisme seafloor spreading yang terjadi di Mid-
Atlantic Ridge; dan b) mekanisme continental rift di Afrika Timur.
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

2. Batas Lempeng Konvergen


Ketika dua lempeng saling mendekat maka keduanya akan bertabrakan dan salah
satunya akan tenggelam ke dalam mantel Bumi. Secara umum hanya lempeng benua
yang akan mengalami subduksi karena memiliki densitas lebih besar. Konvergen dapat
terjadi diantara lempeng samudera dengan samudera, samudera dengan benua, dan
benua dengan benua. Zona pertemuan kedua lempeng tersebut disebut sebagai jalur
subduksi. Laju pergerakan subduksi lempeng yang tenggelam ke dalam mantel adalah
sama dengan terbentuknya lempeng litosfer baru pada zona pemekaran (spreading
zone).

Gambar 4.6. Kiri: batas lempeng konvergen menyebabkan subduksi. Lempeng samudera dengan berat
jenis yang lebih besar akan lebih mudah tenggelam daripada lempeng benua. Kanan: Gunung Merapi di
Indonesia merupakan salah satu gunugapi aktif yang pernah meletus di tahun 2006. Gunungapi tersebut
adalah hasil dari subduksi lempeng Indo-Australia dengan Eurasia. (Visualizing Geology 3rd ed., 2012).

3. Batas Lempeng Transform


Batas lempeng transform dapat terbentuk ketika kedua lempeng saling melewati
satu sama lainnya secara horizontal dengan arah yang berbeda.

Gambar 4.7. Kiri: Ilustrasi batas lempeng transform. Kanan: Pergerakan lempeng Pasifik dengan
Amerika Utara telah menghasilkan patahan San Andreas. Patahan ini sangat panjang dan berbahaya jika
aktif kembali. Sejarah membuktikan kejadian gempa San Fransisco pada tahun 1906 telah
menghancurkan kota tersebut. (Visualizing Geology 3rd ed., 2012).
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

4.2. Mekanisme Tektonik Lempeng

Wegener telah mengemukakan teori dan beberapa bukti bahwa Bumi dulunya pernah
menjadi satu daratan yang luas dan kemudian terpisah menjadi seperti saat ini. Bagaimanapun
juga, ia tidak menyebutkan mekanisme apa yang dapat menggerakkan lempeng tektonik, gaya
apa saja yang mampu memindahkan berbagai jenis lempeng tersebut, berapa besar gaya yang
dibutuhkan untuk memindahkannya hingga darimanakah gaya tersebut berasal.
Perkembangan ilmu dan teknologi mulai dapat membuktikan mekanisme penggerak
lempeng tersebut pada tahun 1960-an. Para ilmuwan mulai mampu memetakan lantai samudera
dan mengukur magnetisme batuan secara detil sehingga mampu memberikan bukti yang lebih
komprehensif dalam memahami mekanisme bergeraknya lempeng tektonik. Beberapa geologis
menginterpretasikan bahwa aliran matel Bumi dapat menggerakkan lempeng litosfer, sementara
lainnya menyarankan bahwa ada gaya lain yang menggerakkan lempeng, dan pergerakan
lempeng tersebut dapat mengakibatkan mantel bumi mengalir.
Salah satu teori yang dipercaya dapat menggerakkan lempeng adalah arus konveksi. Arus
ini muncul ketika terdapat perbedaan densitas pada fluida. Sebagai contoh ketika suatu bejana
berisi air dipanaskan di atas kompor, maka molekul air mendapatkan enegi kinetik lebih banyak
sehingga dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Konsekuensinya molekul air tersebut
akan mendapatkan ruang gerak yang lebih besar dan densitasnya menjadi lebih ringan, sehingga
dapat bergerak ke atas permukaan. Selanjutnya air tersebut terus bergerak di sepanjang
permukaan hingga menjadi lebih dingin dan turun kembali ke bawah. Selama sumber panasnya
masih menyala, maka arus konveksi akan terus berlangsung sebagai siklus. Proses yang sama
juga dapat terjadi di bagian mantel Bumi.

Gambar 4.8. Ilustrasi arus konveksi pada bejana air (kiri) dan mantel Bumi (kanan). (Murck dan Skinner,
Visualizing Geology 3rd ed., 2012).

Pada mantel Bumi yang menjadi sumber panasnya adalah peluruhan radioaktif (radioactive
decay) inti Bumi. Bagian mantel Bumi yang bersifat panas, lemah dan plastis maka aliran
pergerakannya akan sangat lambat. Batuan panas pada mantel akan naik ke atas hingga
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

mencapai dasar lempeng litosfer dan kemudian menggerakkan lempeng litosfer secara perlahan-
lahan. Lempeng litosfer yang menjauhi sumber panas akan mendingin dan berkurang energi
kinetisnya. Akibatnya ruang gerak molekul lempeng menjadi terbatas, menyebabkan densitas
semakin besar dan pada akhirnya akan menenggelamkan lempeng litosfer ke dalam mantel Bumi
dan mengakibatkan terjadinya subduksi.

4.3. Siklus Wilson

Pada tahun 1966 seorang ilmuwan bernama J. Tuzo Wilson mengajukan sebuah teori yang
menyatakan bahwa pengapungan samudera (continental drift) merupakan suatu siklus. Ia
berpendapat bahwa laut akan terbuka dan tertutup dalam satu siklus dan satu siklus
supercontinent penuh membutuhkan waktu 300 hingga 500 juta tahun.
Pada fase awal pembukaan, suatu sumber panas (hot spot) akan muncul di bawah lempeng
litosfer dan menyebabkan lempeng terpecah dua membentuk batas lempeng divergen yang baru.
Pada tahap tersebut akan terbentuk cekungan samudera baru yang akan terus melebar dan
meregang menjadikan densitasnya semakin berat sehingga dapat tenggelam di bawah permukaan
laut. Tahap akhir dari fase pembukaan ditandakan dengan semakin lebarnya cekungan yang
terbentuk bahkan dapat mencapai ribuan mil (Gambar 4.9.).
Setelah fase pembukaan berakhir maka fase penutupan dimulai ketika zona subduksi
terbentuk, misalnya pada saat subduksi lempeng samudera. Lempeng samudera yang tersubduksi
terus menerus akan menghasilkan sisa cekungan samudera dan menghasilkan peristiwa
terbentuknya gunung berapi, metamorfisme, patahan dan lipatan. Pada saat seluruh kerak
samudera tersubduksi maka benua akan saling bertemu membentuk barisan pegunungan.
Kemudian erosi menyebabkan pegunungan berada di bawah permukaan air laut (peneplained).
BAB IV TEORI TEKTONIK LEMPENG

Gambar 4.9. Siklus Wilson menggambarkan siklus terbuka dan tertutupnya kerak benua.
BAB 5
STRUKTUR GEOLOGI

Struktur geologi merupakan bagian penting dari kurikulum inti geologi dasar karena
dapat memberikan gambaran secara spasial, analitik, dan kuantitatif baik di lapangan maupun di
laboratorium. Cabang ilmu ini sering juga disebut sebagai “King of Geology” karena melalui
pengamatan struktur geologi dapat diketahui proses terjadinya batuan/Bumi.
Setiap batuan di Bumi ini memiliki bentuk/bangun yang berbeda-beda. Sebelum batuan
menjadi seperti saat ini, terdapat satu atau lebih proses yang mempengaruhinya. Proses tersebut
dapat berasal dari gaya dari luar (eksogen) maupun dari dalam (endogen) Bumi. Terjadinya
struktur geologi disebabkan oleh adanya pengaruh gaya endogen (tektonik) yang merubah
tempat dan/atau orientasi dari tubuh batuan atau lebih dikenal dengan deformasi. Secara umum
deformasi dapat dibagi menjadi empat (4) pergerakan:
∇ Dilatasi : perubahan ruang (volum)
∇ Translasi : perubahan posisi
∇ Rotasi : perubahan arah (orientasi)
∇ Distorsi : perubahan bentuk

Gambar 5.1. Tipe deformasi medium homogen (a) dilatasi; (b) translasi; (c) rotasi; (d) distorsi (Structural Geology
of Rock and Region, Davis, 1984).

Ilustrasi pada gambar 5.1 merupakan deformasi pada medium homogen. Batuan pada
umumnya didominasi oleh komposisi yang heterogen sehingga dalam satu tubuh batuan bisa saja
terdapat lebih dari satu jenis deformasi. Efek yang ditimbulkan pun akan berbeda ketika gaya
deformasi tersebut mengenai batuan yang memiliki tingkat elastisitas yang rendah (brittle) dan
yang tinggi (ductile). Batuan yang bersifat brittle apabila diberikan suatu besaran gaya akan
lebih mudah hancur ataupun patah daripada batuan yang bersifat ductile (Gambar 5.2).
Gambar 5.2. Jenis deformasi batuan (Structural Geology of Rock and Region, Davis, 1984).

Bentukan hasil deformasi tersebut sangat dipengaruhi oleh gaya yang bekerja pada atau
dalam kulit bumi. Gaya tersebut terdiri dari stress dan strain. Gaya yang memiliki sifat stress
atau tegasan merupakan suatu gaya yang dapat menyebabkan perubahan pada batuan. Sedangkan
strain atau keterakan adalah perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam wujud, bentuk,
maupun volum, yang terjadi pada suatu bahan (batuan) yang diakibatkan oleh adanya tegasan.
Berbagai macam gaya tersebut dapat diilustrasikan seperti berikut:

1. Berlawanan arah namun bekerja dalam satu garis. Gaya seperti ini dapat bersifat tarikan
(tension) maupun tekanan (compression)

Gambar 5.3. Gaya yang berlawanan arah namun bekerja dalam satu garis (Structural Geology, Billings, 1972)

2. Berlawanan arah namun bekerja dalam satu bidang (couple).

Gambar 5.4. Gaya yang berlawanan arah namun bekerja dalam satu bidang (Structural Geology, Billings, 1972)
3. Berlawanan arah namun bekerja pada kedua ujung bidang (torsion).

Gambar 5.5. Gaya yang berlawanan arah namun bekerja pada kedua ujung bidang (Structural Geology,
Billings, 1972)

4. Gaya yang bekerja dari segala jurusan terhadap suatu benda, yang umumnya berlangsung
dalam kerak bumi (tekanan litostatis).

Keseluruhan proses deformasi tersebut akan menghasilkan suatu produk atau bentukan
khas pada batuan. Melalui analisis lebih lanjut dapat diketahui seberapa besar gaya deformasi
tersebut dapat mempengaruhi suatu batuan. Dalam geologi hasil dari proses deformasi tersebut
dikenal sebagai perlipatan, patahan dan kekar.

5.1 PERLIPATAN (FOLDING)

Perlipatan merupakan hasil deformasi atau perubahan bentuk dan atau volum dari suatu
batuan yang ditunjukkan sebagai suatu lengkungan atau himpunan lengkungan pada unsur garis
atau bidang-bidang dalam batuan tersebut. Unsur garis atau bidang yang dimaksud adalah bidang
perlapisan.
Perlipatan pada batuan sangat tergantung dari sifat fisik batuannya. Apabila batuan
memiliki sifat elastisitas yang tinggi maka batuan tersebut akan dengan mudah terlipatkan.
Namun sebaliknya jika batuan memiliki sifat elastisitas yang rendah maka batuan dapat berubah
dari terlipatkan menjadi terpatahkan.
Perlipatan dapat disebabkan oleh dua macam mekanisme, yaitu: buckling dan bending.
Buckling dihasilkan dari suatu gaya tekanan berlawanan arah yang bekerja pada satu bidang dan
menghasilkan geometri batuan menjadi cembung. Bending juga menghasilkan geometri batuan
yang sama namun bentukan tersebut dihasilkan oleh gaya dari dalam bumi.

Gambar 5.6. Mekanisme yang menyebabkan tejadinya perlipatan


Dalam mempelajari struktur lipatan, terdapat beberapa istilah-istilah khusus yang
digunakan untuk mempermudah pengklasifikasian jenis-jenis lipatan. Istilah-istilah tersebut
diantaranya adalah:

Antiklin (antiforms), merupakan unsur struktur lipatan, dengan bentuk yang konveks,
sedangkan sinklin (sinforms) adalah lipatan yang konkav ke atas.

Limb (sayap), adalah bagian dari lipatan yang terletak downdip, dimulai dari lengkungan
maksimal suatu antiklin atau updip bila dari lengkung sayap yang curam pada bentuk lipatan
yang tidak simetri. Back limb adalah sayap lipatan yang landai, fore limb adalah sayap lipatan
yang curam.

Axial line (garis poros), adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari lengkungan
maksimal pada tiap permukaan lapisan dari suatu struktur lipatan. Kedudukan daripada axial line
dinyatakan dengan cara menyebutkan arahnya, atau bearing dan besarnya plunge.

Axial surface, adalah permukaan khayal dimana terdapat semua axial line dari suatu lipatan.
Pada beberapa lipatan, permukaan ini dapat merupakan suatu bidang planar, dan dinamakan
axial plane.

Crestal line (garis puncak), adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik tertinggi pada
setiap permukaan lapisan dari suatu antiklin.

Hinge adalah pelengkungan maksimal dari lipatan.

Crest adalah puncak tertinggi dari lipatan.

Trough adalah titik dasar terendah dari lipatan.

Trough line adalah garis khayal yang menghubungkan titik terendah pada suatu sinklin.

Plunge adalah sudut penunjaman dari axial line terhadap bidang horizontal dan diukur pada
bidang vertikal.

Rake adalah sudut antara axial line/hinge dengan bidang/garis horisontal yang diukur pada axial
plane/surface.

Bearing adalah sudut horisontal dihitung terhadap arah tertentu dan merupakan arah penunjaman
axial line.
Gambar 5.7. Bagian-bagian struktur lipatan

Tabel 5.1 Klasifikasi lipatan berdasarkan rapat sudut dihedralnya (setelah Fleuty, 1964)

Description of fold Angle between surface inclination measured at


the two inflection point.deg
Gentle 180 to 120
Open 120 to 70
Close 70 to 30
Tight 30 to 0
Isoclinal 0
Elasticas negative value

Dip of hinge Terms


surface
0 Horizontal Recumbent fold
1-0 Subhorizontal
10-30 Gently inclined Fold
30-60 Moderately inclined
60-80 fold
80-89 Steeply inclined fold
90 Subvertical Upright fold
Vertical
Plunge of hinge line Terms
0 Horizontal (horizontal fold)
1-10 Subhorizontal (subhorizontally plunging
10-30 fold)
30-60 Gentle (gently plunging fold)
60-80 Moderate (etc.)
80-89 Steep (etc.)
90 Subvertical
Vertical Vertical fold

Gambar 5.8. Jenis-jenis lipatan: (A) simetris; (B) asimetris; (C) overturned; dan (D) recumbent

5.2 KEKAR (JOINT)

Kekar merupakan rekahan dalam batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali mengalami
pergeseran.
Berdasarkan cara pembentukannya, kekar dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Kekar akibat tektonik; merupakan jenis kekar yang berhubungan langsung dengan
peristiwa tektonik, dan
2. Kekar akibat selain peristiwa tektonik; merupakan jenis kekar yang terbentuk pada saat
terbentuknya batuan.
Kekar akibat tektonik (tectonic joint)

Kekar jenis ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:


1. Yang disebabkan akibat tekanan, disebut shear atau compression joints, dan
2. Yang disebabkan akibat tarikan, disebut tension joints atau kekar tegangan (extentional).

Gambar 5.10. Hubungan kekar dengan arah gaya yang bekerja

Ciri-ciri kekar di lapangan:


a. Kekar gerus (shear joint)
- mempunyai pola sejajar dengan arah yang jelas.
- bidang kekar rata dan lurus.
- rekahan tertutup.
b. Kekar tarikan (extentional joint)
- tidak mempunyai pola dan arah yang jelas.
- bidang kekar tidak rata.
- rekahan terbuka.
c. Hybrid joint
- Merupakan campuran dari kedua kekar di atas, dan umumnya rekahannya terisi mineral
sekunder.

Gambar 5.11. Jenis-jenis kekar


Kekar akibat selain peristiwa tektonic (Non-tectonic Joint)

Columnar joint
Terjadi pada pembekuan magma, yaitu batuan beku membentuk seperti tiang atau pilar.
Sheeting joints
Terjadi akibat hilangnya atau pengurangan tekanan saat batuan beku membeku, ciri batuannya
seperti berlembar.

Gambar 5.12. Kiri: columnar joint; kanan: sheeting joint

Berdasarkan ukurannya, kekar dibagi menjadi:


a. Master joint (puluhan hingga ratusan kaki) Biasanya sampai memotong beberapa lapisan.
b. Major joint (lebih kecil, tapi masih bisa dilihat dengan baik).
c. Minor joint (lebih kecil lagi dan kurang penting).
d. Micro joint (lebih kecil dari yang lain).

5.3 SESAR/PATAHAN (FAULT)

Sesar atau patahan adalah rekahan yang telah mengalami pergeseran. Secara umum, sesar
dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu:

1. Sesar normal (normal fault), yaitu hanging wall bergerak relatif lebih turun terhadap foot
wall.
2. Sesar naik (reverse fault/thrust fault), yaitu hanging wall bergerak relatif lebih naik
terhadap foot wall.
3. Sesar mendatar (strike-slip fault), yaitu sesar yang pergerakannya searah dengan strike
bidang sesar. Dapat bersifat menganan (dextral/right strike-slip), yaitu pergerakannya
searah jarum jam, dan mengiri (sinistral/left strike slip), yaitu pegerakanya berlawanan
dengan arah jarum jam.
Selain itu adapula yang dinamakan sesar rotasi (listric fault), yaitu pergeserannya
bersifat putaran, dan ditandai oleh bidang sesar yang berbentuk kurva. Sesar oblique: kombinasi
dari sesar naik-mendatar, atau sesar normal-mendatar.

Gambar 5.13. Kiri: sesar rotasi, kanan: sesar oblique

Hubungan antara tegasan dengan sesar yang terbentuk digambarkan sebagai berikut:

a. Pada sesar normal.


Pada sesar normal jenis ini, tegasan terbesar (σ1) vertikal, sedangkan tegasan menengah (σ2)
dan tegasan terkecil (σ3) adalah horizontal.
b. Pada sesar naik
Pada sesar jenis ini, tegasan terbesar (σ1) dan tegasan menengah (σ2) horizontal, sedangkan
tegasan terkecil (σ3) vertikal.
c. Pada sesarmendatar
Pada sesar jenis ini, tegasan terbesar (σ1) dan tegasan terkecil (σ3) horizontal, sedangkan
tegasan menengah (σ2) vertikal.

Gambar 5.14. Arah gaya yang bekerja pada sesar. σ1 = selatu membentuk sudut < 90°, σ2 = merupakan perpotongan
dua bidang, σ3 = selalu membentulk sudut > 90°
Dalam mempelajari struktur sesar, terdapat beberapa istilah-istilah khusus yang
digunakan untuk mempermudah pengklasifikasian jenis-jenis sesar. Istilah-istilah tersebut
diantaranya adalah:

1. Hanging wall: merupakan blok batuan yang terletak di atas bidang sesar.
2. Foot wall: merupakan blok batuan yang terletak di bawah bidang sesar.
3. Bidang sesar (fault plane/slicken side): bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang
tergeserkan. Untuk kenampakan morfologi dari bidang sesar (dalam skala besar) dinamakan
gawir sesar dan biasanya telah lapuk.
4. Slicken line: struktur garis yang terdapat pada bidang sesar, yang timbul karena adanya
pergerakan blok batuan.
5. Pitch: sudut lancip yang dibentuk oleh slicken line dan strike bidang sesar. Dalam
penentuannya jangan lupa menggunakan komponen arah. Contoh: Pitch = 30° Utara.
6. Plunge: sudut vertikal yang dibentuk oleh slicken line dan bidang ho-rizontal.
7. Slip (pergeseran relatif): merupakan pergeseran titik-titik yang sebelumnya berhimpit,
diukur dari bagian tubuh batuan yang bergeser pada bidang sesar.
8. Separation (pergeseran semu): jarak antara dua bidang (lapisan batuan) yang terpisah oleh
sesar.
9. Throw: yaitu komponen vertikal dari strike bidang sesar (Y). Throw akan berhimpit dengan
separation jika lapisan batuan yang tersesarkan merupakan lapisan yang horizontal.
10. Heave: yaitu komponen horizontal dari strike bidang sesar (X).
11. Horst: blok batuan (foot wall) yang diapit oleh dua buah hanging wall.
12. Graben: blok batuan (hanging wall) yang diapit oleh dua buah foot wall.

Gambar 5.15. Bagian-bagian struktur sesar


Jika berada di lapangan dan menemukan bidang sesar, ada beberapa hal yang penting dilakukan
untuk menganalisis arah sesar, yaitu:

1. Ukur strike/dip bidang sesarnya,


2. Ukur pitch-nya dengan busur atau kompas, dan jangan lupa arah pitch-nya. Contoh pitch =
45° Tenggara,
3. Tentukan arah pergerakannya, baik itu yang searah strike (dekstral-sinistral) ataupun yang
searah dip (normal-naik).

Contoh: Bidang sesar, strike/dip: N 125° E/30°, pitch: 45° Tenggara, Arah pergerakan:
normal-sinistral.

Gambar 5.16. Ilustrasi pengukuran strike/dip (Visualizing Geology 3rd ed., 2012)
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

BAB VI
PENGARUH LEMPENG TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI

Deformasi batuan yang diakibatkan oleh struktur geologi dapat menimbulkan perubahan
terhadap kondisi bentang alam. Perubahan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik
lingkungan, mulai dari lingkup lokal, regional hingga global. Pengaruh struktur geologi terhadap
lingkungan akan melibatkan juga interaksi dengan manusia di permukaan. Struktur geologi dapat
terekam dalam berbagai macam kejadian bencana alam yang waktu terjadinya bisa saja jutaan,
ribuan, ratusan, puluhan tahun yang lalu maupun yang sedang terjadi saat ini. Namun, pengaruh
struktur geologi tidak hanya akan menyebabkan kerugian bagi manusia tetapi juga dapat menjadi
keuntungan, salah satu diantaranya adalah dalam kegiatan ekstraksi sumber daya alam dan
energi.

6.1. Pengaruh Lempeng Tektonik dan Struktur Geologi terhadap Kebencanaan

Pergerakan Bumi yang sangat dinamis telah dimulai sejak 4,5 Milyar tahun yang lalu,
dengan laju perubahannya bervariasi dari yang sangat cepat hingga yang sangat lambat.
Pergerakan tersebut telah banyak merubah bentukan Bumi khususnya bentang alam di
permukaan seperti terbentuknya barisan pegunungan, munculnya sungai, danau dan lautan, dan
gunungapi. Keseluruhan fitur bentang alam tersebut dapat disebabkan oleh gempabumi, letusan
gunungapi, dan tsunami.

a) Gempabumi
Penyebab terjadinya gempabumi adalah bergeraknya lempeng tektonik. Efek yang
diakibatkan kadang dapat terasa langsung namun tidak jarang juga kita tidak
merasakannya sama sekali. Hal tersebut sangat tergantung dari laju pergerakan
lempeng. Jika lempeng bergerak sangat lambat maka kita tidak dapat merasakan
getarannya. Namun jika pergerakan lempeng menjadi lebih cepat, magnitude
gelombang akan semakin besar dan semua yang ada dipermukaan seperti bangunan,
jalanan, jalur pipa akan berpindah posisi dan akhirnya hancur.
Gempabumi dapat dikategorikan sebagai pergerakan tiba-tiba lempeng Bumi yang
disebabkan oleh pelepasan energi yang tersimpan di dalam batuan (Thompson & Turk,
1997). Berdasarkan teori lempeng tektonik, maka batas-batas lempeng dunia menjadi
tempat terjadinya gempabumi dimana lempeng-lempeng dunia saling mendekat,
menjauh, dan saling melewati satu sama lainnya.
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

Gambar 6.1. Salah satu komplek perumahan di Banda Aceh setelah terjadi gempabumi dan tsunami
pada tahun 2004. (Adrian, 2004)

Batuan pada umumnya dapat menerima dua jenis gaya, yaitu tekanan (stress) dan
regangan (strain). Respon batuan terhadap kedua jenis gaya tersebut dapat diamati
melalui sifat elastisitasnya. Suatu batuan akan dianggap elastis apabila batuan tersebut
setelah diberikan gaya akan kembali ke bentuk awalnya. Sebaliknya batuan menjadi
tidak elastis ketika tidak mampu mengembalikan bentuknya ke keadaan semula dan
menjadi terpatahkan.

Gambar 6.2. Ketika tekanan (stress) bernilai rendah, maka terbentuklah deformasi elastis yang dapat
mengembalikan material ke bentuk semula apabila tekanan dihilangkan. Deformasi plastis akan muncul
ketika nilai tekanan meningkat dan mencapai batas elastisitasnya, sehingga perubahan terhadap material
akan permanen. Ketika deformasi melebihi batas wajarnya maka gempa akan terjadi. (Earth Science
Geology, the Environment and the Universe, 2008)
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

Setiap pergerakan di batuan yang diakibatkan oleh kedua gaya tersebut akan
menghasilkan suatu perpindahan energi dalam bentuk gelombang yang dapat
dirasakan oleh manusia di permukaan. Gelombang tersebut menjalar ke permukaan
melalui batuan kerak bumi yang jaraknya mencapai puluhan hingga ratusan kilometer
di bawah permukaan. Gelombang yang menjalar tersebut dinamakan dengan
gelombang seismik. Pada saat gempabumi terjadi, gelombang seismik membawa dua
jenis gelombang, yaitu gelombang tubuh (body waves) dan gelombang permukaan
(surface waves).
Gelombang tubuh terbagi menjadi gelombang primer (P waves) dan gelombang
sekunder (S waves). Gelombang primer memiliki kecepatan gelombang yang lebih
cepat (sekitar 14.000 hingga 28.000 km/jam) daripada gelombang sekunder (9.000
hingga 14.000 km/jam), sehingga gelombang primer akan lebih dulu sampai di
permukaan. Pergerakan gelombang primer akan searah dengan arah rambatnya
sedangkan gelombang sekunder akan bergerak tegak lurus terhadap arah rambatnya.

Gambar 6.3. Arah pergerakan gelombang Primer dan Sekunder (Earth Science Geology, the
Environment and the Universe, 2008).

Gelombang permukaan akan tiba di permukaan setelah gelombang primer dan


sekunder. Gelombang inilah yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan di
permukaan karena getaran yang dirasakan oleh manusia dapat berupa gelombang naik-
turun (gelombang Rayleigh) atau kiri-kanan (gelombang Love) yang searah arah
rambatnya.

Gambar 6.4. Arah pergerakan gelombang permukaan dapat menghancurkan segala jenis bangunan dan
infrasturktur yang ada di atasnya (Earth Science Geology, the Environment and the Universe, 2008).
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

Gambar 6.5. Waktu tiba gelombang seismik di permukaan. Gelombang primer (P) tiba lebih awal saat
2 menit setelah gempabumi terjadi. Disusul berikutya dalam selang waktu kurang dari 2 menit oleh
gelombang sekunder (S) dan gelombang permukaan tiba paling akhir setelah 4 menit gempabumi
terjadi. (Visualizing Geology 3rd ed., 2012)

Para ilmuwan yang mengamati kejadian gempabumi disebut sebagai seismologis.


Mereka mengamati pergerakan lempeng dan patahan melalui alat seismometer yang
fungsinya untuk memperkirakan besaran dan posisi gempabumi yang terjadi.

b) Letusan gunungapi
Magma memiliki sifat yang sangat panas dan mobile sehingga dapat mencapai
berbagai tempat. Ketika magma mencapai lokasi yang lebih dingin maka magma dapat
mengkristal menjadi batuan sedangkan saat tekanan berkurang maka magma akan
tetap mengalir. Untuk berhasil mencapai permukaan maka magma memerlukan suatu
jalur yang bisa dengan mudah dilewati baik dalam bentuk letusan (erupsi) maupun
lelehan (efusi). Pada umumnya magma yang bersifat basa akan dengan mudah keluar
ke permukaan karena memiliki viskositas yang rendah.
Jalur yang menjadi jalan keluarnya magma dinamakan dengan fissure vent dan
dapat muncul pada saat lempeng tektonik berinteraksi antar sesamanya. Hal tersebut
menyebabkan gunugapi selalu berada di sekitar jalur batas lempeng dunia. Fissure
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

vent dapat menyebar secara radial menjauhi puncak gunungapi dan bisa memanjang
dari puncak gunungapi hingga ke bagian dasarnya. Ukurannya sangatlah bervariasi
mulai dari yang berukuran kecil hingga ratusan kilometer dan dapat memuntahkan abu
vulkanik dan ribuan kubik kilometer lava ke permukaan. Pada saat erupsi terjadi
semburan kolom piroklastik dapat menjulang ke angkasa sejauh 10 hingga 12
kilometer dengan penyebaran radialnya mencapai beberapa kilometer. Kolom
piroklastik ini dapat bertahan selama beberapa jam bahkan beberapa hari tergantung
dari energi yang ada di gunugapi tersebut sehingga dapat merubah cuaca dan iklim.
Letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 menyemburkan abu piroklastik selama
beberapa hari dan menyebabkan sinar matahari terhalang, mengubah rata-rata suhu
global turun 1,2° C. Pola cuaca menjadi tidak beraturan selama bertahun-tahun, dan
suhu tidak pernah normal hingga tahun 1888. Sedangkan lava yang dihasilkan dapat
mengakibatkan banjir lava basal yang menutupi daerah ribuan persegi kilometer,
mengubah bentang alam sekitarnya membentuk plato lava.

Gambar 6.6. Kiri: ilustrasi sistem gunungapi. Kanan: Fissure vent dari Gunung Anak Krakatau yang
mengeluarkan material piroklastik. Kolom abu vulkanis tersebut dapat menjulang ke angkasa sampai
dengan puluhan kilometer. (Visualizing Geology 3rd ed., 2012).

c) Tsunami
Tsunami identik dengan gelombang laut yang sangat besar yang sering terjadi di
Jepang. Penyebab terjadinya bisa dikarenakan aktivitas tektonik lempeng maupun
jatuhan material yang masif. Ketika lempeng batuan bergerak di lautan, kolom air
akan berpindah membentuk suatu gelombang ombak. Pada lautan terbuka ketinggian
puncak gelombang tersebut hampir tidak dapat terdeteksi karena hanya memiliki
ketinggian sekitar 1 hingga 3 meter. Namun, seiring dengan bergeraknya gelombang
tsunami ke arah yang lebih dangkal, dasar gelombang akan menggerus bagian bawah
dan air laut akan terhalang, menyebabkan ketinggian gelombang tsunami semakin
bertambah tinggi. Kecepatan gelombang tsunami dapat mencapai 750 km per jam dan
dapat menempuh jarak lebih dari 5 km.
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

Gambar 6.7. Ilustrasi terjadinya tsunami. Saat pergerakan lempeng terjadi, lantai samudera akan
terbuka dan air laut akan menurun, akibatnya air laut akan membentuk ombak besar dan menghasilkan
gelombang tsunami. (Introduction to Physical Geology, 1997).

Kejadian tsunami di Kota Banda Aceh sebagai contohnya telah mencatat


ketingian kolom air di dekat pantai setinggi 30 m dan mentransportasikan berbagai
macam material seperti kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ke pemukiman warga
sejauh 5 km.

Gambar 6.8. Kapal PLTD apung milik PT. PLN yang memiliki bobot 2.600 ton dengan panjang 63 m
dan lebar 19 m telah tertransportasikan ke daratan dari laut Ulee Lhee sejauh 5 km.
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

6.2. Pengaruh Lempeng Tektonik dan Struktur Geologi terhadap Ekstraksi Sumber Daya
Alam dan Energi

Secara tidak langsung struktur geologi memiliki peranan penting dalam membawa
keuntungan bagi manusia di permukaan. Namun, semua hal tersebut tidak terjadi di atas
permukaan, melainkan jauh di bawah permukaan yang usaha untuk mencarinya harus dengan
persiapan yang panjang dan kompleks. Struktur geologi bawah permukaan tersebut terbentuk
jauh sebelum manusia menempati Bumi. Proses terbentuknya telah melewati berbagai macam
tahapan geologi dari masa ke masa dan dapat terbentuk di bagian litosfer, hidrosfer, dan biosfer.
Beberapa sumber daya yang sangat dipengaruhi oleh struktur geologi adalah minyak dan
gas bumi, mineral dan bahan galian, energi panasbumi, dan air tanah. Peran dari struktur geologi
adalah untuk memudahkan terkumpulnya keseluruhan sumber daya alam dan energi pada suatu
tempat yang dapat dijadikan sebagai penciri sehingga geologis bisa memprediksi
keterdapatannya dengan lebih mudah.
a) Minyak dan gas bumi
Akumulasi material organik yang telah terkubur dan terpengaruh oleh tekanan
pada kondisi tertentu selama berjuta-juta tahun dapat mengubah material tersebut
menjadi minyak dan gas bumi. Setelah terbentuk maka diperlukan suhu yang cukup
untuk mematangkan minyak dan gas bumi sehingga dapat digunakan untuk berbagai
macam keperluan manusia.
Sama halnya seperti magma, minyak dan gas bumi yang terpanaskan akan
berpindah tempat memanfaatkan prinsip Bouyancy (mengapung ke atas jika diberi
suhu tinggi). Namun untuk berpindah tempat, selain melalui batuan permeabel,
dibutuhkan suatu jalur struktur geologi yang dapat menempatkan minyak dan gas bumi
pada batuan reservoar. Jenis struktur geologi tersebut dapat berupa patahan, lipatan,
maupun kekar yang ukurannya bervariasi dari yang berukuran milimeter hingga
puluhan kilometer.

Gambar 6.9. Peranan struktur geologi dalam pencarian minyak dan gas bumi. Keberadaan patahan dan
lipatan menjadi jalur untuk minyak dan gas bumi bermigrasi ke tempat yang lebih tinggi. (Earth Science
Geology, the Environment and the Universe, 2008).
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

b) Mineral dan bahan galian


Pembentukan mineral dan bahan galian sangat erat kaitannya dengan aktivitas
tektonik lempeng. Pengaruh suhu dan tekanan pada zona subduksi antar lempeng akan
membentuk beberapa mineral tertentu. Sebagai contoh batuan beku yang disebut
kimberlite berasal dari mantel Bumi dan merupakan sumber mineral berlian.
Kimberlite terbentuk pada struktur dike gunungapi yang telah membeku membentuk
tiang silinder. Berlian dapat terbentuk saat astenosfer diberi tekanan dan mengkristal
di mantel Bumi.

Gambar 6.10. Hubungan antara lempeng tektonik dengan terbentuknya mineral di sekitar jalur
subduksi dan busur gunungapi (Visualizing Geology 3rd ed., 2012).

c) Energi panasbumi
Sumber panas Bumi yang muncul di permukaan dapat dimanfaatkan untuk
menggerakkan turbin dan mengubahnya menjadi energi listrik. Energi yang berasal
dari dalam Bumi ini disebut dengan energi panasbumi. Sumber panas yang berada di
bawah permukaan memerlukan suatu jalur untuk mentransfer kalor ke permukaan.
Patahan dapat menjadi konduksi panas magma di dalam Bumi dan
mentransfernya ke permukaan, sehingga berbagai macam manifestasi panasbumi dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sehari-hari. Manifestasi panasbumi
merupakan suatu tanda-tanda yang menunjukkan adanya potensi panasbumi bawah
permukaan, misalnya mata air panas, geyser, dan fumarol. Keseluruhan manifestasi ini
tidak akan muncul ke permukaan jika patahan tidak terbentuk terlebih dahulu,
menyebabkan panasnya tetap terperangkap di bawah permukaan.
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

Gambar 6. 11. Ilustrasi sistem panasbumi. Struktur geologi berupa patahan menjadi jalur untuk
menghantarkan panas sampai ke permukaan. (Internantional Geothermal Association, 2004).

d) Air tanah
Keberadaan air tanah dapat dijumpai di seluruh tempat di bawah permukaan,
bahkan di gurun pasir sekalipun. Keberadaannya dapat dijumpai di dalam batuan
regolith dan bedrock berpori dan permeabel yang tersaturasi air atau disebut dengan
akuifer. Kerikil dan pasir pada umumnya akan menjadi akuifer yang bagus dan juga
batugamping serta granit yang terkena fractured. Zona atas permukaan yang
tersaturasi air dinamakan dengan kolom air tanah (water table) . Posisi kolom air tanah
akan menjadi lebih tinggi ketika morfologi di permukaan tinggi, misalnya tepat di
bawah bukit kolom airnya akan tinggi sedangkan jika berada di bawah lembah kolom
air akan lebih rendah. Keberadaan air tanah sangat bergantung kepada suplai air yang
berasal dari atas permukaan.
Air yang merembes ke bawah permukaan harus melewati batuan yang permeabel
untuk bisa sampai ke reservoar. Curah hujan menjadi faktor penentu apakah kolom air
akan lebih mudah ditemukan atau tidak. Jika hujan sering terjadi maka kolom air tanah
akan tetap setimbang dan tidak pernah kekurangan air. Namun jika curah hujan
menjadi lebih rendah, kolom air tanah juga akan ikut menurun.
BAB VI PENGARUH TEKTONIK LEMPENG DAN STRUKTUR GEOLOGI

Gambar 6.12. Ilustrasi keberadaan air tanah beserta patahan yang dapat mempengaruhi keberadaanya.
(Visualizing Geology 3rd ed., 2012).

Dalam pencarian air tanah untuk memanfaatkan air di permukaan, maka perlu
dicari suatu akuifer yang dikelilingi oleh batuan atau lapisan yang kedap air seperti
lempung dan batuan lainnya yang tidak memiliki porositas atau lebih dikenal dengan
confined aquifer/aquicludes. Ketika suatu sumur dibor menembus lapisan tersebut,
maka tekanan akan mengalirkan air ke permukaan tanpa harus dipompa. Sumur inilah
yang dinamakan dengan sumur artesis. Air artesis juga dapat diperoleh melalui jalur
alami dengan mencari posisi struktur geologi yang berupa patahan.

Anda mungkin juga menyukai