Laporan Pendahuluan Hipertensi
Laporan Pendahuluan Hipertensi
PADA LANSIA
A. Pengertian Lansia
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang
frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, 2009)
d. Gangguan psikiatri
Yang sering terdapat pada usia lanjut adalah, sindrom otak organik dan psikosis
involusi. Skizofrenia, psikosis bipolar dan ketergantungan obat bila ada, mungkin
terjadi sejak masa muda. Hampir semua gangguan jiwa pada masa muda dapat
bertahan sampai atau timbul lagi pada masa usia lanjut. Neurosis sering berupa
neurosis cemas dan depresi. Gangguan psikosomatis dapat juga berlangsung sampai
masa tua, tetapi beberapa menjadi lebih baik atau hilang dengan sendirinya.
Diabetes, hipertensi dan glaukoma dapat menjadi lebih parah karena depresi.
Insomnia, anorexia dan konstipasi sering timbul dan tidak jarang gejala gejala ini
berhubungan dengan depresi. Depresi pada masa usia lanjut sering disebabkan
karena aterosklerosis otak, tetapi juga tidak jarang psikogenik atau kedua-duanya
(Maramis, 2009).
2. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar
yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 ).
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab
hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetic mempengaruhi
kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah
terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-
lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang
berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
primer (Guyton, 2008).
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).
3. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan rata-rata
pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1).
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah
sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekana darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi
tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang
tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan
datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus
diterapi obat (JNC VII, 2003).
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan
merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid
lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan
renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner, 2002).
5. Manifestasi klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema
pada diskus optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas,
sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah,
jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).
6. Komplikasi
Adapun komplikasi yg bisa berlangsung pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003 : 64) & Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) yakni
diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, dan transient
ischemic attack
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
7. Faktor-Faktor Resiko
1. Faktor – faktor resiko yang tidak dapat di ubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis kelamin dan
genetik.
8. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan retina
9. Penatalaksaan Medis
1. Terapi Nonfarmakologi
2. Terapi Farmakologi
a. Diuretik
d. Vasodilator
f. Antagonis kalsium
Kiat kerja obat ini yaitu dgn menghalangi penempelan zat Angiotensin II
kepada reseptornya yg mengakibatkan ringannya daya pompa
jantung.Obat-obatan yg termasuk juga dalam golongan ini yaitu
Valsartan (Diovan). Efek samping yg bisa saja timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas & mual. Dgn pengobatan & kontrol yg rutin, pula
menghindari perihal dampak terjadinya hipertensi, sehingga angka
kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
Sebelum pemberian obat hipertensi ini harus dilakukan kolaborasi terlebih dahulu
terhadap dokter.
C. Asuhan Keperawatan Hipertensi
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
c. Integritas Ego
d. Eliminasi
e. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
f. Neurosensori
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
h. Pernapasan
i. Keamanan
j. Pembelajaran/Penyuluhan
2. Diagnoasa Keperawatan
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat
Intervensi keperawatan :
c. Batasi aktivitas
Intervensi :
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
Intervensi
3. Implementasi
4. Evaluasi
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta,
Penerbit Hipokrates, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
2002