Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir pilihan terapi anti kanker berkembang sangat
pesat. Obat - obat seperti imunomodulator, analog purin, dan antibodi monoclonal
memberikan respon yang lebih baik dibandingkan terapi standar konvensional
sebelumnya.1 Namun, meningkatnya jumlah sel-sel kanker yang dihancurkan secara cepat
dapat menimbulkan efek samping, diantaranya yang sudah dikenal adalah sindroma lisis
tumor. 1,2,3
Angka insidensi sindroma lisis tumor (SLT) tidak diketahui secara pasti. Hal ini
disebabkan belum banyak penelitian yang meneliti kejadian sindroma lisis tumor pada
berbagai jenis tumor. Prevalensi bervariasi tergantung jenis keganasannya. Tumor yang
berukuran besar, agresif perkembangannya dan sensitif terhadap kemoterapi dan
radioterapi mempunyai frekuensi yang lebih besar. 1,3 Studi pada Limfoma non Hodgkin
jenis intermediate grade atau high grade menunjukkan angka insidensi SLT sebesar 42
%, namun hanya 6 % nya yang secara klinis bermakna. 4 Pada penderita leukemia
limfositik akut anak-anak yang menjalani kemoterapi induksi, bukti laboratorium
menunjukkan sindroma lisis tumor sebesar 70% , tapi hanya 3 % yang secara klinis
bermakna. 3
Sindroma lisis tumor merupakan sindrom yang potensial mengancam jiwa dan
fatal bila tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan terapi yang sesuai. Disamping itu juga
dapat memperlambat proses terapi kanker yang sedang dijalankan. Pemeriksaan
laboratorium sebelum terapi sangat penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko,
mengetahui kriteria diagnosis dan memberikan terapi yang optimal untuk mencegah
kematian. 1,2,3

1
BAB II
SINDROMA LISIS TUMOR

I. DEFINISI
Sindroma lisis tumor adalah sekumpulan kelainan metabolik sebagai akibat
nekrosis sel-sel tumor atau apoptosis fulminan yang timbul pada penderita kanker baik
yang terjadi secara spontan maupun sesudah pemberian terapi antikanker. Abnormalitas
laboratorium yang sering timbul pada SLT meliputi hiperurisemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia yang bisa diikuti dengan gagal ginjal akut. SLT sering
terjadi pada pasien yang mempunyai massa tumor besar, cepat berproliferasi dan
responsif terhadap terapi, baik kemoterapi maupun radioterapi, seperti misalnya diffuse
large B cell limfoma, Limphoblastik limphoma, Leukemia akut dan kronik serta Limfoma
Non Hodgkin tipe high grade seperti limfoma Burkitt. 4,7 Sindrom lisis tumor ini juga telah
dilaporkan terjadi pada keganasan hematologi yang lain dan beberapa jenis tumor padat
berukuran besar. 8,9
Sindroma lisis tumor merupakan komplikasi yang sangat serius karena dapat
membahayakan nyawa. Sindroma Lisis Tumor terjadi ketika sejumlah besar sel tumor
dibunuh secara cepat dan mengalami lisis sehingga produk metabolik dan ion-ion
intraseluler akan berpindah ke sirkulasi sistemik. Konsekuensi klinisnya akan timbul
disritmia jantung, kejang, diare, mual muntah, delirium atau gangguan mental, edema,
overload cairan , hipotensi, kram otot atau kelemahan otot, gagal ginjal dan bisa terjadi
kematian mendadak.

II PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS


Sel-sel tumor yang terpapar radiasi maupun obat-obat kemoterapi akan
mengalami kerusakan DNA. Apabila kerusakan DNA yang terjadi terlalu parah untuk
diperbaiki, maka kerusakan tersebut dapat mencetuskan kematian sel tumor melalui jalur
apoptosis. Saat DNA mengalami kerusakan, gen supresi tumor p53 akan terakumulasi di
sel. Pada awalnya gen p53 akan menghentikan siklus sel ( pada fase G-1) untuk
memberikan waktu istirahat bagi sel untuk melakukan repair DNA. Namun bila

2
kerusakan DNA yang terjadi terlalu parah dan tidak mungkin diperbaiki lagi, maka p53
akan mulai memicu apoptosis, dengan mengaktifkan sensor-sensor yang kemudian
mengaktifkan Bax dan Bak dan menstimulasi agen pro apoptosis dari Bcl2 family
member, yang akhirnya mengaktifkan mitokondria mengeluarkan cytochrom c.
Cytochrom C akan mengaktifkan caspase initiator, selanjutnya akan mengaktifkan
caspase eksekutor. Caspase eksekutor akan menyebabkan pelekukan DNA dan citokeratin
dan akhirnya terbentuk apoptotic bodies.(11)
Pada keadaan gen p53 mengalami mutasi atau bahkan tidak ada ( pada beberapa
jenis tumor) maka sel tersebut tidak mampu melakukan apoptosis,sehingga sel yang
mengalami kerusakan DNA dapat bertahan hidup, tapi mengalami mutasi atau tranlokasi
DNA yang menyebabkan tranformasi neoplastik. (11)
Beberapa obat kemoterapi anti neoplastik dapat menginduksi kerusakan sel
melalui efek sitotoksik langsung terhadap sel tumor, sehingga menyebabkan kerusakan
berat pada membran sel dan organel yang lain. Pada akhirnya sel akan mengalami
nekrosis dan lisis, melepaskan semua isi nya ke ekstra seluler. (11)

Gambar 1. Jalur-jalur apoptosis (11)

3
Gambar 2. Kematian sel tumor melalui jalur apoptosis intrinsik
( melibatkan DNA damage dan gen p53 )

Sesudah pemberian terapi kanker, sejumlah besar sel tumor dibunuh secara cepat ,
sehingga terjadi lisis sel. Komponen-komponen intraseluler seperti asam nukleat, fosfor,
kalium, protein dan anion serta kation intraseluler keluar membanjiri sirkulasi vaskuler.
Hal ini dapat membebani proses eliminasi ginjal dan mengganggu mekanisme buffer
asam basa, sehingga menyebabkan gangguan metabolik. 3,5,6,12

4
Gambar 3. Patogenesis sindroma lisis tumor (13)

Hiperkalemi biasa timbul paling awal, paling sering ditemukan dan sekaligus
merupakan ancaman yang paling berbahaya. Meskipun hiperkalemi timbul sebagai akibat
langsung dari keluarnya kalium intraseluler karena proses kematian sel (lisis sel) yang
cepat, namun diperkirakan turunnya kadar adenosin trifosfat sebelum terjadinya lisis sel
berperan juga dalam kebocoran kalium. Fakta menunjukkan peningkatan kadar kalium
merupakan petanda pertama sindrom lisis tumor. Hiperkalemi yang berat dapat
menimbulkan disritmia jantung. 3,6,13
Hiperurisemia, meskipun bukan merupakan ancaman yang timbul mendadak, tapi
merupakan temuan yang sering juga didapatkan pada SLT. Peningkatan asam urat yang
muncul sebagai nucleotida purine, guanosine, dan adenosin, selanjutnya mengalami
katabolisme di hepar. Pertama kali akan dirubah menjadi inosine, kemudian hipoxanthine
dan xanthin, sebelum akhirnya dioksidasi menjadi asam urat. Hal yang membahayakan
bukan hiperurisemia nya melainkan meningkatnya eksresi asam urat melalui ginjal.
Dengan pKa 5.4 , asam urat larut dalam pH fisiologis tapi kurang larut dalam urin yang

5
asam, dan bila dalam jumlah yang berlebihan akan mengendap membentuk kristal di
parenkim ginjal, tubulus distal dan tubulus kolektivus. Saat pH lumen 5, bisa timbul
obstruksi lumen dan oliguria. 3,10,13
Hiperfosfatemia, seperti halnya hiperkalemi dan hiperurisemia berasal dari proses
lisis sel, pada kelanjutannya mengakibatkan timbulnya hiperfosfaturi dan hipokalsemia.
Hipokalsemi terjadi karena pengendapan kalsium fosfat dan sekunder karena rendahnya
kadar plasma 1,25-dihydroxyvitamin D3 (calcitriol). Hipokalsemi menyebabkan
peningkatan kadar hormon paratiroid. Pada saat bersamaan terjadi penurunan reabsorbsi
fosfat di tubulus proximal, sehingga makin menonjolkan hiperfosfaturia dan
meningkatkan resiko terbentuknya kristal kalsium fosfat di tubulus renal . Kristal ini
dapat menimbulkan nefropati obstruktif. 3,13
Sindrom lisis tumor klinis dapat timbul spontan, tapi umumnya sering terlihat
pada 48-72 jam sesudah pemberian terapi kanker. Beberapa kasus timbul lebih lambat,
lebih jarang lagi timbul saat siklus kedua terapi. 13
Ginjal merupakan organ yang bertanggungjawab dalam proses clearance asam
urat, kalium, dan fosfat. Kekurangan cairan sebelumnya ataupun gangguan fungsi ginjal
yang sudah ada sebelum terapi kanker dapat mempercepat dan memperburuk gangguan
metabolik dan gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut dapat disebabkan berbagai hal.Yang
paling sering disebabkan oleh nefropati asam urat. Kristal asam urat menimbulkan
obstruksi mekanis pada tubulus renal. Kondisi hemokonsentrasi dan penurunan laju
filtrasi glomerulus memudahkan terbentuknya kristal asam urat. 3,12,13
Penyebab lain dari gagal ginjal akut adalah akut nefrocalcinosis dari endapan
kristal kalsium fosfat yang dapat terbentuk di jaringan lain Kristal ini dapat terjadi pada
kondisi hiperfosfatemia dan dicetuskan oleh alkalinisasi iatrogenik yang berlebihan,
karena kalsium fosfat sulit terlarut pada pH alkali.
Kematian karena sindrom lisis tumor ini biasa disebabkan oleh : 3,12,13
 Gagal ginjal akut : Endapan asam urat, kalsium fosfat atau hipoxanthine
menyebabkan gagal ginjal akut. Gagal ginjal ini sering oliguri ( < 400 ml/hari),
menyebabkan overload volume, menimbulkan komplikasi hipertensi dan edema
pulmoner.Disfungsi renal bisa sedemikian parah sehingga memerlukan dialisis.

6
 Aritmia Jantung : Hiperkalemi dapat merubah ECG dan menimbulkan aritmia
jantung yang membahayakan, termasuk asistole. Hiperkalemi berat merubah
gambaran ECG seperti Gelombang T tinggi, pendataran gelombang P,
pemanjangan PR interval, pelebaran QRS kompleks, gelombang S dalam, dan
gelombang sinus. Hipokalsemia menyebabkan pemanjangan QT interval yang
bisa mempengaruhi terjadinya aritmia ventrikel.
 Asidosis metabolik :Gagal ginjal akut dan pelepasan sejumlah besar asam
endogen intraseluler dari katabolisme seluler menghasilkan asidemia. Kondisi
asidemia ini menyebabkan turunnya konsentrasi bikarbonat serum. Kondisi
asidemia dapat memperburuk ketidakseimbangan elektrolit yang sebelumnya
sudah terjadi pada sindrom lisis tumor. Uptake potasium intraselular terganggu ,
kelarutan asam urat menurun , terjadi pergeseran fosfat ekstraseluler meningkat.
Banyak sekali gangguan metabolik yang harus dinilai dan diterapi dengan cepat.

7
BAB II
FAKTOR RESIKO

Tidak semua terapi kanker menimbulkan sindrom lisis tumor. Kecenderungan


terjadinya sindrom lisis tumor meningkat pada keganasan hematologi dibandingkan
tumor padat. Resiko paling tinggi didapatkan pada pasien kanker akut limfoproliferatif
dengan proliferasi yang cepat dan memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap kemoterapi ,
seperti limfoma Burrkit dan B cell ALL. Faktor resiko sindrom lisis tumor sebaiknya
diidentifikasi terlebih dahulu sebelum memulai terapi kanker. 14,15
Pasien dikatakan mempunyai resiko tinggi bila mempunyai satu atau lebih faktor :
A. Faktor terkait Host : 4,6
 Dehidrasi
 Penurunan fungsi ginjal yang sudah ada sebelumnya
 Infiltrasi renal oleh keganasan
 Uropati obstruktif
 Kadar asam urat yang sudah tinggi sebelumnya( > 8 mg/dL: pada anak atau >
10 mg/dL pada dewasa)
 Umur tua ( lebih dari 60 tahun)
B. Faktor terkait penyakit : 4,7,16
1. Massa / ukuran tumor yang besar
2. Proliferasi tumor cepat dan progresif
3. Jenis tumor high radiosensitif atau high kemosensitif ( sensitif terhadap terapi
kanker) misalnya : tumor germ cell metastasis , baik yang gonadal atau ekstra
gonadal, high grade limfoma, leukemia limfositik akut pada dewasa,
Advanced T cell ALL pada anak-anak.
4. Peningkatan laktat dehidrogenase (LDH) lebih dari dua kali batas atas nilai
normal
5. Hitung sel lekosit > 50.000/mm3
6. Keterlibatan sumsum tulang

8
Tabel 1. RESIKO SINDROM LISIS TUMOR BERDASARKAN JENIS TUMOR(4)
Derajat resiko Jenis Tumor
Resiko tinggi Limphoma Burkitt
High Grade non Hodgkin Limphoma
Lymphoblastic limphoma
Leukemia akut
Resiko sedang Limphoma jenis low grade yang bisa diterapi dengan kemoterapi/radiasi/steroid
Multipel mieloma
Ca mammae yang bisa diterapi dengan kemoterapi / terapi hormon
Ca paru small cell
Tumor Germ cell ( seminoma, ovarian)
Resiko rendah Limphoma jenis low grade yang bisa diterapi dengan interferon
Ca Merkell cell
Medulloblastoma
Adeno Carsinoma Gastrointestinal

C. Faktor terkait terapi : 3,17


 Polikemoterapi intensif misalnya: paclitaxel, fludarabine, etoposide,
thalidomide, hydroxyurea, cisplatin, cytosine arabinose
 Radioterapi
 Kortikosteroid
 Agen hormonal
 Antibodi monoklonal

Obat-obat yang saat ini sedang dikonsumsi oleh pasien kanker juga dapat
mempengaruhi timbulnya sindrom ini, diantaranya pemakaian suplemen yang
mengandung potasium dan fosfor, komponen nutrisi enteral maupun parenteral, obat-obat
yang nefrotoksik, dan diuretik hemat kalium.
Sebuah studi meneliti angka kejadian sindrom lisis tumor ini pada 194 pasien
AML yang sedang mendapatkan kemoterapi induksi. Studi ini menggunakan Penn
Predictive scoring system untuk memprediksi kejadian SLT melalui 3 variabel yaitu
kadar LDH, kadar asam urat sebelum memulai terapi induksi.dan jenis kelamin Semakin
tinggi skor yang didapat semakin tinggi resiko SLT.18

9
Tabel 2. PENN PREDICTIVE SCORE SYSTEM (26)

Penn predictive score system ini pada kelanjutannya direvisi pada tahun 2006
sesudah dilakukan studi lanjutan pada 160 pasien AML . Dari analisis univariat pada
penelitian tersebut ditambahkan satu variabel lagi yaitu kadar kreatinin sebagai faktor
prediktor SLT. Namun dari analisis multivariat, hanya kadar kreatinin serum dan kadar
asam urat yang bermakna signifikan. 19
Pasien dengan resiko tinggi SLT harus diperiksa ureum , kreatinin, asam urat,
kalium, fosfat, kalsium dan LDH sebelum terapi dan setiap 4-6 jam dalam 48-72 jam
sesudah terapi. Pengukuran selanjutnya minimal sehari dua kali atau lebih sering bila
muncul tanda-tanda ke arah SLT. Pemeriksaan Elektrokardiografi dilakukan sebelum
terapi dan evaluasi berkala bila muncul tanda-tanda aritmia jantung. Profilaksis dan
penanganan sidroma lisis tumor harus disesuaikan dengan faktor resiko pasien, dan ada
tidaknya hiperurisemia saat pasien mengalami sindroma lisis tumor. 20

10
BAB III
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI
SINDROMA LISIS TUMOR

I GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada sindroma lisis tumor adalah manifestasi dari empat
gangguan utama abnormalitas metabolik yaitu hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia,
dan hiperurisemia. Gejala yang muncul menggambarkan keparahan dari abnormalitas
tersebut. Sindroma lisis tumor bisa bermanifestasi secara klinis bila kadar kreatinin serum
meningkat 5 sampai 10 kali lipat diatas batas atas nilai normal. Sindroma lisis tumor
klinis ( Clinically tumor lysis sindrome) dapat menyebabkan aritmia jantung, kejang-
kejang dan kematian mendadak . 6,12,21
Hiperkalemi dapat menyebabkan timbulnya gejala neuromuskuler seperti kram
otot, kelemahan dan parestesi. Gejala konstitusional dapat pula nampak seperti mual
muntah dan diare. Hipokalsemi dapat menimbulkan kejang otot, kram, spasme
karpopedal, parestesi atau tetani. Bisa didapatkan tanda Chvostek dan tanda Trosseau
positif. Hipokalsemi yang berat menimbulkan perubahan status mental misalnya konfusi,
delirium, halusinasi dan kadang timbul kejang. Hipokalsemi berat juga merubah
gambaran EKG, yang sudah berubah karena hiperkalemi, sehingga makin parah dan
dapat menyebabkan hipotensi. 6,12,21,22
Uremia dapat menimbulkan fatique, kelelahan, malaise, mual , muntah, anoreksia,
rasa kecap seperti logam, cegukan (Hiccup) , iritabilitas neuromuskular, sulit
berkonsentrasi, gatal-gatal, betis pegal dan ecchimosis. Semakin bertambah berat uremia,
manifestasi kelebihan cairan bisa nampak sebagai dispneu, ronkhi basah dibasal paru,
edema dan hipertensi, Peningkatan asam urat yang cepat bisa menimbulkan atralgia dan
kolik renal. 6,12,21

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Kimia Darah
Pada kebanyakan pasien ditemukan peningkatan kadar kalium, peningkatan kadar
fosfat, peningkatan kadar asam urat dan penurunan kadar kalsium serum. Sering

11
didapatkan peningkatan kadar creatinin dan laktat dehidrogenase yang tinggi.
Biasanya terjadi dalam 1-3 hari sesudah pemberian terapi antikanker.

B. Pemeriksaan Urin
Yang harus dilihat pertama kali pada pemeriksaan urin adalah jumlah produksi
urin ( urine output ). Gagal ginjal akut yang muncul pada SLT ditandai dengan
penurunan urin output (oliguri). Biasanya didapatkan pH urin menurun dan
peningkatan berat jenis urin. Urinalisis mungkin ditemukan kristal asam urat
atau kristal amorph. Kadar asam urat dalam urin meningkat. Hipersekresi asam
urat dapat dideteksi dengan tingginya rasio kadar asam urat dalam urin dibagi
creatinin yang meningkat sampai > 1.0 ( dibandingkan dengan angka rasio 0,6-
0.9 pada kasus gagal ginjal akut karena sebab lain) 3

C. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG dapat dipakai untuk menilai ada tidaknya gangguan jantung
yang disebabkan hiperkalemi dan hipokalsemi. Hiperkalemi berat merubah
gambaran ECG seperti Gelombang T tinggi, pendataran gelombang P,
pemanjangan PR interval, pelebaran QRS kompleks, gelombang S dalam.
Hipokalsemia menyebabkan pemanjangan QT interval yang bisa mempengaruhi
terjadinya aritmia ventrikel.

6
III. KLASIFIKASI SINDROM LISIS TUMOR
Sindroma lisis tumor diklasifikasikan menjadi dua yaitu laboratory tumor lysis
syndrome ( LTLS ) dan clinically tumor lysis syndrome ( CTLS ) . Pembagian ini
diperlukan karena hanya sebagian kecil LTLS yang berkembang menjadi CTLS.
A. Laboratory Tumor Lysis Syndrome (LTLS)
LTLS didefinisikan sebagai kondisi dimana didapatkan 2 atau lebih
peningkatan kadar serum seperti tersebut dibawah ini dalam 3 hari sebelum atau
dalam 7 hari sesudah pemberian terapi anti kanker , meliputi :
 Kadar asam urat : meningkat lebih dari 25 % dari data dasar ( jika data dasar
sudah diketahui sebelumnya ) atau ≥ 476 mmol/L ( 8 mg/dL )

12
 Kadar kalium: meningkat lebih dari 25 % dari data dasar ( jika data dasar
sudah diketahui sebelumnya ) atau ≥ 6.0 mmol/L ( 6 meq/L )
 Kadar fosfat : meningkat lebih dari 25 % dari data dasar ( jika data dasar
sudah diketahui sebelumnya ) atau ≥ 1.45 mmol/L ( 4.5 mg/dL ) pada orang
dewasa dan ≥ 2.1 mmol/L ( 6.5 mg/dL) pada anak-anak
 Kadar kalsium : menurun lebih dari 25 % dari data dasar ( jika data dasar
sudah diketahui sebelumnya ) atau ≤ 1.75 mmol/L ( 7 mg/dL )

B. Clinically Tumor Lysis Syndrome (CTLS)


CTLS didefinisikan sebagai kondisi dimana didapatkan bukti adanya
laboratory tumor lysis sindrome (LTLS) serta didapatkan paling tidak satu
perubahan klinis sebagai berikut:
 Adanya bukti insufisiensi ginjal ( kadar kreatinin meningkat minimal 1.5 kali
batas atas nilai normal atau perkiraan GFR ≤ 60 mL /mnt)
 Aritmia jantung yang fatal atau potensial mengancam jiwa
 Kejang

Para ahli merekomendasikan metode penghitungan fungsi eksresi ginjal yang


akurat , tetapi pada kenyataannya sulit untuk menentukan secara pasti fungsi ginjal
sebenarnya, sehingga bisa dipakai penghitungan clearance creatinin yang memakai
penghitengan kreatinin serum dan kreatinin urin dari urin tampung 24 jam. Sedangkan
penghitungan laju filtrasi glomerulus dapat menggunakan formula Cockroft dan Gault.
Sedangkan untuk pediatrik dikenal rumus Schwartz untuk menghitung perkiraan Laju
Filtrasi Glomerulus. Peningkatan kadar kreatinin serum sudah lama dikenal luas untuk
mendiagnosis Adanya kidney injury. 17
Cairo dan Bishop menyempurnakan klasifikasi SLT untuk membuat diagnosis yang
lebih akurat dan membuat tingkatan SLT sesuai gejala klinis. Tingkatan tersebut adalah
tanpa sindrom lisis tumor, sindrom lisis tumor laboratorium dan sindrom lisis tumor
klinis.

13
Tabel 3. KLASIFIKASI SINDROM LISIS TUMOR (CAIRO- BISHOP) (6)
Derajat Derajat 1 Derajat II Derajat III Derajat IV Derajat
0 V
LTLS - + + + + +
Kreatinin ≤ 1.5 x 1,5x BANN >1.5-3,0 x BANN >3.0-6.0 x BANN > 6.0 x Mati
BANN BANN
Aritmia Tidak Tidak Membutuhkan Simtomatik dan Mengancam jiwa Mati
Jantung ada membutuhkan intervensi medis terkontrol tidak mis:Aritmia terkait
Intervensi tidak segera sempurna dengan dengan CHF,
obat atau terkontrol hipotensi, sinkop,
dengan alat bantu syok.
( mis: defibrilator)
Kejang Tidak - Satu kejang umum Kejang dengan Semua jenis Mati
ada singkat , kejang penurunan kejang yang
yang terkontrol kesadaran, kejang prolonged,
dengan obat, atau yang sulit dikontrol berulang atau sulit
kejang fokal dengan obat, dikontrol dengan
motorik yang dengan kejang obat
hilang timbul tidak menyeluruh (Misalnya: status
mempengaruhi walaupun sudah epileptikus,
aktivitas sehari- mendapat intractabel
hari intervensi medis epilepsi)
BANN: Batas Atas Nilai Normal
LTLS: Laboratory tumor lysis syndrome

14
BAB IV
PENATALAKSANAAN
SINDROMA LISIS TUMOR

Manajemen Penatalaksanaan sindroma lisis tumor yang berhasil memerlukan empat


hal utama yang harus dipenuhi yaitu : 3,17,23
1. Identifikasi faktor resiko sebelum memulai terapi anti kanker
2. Strategi pencegahan ( profilaksis treatment) yang agresif
3. Monitoring elektrolit selama terapi anti kanker
4. Penanganan SLT yang cepat dan tepat oleh tenaga profesional yang terlatih

I. PENCEGAHAN SINDROM LISIS TUMOR

Monitoring
Dengan memahami pengaruh faktor resiko terhadap perkembangan sindroma lisis tumor
dan mengenali tanda-tanda awal sindrom lisis tumor dari waktu ke waktu, konsekuensi
sindrom lisis tumor yang mengancam nyawa dapat dicegah. Pasien dengan jumlah lekosit
sangat tinggi ( misal > 50.000/mm3) sebaiknya dirawat inap untuk memastikan hidrasi
yang cukup dan pengawasan yang ketat. Pasien dengan riwayat pernah mengalami
sindrom lisis tumor pada episode kemoterapi sebelumnya sebaiknya dilakukan kajian
nefrologi sebelum melanjutkan terapi. Pada keadaan dimana gejala sindrom uremik
tampak nyata , sebaiknya dilakukan dialisis untuk mencegah gagal ginjal akut. Pada
pasien kanker rawat jalan, monitoring elektrolit serum dan asam urat direkomendasikan
seminggu 3 kali selama 2 minggu pertama dan satu kali seminggu sesudahnya.
Sedangkan pada pasien yang mempunyai resiko tinggi SLT, perlu diperiksa kadar LDH,
asam urat, natrium, kalium, kreatinin, fosfat, dan kalsium setiap 4-6 jam selama 1-2 hari
pertama sesudah dimulainya terapi antikanker dan setiap 24 jam pada hari berikutnya. 17

Penundaan terapi
Pada pasien dengan malignansi hematologi misalnya Chronic Limphocytic Leukemia
(CLL) yang mempunyai resiko tinggi timbul sindrom lisis tumor, maka penundaan terapi
dapat dipertimbangkan, tetapi dengan tetap memperhatikan mana yang lebih

15
menguntungkan bagi pasien. Menunda terapi dapat dipilih bila pasien tersebut beresiko
besar sambil menunggu kondisi klinis pasien menjadi lebih baik dan lebih siap untuk
diberikan terapi anti kanker. 2

Hidrasi
Memastikan kecukupan cairan dan diuresis merupakan langkah pertama dan terpenting
dalam pencegahan sindrom lisis tumor. Volume cairan harus dipenuhi ( kecuali pada
pasien yang menunjukkan tanda gangguan ginjal akut dan oliguri ) dengan pemberian
secara intravena sebanyak lebih dari atau sama dengan 3000 ml/m 2/24 jam selama 2 hari
sebelum terapi antikanker dan 2-3 hari sesudahnya, untuk mencapai urine output > 100 cc
/m2/jam dan berat jenis urin kurang dari sama dengan 1.010 . Kalium, kalsium dan fosfat
tidak boleh ditambahkan pada cairan hidrasi ( walaupun kadar pada pasien tersebut
normal ) untuk mencegah hiperkalemi, hiperkalsemi dan pengendapan kalsium fosfat.
Jika diuresis diperlukan karena ada overhidrasi dan overload cairan, dan tidak didapatkan
bukti adanya hipovolemia dan obstruksi uropati akut, maka manitol ( 0.5 mg/kg) atau
furosemid ( 0.5-1.0 mg/kg) dapat diberikan. 6,23

Alkalinisasi
Alkalinisasi urin (pH >7.0) dengan sodium bicarbonat untuk hiperurisemia biasa
digunakan bersamaan dengan hidrasi. Namun hal ini masih kontroversial karena
faktanya pada keadaan pH lebih tinggi , walaupun asam urat mudah terlarut, tapi
xanthine dan hipoxanthine lebih sulit terlarut. Alkalinisasi bersamaan dengan penggunaan
allopurinol dapat menyebabakan pembentukan uropati obstruksi karena pengendapan
xanthine. Selain itu , pH urin yang lebih tinggi juga meningkatkan pembentukan kristal
kalsium fosfat dan dapat memperparah hipokalsemi. Berdasarkan alasan-alasan tersebut,
saat ini alkalinisasi urin sudah tidak direkomendasikan lagi. 6,23

Allopurinol
Allopurinol mencegah pembentukan asam urat dengan cara menghambat enzim xanthine
oksidase. Allopurinol juga efektif sebagai profilaksis untuk mencegah nefropati asam
urat. Tetapi perlu diingat, allopurinol hanya menghambat pembentukan asam urat baru
dan tidak dapat merubah asam urat yang sudah terlanjur terbentuk . Selain itu allopurinol
menyebabkan terbentuknya produk metabolik seperti xanthine dan hipoxanthine yang

16
bahkan lebih sulit terlarut daripada asam urat. Pada kondisi gagal ginjal, dosis pemberian
allopurinol harus disesuaikan untuk menurunkan pembentukan produk metabolik tersebut
dan mengurangi ekresi renal dari allopurinol itu sendiri. Umumnya, hanya pasien tanpa
sindroma lisis tumor atau yang mempunyai resiko rendah yang bisa diberikan profilaksis
allopurinol. Baru-baru ini para ahli mengadakan konferensi mengembangkan medical
decision model untuk identifikasi kelompok resiko dan merekomendasikan pendekatan
preventif maupun terapetik untuk masing-masing kelompok resiko. 15

TLS : Tumor Lysis Syndrome


LDH : Lactat Dehidrogenase
WBC : White Blood Cell

Gambar 2. Rekomendasi penggunaan obat hiperurisemia berdasarkan resiko 15

Rasburicase
Rasburicase adalah bentuk recombinan dari urate oxidase, suatu enzim yang tidak bisa
diproduksi oleh tubuh manusia. Rasburicase mengkatalisasi perubahan asam urat yang
sulit larut menjadi allantoin yang lebih mudah terlarut dan secara cepat mudah diekresi
oleh ginjal. Rasburicase diindikasikan sebagai terapi profilaksis pertama terhadap
hiperurisemia pada pasien anak leukemia, limfoma dan tumor padat yang mendapatkan
terapi anti kanker dan dikhawatirkan akan timbul sindroma lisis tumor dan peningkatan
asam urat lebih lanjut. 24

17
Berlawanan dengan allopurinol, rasburicase dapat menurunkan asam urat yang
sudah ada. Sebuah penelitian randomized trial membandingkan khasiat rasburicase
dengan allopurinol pada anak yang menderita leukemia atau limfoma yang beresiko
tinggi terjadi sindroma lisis tumor. Rasburicase terbukti mempunyai keuntungan yang
lebih jelas pada penelitian tersebut .Hasil penelitian menunjukkan kadar asam urat
plasma menurun 86% dibandingkan kadar awal pada pasien yang mendapatkan
rasburicase. Sedangkan allopurinol hanya menurunkan kadar asam urat plasma sebesar
12 % dibandingkan kadar awal. Pasien yang sudah menderita hiperuricemia dari saat
awal ( baseline) mengalami penurunan asam urat sebesar > 8 mg/dL dalam 4 jam sesudah
mendapatkan rasburicase. Keuntungan penggunaan profilaksis rasburicase juga terbukti
pada penderita kanker yang lain . Secara umum, respon terapi rasburicase sangat cepat
dan bisa ditoleransi dengan baik oleh pasien kanker.25,26
Rasburicase lebih direkomendasikan sebagai terapi profilaksis pada pasien kanker
yang mempunyai resiko tinggi sindrom lisis tumor, ( Gambar 2 ) . Rasburicase diberikan
melalui infus 30 menit pada pasien kanker rawat inap. Rasburicase dikontraindikasikan
pada pasien yang mempunyai defisiensi glucosa-6-phosphate dehydrogenase ( G6PD),
karena dapat menyebabkan anemia hemolitik. Sebelum pemberian rasburicase pasien
harus diperiksa kadar G6PD,terutama bila pasien termasuk ras Afrika atau Mediterania. 17
Pengenalan terhadap faktor resiko TLS , pengukuran laboratorium sebelum terapi
anti kanker serta terapi profilaksis seharusnya sudah bisa meminimalkan kejadian SLT,
sehingga pasien kanker dapat menjalani terapi antikankernya dengan baik dan
menghasilkan outcome yang baik pula. Tetapi bila sindroma lisis tumor tetap terjadi,
penatalaksanaan selanjutnya harus cepat dan tepat untuk menghindari konsekuensi yang
mengancam nyawa dan menghindari terputusnya terapi antikanker yang sedang
dijalankan. 2

II. TERAPI SINDROM LISIS TUMOR


Terapi sindrom lisis tumor terutama ditujukan untuk mengatasi keempat kelainan
elektrolit yang biasa terjadi, harus dilakukan secepatnya dan harus tepat karena sindrom
lisis tumor dapat berakhir dengan kematian mendadak.

18
Hiperkalemia
Hiperkalemi merupakan komplikasi serius yang dapat mencetuskan aritmia jantung dan
berujung pada kematian. Pada kondisi hiperkalemi dianjurkan untuk memberikan hidrasi
yang cukup. Segala bentuk penambahan kalium dihindari baik berupa cairan infus
maupun oral. Cation exchange resin dapat dipakai untuk mengikat kalium dan
merangsang eliminasi lewat usus. Calsium gluconas ( 10 %, 10-30 ml ) atau calsium
carbonat 100-200 mg/kg/dosis dapat diberikan untuk menstabilkan membran sel miokard
jantung, terutama lebih bermanfaat pada pasien yang juga menderita hipokalsemia.
Calsium Gluconas intra vena memberikan efek yang cepat tapi sifatnya hanya
sementara. Hiperkalemi tanpa perubahan gambaran EKG dapat diberikan glukosa
hipertonik ( Dextrose 25 % 2 mL/kg ) dan insulin intravena ( 0.1 unit/kgBB). Aktivitas
jantung harus dimonitor ketat terus-menerus dan elektrolit harus dievaluasi berkala.
Sodium bicarbonat dapat mengoreksi asidemia, sehingga ion kalium dapat bergeser
kembali ke intraseluler. Loop diuretik dapat dipakai pada hiperkalemi ringan ( < 6 meq/l )
untuk mengeliminasi kelebihan kalium melalui ginjal , tapi hanya untuk pasien tanpa
gagal ginjal. Dialisis direkomendasikan pada pasien hiperkalemia berat atau pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal.3,12,22

Hiperfosfatemia
Untuk mengontrol hiperfosfatemia, tidak boleh menggunakan cairan intravena yang
mengandung fosfat. Aluminium hidroksida dan aluminium carbonat ( antasid ) mengikat
fosfat dan dapat mengurangi masuknya fosfat dari saluran gastrointestinal menuju
sirkulasi. Pemberian antasida bisa secara oral atau melalui pipa nasogastrik ( 15 ml: 50-
150 mg/kg/24 jam ) . Bila hiperfosfatemi dapat dikontrol, maka secara otomatis juga
mengontrol hipokalsemia. Pada pasien hiperfosfatemi yang parah, dimana pasien
mengalami gagal ginjal , atau pasien mengalami SLT klinis, maka hemodialisis,
continous venovenous hemofiltration, continous arteriovenous hemofiltration, dan
continous peritoneal dialisis semuanya sama efektif, tetapi yang paling
direkomendasikan adalah hemodialisis. 3,12,22

Hipokalsemi

19
Seperti disebutkan diatas, pasien hipokalsemi yang asimptomatik biasanya dapat diatasi
dengan mengontrol hiperfosfatemia sehingga tidak perlu diberikan infus calcium
gluconas, karena pemberian calsium dapat menyebabkan kalsifikasi. Pada pasien
hipokalsemi yang simptomatik,seperti tetani atau kejang, penggunaan calsium gluconas
intravena tetap bisa diberikan ( 50-100 mg/kg )secara infus dan boleh diulang bila perlu.
3,6,12,21

Hiperurisemia
Penanganan hiperurisemia harus agresif karena hiperurisemia yang tidak
terkontrol berperan utama dalam timbulnya gagal ginja akut. Allopurinol menurunkan
asam urat dengan cara menghambat xanthine oksidase, enzim yang bertanggungjawab
mengubah hipoxanthine menjadi xanthine, dan kemudian xanthine menjadi asam urat.
Metabolit aktif dari allopurinol, yaitu oxypurinol, juga menghambat xanthine oksidase.
Karena allopurinol dan oxypurinol menghambat sintesis asam urat , tetapi tidak
mempunyai efek terhadap asam urat yang sudah terbentuk sebelumnya, maka biasanya
kadar asam urat baru turun sesudah 48-72 jam sesudah pemberian allopurinol. Selain itu,
penghambatan xanthine oksidase menyebabkan peningkatan kadar xanthin dan
hipoxanthine serum, sehingga meningkatkan ekresi renal kedua produk metabolit
tersebut.seperti halnya asam urat, hipoxanthine dan terutama xanthine bisa mengendap,
menyebabkan terbentuknya batu dan berkontribusi terhadap timbulnya gagal ginjal akut.
Allopurinol tersedia dalam bentuk tablet oral dan sediaan cairan intravena. Tablet
allopurinol mempunyai bioavailabilitas 50 % dan biasa diberikan dengan dosis 300
mg/hari baik diminum 300 mg sekaligus maupun diberikan 3 kali sehari 100 mg. Pada
penatalaksanaan pasien dengan sindroma lisis tumor, dapat digunakan dosis sampai
sebesar 400 mg/m2/hari. Allopurinol bisa diberikan intravena dengan dosis 200-400
mg/m2/hari untuk pasien dewasa dan untuk anak dimulai dengan dosis 200 mg/m2/hari,
dititrasi sampai tercapai kadar asam urat yang diharapkan.
Pemberian allopurinol intravena harus dirubah ke oral secepat mungkin begitu
kadar asam urat yang diharapkan tercapai. Allopurinol dihentikan bila timbul reaksi alergi
seperti urtikaria atau ruam merah. Insidensi reaksi alergi meningkat pada pasien yang
menerima terapi amoxicillin, ampicilin atau diuretik thiazide. Dosis allopurinol harus
disesuaikan sesuai dengan clearance creatinin sebagai berikut: 300 mg/hari bila

20
clearance creatinin > 20 ml/mnt , 200 mg/hari bila clearance creatinin > 10-20 ml/mnt ,
100 mg/hari bila clearance creatinin 3-10 ml/mnt , dan100 mg tiap 36-48 jam bila
clearance creatinin < 3 mL/min.
Kerugian menggunakan allopurinol diantaranya allopurinol tidak berefek terhadap
asam urat yang sudah ada sebelumnya, mempunyai onset yang lambat, tidak efektif pada
43 % pasien, dapat memicu reaksi alergi, bisa terjadi interaksi dengan metabolisme
beberapa obat kemoterapi . Keuntungannya bahwa allopurinol terbukti telah banyak
digunakan pada berjuta-juta pasien kanker dengan hanya sedikit menimbulkan efek
samping, angka insidensi reaksi alergi tidak begitu tinggi dibandingkan obat lain, mudah
digunakan dan murah.
Urate oxidase mengkatalisis oksidasi asam urat menjadi allantoin, sebuah
katabolit yang 5- 10 kali lipat lebih mudah larut dibandingkan asam urat didalam urin
dan secara cepat diekresi oleh ginjal. Urate oxidase ditemukan pada sebagian besar
mamalia, tapi tidak ditemukan pada tubuh manusia, sebagai hasil mutasi genetik pada
proses evolusi manusia. Sedangkan allantoin adalah metabolit akhir pada jenis mamalia
yang lain. Uricozym, suatu urate oxidase recombinant yang diekstraksi dari aspergilus
flavus sudah tersedia di Paris dan Italia selama lebih dari 2 dekade untuk terapi
hiperuricemia. Uricozym menunjukkan hasil yang memuaskan tapi kemudian timbul
reaksi hipersensitivitas sebesar 4,5 %, maka kemudian dikembangkan recombinan urate
oxidase yang disebut rasburicase ( Fasturtec / Elitek). rasburicase diproduksi dari
Saccharomyces cereviceae dengan menggunakan DNA pelengkap dari A flavus. 3,25,26
Dosis rasburicase untuk mengatasi hiperuricemia direkomendasikan sebesar 0.15-
0.20 mg/kg dengan interval 12 jam pada hari pertama dan tiap 24 jam sesudahnya sampai
total hari ke 5. Waktu paruhnya 16 sampai 21 jam .Efek samping yang mungkin timbul
diantaranya ruam kulit, mual muntah ringan, dan jarang menimbulkan reaksi
hipersensitif. Antibodi terhadap rasburicase atau epitopnya timbul pada 10-20 % pasien
dan pemakaian ulangan rasburicase berkaitan dengan meningkatnya insiden reaksi alergi,
tanpa mempengaruhi khasiat , karena antibodi terhadap rasburicase tersebut tidak
mempunyai aktivitas blocking. Keunggulan rasburicase dibandingkan alopurinol adalah
onsetnya yang cepat, mempunyai kemampuan menurunkan asam urat yang sudah ada
sebelumnya sehingga lebih mampu mencegah timbulnya gagal ginjal akut dan mencegah

21
tertundanya kemoterapi. Kelemahannya adalah harganya yang sangat mahal. Biaya 5 hari
terapi dengan rasburicase 2000-3000 kali lebih mahal dibandingkan 5 hari biaya terapi
dengan allopurinol. Diperkirakan walaupun harga rasburicase akan turun, tapi tetap jauh
lebih mahal dibandingkan allopurinol sehingga benar-benar harus dipertimbangkan
penggunaannya berdasarkan cost effective3,6,12,26,27

Tabel 4. PERBANDINGAN ALLOPURINOL DENGAN RASBURICASE (26)


Pembanding Allopurinol Rasburicase
Efek terhadap Menghambat pembentukan asam urat Menurunkan kadar
asam urat asam urat
Onset of Action Beberapa hari Beberapa jam
Khasiat relatif Lemah Kuat
Interaksi Obat yang Merkaptopurin, Azatioprin Tidak ada
pernah dipublikasikan yang teridentifikasi
Penyesuaian dosis Diperlukan bila ada disfungsi ginjal Tidak ada
Peringatan Tidak ada Anafilaksis,
Efek samping hemolisis,
methemoglobinemia
Kontra Indikasi Tidak ada Defisiensi Enzim
G6PD
Sediaan IV dan oral ( tablet dan suspensi ) IV
Harga relatif Murah Mahal

22
Gambar 3. Alur Penatalaksanaan Sindrom Lisis Tumor (10)

23
BAB V
KESIMPULAN

Meningkatnya pilihan terapi anti kanker dalam beberapa tahun terakhir ini
ternyata tidak saja membawa keuntungan tapi juga dapat menimbulkan efek samping
munculnya sindroma lisis tumor. Tumor yang berukuran besar , agresif perkembangannya
dan sensitif terhadap terapi mempunyai peluang besar timbul sindrom lisis tumor.
Pada sindroma lisis tumor didapatkan 4 abnormalitas utama yaitu hiperurisemia,
hiperkalemia , hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Dibedakan menjadi Laboratory tumor
lysis syndrome dan Clinically tumor lysis syndrome. Pasien perlu dinilai faktor resiko
sebelum memulai terapi anti kanker dengan Penn Predictive score system untuk
menentukan resiko tinggi atau rendah. Hal ini berhubungan dengan strategi pencegahan
dan monitoring. Pasien diukur kadar LDH, asam urat, natrium, kalium, kreatinin, fosfat,
dan kalsium sebelum terapi dan sesudah terapi.
Penatalaksanaan sindroma lisis tumor meliputi 4 hal utama yaitu: Identifikasi
faktor resiko sebelum memulai terapi anti kanker, strategi pencegahan ( profilaksis
treatment) yang agresif, monitoring elektrolit selama terapi anti kanker, penanganan SLT
yang cepat dan tepat oleh tenaga profesional yang terlatih.
Terapi sindroma lisis tumor disesuaikan dengan abnormalitas laboratorium dan
gejala klinis yang timbul. Untuk hiperurisemia dapat diberikan allopurinol maupun
rasburicase. Rasburicase terbukti lebih baik dan lebih efektif dibandingkan allopurinol,
tetapi harganya masih sangat mahal.
Dengan melakukan identifikasi faktor resiko SLT sebelum memulai terapi anti
kanker, melakukan strategi pencegahan yang agresif, monitoring elektrolit serta
penatalaksanaan yang cepat dan tepat, maka angka kematian akibat sindrom lisis tumor
dapat diturunkan

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Jagasia MH, Arrowsmith ER. Complication of Hematopoetic Neoplasm. In Wintrobe
MM, Greer JP, Foerster J (editors) Wintrobe’s Clinical Hematology.11 th
Ed.Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins, 2003: p 1919-44.
2. Cheson BD. Etiology and Management of Tumor Lysis Syndrome in Patients with
Chronic Lymphocytic Leukemia. Clinical Advances in Hematology & Oncology.
Volume 7. Issue 4. 2009 : p 263-270
3. Atkins M. Oncologic Emergencies section 4 : Metabolic Emergencies . In De Vita
Vt, Leeman S, Rosenberg SA (editors).In DeVita- Principles and Practice of
Oncology 7 th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004: p 719-759.
4. Hande KR, Garrow GC. Acute Tumor Lysis Syndrome in patients with high-grade
Non Hodgkin Limphoma. Am.J.Med 1993; 94: p 133-139.
5. Bishop MR, Cairo MS, Coccia PF. Tumor Lysis Syndrome . In Abeloff MD (editor).
Clinical Oncology 3 rd ed. Orlando FC.Churchill Livingstone. 2004: 50
6. Cairo MS, Bishop M. Tumor Lysis Syndrome: New theurapeutic strategies and
classification. Br J. Haematol 2004 ;127: p 3-11
7. Cohen LF, Balow JE, Magrath IT . Acute Tumor Lysis Syndrome . A review of 37
patients with Burkitt’s Limphoma.Am J. Med 1980 ; 68: p 486-91.
8. Fleming DR, Doukas MA. Acute Tumor lysis syndrome in hematologic malignancies.
Leuk Lymphoma Nov 1992 ; 8 ( 4-5) : p 315-8.
9. Gemici C. Tumor Lysis Syndrome in solid tumours. Clin Oncol ( R Coll Radiol )
2006; 18: p 773-780.
10. Gucalp R, Dutcher J. Oncologic Emergencies. In Braunwald E, Isselbacher KJ,
Petersdorf RG, Wilson JD, Martin JB(editors).In Harrison’s Principles of Internal
Medicine 17 th Edition. Mc Graw Hill P 2008; p 581-582
11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Cellular adaptations, cell injury and cell death .In
Robbin And Cotran Pathologic Basis of Disease 7th Edition. Philadelphia. Elsevier.
2005 : p 29
12. Davidson M , Thakkar S, Hix JK. Pathophysiology, Clinical Consequences and
Treatment of Tumor lysis syndrome. Am J Med. 2004; 116: p 546-554

25
13. Locatelli F, Rossi F. Incidence and pathogenesis of Tumor Lysis syndrome. Contrib
Nephrol. 2005; 147: p 61-68
14. Gobel BH. Management of Tumor Lysis Syndrome: Prevention and Treatment .
Semin Oncol Nurs 2002; 18: p 12-16
15. Cairo MS, Coenelis M, Baruchel A . Risk Assesment and medical decision model for
prophylaxis and treatment of hyperuricemia and Tumor Lysis syndrome (TLS)
.International expert panel analysis. J. Clin Oncol ( ASCO Annual Meeting Abstract)
2007: 25 (188) : Abstract
16. Altman A. Acute tumor lysis syndrome. Semin Oncol 2001; 28: p 3-8
17. Tosi P, Barosi G, Kazzaro C, Liso V, Marchetti M et al. Consensus Conference on the
management of tumor lysis syndrome. Haematologica 2008; 93(12): p 1877-1883.
18. Mato AR, Riccio BE, Qin L, Heitjan DF, Carroll M, Loren A . a predictive model for
the detection of tumor lysis syndrome during AML induction therapy. Leuk
Lymphoma 2006; 47: p 877-83.
19. Montesinos P, Lorenzo I, Martin G, Sanz J, Perez-Sirvent ML, Martinez D . Tumor
Lysis syndrome in patients with acute myeloid leukemia: Identification of risk factors
and development of a predictive model. Haematologica 2008; 93: p 67-74.
20. Pession A, Barbieri E. Treatment and prevention of tumor lysis syndrome in children.
Experience of Associazione Italiana Ematologia Oncologia Pediatrica. Contrib
Nephrol 2005; 147: p 80-92
21. Rampello E, Fricia T, Malaguarnera M. The Management of Tumor Lysis syndrome.
Nat Clin Pract Oncol 2006; 3: p 438-47
22. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati A (editor) . Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Pusat Penerbitan FKUI. Jakarta. 2006; hal 137-139
23. Hochberg J, Cairo MS. Tumor Lysis Syndrome: Current perspective. J Support
Oncol.2005; 3; p 117-124
24. Cheson BD, Dutcher BS. Managing associated hiperuricemia with rasburicase. J
Support Oncol, 2005; 3: p 117-124

26
25. Goldman SC, Holcenberg JS. Finklestein JZ . A randomized comparison between
rasburicase and allopurinol in children with lymphoma or leukemia at high risk for
tumor lysis. Blood 2001;97: p 2998-3003.
26. Bosly A, Sonet A, Pinkerton CR. Rasburicase ( recombinant urate oxidase) for the
management of hyperuricemia in patients with cancer: report of an international
compassionate use study. Cancer 2003; 98: p 1048-1054.
27. Bessmertny O, Robitaille RM, Cairo MS. Rasburicase : a New Approach for
Preventing and/or Treating Tumor Lysis syndrome. Curr Pharm des, 2005; 11: p
4177-4185.

27
28

Anda mungkin juga menyukai