Anda di halaman 1dari 4

YUSUP DADAN SAORI

1808020133
PSPA 29/KELAS B

1. Jelaskan bagaimana rekomendasi anda sebagai apoteker untuk penerapan terapi


HIV dengan co-infeksi TB ! (Poin 25)
Jawab :
Pada kondisi HIV dengan co infeksi TB maka rekomendasi terapi ARV pada
Ko-Infeksi Tuberkulosis dapat dilakukan dengan memulai terapi ARV pada semua
individu HIV dengan TB aktif, berapa pun jumlah CD4. Selain itu, gunakan EFV
sebagai pilihan NNRTI pada pasien yang memulai terapi ARV selama dalam terapi
TB. Setelah memulai terapi ARV, sesegera mungkin setelah terapi TB dapat
ditoleransi secepatnya 2 minggu dan tidak lebih dari 8 minggu. Dengan
rekomendasi tersebut maka diharapkan angka kematian ko-infeksi TB-HIV
menurun, dan meningkatkan kualitas hidup, menurunkan kekambuhan TB dan
meningkatkan manajemen TB pada pasien ko-infeksi TB-HIV (Kemenkes. 2011)
Sumber :
a. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Tatalaksana
Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa.
b. Untuk regimen terapi HIV dengan co infeksi TB dapat dilihat di Strengthening
High Impact Interventions for an AIDS-free Generation (AIDSFree) Project.
2017. Summary Tablet of HIV/TB Co infection Treatment Regimens. Arlington,
VA : AIDSFree Project.
2. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara penyakit asma dengan PPOK ! (Poin
25)
Jawab :
a. Persamaan : Sama-sama merupakan penyakit obstruksi saluran pernafasan.
b. Perbedaan :

NO Perbedaan Asma PPOK


Bahan aktif (alergen,
Bahan berbahaya
1. Faktor pemicu asap rokok, polusi udara
(merokok).
dan lain-lain)
CD4+, T-limfosit dan CD4+, T-limfosit,
2. Mediator inflamasi
Eosinopil Eosinophils. makrofag, Neutrofil.

3. Sifat reversible Irreversible

Timbul pada usia


4. ++ -
muda

5. Sakit mendadak ++ -

6. Riwayat merokok +/- +++

7. Riwayat atopi ++ +

Sesak dan mengi


8. +++ +
berulang
Batuk kronik
9. + ++
berdahak
Hipereaktivitas
10. +++ +
bronkus
Reversibillity
11. ++ -
obstruksi

12. Variabillity harian ++ +

13. Eosinofil sputum + -


14. Neutrofil sputum - +

15. Makrofag sputum + -

Sumber :
a. Indonesia, P. D. P. Asma. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. 2003.
b. Indonesia, P. D. P. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.

3. Apakah pemberian zinc diperlukan pada terapi diare? (Point 25)


Jawab :
Pemberian zinc pada saat diare diperlukan, kerena zinc merupakan salah
satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (
Inducible Nitric Oxide Sythase ), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare
dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi
dinding usu yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Peberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekabuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Efek pemberian zink pada pasien dengan diare akut yaitu memendeknya
lama diare hal ini kemungkinan karena zink mempercepat regenerasi dan
meningkatkan fungsi vili usus, sehingga akan mempengaruhi pembentukan enzim
disakaridase yaitu laktase, sukrose, dan maltase, selain itu zink juga mempengaruhi
transport Na dan glukosa, dan meningkatkan respon imun yang mengarah pada
bersihan patogen dari usus sehingga zink dapat mempengaruhi proses
penyembuhan diare.
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi diare di Indonesia.
Buletin Jendela Data dan Inforasi Kesehatan. 2011.
4. Apakah wanita hamil boleh menjalani terapi TB?
Jawab :
Wanita hamil boleh menjalani terapi TB, karena pada prinsipnya panduan
pengobatan TB pada wanita hamil tidak berbeda dengan pengobatan TB pada
umunya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuali Streptomisin karena
dapat menembus barier placenta dan dapat menyebabkan peranen ototoxic
terhadap janin dengan akibat terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan
yang menetap pada janin tersebut

Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pharaceutical Care untuk


Penyakit tuberkulosis. 2005.

Anda mungkin juga menyukai