Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
–
b. Berhubungan dengan regulasi pertumbuhan, aktivasi dan deferensiasi limfosit
(IL -2, IL -4, TGF – B)
c. Mengaktifkan sel radang (IFN g, TNF – ?, IL -5, faktor penghambat migrasi)
d. Merangsang hemopoisis (CSF, GM-CSF, IL -3, IL -7)
RESPON IMUN
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan
anak gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B
sebagai benda asing. Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu
sel B dan sel T yang memilki potensi yang berikatan dengan protein spesifik.
Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup protein yang terdapat
di membran sel bakteri,
mikoplasma, selubung virus, atau serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu.
Setiap
sel dari seseotang memilki proitein-protein permukaan yang dikenali berbagai
benda
asing oleh sel T atau B milik orang lain. Protein yang dapat berikatan dengan sel;
atau
B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen menyebabkan sel T atau B
menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut, maka antigen
tersebut
dapat bersifat imunogenik.
ANTIGEN Banyak benda asing jika dimasukkan ke dalam tubuh hospes berkali-
kali,
respon yang ditimbulkan selalu sama. Namun, ada benda asing tertentu yang
mampu
menimbulkan perubahan pada hospes sedemikian rupa sehingga reaksi
selanjutnya
berbeda daripada reaksi sewaktu pertama kali masuknya benda asing tersebut.
Respon
yang berubah semacam itu dipihak hospes disebut sebgai respon imunologis dan
benda-benda asing yang menyebabkan reaksi tersebut dinamakan antigen atau
imunogen. Tujuan utama respon imun adalah menetralkan , menghancurkan atau
mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya.
SIFAT KHAS RESPON IMUN
Tujuan respon imun
Untuk melenyapkan benda yang bersifat antigenik dengan cepat, hal ini
dilakukan oleh tubuh melalui dua macam cara:
1. Respon imun humoral, dipengaruhi oleh imunoglobulin, gammaglobulin
dalam
darah, yang disintesis oleh hospes sebagai respon terhadap masuknya benda
antigenik.
2. Reaksi imunologis kedua, respon imun selular, dilakukan secara langsung oleh
limfasit yang berproliferasi akibat amsuknya antigen tersebut. Sel-sel ini bereaksi
secara spesifik antigen (tanpa intervensi dari imunoglobulin).
JARINGAN IMUNOREAKTIF
Bagian respon imun yang mengakibatkan pembentukan antibodi
imunoglobulin atau proliferasi sel-sel reakstif antigen kadang-kadang disebut
sebagai
fase aferen atau fase induksi dari respon imun. Limfosit dan makrofag adalah sel-
sel
yang terutama bertanggung jawab atas bagian respon ini. Lebih khusus, apa yang
dinamakan jaringan limfosit tubular yang terlihat. Sekali antibodi sudah disintesis
atas
sel-sel reaktifan/antigen sudah berproliferasi, maka mereka akan tersebar secara
luas
sembarang tempatdapat terjadi reaksi imunologis yang efisien.
IMUNODEFISIENSI
Respon imun berkurang / – ? tidak mampu melawan infeksi secara adekuat.
Ada 2 bentuk :
1. Primer
- herediter
- gejala : 6 bulan – 2 tahun
3. Sekunder
- perubahan Fs. Imunologik : inf, malnutrisi, penuaan, imunosupresi, kemoterapi
dll.
IMUNOPATOLOGI
Kegagalan dari sistem imun :
1. Rx hipersensitivitas : respon imun berlebihan.
2. Imunodefisiensi : respon imun berkurang
3. Autoimun : hilangnya toleransi diri : rx sistem imun terhadap Ag jar
sendiri
1. Tujuan
Tujuan Umum
1. Mendapatkan gambaran mengenai proses terbentuknya imun, reaksi imun
2. dalam tubuh serta asuhan keperawatan bagi oarang dengan gangguan
imun.
3. Tujuan Khusus
4. Mampu melakukan pengkajian dengan gangguan imum
5. Mampu menentukan masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan
pada klien dengan gangguan imun.
6. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan imun
1. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penulisan makalah ini, meliputi Asuhan keperawatan
pada Tn. ”W” dengan HIV-AIDS, Ny. ”E” dengan SLE, dan Ny. ”L” dengan
Alergi.
1. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriftif, yaitu
pengumpulan data dan menarik kesimpulan yang kemudian disajikan dalam
bentuk naratif.
Adapun teknik penulisan makala ini adalah :
1. Studi Literatur
Yaitu pengumpulan bahan bacaan dari sumber-sumber yang berhubungan dengan
kasus-kasus diberikan.
1. Studi kasus
yaitu diberikan kasus oleh pengajar kemudian mempelajari kasus yang diberikan
dan membuat asuhan keperawatan pada masing-masing kasus berdasarkan
berbagai sumber yang didapat.
1. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penyusunan makalah ini, meliputi bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan serta
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Meliputi patofisiologi (etiologi, manifestasi klinis, dan komplikasi penyakit)
TINJAUAN KASUS
Meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
BAB III PENUTUP
Meliputi Kesimpulan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS dan TINJAUAN KASUS
KASUS I
Tn W dirawat di ruang Medikal Bedah karena diare sudah sebulan tak sembuh-
sembuh meskipun sudah berobat kedokter. Pekerjaan Tn W supir truk dan dia
baru saja menikah 2 tahun yang lalu. Tn W mengatakan bahwa dia diare cair
kurang lebih 15 x/hari dan BB menurun 7 kg dalam sebulan serta sariawan mulut
tak kunjung sembuh meskipun telah berobat sehingga tak nafsu makan. Hasil foto
thorax ditemukan pleural eseffusion kanan, hasil laboratorium berikut: Hb 11
gr/Dl, leukosit 20.000/Ul, trombosit 160.000/Ul, LED 30 mm, Na 98 mmol/L, K
2,8 mmol/ L, Cl 110 mmol/L, proteitn 3,5. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan TD
120/80 mmH, N 120 x/menit, P 28 x/menit, S 39 oC,konjungtiva anemis, sclera
tak iterik, paru-paru: ronchi +/+ dan wheezing +/-, turgor kulit jelek.
Diagnosa Medis
HIV-AIDS
A. Pengertian
AIDS
Ditandai :
- Supresi imunitas (sel T)
- Inf oportunistik.
- Keganasan sekunder.
- Kelainan neurologik
Cara penularan :
- Kontak seksual
- Parenteral
- Dari ibu yang terinfeksi pada janin
B. Patofisiologi
1. Etiologi
HIV-AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yaitu
retrovirus. Seseorang yang terinfeksi virus ini tidak langsung terdeteksi karena
sistem imun bereaksi membentuk antibodi dalam 3-12 minggu setelah infeksi atau
bisa 6-12 bulan.
2. Proses Penyakit
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut
dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi
sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya
fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah
sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit
baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel
per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
Klasifikasi
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam
kategori klinis B dan C
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent
Generalized Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit
yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang akut.
1. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek
terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih
dari satu dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
1. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata /
ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)
3. Gejala dan tanda
Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1
– 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu.
Pada fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam,
keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam
kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) acut Gejala tidak khas dan mirip
tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat,
lesu mengantuk,
nyeri sendi,
sakit kepala,
diare,
sakit leher,
radang kelenjar getah bening,
dan bercak merah ditubuh.
4. Komplikasi
a. Oral Lesi
Penyebab
Kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
Enselofati akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
1. C. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
1) Tes Enzim – Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tujuan : mengidentifikasi spesifik untuk HIV, dimana tes ini tidak menegakkan
diagnosa AIDS tapi hanya menunjukan seseorang terinfeksi atau pernah terinfeks,
orang yang didalam darahnya mengandung antibody HIVdisebut seropositif
2) Westeren Blot Assay
Tujuan : mengenali antibody HIV dan memastikan seropositif HIV
3) Indirect Immunoflouresence
4) Radio Immuno Presipitation Assay (RIPA)
Tujuan : mendeteksi protein dari antibody
5) Pelacakan HIV
Tujuan : mengetahui perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut adalah
protein virus P24, emeriksaan P24 antigen capture assay spesifik untuk HIV
sehingga kadar P24 menurun.
2. Terapi
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Pencegahan
Abstinensi seks
Pencegahan Periksa adanya virus maks. 6 bulan setelah hubungan
terpajannya Seks terakhir
HIV Gunakan pelindung jika berhubungan seks
Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato
Cegah infeksi ke janin/BBL
Tujuan Penatalaksanaan HIV :
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportunistik, nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien dilingkungan perawatan kritis.
1. Terapi-terapi farmakologis pada HIV-AIDS dan terapi non-farmakologis
Terapi Farmakologis :
1) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3
2) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4 dapat larut
– Stavudin
– Zidovudin
3) Inhibitor protease
Obat-obat yang menghambat kerja enzim protease (enzim yang dibutuhkan untuk
replikase virus HIV dan produksi virion yang menular).
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.
Terapi non-farmakologis :
1) Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
2) Sehat,hindari stress, gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
3) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
1. D. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Data Subjektif
1. diare cair ± 15x/hari
2. BB menurun 7 kg dalam sebulan
3. sariawan mulut tak kunjung sembuh
4. tidak nafsu makan
Data Objektif
Hasil pemeriksaan fisik :
- N 120x/menit
- P 28x/menit
- S 390C
- turgor kulit jelek
Hasil Lab :
- Hb 11 gr/dL
- Leukosit 20000/Ul
- LED 30 mm
- Na 98 mmol/L
- K 2,8 mmol/L
- Cl 110 mmol/L
- Protein 3,5
Hasil foto thorax :
ditemukan pleural eseffusion kanan,
Analisa Data
Data Subjektif : – Data Objektif : Hasil 2. Pola napas tidak efektif b.d
pemeriksaan fisik penurunan ekspansi paru
Nadi 120 x/ menit
P 28x/menit
Hasil foto thorax :
ditemukan pleural eseffusion
kanan
1. Fitria. Nita. 2010. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Strategi Tindakan Keperawatan (LP Dan SP). Jakarta : Salemba Medika
2. Evaluasi Keterampilan Klinik Keperawatan Medical Bedah
3. Leo Bunga, Asnet. 2007 Evaluasi Keterampilan Klinik Keperawatan Medical
Bedah . Jakarta. Sint Corolus
4. Reeves, Charlene J. 2001. Buku Saku Keperawatan Medical Bedah. Jakarta :
Salemba Medika