Anda di halaman 1dari 75

17

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Etos Kerja Guru

Kata etos berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang

mempunyai arti sebagai sikap, kepribadian, watak, karakter serta

keyakinan tertentu. Dari kata etos terambil pula kata “etika” dan

“etis” yang hampir mendekati kepada makna ahlak atau nilai-nilai

yang berkaitan dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos

tersebut terkandung gairah atau semangat yang kuat untuk

mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan

berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sempurna

Secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani

yang berarti ‘tempat hidup’. Mula-mula tempat hidup dimaknai

sebagai adat istiadat atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata

etos berevolosi dan berubah makna menjadi semakin kompleks.

Dari kata yang sama muncul isttilah Ethikos yang berarti ‘teori

kehidupan’, yang kemudian menjadi etika.

Berdasarkan kamus Webster1, “etos” didefinisikan sebagai

keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi

seseorang, sekelompok, atau institusi. Jadi, etos kerja dapat

1
Webster, John and Weber, Roland. 2007. Introduction to Fungi 3th Edition. Cambridge:
Cambridge University Press, hal 542.
18

diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh

seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang

mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka

(Sinamo,)2.

Banyak tokoh lain yang menyatakan defenisi dari etos kerja.

Salah satunya ialah Harsono dan Santoso 3 yang menyatakan etos

kerja sebagai semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau

norma-norma tertentu. Hal ini sesuai menyatakan bahwa etos kerja

adalah suatu semangat kerja yang dimiliki oleh masyarakat untuk

mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup mereka.

Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam

suatu pekerjaan.

Dari kata etos ini dikenal pula kata etika, etiket yang hampir

mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan

dengan baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut

terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk

mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan

berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna

mungkin.

Karena etika berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang,

maka hendaknya setiap pribadi harus mengisinya dengan

2
Sinamo, Jansen, 2005, 8 Etos Kerja Profesional, Jakarta: Darma Mahardika. hal. 26.
3
Harsono, J dan Santoso, S, 2006. Etos Kerja Pengusaha Muslim Perkotaan di Kota Ponorogo.
Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, hal 115-125.
19

kebiasaan-kebiasaan yang positif dan ada semacam kerinduan

untuk menunjukkan kepribadiannya dalam bentuk hasil kerja serta

sikap dan perilaku yang menuju atau mengarah kepada hasil yang

lebih sempurna. Dengan demikian etos adalah ciri atau sifat; sikap,

kebiasaan, atau adat-istiadat; kecenderungan moral (norma) serta

cara seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa dalam

memandang, menghayati, meyakini dan melaksanakan sesuatu.

Dalam membangun pendidikan nasional tidak hanya

tergantung pada system pengelolaan yang baik, dan tersedianya

fasilitas yang memadai. Banyak faktor kunci yang mempengaruhi

upaya membangun pendidikan nasional yang bermutu, salah satu

diantaranya adalah guru yang memiliki etos kerja yang tinggi.

Bahwa banyak penelitian sebelumnya serta informasi dari pada

pakar pendidikan dan pengalaman menulis sendirisebagai guru dan

sebagai tenaga kependidikan pada dinas pendidikan provinsi,

memberikan sinyal kepada kita bahwa guru mempunyai peranan

penting dalammembangun pendidikan nasional yang bermutu.

Keberadaan guru yang professional dan memiliki etos kerja yang

tinggisangat dibutuhkan dan mempunyai arti penting dalam

membangun pendidikan nasional yang bermutu.

Terdapat banyak pandangan dan pendapat dari para ahli

pendidikan dan menejemen tentang etos kerja. Dalam paparan

berikut ini penulis mengutip beberapa pendapat para ahli dan pakar
20

tentang etos kerja. Secara etimologis, etos berasal dari bahasa

Yunani “ethos” yang artinya adapt istiadat atau kebiasaan, tetapi

kata ini kemudian berevolusi dan berkembang menjadi “ (1) guiding

beliefs of a person, group or institution menurut webste dictionary,

dan (2) the characteristic spirit of a culture,era, or community as

manifested in its attitudes and aspirations”. Solom mengatakan

bahwa etos awalnya dipakai Aristoteles dan plato untuk

menerangkan studi mereka tentang nilai-nilai dan cita-cita yunani

dengan maksud untuk memahai tata aturan social yang

menentukan dan membatasi tingkah laku.

Menurut Ndraha Taliziduhu4 “etos adalah waktu dan

semangat yang menunjukkan kepercayaa, kebiasaan atau prilaku

suatu kelompok masyarakat.” dan menurut Myrdal ada dua belas

etos kerja yang dianggap perlu dalam menyukseskan

pembangunan yaitu 1. efisien, 2) kejujuran,3) sikap tepat waktu, 4.

kesederhanaan, 5. kerajinan, 6. mengikuti rasio dalam mengambil

keputusan dan tindakan, 7. sikap bekerja sama, 8. sikap bersandar

pada kekuatan sendiri, 9. sikap mau bekerja sama, 10. kesediaan

untuk berubah, 11. kegesitan dalam mempergunakan kesempatan,

12. kesediaan memandang jau ke depan. Talizuduhu Ndraha: istilah

inggris ethos diartikan sebagai watak semangat fundamental suatu

budaya, berbagai ungkapan yang menunjukkan kepercayaan,

kebiasaan atau prilaku suatu kelompok masyarakat.


4
Ndara, Taliziduhu, 2003, Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta, hal 91.
21

Menurut Koentjoroningrat5 etos dari bahasa inggris ethos

yang memang berarti watak khas. Watak khas yang dimaksudkan

adalah suatu kebudayaan sering tampak pada gaya tingkah laku

warga masyarakatnya, kegemaran-kegemaran mereka dan

berbagai benda budaya hasilnkarya mereka.

Berdasarkan beberapa pendapat pengertian etos adalah

watak khas suatu kelompok tertentu yang dapat diketahui dari

kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan, prinsip-prinsip serta

keluaran-keluaran yang dihasilkan baik berupa benda maupun jasa.

Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Harefa 6 bahwa etos

adalah praktik atau budaya kerja secara apa adnya. Etos kerja

yang sehat dan etis dapat tercipta jika dalam etis kerja selalu

mengacu pada nilai-nilai etis yang menghargai dan meningkatkan

harkat dan martabat manusia sebagai manusia. Jika di praktikkan

dalam bekerja yang selalu menjujung tinggi nilai-nilai etis seperti

kejujuran, kebebasan,kebenaran, keadilan, cinta kasih, dan

sebagainya, maka terciptalah etos kerja yang sehat. Sebaliknya

nilai-nilai etis tidak berhasil dipraktikan dalam bekerja, maka

terciptalah suatu etos kerja yang tidak etis dan tidak sehat.

Desler (Benyamin, dkk,7, dalam wirawan mendefinisikan

etos kerja adalah idea yang menekankan individualisme atau

5
Koentjaraningrat 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, hal .102
6
Harefa, Andreas, 2000. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 32
7
Dessler, Garry. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke-9. Diterjemahkan oleh
Benyamin Molan. PT. Prenhallindo, Jakarta. hal. 116.
22

idependesi dan pengaruh positif bekerja terhadap individu. Bekerja

dianggap baik, karena dapat meningkatkan derajat kehidupan,

serta status social seseorang.

Pendapat Asifudin,8 bahwa etos kerja merupakan karakter

dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap

hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Adapun etos kerja

menurut arti yang bertolak dari etika, yaitu moralitas dan kebijakan

dalam bekerja. Etos kerja menunjukkan cirri-ciri berprilaku

berkualitas tinggi pada seseorang yang mencerminkan keluhuran

serta keunggulan watak. Dengan berpedoman pada etos kerja

itulah seseorang melaksanakan kerja dengan baik.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat dirangkum, bahwa

etos kerja adalah semangat kerja positif yang menjadi cirri khas

dan meyakinkan seseorang atau suatu kelompok yang direfleksikan

dengan praktik dan budaya kerja yang sehat dan etis. Kata etos

dalam bahasa inggris adalah “ characteristic of community of

culture, code of values by wich of group or society lives”. Kata

etos berasal dari bahasa Yunani: ethos yang berarti watak

kesusilaan atau adat.

Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan

keberhasilan usaha dan proses pembelajaran di sekolah. Karena

itu, masalah tersebut menarik untuk diperhatikan dan dianalisis

8
Ahmad Janan Asifudin, 2004. Etos Kerja Islami. Surakarta:t Universitas Muhammadiyah Press,
hal 27-28
23

dalam suatu organisasi sekolah yang didalamnya menyangkut

berbagai keputusan termasuk keputusan para guru itu sendiri.

Mengenai etos kerja ini, Atmowirio 9. mengemukakan bahwa “etos

kerja merupakan pandangan dan sikap seseorang dalam menilai

apa arti kerja sebagai bagian dari hidup dalam rangka

meningkatkan kehidupannya”. Selanjutnya Atmowirio 10 secara lebih

spesifik menjelaskan pengertian etos kerja sebagai berikut: “ etos

kerja adlah landasan untuk meningkatkan prestasi kerja/kinerja

setiap pegai negri sipil (PNS)”. Mengacu pada batasan tersebut,

maka etos kerja guru dalam menjalankan tugasnya disekolah.

Dalam hal ini etos kerja guru dipandang dari segi pelaksanaan

tugas-tugas profesionalisme.
11
Weber. menyatakan “etos didefinisikan sebagai keyakinan

yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang,

sekelompok atau sebuah lembaga (guiding belief of a parson,

group or institution). Tanjung menyatakan etos kerja adalah “ jiwa

atau watak seseorang dalam melakukan tugasnya yang

dipancarkan keluar”.

Tasmara,12 menyatakan cirri-ciri etos kerja adalah; 1. tepat

waktu 2. moralitas 3. kejujuran, 4. komitmen, 5. kuat pendirian, 6.

disiplin, 7. tanggung jawab, 8.percaya diri, 9. kreatif. Dalam

9
Atmowirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Pustaka Antara, hal. 233.
10
Admowirio, Soebagio. 2001. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadizyaa, hal 232.
11
Weber, Max, 2002, The Protentant Ethic and the Spirit of Capitalism. Translated by. Talcott
Parsons, New York: Charles Scribner’s Sons, p. 64
12
Tasmara, Toto. 2002. Membangun Etos Kerja Islam. Jakarta: Gema Insani Pers, hal 73
24

meningkatkan etos kerja, guru senantiasa dihadapkan pada

peningkatan kualitas pribadi dan sosialnya. Jika hal ini dapat

dipengaruhi maka keberhasilan lebih cepa diperoleh, yaitu mampu

melahirkan peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter

social dan profesional sebagaimana yang menjadi tujuan pokok

pendidikan itu sendiri. Menurut Thoifuri, (2008) 13 bahwa karakter

pribadi dan sosialbagi guru dapat diwujudkan sebagai berikut:

1. Guru hendaknya pandai, mempunyai wawasan luas.


2. Guru harus selalu mningkatkan keilmuannya.
3. Guru meyakini bahwa apa yang disampaikan itu benar
dan bermanfaat
4. Guru hendaknya berfikir obyektif dalam menghadapi
masalah
5. Guru hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan
loyalitas.
6. Guru harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan
kepribadian moral
7. Guru harus mampu merubah sikap siswa yang berwatak
manusiawi
8. Guru harus menjauhkan diri dari segala bentuk pamrih
dan pujian
9. Guru harus mampu mengatualisasikan materi yang
disampaikan
10. Guru hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan
iptek

Karakter guru tersebut diatas merupakan cirri-ciri kehidupan

seorang guru yang amat fundamental dan dengan keprofesionalan

guru itulah akan terjadi motivasi, dinamisasi dan demokratisasi

pemikiran yang akan mengarah kepada kreaktifitas dan konstruktif

dalam menciptakan etos kerja dimasa kini dan masa yang akan

13
Thoifuri. 2008. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL, hal 3-4
25

dating. Untuk mewujudkan semua itu tentunya membutuhkan

dukungan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat.


14
Sinamo, memberi makna etos kerja adalah “seperangkat

perilaku kerja positif yang berakar pada kesadaran yang kental,

keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang total pada

paradigma kerja yang terintegral.” Salah satu teori berkaitan

dengan peningkatan etos kerja sebagai mana yang di kemukakan

oleh Mitchel dan Larson bahwa indikator-indikator atau ukuran-

ukuran kinerja guru meliputi: (1) kemampuan, (2) prakarsa/inisiatif,

(3) ketepatan waktu, (4) kualitas hasil kerja, dan (5) komunikasi”.

Paradigma yang dimaksud menckup: idealisme yang

mendasari, prinsip-prisip yang mengatur, nilai-nilai yang

menggerakkan, sikap-sikap yang dilahirkan, standar-standar yang

hendak dicapai, termasuk karakter utama, pikiran dasar,kode etik,

kode moral, dank ode prilaku. Jadi jika seseorang, sesuatu

organisasi atau suatu komunitas menganut pradigma kerja tertentu,

serta berkomitmen pada pradigma kerja tersebut maka

kepercayaan itu akan melahirkan sikap kerja dan prilaku kerja

mereka secara khas. Itulah etos kerja mereka, dan itu pula budaya

kerja mereka.
15
Sinamo, membagi etos kerja atas delapan bagian, antara

lain; 1) ramat 2) amanah 3) panggilan 4) aktualisasi 5) ibadah 6)

14
Sinamo, Jansen, 2005, 8 Etos Kerja Profesional, Jakarta: Darma Mahardika, hal 26.
15
Sinamo, Jansen, 2005, 8 Etos Kerja Profesional, Jakarta: Darma Mahardika, hal 26.
26

seni 7) kehormatan 8) pelayanan. Delapan etos kerja diatas oleh

sinamo disebut sebagai Roh sukses.

Ada dua aspek yang harus dipenuhi dalam aktivitas kerja,

yaitu:

1. Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk

mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung jawab

yang besar untuk menghasilkan karya atau produk yang

berkualitas.

2. Apa yang dilakukan tersebut dilakukan karena kesengajaan

sesuai dengan yang direncanakan. Karenanya , terkandung

didalam suatu gairah semangat untuk mengarahkan seluruh

potensi yang dimilikinya sehingga apa yang dikerjakannya

benar memberikan kepuasan dan manfaat.

Adapun bakat atau sifat yang membentuk etos kerja,

sebagai berikut; kerja keras, tegas, independent, antusias, penuh

inisiatif, kreatif, menarik & rupawan, berorientasi tujuan, energik,

ramah, semangat, ulet & tahan uji, loyal, bisa dipercaya, bernalar

tinggi, mantap, cepat belajar, terorganisir, berorientasi pada didetail,

jujur, teliti, berfikiran terbuka, fleksibel, adil, ringan tangan, pemain

tim, berorientasi tindakan, empatik, berfikir kedepan, harmonis,

pintar, dapat diandalkan, tepat waktu, optimis, kooperatif, cakap,

diplomatis, murah hati, percaya diri, bagus dalam menilai, bersikap

tenang, pengendalian diri, taktis, dan bisa diikuti,.


27

Etos kerja ekonomis muncul karena seseorang memiliki

motivasi ekonomis dalam bekerja. Ini berarti seseorang merasa

termotivasi untuk melaksanakan suatu pekerjaan apabila ia merasa

ada keuntungan ekonomis yang di perolehnya dari pekerjaan

tersebut. Etos kerja religius ada pada semua orang yang

beragama. Nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama yang

dianut seseorang memberikan motivasi baginya dalam bekerja.

Etos kerja hobi yang dimiliki seseorang dapat merangsangnya

untuk bekerja keras, atau tekun dalam melaksanakan suatu

pekerjaan. Itulah sebabnya ada orang yang lupa maka karena

asyiknya bekerja.

Selain keempat etos kerja yang disebutkan diatas, ada etos

kerja yang muncul dari kebudayaan. Menurut Lawang etos kerja ini

disebut etos kerja budaya, karena pembahasan tentang etos kerja

tidak bisa dipisahkan dari pembicaraan tentang nilai-nilai yang

dalam sosiologi sering disebut dengan system nilai budaya. Nilai-

nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas,

yang berharga, yang mempengaruhi perilaku orang yang memiliki

nilai-nilai tersebut.

Koentjaraningrat16 mengemukakan apabila nilai-nilai identik

dengan system nilai budaya, maka system nilai budaya terdiri dari

konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar

warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap


16
Koentjaraningrat 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia, hal ….
28

amat bernilai dalam hidup. System nilai budaya biasanya berfungsi


17
sebagai pedoman tertinggi bagi prilaku manusia. Robbins,

mengemukakan bahwa nilai-nilai fungsi sebagai kriteria dalam

pemilihan atau sleksi system prilaku, dengan demikian, maka etos

adalah sebagian dari system nilai.

Etos kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh etos kerja

kelompok kerjanya. Berdasarkan keadaan tersebut, serta makna

etos kerja keadaan tersebut, serta makna etos kerja bila ditinjau

dari segi manajemen etos kerja sering disamakan dengan

semangat kerja, padahal dua konsep itu berbeda. Etos kerja

menyangkut nilai-nilai sedangkan semangat kerja menyangkut

perasaan, Karena semangat kerja merupakan sikap kesediaan

perasaan seseorang untuk menghasilkan prestasi kerja yang lebih

baik yang menyebabkan ia dengan antusias melaksanakan

pekerjaanya”. semangat kerja mengacu pada sikap-sikap

seseorang terhadap lembaga tempat ia bekerja, faktor pekerjaan,

dan rangsangan keuangan. Walaupun demikian semangat kerja

memancarkan pengaruh yang kuat atas iklim hubungan manusia

dalam setiap organisasi.

Pada hakikatnya, nilai-nilai itu meresapi dan menjiwai prilaku

dan kebiasaan serta apa-apa yang dimiliki oleh masyarakat

tertentu. Kebiasaan berpikir, kebiasaan berbuat, dan hasil-hasilnya,

17
Stephen P. Robbins, 2006, Perilaku Organisasi, Jakarta : Indeks, hal. 102.
29

semuanya disemangati oleh nilai-nilai tertentu yang disebut dengan

sistem nilai budaya. Sistem ini merupakan rangkaian dari konsep-

konsep abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang

harus dianggap penting,baik, dan harga diri, tetapi apa yang

dianggap remeh, buruk, dan tidak berharga dalam hidup. Sistem

nilai budaya ini menjadi pedoman yang mendorong prilakumanusia

dalam hidup yang menifestasinya terlihat dalam prilaku manusia,

baik secara perorangan maupun secara kelompok.

Guru sebagai ujung tombak dalam proses belajar mengajar

harus mempunyai etos kerja atau etika yang baik, disiplin, teguh

dan jujur meskipun mereka memperoleh gaji yang kecil.

Pengabdian seperti itu mewujudkan bahwa mereka masih tetap

memiliki etos kerja yang dapat di andalkan. Namun disisi lai, dapat

juga guru yang sekedar menyandang gelar guru, tetapi disiplin,

kejujuran, dan sikap hormat menghormati sesame guru maupun

terhadap siswa tidak dapat lagi pada mereka. Guru sering pula

melanggar kode etik serta pedoman mengajar yang telah yang

ditetapkan.

Myrdal,18 mengemukakan beberapa nilai-nilai dan sikap yang

berhubungan dengan etos kerja. Nilai-nilai dan sikap tersebut

meliputi efisiensi, tepat waktu, kejujuran, kesediaan untuk berubah,

rasional dalam mengambil keputusan, energik, kerjasama, serta


18
Myrdal, Gunnar, 2009, Asian Drama; an Inquiry Into The Poverty of Nations, New York:
Twenty Century Fund, hal 263.
30

berorientasi kemasa depan. ahli lain, Santoso mengemukakan

beberapa sifat dasar yang perlu dibangun dalam seluruh jenjang

pendidikan, yaitu “kejujuran, disiplin, pribadi, keterbukaan,

ketelitian, dan percaya pada diri sendiri, serta tahu batas

kemampuan diri”. Sebagian dari nilai-nilai tersebut bisa menjadi

pendorong atau landasan etos kerja guru dalam melaksanakan

tugas-tugasnya disekolah.

“Barometer sikap mental seorang guru dapat meningkatkan

etos kerjanya sangat terkait dengan seberapa besar

pengorbanannya dalam melakukan upaya-upaya perbaikan dalam


19
pelaksanaan tugasnya”. Lanjut Triguno, hal tersebut dapat dilihat

dari sejauh mana tingkat-tingkat komitmen dari para guru untuk

menumbuhkan etos kerja sebagaimana yang diharapkan,

meningkatkan disiplin kerja sesuai dengan aturan yang telah

diharapkan, meningkatkan disiplin kerja sesuai dengan aturan yang

telah disepakati, serta menumbuhkan sikap-sikap inovatif dalam

pekerjaaannya. Untuk itulah dalam konteks lembaga sekolah, perlu

adanya motivasi yang kuat dari dalam diri maupn dari luar diri guru

untuk mengembangkan etos kerja yang maksimal peningkatan etos

kerja merupakan bagian dari motivasi yang kuat dalam memberikan

dorongan pemikiran dan kebijaksanaan yang tertuang dalam

perencanaan dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan

situasidan kondisi ekstern maupun intern organisasi.


19
Triguno. 2004. Budaya Kerja. Jakarta: PT Golden Trayon Press, hal 3.
31

Cara terbaik untuk mengatasinya, dengan langsung

membenahi pangkal masalnya, yaitu motivasi kerja. Itulah akar

yang membentuk etos kerja. Secara sistematis, Sinamo

memetakan motivasi kerjadalam konsep yang ia sebut sebagai “

Delapan etos kerja professional” yaitu:

1. Etos pertama: kerja adalah rahmat


2. Etos kedua: kerja adalah amanah
3. Etos ketiga: kerja adalah panggilan
4. Etos keempat: kerja adalah aktualisasi
5. Etos kelima: kerja itu ibadah
6. Etos keenam: kerjaadalah seni
7. Etos ketujuh: kerja adalah kehormatan
8. Etos kedelapan: kerja dalah pelayanan

Pengembangan etos kerja pada dasarnya merupakan suatu

upaya yang bersifat wajib dilakukan oleh setiap guru, kepala

sekolah maupun staf administrasi. Usaha untuk mengembangkan

etos kerja guru fokus pada peningkatan produktivitas mengajar

yang dilakukan oleh guru disekolah. Secara umum menurut


20
Triguno, upaya yang harus ditempuh dalam pengembangan etos

kerja tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan produktivitas melalui penumbuhan etos kerja akan


memberikan suatu formulasi baru dalam meningkatkan potensi
pribadi yang dimiliki oleh setiap guru di jenjang pendidikan
formal.
2. Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan yang memerlukan berbagai keahlian dan
keterampilan dan ketrampilan yang dapat meningkatkan
kreativitas, produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja.
3. Dalam melanjutkan dan meningkatkan pembangunan
khususnya dalam bidang pendidikan sebaiknya nilai budaya
Indonesia terus dikembangkan dan dibina guna mempertebal
rasa harga diri dan nilai pendidikan sangat dibutuhkan dalam
20
Ibid , hal 141-142.
32

mengedepankan etos kerja para guru yang ada dilembaga


pendidikan.
4. Disiplin nasional harus terus dibina dan dikembangkan untuk
memperoleh sikap mental manusia yang produktif.
5. Menggalakkan partisipasi masyarakat, meningkatkan dan
mendorong agar terjadi perubahan dalam masyarakat tentang
tingkah laku, sikap serta psikologi masyarakat.
6. Membutuhkan motivasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja
berarti pengorbanan, baik itu pengorbanan waktu senggang
atau kenikmatan hidup lainnya, sementara itu upah merupakan
ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Bagi guru, dimensi
seperti yang diharapkan diatas sangat memberi peluang yang
besar dalam meningkatkan etos kerjannya.

Delapan etos kerja yang dikemukakan oleh Jansen Sinamo

akan dapat memberikan jawaban kepada seseorang untuk

meraih kesuksesan hidup apabila etos kerja telah menjadi

karakter bagi dirinya. Oleh karena itu untuk lebih terurai dan

jelas tentang etos kerja, Jansen Sinamo menjelaskan lebih

lanjut sebagai berikut.


33

a. Kerja Adalah Amanah

Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat

beraneka ragam, baik jenis maupun tingkatnya, bahkan

manusia memiliki kebutuhan yang cenderung tak terbatas,

artinya selalu bertambah dari waktu kewaktu dan selalu

berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan

kebutuhan tersebut. Dalam ilmu psikologi yang dimaksud

dengan kebutuhan manusia adalah: “ segala sesuatu yang

dimiliki, dicapai dan dinikmati“. Dan untuk mencapai segala

sesuatu yang diinginkannya itu manusia terdorong untuk

melakukan aktivitas yang disebut kerja. Bekerja bagi

manusia merupakan fitrah dan sekaligus identitas diri bagi

manusia itu sendiri karena dengan bekerja manusia dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya dan disamping itu juga dapat

meningkatkan martabat kemanusiaan kepada dirinnya.

Pengertian kerja adalah tidak semua dari dari suatu

aktivitas, karena dari pernyataan Franz Von Magnis yang

dimaksud dengan pekerjaan adalah kegiatan yang


21
direncanakan. Pandji Anoraga, Jadi pekerjaan itu

memerlukan pemikiran yang khusus dilaksanakan dengan

sungguh-sungguh untuk mencapai suatu hasil, baik berupa

benda, karya, tenaga maupun sebagai pelayanan terhadap

masyarakat termasuk dirinya sendiri. Dalam pengertian


21
Anoraga, Pandji, 2005, Manajemen Bisnis, Cetakan Ketiga, Jakarta: Rineka Cipta, hal . 56-60.
34

paling sederhana pekerjaan adalah segala sesuatu yang

dilakukan seseorang untuk dapat memperoleh imbalan baik

berupa uang maupun balas jasa lain.

b. Etos kerja dan perubahan sikap

Menurut Geertz yang dikutip J.B. Tjoek Soewarso

Etos Kerja adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan

dunia yang dipancarkan dalam hidup. Etos kerja adalah

aspek evaluatif yang bersifat menilai, oleh karena itu etos

kerja adalah mempertahankan sejauh mana makna kerja itu

sendiri. Dalam hal yang lebih khusus dapat diartikan sebagai

usaha komersial yang dianggap sebagai suatu keharusan

demi hidup atau suatu imperative dari dalam din yang dpat
22
muncul dari nilai-nilai budaya masyarakat. Geertz

Kemampuan untuk mengidentifikasikan diri sendiri, situasi

dan lingkungan sosio cultural adalah pangkal dari proses

pembaruan (modernisasi), disamping itu kesadaran akan diri

sendiri menjadi sumber daya moral untuk terus berusaha hingga

tercapainnya eksistensi diri sendiri.

Etos kerja yang tinggi biasannya muncul karena berbagai

tantangan, harapan-harapan dn kemingkinan-kemungkinan

yang menarik. Jadi dengan situasi dimana manusia itu bekerja

dengan rajin, teliti, berdedikasi, serta tanggung jawab yang

benar. Kemunculan etos kerja bagi suatu masyarakat dengan


22
Geertz, 2002: 11. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta, Kanisius, hal 22.
35

sendirinya merupakan suatu karakter yang menjadi watak

masyarakat itu. Etos kerja suatu masyarakat lahir dan

berkembang berdasarkan standar an norma-norma yang

dijadikan orientasi masyarakatnya. Etos kerja suatu masyarakat

memang merupakan suatu sikap yang dikehendakinya dengan

bebas tumbuh dari suatu kesadaran untuk selalu bekerja

dengan tekun.

Secara umum tolok ukur atau indikator dari prilaku yang

mencerminkan etos kerja adalah yang disampaikan oleh

Gunnar Mydral dalam bukunya Asian Drama yang dikutip oleh

Franz Von Magnis Suseno yaitu meliputi: efisien, kerajinan,

ketrampilan, sikap tekun, tepat waktu, kesederhanaan,

kejujuran, sikap mengakui rasio dalam mangambil keputusan

dan tindakan, kesediaan untuk berubah, kegesiatan dalam

menggunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, sikap

bekerja secara energies, sikap bersandar pada kekuatan

sendiri, percaya diri, sikap mau bekerja sama, dan kesediaan

mau memandang jauh kemasa depan. (Franz Magnis Suseso)


23
.

Makna dari etos suatu masyarakat atau bangsa adalah sifat,

watak, dan kualitas kehidupan mereka, moral dan gaya estesis,

serta suasana hati mereka. Etos adalah sikap mendasar


23
Frans. Magnis Suseno, 2003. Manusia dan Pekerjaan Berfilsafat Bersama Heget dan Max
dalam Sekitar Manusia Bunga Rampai Filsafat Manusia. Jakarta: Gramedia, hal 36.
36

terhadap diri mereka sendiri dan terhadap dunia luar mereka

yang direfleksikan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Pandangan dunia mereka adalah gambaran mereka tentang

kenyataan apa adanya, konsep mereka tentang alam, diri dan

masyarakatnya. Pandangan dunia mereka mengandung

gagasan-gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan,

kepercayaan dan ritus-religius. Kesemuannya saling

berhadapan dan saling meneguhkan satu sama lain.

Etos kerja intelektual dibuat masuk akal dengan

diperhatikannya sebuah cara hidup yang tersirat oleh masalah-

masalah actual yang dilukiskan berupa pandangan dunia itu.

Pandangan dunia secara emosional dibuat dapat diterima

dengan disajikan sebagai sebuah gambaran tentang masalah-

masalah aktual dari cara hidup itu, dan cara hidup itu adalah

suatu ekspresi yang autentik. Pembuktian atas hubungan yang

bermakna antara nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat

atau bangsa dan tatanan eksistensi yang bersifat umumk yang

didalamnya bangsa itu menemukan dirinya.

Sejak terbitnya buku Max Weber yang berjudul: The

Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, masalah etos kerja

suatu etnik atau suatu bangsa dan pengaruhnya terhaadap

perkembangan etnik ataupun bangsa itu, menarik perhatian

para ilmu sosial. Dalam buku itu Max Weber mengatakan bahwa
37

ada kaitan antara perkembangan suatu masyarakat itu terhadap

makna kerja. Menurut pengamatan Weber 24 dikalangan sekte

Protestan calvinis terhadap suatu kebudayaan yang

menganggap bahwa kerja keras adalah suatu keharusan bagi

setiap manusia untuk mencapai kesejahteraan spiritual. Kerja

bagi manusia adalah suatu keharusan bagi setiap manusia

untuk mencapai kesejahteraan spiritual. Kerja bagi manusia

adalah suatu panggilan rohani untuk mencapai kesempurnaan

hidup. Akibat dari semangat kerja keras ini ternyata melimpah

pula pada kehidupan ekonomi mereka.

Pengamatan tersebut kemudian oleh ahli ilmu sosial suatu

pa radigma pembangunan, khususnya bagi Negara-negara

yang sedang berkembang. Paradigma itu mengajarkan bahwa

apabila Negara yang sedang berkembang ingin melihat usaha

pembangunannya berhasil, mereka harus memiliki etos kerja

yang tinggi yang dimenifestasikan dalam kerja keras dan pola

hidup sederhana serta hemat. Dengan kata lain pradigma ini

melihat bahwa masalah devolepment dan underdevelopment

dari suatu etnik atau bangsa adalah dilihat dari masalah dimiliki

atau tidaknya etos kerja yang dimanifestasikan dalam kemauan

mereka (bangsa) untuk bekerja keras dan hidup hemat serta

sederhana, dan dengan cara demikian maka semakin besar


24
24 Webster, John and Weber, Roland. 2007. Introduction to Fungi 3th Edition. Cambridge:
Cambridge University Press. hal. 542
38

kemungkinan mereka berhasil dalam usaha-usaha

pembangunan. Akan tetapi hal sebaliknya apabila etnik atau

bangsa itu memiliki etos kerja rendah.

Ada sejumlah indikator yang dapat dipergunakan untuk

mengukur etos kerja seseorang, yaitu:

1) Internal locus control. Berarti bahwa nsib seseorang

ditentukan oleh dirinya sendiri. Kebalikannya adalah

exsternal locus control, yaitu nasib seseorang ditentukan

oleh faktor-faktor diluar diri sendiri: misalnya nasib,

orang lain, jabatan, dan sebagainya. Orang yang etos

kerjanya tinggi berprinsip Internal locus control .

kesuksesan dan kegagalan ditentukan oleh dirinya

sendiri. Orang yang etos kerjanya rendah prinsipnya

exsternal locus control. Kesuksesan dan kegagalannya

ditentukan oleh orang lain atau faktor-faktor diluar dirinya.

2) Kerja sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan hidup.

Orang yang beretos kerja tinggi mempunyai kepercayaan

dir bahwa bekerja merupakan suatu cara untuk mencapai

kebahagiaan hidup. Jika ingin memperoleh hidup yang

cukup dan bahagia, seseorang harus bekerja, sedangkan

kesengsaraan atau kemiskinan merupakan hasil dari

permasalahan kerja.
39

3) Komitmen terhadap pekerjaan. Etos kerja memiliki

keterikatan dengan komitmen dengan pekerjaan. Orang

yang beretos kerja tinggi memiliki komitmen yang juga

tinggi terhadap pekerjaaan. Ia merasa bertanggung

jawab dan berupaya menyelesaikan pekerjannya dengan

baik. Ia mau melaksanakan kerja lembur sering tanpa

uang lembur.

4) Kerja keras merupakan sumber kesuksesan. Orang yang

mempunyai etos kerja berpendapat bahwa kerja

merupakan sumber kesuksesan dan kemalasan

merupakan sumber kegagalan mencapai sesuatu.

Misalnya, kerja keras merupakan sumber kekayaan dan

malas bekerja merupakan sumber kemiskinan,

5) Bekerja merupakan investasi. Orang yang beretos kerja

menganggap bekerja merupakan suatu investasi yang

akan menghasilkan return on investment (ROI). Ia

berpendapat bahwa semakin ia keras bekerja, semakin

tinggi ROI yang akan didapatkannya. Ia percaya akan

pribahasa: berakit-rakit kehulu berenang-renang

ketepian, sakit-sakit dahulu dan bersenang-senang

kemudian.

6) Menejemen waktu. Orang yang beretos kerja mengelola

waktunya dengan baik karena memegang prinsip bahwa


40

waktu adalah uang. Ia dapat membagi dan menjalankan

jadwalnya secara proposional, sehingga tidak merugikan

dirinya sendiri dalam kaitanya untuk bekerja, bersantai,

beristirahat, maupun bersosialisasi dengan orang lain.

7) Ambisi untuk berprestasi dan maju. Orang yang beretos

kerja sangat ambisius untuk berprestasi dan mencapai

kemajuan. Ia melaksanakan pekerjaannya bukan

sekedar melaksanakan aktivitas, tetapi ingin

menghasilkan suatu kerja dengan prestasi tinggi.

Berupaya melaksanakan pekerjaannya dengan cara

yang lebih baik dan efisien.

8) Disiplin dalam bekerja, Disiplin tinggi dalam bekrja

merupakan cirri orang yang beretos kerja tinggi. Ia ingin

efektif dan efisien dalam melaksanakan pekerjaannya.

Oleh karena itu, ia disiplin melaksanakan peraturandan

prosedur kerjs, disiplin waktu bekerja, dan disiplin dalam

memperguanakan sumber-sumber pekerjaan.

9) Kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasdan

menghindari konflik interes. Kejujuran dan konflik interes

merupakan salah satu masalah penting di lingkungan

kerja. Ketika karyawan menjadi anggota suatu organisasi

ia membawa interes organisasi, maka akan menjadi

konflik interes. Karyawan yang beretos kerja tinggi jujur


41

dalam melaksanakan tugas dan menghindari konflik

interes.

10)Kepercayaan bahwa kerja memberikan konstribusi

kepada moral individu, serta kesejahteraan dan keadilan.

Orang yang bekerja dan berupaya melaksanakan

pekerjaan dengan baik, maka pikiran, tenaga dan

waktunya akan sepenuhnya dicurahkan untuk

pekerjaannya. Ia akan merasa puas jika dapat

menyelesaikan pekerjannya dengan baik dan kecewa jika

gagal menyelesaikan pekerjaannya. Orang yang

mengabdikan kehidupan untuk pekerjaannya mempunyai

moral pribadi yang baik. Ia juga berupaya meningkatkan

produktivitasnya yang kemudian dapat membantu

meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Maka kerja manusia sebagai mata-mata berupa

pelepasan energi fisik untuk menghasilkan sesuatu, tetapi

pada kerja itu sendiri mengangkat faktor spiritual. Disamping

menghasilkan sesuatu, manusia juga mengekspresikan diri

dalam melaksanakan kerjannya. Disini kerja fungsi sebagai

symbol, jadi sebuah kode yang menunjuk kepada nilai atau

makna tertentu.

Kerja adalah suatu aktivitas mmanusia yang mengisi

sebagai besar kehidupannya secara wajar melekat secara integral

dalam hidupannya. Banyak kegiatan fisik pun sukar dipisahkan dari


42

aspek spiritual kehidupan manusia. Apabila manusia selalu

berusaha memberi makna kepada kehidupannya dengan antara

lain di cakup dalam pandangan dunianya, maka sebagai bagian

integral itu tercakup pula dalam pandangan dunia itu.

Kendati pembahasan etnik atau suatu suku bangsa semakin

mendapat perhatian para ahli ilmu-ilmu sosial semenjak Max Weber

melontarkan tesisnya bahwa etos kerja suatu etnik atau bangsa

sangat dipengaruhi oleh kepercayaan yang mereka anut, akan

tetapi dalam konteks masyarakat pedesaan masalah tersebut

terbentuk oleh hubungan produksi yang timbul sebagai akibat dari

struktur ekonomi yang ada dalam masyarakat itu. Oleh sebab itu

masalah tinggi rendahnya etos kerja masyarakat pedesaan

merupakan akibat dari struktur ekonomi, sosial dan politik yang

mampu memberikan insentif bagi anggota masyarakat pedesaan

itu untuk bekerja keras sehingga mereka dapat menikmati hasil

kerja kerasnya itu dengan sepenuhnya.

Tingkah laku (termasuk dalam bekerja) adalah satu-satunya

akal sehat, karena antara etos dan pandangan dunia, antara gaya

hidup yang diterima dan struktur kenyataan yang diandaikan

terdapat sesuatu yang dipahami sebuah kesesuaian yang jelas dan

mendasar, sehingga keduanya saling melengkap, kemudian saling

meminjamkan makna.
43

Etos dapat muncul dengan didasari kekuatan sebuah

agama. Kekuatan sebuah agama dalam dalam menyangga nilai-

nilai sosial lantas terletak pada kemampuan simbol-simbolnya

untuk merumuskan sebuah dunia tempat nilai-nilai itu dan juga

kekuatan yang melawan perwujudan nilai-nilai itu menjadi bahan-

bahan dasarnya.

Etos kerja guru dapat dipengaruhi dari berbagai sumber

diantaranya, faktor dari dalam diri guru itu sendiri, sumber

pengalaman diri, pengalaman kerja lain sebelumnya, lingkungan,

dan interaksi keduanya, yaitu antara orang dan lingkungannya juga

dapat mempengaruhi etos kerja seseorang guru dalam

menjalankan tugas yang diembannya. Jika ke-sepuluh pernyataan

diatas dipenuhi, maka etos kerja seorang guru dapat ditingkatkan

secara optimal dan dalam melaksanakan tugas dapat menghindari

atau dapat diminimalisir konflik interes dilingkungan kerjanya. Guru

yang beretos kerja sehat dalam melaksanakan tugas dapat

menghindari konflik interes pribadinya menjadi lebih terkendali,

sekalipun masih ada konflik masih dianggap sehat atau dalam

keadaan normal.

Etika mengacu pada cabang filosofi yang berkaitan dengan

nilai-nilai yang berkenaan dengan sikap dan prilaku manusia dalam

melakukan kesalahan atau kebenaran; keburukan atau kebaikan.

Etika adlah suatu prilaku manusia yang menyangkut dengan


44

dengan kebenaran sesuai dengan norma-norma nilai yang diterima

kearah pencapaian. Etika melibatkan studi aneka pilihan dan isu

normal adalah mempunyai kaitan dengan hak kebenaran lawan

salah; kebaikan lawan tidak kebaikan; keteduhan lawan tidak

keteduhan; dan sebagainya. Untuk meningkatkan pemahaman

etika seperti pada konteks OB, di antaranya: (1) suatu gaya

tanggung jawab sosial global; (2) suatu model prilaku etis individu;

(3) prinsip moral umum untuk para menejer; dan (4) bagaimana

cara meningkatkan suatu iklim etis organisasi.


25
Menurut Benyamin Wirawan, mendefinisikan etos kerja

adalah idea yang menekankan individualisme atau independensi

dan pengaruh positif bekerja terhadap individu. Bekerja dianggap

baik, karena dapat meningkatkan derajat kehidupan, serta status

sosial seseorang.

Sistem kode yang dianjurkan untuk membantu

mengidentifikasikan pola karakteristik dari berbagai teori yang

dilakukan oleh manajer, ketika ingin wawancara training profesi

yang berkaitan dengan etos kerja, di antaranyya: Distinctiveness,

Consensus, Consistency, confirmation, Missing data, Salience,

Scemata, Temporal order, Person as cause, environment as couse,

person dan environment .

25
Wirawan, Kapita Selekta Teori Kepemimpinan, Jakarta: Yayasan Bangun Bangun Bangsa %
Uhamka Press, hal. 17.
45

Pola karakteristik yang diterapkan dalam wawancara

training profesi yang dikaitkan dengan etos kerja dapat dijelaskan

sebagai berikut: (1) Distinctiveness yang berarti perbedaan

(menekankan pada pengalaman dari kejadia yang berbeda; (2)

consensus berarti consensus (menekankan pada pengalaman dari

yang lainnya: (3) Consistency berarti konsistensi (menekankan

pada pristiwa yang terjadi, ketika ada penyebabnya); (4)

Confirmation berarti konfirmasi (menekankan pada usaha untuk

pembenaran hipotesis tanpa mempertimbangkan kemungkinan

penyebab lain; (5) missing data berarti data hilang (menekankan

pada informasi yang hilang tidak bisa membantu dalam

menentukan penyebabnya; (6) salience berarti pengembangan

(menekankan pada penyebab kemungkinan yang mana dari

pengalaman individu pada kejadian dan penyebabnya; (7)

schemata berarti skema dipertimbangkan lebih dahulu harapan,

deskripsi yang berhubungan dengan observed, memiliki

pengalaman, atau terpelajar/berilmu); (8) temporal orde berarti

(menekankan pada waktu dan kejadian pristiwa); (9) person as

cause berarti orang sebagai penyebab (sumber yang menyebabkan

orang istirahat); (10) environment as cause berarti lingkungan

sebagai penyebab (sumber yang menyebabkan orang berpengaruh

terhadap lingkungan; dan (11) person dan environment berarti


46

orang dan lingkungan (sumber ketenangan dari keduanya yaitu

orang dan lingkungan.

Setiap guru yang profesional dapat menunjukkan etos kerja

dirinya dalam bekerja, karena setiap guru dapat menumbuhkan

etos kerja, karena pekerjaan yang ditekuninya bernilai ibadah, oleh

karena itu untuk menumbuhkan etos kerja didalam diri guru,

didasarkan pada penekanan adanya seleksi memilih calon tenaga

yang professional, dengan demikian, etos kerja dapat tumbuh atau

tidak, tergantung individu guru bagaimana menyikapi pekerjaan itu

sendiri.

Etos kerja guru meruakan refleksi praktik bekerja tulus

penuh syukur, bekerja benar penuh tanggung jawab (amanah),

tuntas penuh integritas (komitmen), bekerja keras penuh semangat,

bekerja serius penuh kecintaan, bekerja kreatif penuh suka cita,

tekun penuh keunggulan,, dan bekerja sempurna penuh

kerendahan hati.

Ada sejumlah indikator yang dapat diperguanakan untuk

mengukur etos kerja seorang guru, yaitu:

(1) Internal locus control (percaya pada kemampuan diri


sendiri), (2) kerja sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan
hidup, (3) komitmen terhadap pekerjaan, (4) kerja keras
merupakan sumber kesuksesan, (5) bekerja merupakan
investasi, (6) menejemen waktu, (7) ambisi untuk berprestasi
dan maju, (8) disiplin dalam bekerja, (9) kejujuran dalam
melaksanakan tugas dan menghindari konflik interes, dan
(10) kepercayaan bahwa kerja memberikan konstribusi
kepada moral individu, serta kesejahteraan dan keadilan.
47

Seorang guru yang memiliki etos kerja yang tinggi berarti

memiliki etos kerja yang sehat dan etis. Semakin tinggi etos kerja

guru tentunya dapat dipengaruhi oleh atasannya yang memenuhi

kriteria , sehingga dapat meningkatkan bagi kinerjanya yang

dihasilkan seorang guru memilki bakat dan karekteristik sendiri.

Prinsip utama etos kerja diatas, operasionalnya tercermin antara

lain pada prilaku percaya pada kemampuan diri sendiri, suka

bekerja keras, bekerja dengan penuh disiplin, rajin, komitmen,

tekun dan ulet, jujur, sabar, rapi, tepat waktu, efisien, kerjasama,

bersedia menerima perubahan (inovasi), berpandangan luas

kedepan, iklas beramal, memegang teguh rahasia jabatan,

mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara diatas

kepentingan pribadi atau golongan.

Kekuatan/energi mendorong yang dapat mewujudkan suatu

prilaku guna mencapai tujuan kepuasan kerja terhadap hasil kerja

yang telah diusahakannya. Etos kerja guru merupakan prilaku guru

dalam bekerja direfleksikan dengan praktik dan budaya kerja yang

sehat dan etis. Jika dikaitkan kepuasan kerja bagi guru yang

merupakan kemampuan guru untuk bertahan dalam menghadapi

dan mengatasi kesulitan, ketika menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya, bahkan dapat mengubah hambatan menjadi peluang

dalam menuntun kesuksesan kinerjanya. Seseorang yang

melaksanakan etos kerjadengan baik dipraktikkan dalam tugasnya,


48

sebagai karakter dan kebiasaan yang terpancar dari sikap hidup

sehari-hari dan mendasar terhadap kerja, dan pengertian yang

bertolak dari asas etis yang saling mendukung, karena kedunya

sangat erat berhubungan dengan aspek kejiwaan dan spritualitas.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka etos

kerja guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu yang

diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai-nilai

bekerja, prilaku kerja positif (kerja keras, disiplin, tanggung jawab,

rasional dalam mengambil keputusan, keterbukaan, dan

mempunyai loyalitas) dan komitmen seseorang dalam

melaksanakan tugas dan fungsi sebagai guru.

2. Pengertian Supervisi Pengawas Sekolah

Pengertian supervisi yaitu ”supervision is conceived as

service to teachers, both as individual and in groups. Supervision is

a means of offering to teachers spesializhed help in improving

instruction”. Supervisi dipahami sebagai pelayanan terhadap guru,

baik individual maupun kelompok. Supervisi dimaksudkan sebagai

bantuan menolong guru-guru dalam memperbaiki proses

pembelajaran. Pendapat ini menunjukkan bahwa dalam supervisi

ada seseorang yang memberikan bantuan atau supervisor dan

orang yang mendapatkan bantuan dalam hal ini guru.

Supervisi Akademik yang berfokus pada pembelajaran dapat

dilakukan oleh pengawas sekolah, akan tetapi dapat juga dilakukan


49

oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor. Jika

supervisi dilakukan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu

melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian

untukmeningkatkan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan.

Menurut Suharsimi Arikunto26, supervisi adalah melihat

bagaimana dari kegiatan di sekolah yang masih negatif diupayakan

menjadi positif, dan melihat mana yang sudah positif untuk dapat

ditingkatkan menjadi lebih positif lagi, yang penting pembinaan.

Dari pengertian tersebut jelas bahwa supervisi pada hakikatnya

merupakan pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah

terhadap guru dan staf sekolah lainnya agar mampu bekerja lebih

baik. Supervisi yang baik pada dasarnya lebih didasarkan pada

upaya bagaimana membina para guru dalam rangka memperbaiki

kinerjanya yang masih kurang, memecahkan hambatan dalam

mengerjakan tugasnya serta meningkatkan kemampuan yang

dimiliki oleh guru. Dalam pelaksanaan supervisi oleh kepala

sekolah harus memperlakukan guru sebagai orang yang berpotensi

untuk maju dan berkembang lebih baik, sehingga tidak terkesan

pelaksanaan supervisi hanya mencari kesalahan-kesalahan guru

dalam melaksanakan tugas tetapi lebih diarahkan pada proses

pembinaan.

26
Arikunto. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 155.
50

Istilah supervisi berasal dari dua kata “super dan “vision”

dalam Webster’s New World Dictionary istilah super berarti “

hingher in rank or position than, superior to (superintendent), a

greater or better than others” sedangkan kata vision berarti “the

ability to perceive something not actually visible, as through

mentual acuteness or keen foresight.

Pelaksanaan supervisi atau pengawasan mengalami

perubahan, cogan, Anderson dan Krajeski berhasil

mengklasifikasikan pendekatan supervisi pendidikan yang paling

ketat (control) sampai dengan yang paling longgar (kolaborasi)

antara supevisor dan guru. Kajian literature meliputi 7 topik utama

yaitu:

a. Scientific management;
b. Democratic interaction approach;
c. Cooperative supervision;
d. Supervision as curriculum development;
e. Clinical supervision;
f. Group dynamics and peer emphasis; dan
g. Coaching and instuctinal supervision.

Supervisi pengawas adalah upaya membimbing,

mengarahkan, mendorong, dan memberikan layanan kepada guru-

guru baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha

memperbaiki pengajaran disekolah.

Secara garis besar terdapat dua bentuk supervisi pengawas


dalam pembelajaran, yaitu supervisi umum dan supervisi
pengajar. Supervisi umum merupakan supervisi yang
dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang secara tidak
langsungberkaitan dengan usaha perbaikan pengajaran.
Fungsi utama supervisi umum meliputi: (1) Kontrol dan
51

evaluasi, (2) Memberi dukungan dan saran, dan (3) berperan


sebagai agen. Sedangkan supervisi pengajaran adalah
kegiatan kepegawaian yang ditunjukkan untuk memperbaiki
kondisi-kondisi yang memungkinkan terciptanya situasi
belajar mengajar yang lebih baik demi terciptanya tujuan
pendidikan.
27
Neagley seperti yang dikutip Pidarta, mensyaratkan

langkah-langkah dalam melakukan supervisi, yakni:

(1) (menciptakan hubungan baik antara guru dan pengawas,


(2) merencanakan aspek perilaku yang akan diperbaiki pada
sub bahasan tertentu, (3) merencanakan strategi observasi,
(4) observasi guru mengajar, (5) menganalisis KBM oleh
guru dan pengawas secara terpilih, (6) merencanakan
pertemuan guru, diberi kesempatan menanggapi cara
mengajar yang sebelumnya dibahas secara bersama, dan
(7) membuat rencana baru bila aspek perilaku itu belum
dapat diperbaiki dan mengulangi langkah awal dan langkah
akhir.

Supervisi pengajaran dapat dilakukan oleh pengawas dalam

lingkup yang lebih besar dan kepala sekolah dalam lingkup yang

lebih kecil. Pengawas sekolah bertugas membimbing dan membina

guru-guru dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar di

sekolah. Menurut Wiles28 Konsep supervise modern dirumuskan

sebagai berikut: “Supervision is assistance in the development of a

better teaching learning situation.”

Dalam melaksanakan pembinaan tersebut, diperlukan

adanya pengawas sekolah yang profesional sesuai dengan

tuntutan dan kondisi saat ini, dengan memiliki standar kompetensi

27
Pidarta, Made, 2009, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. hal. 79.
28
Wiles, J. and Bondi, J. 1993. Curriculum Development: A Guide to. Practice. (4th Ed) New
York; Mc Millan Publishing Company. P. 383.
52

sebagai berikut : 1) Kompetensi Pedagogik, 2) Kompetensi

profesional (Sub Kompetensi Pengawas Sekolah, Kompetensi

Wawasan Kependidikan, Kompetensi Akademik/Vokasional dan

Kompetensi Pengembangan Profesi), 3) Komponen Kompetensi

Kepribadian, dan 4) Kompetensi Sosial.

Pelaksanaan supervise yang dilakukan oleh pengawas


diarahkan kepada dua hal, yaitu (1) aspek administratif, dan
aspek edukatif, yang selanjutnya dikenal dengan dua jenis
supervisi, yaitu supervisi administratif dan supervisi edukatif.
Secara administratif pengawas sekolah akan meneliti dan
mencermati administrasi dilingkungan sekolah, antara lain
mencakup administrasi: kepala sekolah, kesiswaan,
ketenangan, laboratorium, perpustakaan, bimbingan dan
konseling (BK), Surat menyurat, Keuangan, Perlengkapan,
UAN, dan penerima siswa baru. Sedangkan supervisi secara
edukatif menyangkut segala hal yang berhubungan aktivitas
pembelajaran seperti: buku, kurikulum yang terdiri antara
lain: landasan, program dan pengembangan GBPP, juklak
PBM, juklak penilaian, juklak administrasi pendidikan, julak
bimbingan dan konseling (BK), juknis mata pelajaran,
persiapan KBM, penyusunan dan pengembangan silabus,
program tahunan/cawu, program satuan pelajaran (PSP)
dan rencana pelajaran (RP), pelaksanaan KBM, langkah
KBM, evaluasi, tindak lanjut (remedia/pengayaan).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa supervisi pendidikan merupakan aktivitas pembinaan yang

dilakukan oleh atasan dalam hal ini kepala sekolah dalam rangka

meningkatkan performansi atau kemampuan guru dalam

menjalankan tugas mengajarnya sehingga dapat memperbaiki dan

meningkatkan proses pembelajaran agar lebih efektif. Pelaksanaan

supervisi tidak hanya menilai penampilan guru dalam mengelola

proses pembelajaran melainkan esensinya yaitu bagaimana


53

membina guru untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya

yang berdampak pada peningkatan kualitas proses pembelajaran

Supervisi pada intinya adalah upaya pemberian bantuan

terhadap guru yang mengalami kesulitan dan pengembangan. Oleh

karena itu, pengawas harus dapat memberikan pelatihan. Pelatihan

adalah proses komunikasi terencana yang menghasilkan

perubahan atas sikap, keterampilan atau pengetahuan dalam

hubungan dengan sasaran khusus yang berkaitan dengan pola

prilaku yang diinginkan.


29
Olovia, menjelaskan ada empat macam peran seorang

pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator,

consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu

mengkoordinasi programs, goups, materials, and reports yang

berkaitan dengan sekolah dan para guru. Supervisor juga harus

mampu berperan sebagai konsultan dalam menejemen sekolah,

pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran, dan

pengembangan staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan guru,

baik secara kelompok maupun individual. Adakalanya supervisor

harus berperan sebagai pemimpin kelompok, dalam pertemuan-

pertemuan yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum,

pembelajaran atau menejemen sekolah secara umum.

29
Olivia, Peter F. 2004. Supervision For Today’s. New York: Longman. p. 67.
54

30
Alfonso, Firth, dan Neville, menegaskan Instructional

supervision is herein defined as: behavior officially designed by the

organization that directly affects teacher behavior in such a way to

facilitate pupil learning and achieve the goals of organization.

Pengawas berkewajiban memberikan bantuan dan layanan

dalam rangka menciptakan situasi belajar dan kondusif. Tugas

pengawas itu meliputi: (1) mengembangkan kurikulum, (2)

mengorganisasi pembelajaran, (3) menyiapkan staf, (4)

menyiapkan fasilitas belajar, (5) menyiapkan materi ajar, (6)

menatar guru-guru, (7) memberikan konsultasi dan membina staf,

(8) mengkoordinasi layanan terhadap para siswa, (9) mengadakan

hubungan dengan masyarakat, dan (10) nilai mengajar yang

harmonis. Hubungan manusiawi yang diciptakan harus bersifat

terbuka dan informal. Hubungan demikian itu bukan saja antara

pengawas dan guru tetapi juga pihak lain yang terkait dengan

program supervisi. Selanjutnya supervisi harus dilakukan secara

berkesinambungan untuk mementau terjadi perubahan kearah

perbaikan.

Rifai,31 dalam bukunya Administrasi dan supervisi

pendidikan merumuskan tujuan supervisi yang dilakukan oleh

pengawas. Dikatakannya bahwa tujuan superviisi adalah

membantu guru dalam; (a) agar dapat mengerti atau menyadari


30
Alfonso,RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F. 2001. Instructial Supervision, A Behavior System,
Boston: Ally ans Bacon, Inc. p. 51.
31
Rivai, Moh. , Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Cetakan I, Bandung: Jemmars. hal.12
55

tujuan pendidikan disekolah, dan fungsi sekolah dalam mencapai

tujuan pendidikan, (b) membantu guru agar mereka lebih

menyadari dan mengerti kebutuhan dan masalah yang dicapai oleh

siswanya lebih baik lagi, (c) untuk melaksanakan kepemimpinan

yang efektif, (d) menentukan kemampuan dan kelebihan tiap guru

serta mengembangkan kemampuan itu dengan cara memberikan

tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya, (e)

meningkatkan kemampuan penampilannya didepan kelas, (f)

membantu guru pada masa orientasinya supaya cepat dapat

menyesuaikan diri dengan tugasnya dan dapat mendayagunakan

kemampuan belajar siswa dalam merencanakan tindakan

perbaikan, dan (h) menghindari tuntutan-tuntutan terhadap guru

yang diluar tanggung jawabnya baik dari dalam sekolah maupun

diluar sekolah.

Sehubungan dengan itu, pengawas selaku orang yang

membina dan membimbing guru dalam kegiatan KBM haruslah

menciptakan suasana dan kondisi dan harmonis dalam

melaksanakan supervisinya. Mengingat, Neagley seperti yang

dikutip Pidarta32 mensyaratkan kondisi dalam melakukan supervisi,

yakni: 1) menciptakan hubungan baik antara guru dan pengawas,

2) merencanakan aspek prilaku yang akan diperbaiki pada sub

bahan tertentu, 3) merencanakan strategi observasi, 4) obsrvasi

guru mengajar, 5) menganalisi KBM oleh guru dan pengawas


32
Ibid-Pidarta, 2009. hal. 79.
56

secara terpilah, 6) merencanakan pertemuan guru, diberi

kesempatan menanggapi cara mengajar yang sebelumnya dibahas

secara bersama, dan 7) membuat rencana baru bila aspek prilaku

itu belum dapat diperbaiki dan mengulangi langkah awal dan

langkah akhir.

Untuk melaksanakan supervisi yang baik dan benar,

pengawas harus mengetahui dan berpedoman pada prinsip dan

teknik supervisi. Prinsip dan teknik supervisi dapat membantu guru

dalam melaksanakan tugas sehari-hari sehingga dapat

meningkatkan penampilan mengajar. Teknik supervisi ini dapat

bersifat individual dan kelompok.

Teknik individual meliputi: kunjungan dan observasi kelas,

supervisi klinis, konferensi dengan guru, serta supervisi

berdasarkan kompetensi. Teknik kelompok meliputi: orientasi bagi

guru baru, penelitian dan eksperimen kelas, pelatihan sensitivitas.

Rapat dewan guru, teknik Delphi, mengunjungi guru lain,

pengembangan situasi pengajaran serta pengembangan pusat-

pusat pelatihan guru. Teknik individual lebih tepat untuk membantu

gutu secara kelompok diluar proses belajar mengajar.

Supervisi akademik adalah suatu upaya yang akan

dilakukan untuk meningkatkan mutu proses pendidikan yang

dilaksanakan disekolah yang didukung dengan optimalisasi peran

guru, ketersediaan sarana dan prasarana, desain kurikulum, sistem


57

pembelajaran dan mekanisme penilaian dan pengukuran.

Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan

situasi dan proses pemelajaran agar menjadi lebih baik dan

berkualitas. Sedangkan menurut Sergiovanni dan Starrat


33
sebagaimana yang dikutip Mulyasa, menyatakan bahwa:

Supervision is aprocess designed to help teacher and


supervisior learn more about their practice; to better able to
use their know ledge and skills to better server parents and
scools; and to make the school a more effective learning
community

Penjelasan diatas memberikan penekanan bahwa

pelaksanaan supervisi bukanlah merupakan proses inspeksi,

karena supervisi tidak bermuara pada pengawasan untuk mencari

kesalahan dan pemberian hokum (punishment), melainkan untuk

meningkatkan mutu proses pendidikan yang dilaksanakan

disekolah. Dalam pelaksanaan supervisi, guru tidak dianggap

sebagai pelaksanaan pasif, akan diperlakukan sebagai partner

kerja yang memiliki ide, gagasan, pendapat dan pengalaman yang

perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan dalam upaya

optimalisasi pembelajaran dalam mewujudkan sekolah yang

berkualitas.

Kunci penting dari proses manajemen sekolah yaitu nilai

fingsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubungannya

terhadap perencanaan dan kegiatan-kegiata yang didelegasikan.

Holmes menyatakan bahwa ‘schol Inspection is an extremely useful


33
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja. Rosdakarya. Bandung hal. 38-39.
58

guide for all teachers facing an Ofsted inspection. It answers may

important questions about preparation for inspection, the logistics of

inspection itself and what is expected of schools and teachers after

the event’.

Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan

monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi

terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga

merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila

ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu

pencapaian tujuan.

Sasaran supervisi akademik antara lain adalah untuk

membantu guru dalam hal: (a) merencanakan kegiatan

pembelajaran dan atau bimbingan, (b) melaksanakan

pembelajaran/ bimbingan, (c) nilai proses dan hasil pembelajaran/

bimbingan, (d) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan

layanan pembelajaran/ bimbingan, (e) memberikan umpan balik

secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (f)

melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (g)

memberikan bimbingan belajar pada peserta didik, (h) menciptakan

lingkungan belajar yang menyenangkan, (i) mengembangkan dan

memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan atau

bimbingan, (j) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (k)

mengembangkan interaksi pembelajaran/ bimbingan (metode,


59

strategi, teknik, model, pendekatan dan sebagainya) yang tepat

dan berdaya guna, (l) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan

pembelajaran/ bimbingan, dan (m) mengembangkan inovasi

pembelajaran/ bimbingan.

Tenaga pengawas (SMA) merupakan tenaga kependidikan

yang peranannya sangat penting dalam membina kemampuan

profesional tenaga pendidik dan kepala sekolah dalam

meningkatkan kinerja sekolah. Pengawas sekolah berfungsi

sebagai supervisor baik supervisor akadamik maupun supervisor

manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah

berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar

guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran.

Sedangkan bagi supervisor manajerial, pengawas

berkewajiban membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah

yang efektif. Pembinaan dan pengawasan kedua aspek tersebut

hendaknya menjadi tugas pokok pengawas sekolah. Oleh sebab

itu tenaga pengawas harus memiliki kualifikasi dan kompetensi

yang lebih unggul dari guru dan kepala sekolah. Peranan

pengawas hendaknya menjadi konsultan pendidikan yang

senantiasa memjadi pendamping bagi guru dan kepala sekolah

dalam meningkatkan mutu pendidikan. Lebih dari itu kehadiran

pengawas harus menjadi agen dan pelopor dalam inivasi

pendidikan disekolah binaannya. Kinerja pengawas salah satunya


60

harus dilihat dari kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh sekolah

binaanya. Dalam konteks itu maka mutu pendidikan di sekolah

yang dibinanya akan banyak tergantung kepada kemampuan

professional tenaga pengawas.

Dalam melaksanakan supervisi akademik, pengawas

sekolah/ madrasah hendak memiliki peranan khusus sebagai: (1)

partner (mitra) guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil

pembelajaran dan bimbingan disekolah/madrasah binaannya, (2)

innovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi

pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya, (3)

konsultan pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah

binaannya, (4) konselor bagi guru dan seluruh tenaga kependidikan

di sekolah/madrasah, dan (5) motivator untuk meningkatkan kinerja

guru dan semua tenaga pendidik dan kependidikan disekolah.

Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan

pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus

diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya.

Berdasarkan konsep tersebut, maka proses perencanaan yang

mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih dahulu.

Perencanaan yang dimaksudkan mencangkup perencanaan:

pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme,

sehingga perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan

tujuan yang jelas.


61

Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi

merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan

prestasi belajar dan mutu sekolah. Sehertian menegaskan bahwa

pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha

memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama

kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok

dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.

Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian

atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta

mendalam dengan acuan perencanaan program pembelajaran

yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya

peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga

bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan

yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan

mengembangkan situasi belajar mengajar.

Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat

fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk

melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah

tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan

kualitas proses dan hasil belajar/ bimbingan untuk mencapai tujuan

pendidikan. Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah

dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator pengawas

(Korwas) sekolah/satuan prndidikan.


62

Aktivitas pengawas sekolah selanjutnya adalah menilai dan

membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah satuan

pendidikan/sekolah tertentu baik negri maupun swasta yang

menjadi tanggung jawabnya. Penilaian itu dilakukan untuk

penentuan drajat kualitas berdaarkan kriteria (tolok ukur) yang

ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan disekolah.

Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk

memberikan arahan, saran dan bimbingan.

Berdasarkan urian, maka yang dimaksud dengan supervisi

pengawas sekolah adalah upaya membimbing, mengarahkan,

mendorong, dan memberikan layanan kepada guru-guru baik

secara individual maupun secara kelompok dalam usaha

memperbaiki pengejaran di sekolah yang terbentuk pada tindakan,

berupa pembinaan guru dan indikator: (kunjungan observasi ke

kelas, pembahasan hasil observasi bersama dengan guru,

percakapan pribadi dengan guru), pengembangan professional

guru, dengan indicator: (menyiapkan guru dalam mengajar,

meningkatkan perbaikan pembelajaran), dan interaksi kerja

dengan indicator: (meningkatkan keterampilan guru secara

bertahap, dan memelihara komitmen guru terhadap tugas).


63

3. Pngertian Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Pngertian Kepemimpinan

Istilah kepemimpinan banyak dikemukakan para ahli baik

secara sempit maupun secara luas. Kepemimpinan merupakan

faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi kerja

orang lain dalam organisasi dengan mana tujuan organisasi

dapat tercapai. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen

sedangkan manajemen inti dari administrasi. Pada umumnya

kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses

mempengaruhi aktivitas dari individu maupun kelompok unyuk

memcapai tujuan dalam situasi tertentu.

Kepala Sekolah adalah merupakan pemimpin pendidikan di

tingkat satuan pendidikan yang harus memiliki dasar

kepemimpinan yang kuat sehingga mampu membawa peserta

didik sukses dalam mencapai cita-cita di sekolah.

Kepala Sekolah menurut Depdiknas dijelaskan bahwa

Kepala Sekolah adalah Guru yang diangkat oleh Pemerintah

atau Yayasan yang memenuhi persyaratan tetentu dapat diberi

tugas tambahan sebagai kepala sekolah untuk memimpin

penyelenggaraan pendidikan dan upaya peningkatan mutu

pendidikan di sekolah dengan senantiasa meningkatkan

kemampuan, pengabdian dan kreatifitasnya, agar dapat

melaksanakan tugas secara profesional.


64

Dalam memproses mempengaruhi orang lain seorang

pemimpin harus memiliki dasar kemampuan serta terampil

dalam menggerakkan bawahannya agar dapat bekerja secara

maksimal Siagan34 mengemukakan bahwa “kemauan dan

keterampilan seseorang yang menuduki jabatan sebagai

pimpinan suatu unit kerja untuk mempengaruhi prilaku orang

lain terutama bawahannya untuk berpikir dan bertindak

sedemikian rupa sehingga melalui prilaku yang positif

memberikan sumbangsih nyata dalam mencapai tujuan

organisasi.

Kepemimpinan menjadi fungsi sentral dalam keberhasilan

pengelolaan lembaga pendidikan, melalui peran yang

menunjukkan apa dan bagaimana tujuan hendak dicapai, fungsi

kepala sekolah yang berhubungan dengan tugas juga fungsi

harmonisasi tujuan berdasarkan keadaan organisasi, dan tugas

kepala sekolah selaku penanggung jawab dalam aspek

pendidikan. Peran, fungsi dan tugas kepala sekolah

berdasarkan keinginan mencapai keberhasilan pendidikan yang

dikembangkan melalui kepemimpinan yang efektif. Termasuk

upaya nyata membangun kemampuan guru secara profesional,

yang tidak hanya menuntut kompetensi guru dalam profesi lebih

jauh memaksimalkan potensi guru guna mencapai kehidupan

layak dari pekerjaan profesional yang sudah dilakukan guru


34
Sondang P. Siagian. 2005. Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta Rineka Cipta, hal 27.
65

dalam pendidikan. Menjadi tugas kepala sekolah dalam

mendukung keberhasilan kepemimpinan yang dijalankan di

dalam pengelolaan sekolah

Kepemimpinan merupakan suatu produk dari pada interaksi

individu-individu dalam suatu kelompok, oleh karena itu

kepemimpinan dapat diartikan suatu bentuk formasi atau

pembinaan kelompok orang-orang tertentu. Biasanya melalui

human relation dan motivasi yang tepat agar mereka mau

kerjasama untuk memajukan tujuan organisasi. Definisi lain

tentang kepemimpinan dikemukakan oleh Locke yang

mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan:

Pross membujuk (indicting) orang-orang lain untuk


mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama. Dimana
definisi ini mengkategorikan tiga elemen, yaitu (1)
kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational
concept), (2) kepemimpinan merupakan suatu proses, (3)
kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk
mengambil tindakan.35

Dari definisi diatas terlihat bahwa kepemimpinan merupakan

aktivitas membujuk orang lain dalam suatu kelompok agar mau

bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang

kegiatannya meliputi membimbing, mengarahkan, memotivasi,

mengawasi tindakan atau tingkah laku orang lain. Hesey and

35
Edwin A. Locke & Association, 2007 . Esensi Kepemimpinan, Penerjemah Aris
Ananda.Jakarta:Penerbit Spektrum, hal 3.
66

36
Blanchart, mengemukakan definisi kepemimpinan dengan

mengutip dari beberapa ahli, yaitu:

Leadrenship is the activity of influencing exercised to strive


willingly for group objectives (George P. Terry) 37. Leadership
as interpersonal influence exercised in situation an directed
through the communication process, toward the attainment
of a specialized goal the goals (Robert Tennenbaun, Irving R.
Wischeler, Fred massarik), Leadershiip is influencing people
to follow in the achievement of a common goal ( Koonz and
Cyril O’Donnell)38

Dari pendapat diatas disimak bahwa kepemimpinan adalah

proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorantg

atau kelompok dalam situasi tertentu. Jadi kepemimpinan itu

akan terjadi apabila didalam situasi tertentu seseorang

mempengaruhi perilaku orang lain.

Tercapai tidaknya tujuan organisasi sangat tergantuung

kepada kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpin. Hal ini

sejalan dengan pandangan Fiedler mendefinisikan

kepemimpinan sebagai berikut:

Dengan prilaku kepemimpinan dimaksudkan pada umumnya


adalah beberapa khususnya dimana pemimpin itu terlibat
dengan xcara-cara pengarahan dan pengkoordinasian
pekerjaan anggota kelompok keikutsertaan dalam tindakan-
tindakan ini dapat berupa hubungan kerja yang berstruktur
dalam menghadapi atau mengeritik anggota kelompok dan

36
Paul Hersey and Kenneth Blanchard, 2003. Management of Organizational Behavior, Utilizing
Human Resources. New Jersey: Practice-Hall Inc. Engliwood Clifts. hal 84.
37
George R. Terry, 2000. Prinsip-Prinsip Manajemen. (edisi bahasa Indonesia). PT. Bumi
Aksara: Bandung. hal. 9.
38
Koontz, H., C. O’Donnell, dan H. Wehrich, 1991, Manajemen, Jilid 2, Terjemahan, Erlangga,
Jakarta. hal. 334.
67

menunjukkan kinsiderasi kesejahteraan dan perasaan-perasaan


anggota mereka.39

Definisi di atas memberi pandangan bahwa kepemimpinan

merupakan tindakan seorang untuk mengorganisasikan dan

mengarahkan anggota kolompok untuk mencapai tujuan

tertentu yang pada akhirnya memberikan keejahteraan bagi

anggota kelompoknya. Ada pendapat lain yaitu Mardji Sjam

yang dikitip oleh Dirawat mengemukakan definisi kepemimpinan

yaitu:

Kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna


mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama
untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain bahwa kepemimpinan
adalah proses bimbingan atau tauladan dan pemberian jalan
yang mudah (fasilitas) dari pada pekerjaan orang-orang yang
terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan40.

Kutipan diatas menunjukkan bahwa kepemimpinan pada

dasarnya kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi

dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan

tindakan-tindakan yang searah dengan tujuan organisasi. Pada

akhirnya dari beberapa devinisi yang dikemukakan para ahli

pada hakikatnya memberikan makna bahwa: (1) kepemimpinan

adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang

berupa sifat-sifat seperti kepribadian (personality), kemampuan

39
F.E. Fiedler & M.M. Chermer, 2004. Leaderhing and Effective. Glein View: Scott, Foreman &
Company,. hal. 10
40
Dirawat, dkk, 2003. Pengantar Kepemimpinan dalam Rangka Innovasi Pendidikan
Pertumbuhan. Jabatan Guru. Jakarta: Yudistira, hal 26.
68

(ability), dan kesanggupan (capability). (2) kepemimpinan

adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat

dipisahkan dengan kedudukan (position) serta atau gaya atau

prilaku pimpin. (3) kepemimpinan adlah proses interaksi antara

pemimpin, pengikut dan situasi.

Efektivitas kepemimpinan seseorang tidak semata-mata

tertuju kepada bawahan, akan tetapi secara horizontal terhadap

rekan-rekan setingkat bahkan secara vertical yakni terhadap

pimpinan yang secara hararkhis lebih tinggi dari padanya.

Karena kehidupan di jaman modern seperti sekarang ini tidak

ada lagi kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh diri sendiri tanpa

bergabung dalam berbagai jenis organisasi.

Usaha memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi

sering orang menunjukkan perilaku yag seolah-olah bersifat

individualistis, bahkan mungkin nampak egosentris. Tetapi perlu

disadari bahwa perilaku demikian tidak selalu otomatisbersifat

destruktif dan berakibat negative bagi pembinaan kerjasama

yang serasi, tetapi merupakan bagi seni bagi seorang pemimpin

dalam memberikan bimbingan dorongan serta arahan yang

kesemuanya melalui proses komunikasi terarah dan berencana

serta sistematis tanpa melupakan nilai manusiawi.

b. Kepemimpinan Pendidikan
69

Dari beberapa kepemimpinan yang telah diuraikan diatas

maka secara lebih khusus akan dibalas kepemimpinan dalam

bidang pendidikan. Kepemimpinan pendidikan khususnya dalam

kontek persekolahan lebih menekankan pada terciptanya

hubungan antar personil yang lebih harmonis dalam

melaksanakan pekerjaan. Asmara mengemukakan bahwa:

“kepemimpinan pendidikan adalah segenap kegiatan dalam

usaha mempengaruhi personil di lingkungan pendidikan pada

situasi tertentu agar melalui kerjasama mau bekerja dengan

penuh tanggungjawab dan iklas demi tercapainya pendidikan

yang telah ditentukan.”

Kutipan diatas memberikan pandangan kepada kita bahwa

kepemimpinan pendidikan memperlihatkan adanya usaha untuk

mempengaruhi personil yang terkait dalam lingkup pendidikan

yang meliputi unsur-unsur guru, staf tata usaha, siswa serta

unsur lainnya agar mereka mau berbuat dan bekerja sesuai

dengan tugasnya serta penuh rasa tanggung jawab dan iklas,

maka kerjasama itu merupakan usaha dalam rangka memcapai

tujuan pendidikan. Terkait dengan ini, dirawat dkk menandaskan

bahwa:

Kepemimpinan pendidikan sebagai suatu kemampuan


dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir, menggerakkan
orang-orang lain yang ada hubungannya dengan
pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran agar kegiatan-kegiatan yang
70

dijalankan dapat lebih efektif dan efisien di dalam


pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.

Nawawi,41 menambahkan bahwa “kepemimpinan pendidikan

adalah proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan

motivasi dan mengarahkan orang-orang di dalam organisasi

atau lembaga pendidikan terutama untuk mencapai tujuan yang

telah dirumuskan”.

Dari pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa seorang

pemimpin pendidikan di tuntut untuk memiliki kemampuan

dalam membimbing, menggerakan, mendorong dan

mengarahkan orang-orang yang ada dalam lembaga pendidikan

khususnya pendidikan menengah umumnya yaitu bagaimana

pimpinan dapat memberdayakan tenaga edukatif, tenaga

administratif serta para. Siswa untuk mencapai tujuan

pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Keberhasilan pimpinan menggerakan bahwa sangat

tergantung kepada kemampuan dalam mempengaruhi

bawahannya agar mau bekerja dengan baik, karena

kepemimpinan menipakan faktor penentu dalam usaha

organisasi untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran. Dilihat

clan prinsip kepemimpinan yang dikemukakan oleh Richard

Beckhard.42 Yang meliputi prinsip: “pertama dalah adanya

41
Hadari Nawawi, 2005. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, hal 82.
42
Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard. (Eds). 2000. The Leader of The
Future. Penerjemah Bob Widyahartono. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo, hal 125.
71

hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, kedua adalah

bahwa pemimpin yang efektif menyadari dan mengelola secara

radar dinamika hubungan antara pemimpin dan pengikutnya”.

Dilihat dari satuan pendidikan ada dua jabatan penting yang

diduduki oleh pimpinan sekolah agar dapat dterjamin dalam

kelangsungan proses pendidikan, pertama kepala sekolah

adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan ,

yang kedua kepla sekolah adalah pemimpin formal pendidikan

di sekolahnya. Sebagai pengelola pendidikan, kepala sekolah

bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan

pendidikan baik admiistrasi maupun sumberdaya manusianya

agar mereka dapat menjalankan tugas-tugas pendidikan.

Sedangkan sebagai pemimpin formal kepala sekolah

beranggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan yaitu

dengan jalan menggerakkan, mengarahkan dan memotivasi

agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

Dalam perkembangan pendidikan maka seorang pemimpin

kepala sekolah dituntut untuk lebih kreatif dalam mamanage

sekolahnya yang ada pokoknya kepala sekolah harus

melakukan fungsi sebagai educator (prndidikan), manager,

administrator, supervisor, leader (pemimpin), innovator

(pencipta) dan motivator (pendorong).43

43
Depdiknas, 2000. Penduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dikmenum, hal 15.
72

Menurut Mukhneri agar tujuan dapat tercapai maka syarat

yang harus dipenuhi oleh kepala sekolah adalah sebagai

berikut:

(1) Kepribadian: yaitu kepala sekolah harus dapat memiliki


sifat-sifat pribadi antara lain: ramah,periang, bersemangat,
berani, murah hati, spontan, percaya diri, serta memiliki
kepekaan sosial yang tinggi. (2) pemahaman dan
penguasaan terhadap ujuan-tujuan pendidikan; dimana
kepala sekolah harus dapat memikirkan, merumuskan
tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dan menginformasikannya
kepada warga sekolah agar mereka memahami tujuan yang
hendak dicapai. (3) pengetahuan, kepala sekolah harus
memiliki wawasan pengetahuan yang lebih luas dibidangnya
maupun bidang-bidang lain yang relevan.44

Intinya dari teori ini adalah untuk melihat sifat-sifat yang

dimiliki oleh pemimpin yang sukses. Kepribadian seorang

pemimpin muda umumnya ditentukan oleh keberhasilan sifat-

sifatnya yang menyangkut jasmaniah dan rohaniah. Oleh

karena itu, sangat penting untuk mengetahui kaitan antara

keberhasilan seorang pemimpin dengan sifat-sifat atau

karakteristik

Atas dasar pemikiran tersebut, timbul anggapan bahwa

untuk menjadi seorang pemmpin yang berhasil sangat

ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Akan tetapi,

hasil-hasil penelitian yang telah lalu di bidang ilmu sosial gagal

untuk dapat mengklasifikasikan suatu sifat kepribadian atau

sekumpulan kalitas yang dapat dipergunakan untuk

44
Mukhneri, 2004. Kepemimpinan Pendidikan: Jakarta: Badan Penerbit Jurusan Manajemen
Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, hal 6.
73

menjelaskan perbedaan antara pemimpin dengan yang bukan

pemimpin.

Banyak penelitian mengenai sifat-sifat pemimpin berusaha

untuk membandingkan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin

yang sukses dan yang tidak sukses, namun penelitian tidak

menemukan secara jelas dan konsisten perbedaannya. 45

Namun membandingkan sifat pemimpin yang efektif dan

pemimpin yang tidak efektif dalam suatu penelitian menemukan

bahwa sifat seperti kecerdasan, inisiatif, dan keyakinan diri

mempunyai hubungan yang positif dengan kepemimpinan dan

unjuk kerja. Dan dalam penelitian inipun menemukan bahwa

sifat yang paling peting yang berhubungan dengan

kepemimpinan dan unjuk kerja adalah kemampuan pemimpinn

dalam mengadakan supervisi sesuai dengan situasi.


46
Ralph Stogdill, sebagaimana dikutip Indriyo Gitosudarmo “

mengidentifikasikan enam klasifikasi dari sistem kepemimpinan,

yaitu karakteristik, latar belakang sosial, intelegensi,

kepribadian, karakteristik hubungan tugas dan karakteristik

sosial”.

Berdasarkan ungkapan tersebut diatas, enam sistem

tersebut dipahami dengan konteks pemahaman yang lebih luas.

45
Djaenabong, 2004. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah TK di Kodya Ujung Pandang. Ujung
Pandang LPM IKIP, hal 129.
46
Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, 2007. Perilaku Keorganisasian. Jogyakarta: BPFE,
hal 129.
74

Maka secara umum keenam cirri tersebut akan mengantarkan

siapa saja kepada keberhasilan dalam menjalankan tugas

kepemimpinannya. Kaitanya dengan kemajuan dan perubahan

yang terjadi dalam masyarakat sekarang maka demikian,

seorang memimpin kepala sekolah memiliki beban berat, dalam

hal seorang pemimpin dan harus memiliki kelebihan-kelibihan

baik dalam ilmu pengetahuan, daya tahan mental dan fisik untuk

itu pemimpin penting memilih sejumlah sifat karakteristik

individual yang meliputi kecerdasan inisiatif dan keyakinan diri,

berkewajiban, berani, ulet, rajin, konsisten, adil, demikrasi, dan

kebijakan Fattah mengemukakan:

Seorang pemimpin haris memiliki kekuatan jasmani dan


rohani, semangat untuk mencapai tujuan, penh antusias,
ramah dan penuh perasaan, jujur, adil, memiliki kecakapan
teknis dapat mengambil keputusan yang tepat, tahan uji,
suka melindungi, penuh inisiatif, memiliki daya tarik,
simpatik, percaya diri, intelegensia tinggi, waspada,
bergairah dalam bekerja, bertanggung jawab, rendah hati
dan obyektif.

Sesuai tugas dan kepercayaan sebagai pemimpin yang

memiliki tanggung jawab dan beban yang lebih berat dari yang

dipimpin maka pemimpin harus memiliki kelebihan-kelebihan

baik pemikiran ataupun daya mental dan fisik. Untuk itu

pemimpin memiliki sifat tersebut walaupun sifat-sifat itu tidaklah

mungkin akan dimiliki semuanya oleh pemimpin. Sebab pada

kenyataanya masih banyak yang memiliki kelemahan dan

kekurangan dan hal tersebut tidak lepas dari konteks manusia


75

tidak sempurna. Walaupun demikian, maka kita dihadpkan

untuk mengerti dan memahami sifat kepemimpinan dan

berusaha untuk meningkatkan kemampuan dan memperbaiki

kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri kita. Hal ini

secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi

kepada yang dipimpinnya.

c. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan

Menurut Stoner47 kepemimpinan adalah sebagai proses

mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan

dengan tugas. Ada tiga implikasi penting, pertama,

kepemimpinan melibatkan orang lain (bawahan atau pengikut),

kualitas seorang pemimpin ditentukan oleh bawahan dalam

menerima pengarahan dari pemimpin. Kedua, kepemimpinan

merupakan pembagian yang tidak seimbang diantara para

pemimpin dan anggota kelompok.

Dalam hal memahami prilaku kepemimpinan perlu

memahami dulu pengertian kepemimpinan, gaya kepemimpinan

dan sifat kepemimpinan. Hal ini sangat penting sekali untuk

dipahami, karena prilaku gaya kepemimpinan, dan sifat

kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu

lembaga pendidikan.

47
Stoner. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. hal. 8.
76

Dalam hal prilaku para peneliti memfokuskan dua spek

prilaku yaitu fungsi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan.

Dalam fungsi kepemimpinan, diasumsikan bahwa pemimpin

mempunyai dua fungsi utama yaitu yang berhubungan dengan

tugas atau fungsi penyelesaian masalah dan pelayanan

kelompok atau fungsi sosial. Sedangkan hal kedua menunjukk

kepada gaya yang digunakan seorang pemimpin da;am

mengendalikan bawahannya.

Para peneliti gaya kepemimpinan secara esensial

memfokuskan diri pada dua gaya yaitu gaya kepemimpinan

yang berorientasi kepada tugas (task orientation) dan gaya

kepemimpinan yang berorientasi kepada pekerja (employ

orientation). Para peneliti dari Universitas dd Ohio dan

Universitas Michigan serta para penulis manajemen seperti

Blake, Mouton dan Likert telah mencoba menentukan nama

diantara para penulis manajemen seperti Blake, Mouton dan

Likert telah mencoba mnentukan mana diantara kedua gaya ini

yang merupakan gaya kepemimpinan yang efektif.

Prilaku kepemimpinan sangat beragam dari satu situasi


48
yang lain. Dalam hubungan ini, Halpin, mengungkapkan

bahwa perbedaan perilaku kepemimpinan mempunyai

hubungan yang signifikan dengan perbedaan situasi. Ia

48
Andrew B. Halpin, 2006. Theory and Research In Administration. New York: Mcmillian
Company, hal 83.
77

menganalisis secara rinci hubungan antara prilaku pemimpin

dengan besarnya kelompok. Ia berkesimpulan bahwa kelompok

besar mempunyai tautan lebih banyak dan lebih beragam

disbanding dengan apa yang dilakukan oleh kelompok kecil.

Pada umumnya pemimpin dalam kelompok besar cenderung

bersifat kurang memperhatikan hal-hal yang bersifat pribadi dan

kurang tegas dalam memperlakukan peraturan dan kekuasaan.

Sebaliknya dalam kelompok kecil pemimpin memberikan

perhatian pada hal-hal yang bersifat pribadi terhadap kelompok

kerja dan memperlakukan anggota kelompok menurut

kemampuan dan kebutuhannya sebagai individu.

Pada umumnya ada dua cara yang dilakukan oleh pemimpin

dalam mempengaruhi bawahannya (1) ia mengatakan kepada

bawahannya apa yang harus dikerjakan dan bagaimana

mengerjakannya; (2) ia melibatkan bawahan dalam tanggung

jawab kepemimpinan dengan mengikutsertakan mereka dalam

perencanaan dan pelaksanaan tugas, cara pertama dikenal

dengan gaya kepemimpinan otoriter yang mengutamakan

pelaksanaan tugas, dan cara kedua dikenal sebagai gaya

kepemimpinan demokrasi yang menekankan hubungan

kemanusiaan.

Pada tahun 1945 Universitas Ohio mangadakan suatu

penelitian untuk mengidentifikasi dimensi perilaku pemimpin


78

dalam dua dimensi yaitu initianting structure (perilaku tugas)

dan consideration (perilaku hubungan kemanusiaan). Initianting

structure berhubungan dengan prilaku pemimpin yang

menggambarkan hubungan pemimpin dengan kelompok kerja

yang berbentuk pola organisasi yang tertentu, bentuk

komunikasi yang tertentu, dan prosedur kerja yang tertentu

Dalam hal inii pemrakarsa struktur analog dengan gaya

kepemimpinan tersebut berorientasi tugas. Sedangkan,

consideration berhubungan dengan prilaku pemimpin yang

demikian mengarahkan pengertiannya kepada kebutuhan sosial

pekerja, tetapi mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.

Dengan demikian tujuan organisasi menjadi rendah.

Ketiga, orientasi terfokus. Gaya kepemimpinan seperti ini

ditandai oleh rendahnya skor baik pada dimensi konsiderasi

maupun pada dimensi struktur. Gaya kepemimpinan ini tidak

berorientasi baik kepada manusia maupun kepada tugas.

Kepentingan kebutuhan sosial pekerja tidak diperhatikan dan

pencap[aian tujuan organisasi diindahkan.

Keempat, orientasi tugas. Gaya kepemimpinan ditandai oleh

skor yang rendah pada dimensi konsiderasi dan skor tinggi

pada dimensi struktur. Gaya kepemimpinan ini berorientasi

kepada pelaksanaan tugas tetapi sangat sedikit memberikan

perhatian kepada kebutuhan sosial pekerja pemimpin


79

mengawasi dan mengarakhkan kegiatan pekerja secara efektif

untuk mencapai tujuan organisasi tetapi kurang memperhatikan

perhatian kepada kebutuhan sosial individu.

Pemimpin yang efektif adalah mereka yang mempunyai skor

tinggi baik pada dimensi konsiderasi maupun pada dimensi

struktur. Kedua dimensi ini bukanlah hal yang baru dalam

kepemimpinan. Para praktisi mengetahui bahwa seorang

pemimpin harus memimpin dan harus membuat inisiatif

kegiatan dan berusaha agar segalanya terlaksana dengan baik

karena seorang eksekutif tahu bahwa tujuan organisasi hanya

dapat dicapai melalui orang lain, maka untuk mencapai tujuan

tersebut secara sukses harus mempertahankan itegritas

kelompok dan hubungan kemanusiaan. Ini berarti seorang

pemimpin yang ingin sukse harus berpegang pada pencapaian

tujuan organisasi dan pelayanan kepada kelompok kerja. Untuk

menilai efektifitas seorang pemimpin, pada umumnya dinilai dari

dua segi yaitu sejauh mana organisasi melaksanakan tugasnya

dengan baik dan sejauh mana organisasi mencapai tujuannya.

Tak satupun peranan manajerial yang harus diabaikan. Manajer

yang efektif adalah mereka yang memutuskan secara tepat

peranan mana yang akan dilaksanakan dan keterampilan apa

yang harus dimiliki untuk melaksanakan peranan tersebut

secara sukses.
80

Pendekatan sifat dan pendekatan perilaku dirintis dengan

harapan dapat ditemukan beberapa faktor yang secara universal

berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Salah satu hal

yang penting dari usaha-usaha penelitian ini adalah ditemukannya

bahwa kepemimpinan yang efektif tergantung pada sejumlah

variabel seperti suasana organisasi, nilai manajerial, dan

pengalamara tak satupun gaya kepemimpinan yang berdasarkan

sifat atau prilaku efektif dalam semua situasi. Dengan demikian

pendekatan situasi mulai memperoleh tempat. Pendekatan ini

berusaha mengidentifikasi faktor-faktor mana yang paling penting

dalam situasi tertentu dan memperkirakan gaya kepemimpinan

yang paling efektif dalam kondisi yang demikian.

Kepemimpinan merupakan suatu proses dengan berbagai cara

mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai

suatu tujuan bersama. Gary Yukl menggambarkan kepemimpinan

secara umum sebagai proses yang di sengaja dari seseorang untuk

menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk

membimbing, membuat struktur, memfasilitasi dan hubungan di

dalam kelompok atau organisasi. Kepemimpinan merupakan

proses mempengaruhi atau membujuk (inducing) orang lain menuju

pencapaian sasaran atau tujuan bersama.


81

Stogdill,49 menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai

kepemimpinan. Hal ini disebabkan banyak sekali yang telah

mencoba mengidentifikasikan konsep kepemimpinan tersebut.

Menurut Saros dan Butchatsky dalam Pudjosumedi; “ Leadership is

defined as the purposeful behavior of influencing others to

contribute to commoly agreed goal for tha benefid of individual as

well as organization or common good”.

Studi komperhensif mengenai kepemimpinan telah dilakukan

oleh banyak pakar, namun dalam hal ini kita akan menyoroti

efektifitas kepemimpinan itu sendiri, untuk itu kita akan coba

analisis mendapat tersebut yaitu; salah satunya adalah Gary Yulk,


50
yang mengidentifikasikan kepemimpinan sebagai berikut:

…Leadership is defined brcadly as influence processes


affecting the interpretation of events for followers, the choice of
objectives for the group or organization, the organization of
work activites to accomplish the objective, operative relationship
and team work, and the enlistment the support and cooperation
from people outside the group or organization.

Kepemimpinan merupakan proses pemimpin mempengaruhi

pengikut untuk: (a) menginterpretasikan keadaan (lingkungan

organisasi), (b) pemilihan tujuan organisasi, (c) pengorganisasi

kerja dan motivasi pengikut untuk mencapai tujuan organisasi, (9)

mempertahankan kerjasama tim kerja, dan (e) mengorganisir

dukungan dan kerjasama orang dari luar organisasi.

49
Stogdill, Ralph. M. 2001 Hand Book of Leadership. Kogan Page Limit, London. p. 85-91.

50
Yulk, Gary, 2004, Leadership in Organization, 3nd ed.ENGLEWOOD Cliff, NJ: Prentice hal 5.
82

51
Senada dengan Yulk Harold W. Boles, mendefiniskan

kepemimpinan sebagai berikut: “ Leadership is a process, or series

of actions, in which one or more persons exert influence, authority,

or power over one or more others in moving a social system toward

one or more of four primary system goals”. Menurut Boles

kepemimpinan merupakan proses atau sejumlah tindakan di mana

satu orang atau lebih (pemimpin) menggunakan pengaruh,

wewenang, atau kekuasaan terhadap satu atau lebih orang lain

(pengikut) dalam menggerakkan sistem sosial untuk mencapai satu

atau lebih sistem sosial.

Kepemimpinan menurut Robbins, . 52 mendefinisikan sebagai “

the ability to influence a group toward the achievement of goals”

kemampuan untuk memengaruhi kelompok kearah pencapaian

tujuan. Selanjutnya Wagber II dan Hollenbeck mengemukakan

bahwa “Leadership is the use of noncoersive influence to direct and

coordinate the activities of the members of an organized group

toward the accomplishement of group objective” kepemimpinan

merupakan penggunaan pengaruh yang tidak memaksa untuk

memerintahkan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan para

anggota dalam sebuah kelompok yang terorganisir menuju

tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Sementara itu menurut G.A.

51
Harold W. Boleas & A. James Devemport, 2003. Instruction to Educational Leadership. Revised
ed. New York. Prentice Hall Press, hal 7.
52
Stephen P. Robbins, 2003. Organizational Behavior. New Jersey, Pearson Education, Inc, hal
314.
83

Yukl yang dikutip oleh Greenberg dan Baron, kepemimpinan adalah

proses bagaimana seorang individu mempengaruhi anggota

kelompok lainya untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok

tertentu “leadership the process whereby one individual influences

other group member toward the attamainment of defined group or

organizational goal”.
53
Menurut Veithzal, pemimpin sekolah adalah sumber informasi

utama bagi seluruh staff, ia bertugas memberikan informasi kepada

pemegang kekuasaan daerahnya, bila diperlukan dalam

pengambilan kebijaksanaan baru di bidang pendidikan. Ia bekerja

bersama-sama dengan staf untuk mengajarkan dan melaksanakan

kegiatan sekolah dan mengerjakan serta melaksanakan kebijakan

pendidikan.

Kepala sekolah menjalankan roda organisasinya, haruslah

mempunyai menejerial yang baik. Kemampuan menejerial kepada

sekolah akan terlihat dengan sifat-sifat kepemimpinan yang


54
melekat pada dirinya. Menurut Siagian, sifat-sifat pemimpin yang

baik adalah memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan

tuntutan tugasnya, berpengetahuan luas, mempunyai keyakinan

bahwa organisasi akan berhasil mencapai tujuan yang telah

detentukan melalui dan akan berhasil mencapai tujuan yang telah

ditentukan melalui dan berkat kepemimpinannya. Lebih jauh


53
Veithzal Rivai, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya. hal. 19-24.
54
Sondang P. Siagian. 2005. Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta Rineka Cipta, hal 27.
84

dikatakannya seorang pemimpin, harus mengetahui dengan jelas

sifat hakiki dan kompleksitas daripada tujuan yang hendak dicapai,

memiliki stamina dan antusiasme yang besar,gemar dan cepat

mengambil keputus, objektif dalam arti menguasai emosi dan lebih

banyak mempergunakan rasio, adil dalam memperlakukan

bawahan, menguaai teknik-teknik berkomunikasi dan dapat

bertindak sebagai penasehat dan kepala terhadap bawahannya

serta mempunyai gambaran menyeluruh tentang aspek kegiatan

organisasi.

Untuk menjelaskan lebih lanjut, Nanang fatah yang mengutip

pendapat Koobtz O’ Donnel 55 menjelaskan sifat kepemimpinan,

yaitu: kecerdasan diatas yang dipimpin; punya perhatian terhadap

kepentingan menyeluruh,, kelancaran berbicara, mantap berpikir,

emosi dorongan pribadi, memahai pentingnya kerjasama.

Edwin Ghiselli dalam T. Hanani Handoko 56 mengatakan bahwa

sifat-sifat kepemimpinan yang terpenting bagi seorang pemimpin

efektif, yaitu: (1) kemampuan dalam kedudukannya sebagai

pengawas (supervisor ability)atau pelaksanaan fingsi-fungsi dasar

manajemen terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan

orang lain; (2) kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan

mencangkup pencarian tanggung jawab dan kainginan sukses, (3)

kecerdasan, mencangkup klebijakan, pemikiran kreatif dan daya


55
Koontz, H., C. O’Donnell, dan H. Wehrich, 1991, Manajemen, Jilid 2, Terjemahan, Erlangga,
Jakarta. hal. 334.
56
Handoko, T. Hani, 2007, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, hal 65.
85

piker; (4) ketegasan (decisiveness) atau kemampuan untuk

membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-

masalah dengan cakap dan tepat; (5) kepercayaan diri, atau

pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk

menghadapi masalah; (6) inisiatif, atau kemampuan untuk

bertindak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan

menemukan cara-cara atau inovasi.

Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi dalam

kedudukannya dalam lingkungan sekolah harus mampu

menerapkan kepemimpinan yang baik. Kepemimpinan pada

dasarnya merupakan proses mempengaruhi sekelompok orang

untuk menjalankan tugas-tugas dalam mencapai tujuan yang

ditetapkan. Kepala sekolah harus memiliki kemampuan

pemimpinan (manajerial skill). Menurut Robert Katz dan T Hanny

Handoko,57 menyatakan bahwa pemimpin adalah keterampilan

yang harus dimiliki oleh manajer yaitu:

1. Kemampuan konseptual (Conceptual Skills) adalah


kemampuan mental untuk mengkordinasikan dan
mengintegrasikan seluruh kepentingan dan kegiatan
organisasi.
2. Keterampilan manusia (Human Skills) adalah kemampuan
untuk bekerja dengan memahami dan memotivasi orang lain,
baik sebagai individu maupun kelompok.
3. Keterampilan administratif (Administrative Skills) adalah
seluruh keterampilan yang berkaitan dengan perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan.
4. Keterampilan Teknik (Technical Skills) adalah kemampuan
untuk menggunakan peralatan-peralatan, prosedur atau
teknik-teknik dari suatu bidang tertentu.
57
Ibid. hal. 65
86

Sejalan dengan pendapat tersebut, Burhanuddin

menyatakan fungsi manajemen dalam pendidikan mencakup aspek

“Perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan” pemimpinan

berkaitan dengan manusia sehingga manajemen juga dikaitkan

berasal dari, oleh dan untuk manusia. Hal ini ditegaskan bahwa

praktek manajemen menunjukan bahwa fungsi atau kegunaan

manajemen (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling)

secara langsung ataupun tidak langsung lalu bersangkutan dengan

unsur manusia. Organizing selain mengatur unsur-unsur lain juga

selalu menyangkut unsur-unsur manusia. Actuating adalah proses

menggerakkan manusia anggota organisasi. Sedangkan

Controlling diadakan agar pelaksanaan manajemen (manusia)

selalu dapat meningkatkan hasil kerjanya.

Kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan

formal harus mampu menerapkan peran kepemimpinan secara

baik. Kepemimpinan pada dasarnya merupakan proses

mempengaruhi sekolompok orang untuk menjalankan tugas-tugas

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Sebagaimana dijelaskan

Kontz dkk (dalam Burhanuddin, bahwa:

We define leadership as influence, the art or process


influencing people is that whey eill strive wilingly and
Enthusiatic Call To Word The achieberment of group goes.
This concept can be enlerget to imply not only willingness to
word but also willingness to word with deal and confidence 58.

58
Burhanuddin, 2004. Analisa Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara, hal 45.
87

Kepemimpinan adalah seni atau proses mempengaruhi

orang-orang sehingga mereka mau berjuang bekerja, secara

sukarela dan penuh antusias ke arah pencapaian tujuan kelompok.

Konsep tersebut bisa diperluas, mengimplikasikan tidak hanya

sekedar mau bekerja tetapi juga mempunyai kemauan yang disertai

perasaan penuh semangat dan kepercayaan. Juhri A.M.

menyimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah

kegiatan kepala sekolah yang berhubungan dengan pengajaran

dan proses belajar mengajar di kelas untuk memahami

pertumbuhan guru dan staf lainnya. Gaya kepemimpinan menurut

Rivai, adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pimpinan,

baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya.

Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten

dari falsafah, keterampilan sifat dan sikap yang mendasari perilaku

seseorang.

Berdasarkan pendapat ahli maka kepemimpinan kepala

sekolah dapat disimpulkan sebagai berikut: Kepemimpinan kepala

sekolah adalah

proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau sekelompok orang

untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan meliputi aspek-

aspek yang dimiliki oleh pemimpin seperti profesionalitas (fungsi-

fungsi dasar menejemen). Kepribadian pemimpin (menggerakan)

diantaranya dengan (mendorong etos kerja tinggi dan tanggung


88

jawab, dan mendorong pengembangan diri dan keinginan sukses).

Dan wawasan antara lain: (kebijakan, pemikiran kreatif, keputusan-

keputusan, ketegasan, kepercayaan diri, dan inisiatif).

B. Kerangka Berpikir dan Hipotesis

1. Kerangka Berpikir

a. Pengaruh Supervisi Pengawas terhadap Etos Kerja Guru

Seorang pengawas sekolah dalam melaksanakan fungsinya

mengarah, membina dan membimbing guru dapat

melaksanakan fungsinya secara berkeseimbangan. Dengan

diadakannya rutinitas pengawas terhadap guru, diharapkan

akan adanya peningkatan etos kerja guru. Seorang pengawas

dalam pengawasannya tidak hanya datang kesekollah dengan

memberikan pengarahan-pengarahan saja, lebih dari itu,

pengawas dapat berbicara secara terbuka, memberi semangat,

motivasi, contoh yang kongrik dengan guru dengan

menanyakan berbagai kendala-kendala dalam proses belajar

mengajar.

Supervisi pengawas sekolah juga dapat melakukan

kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, inter-

visitasi, dan menilai diri sendiri oleh guru, hal inisebagai salah

satu dari fungsi pengawasannya. Berdasarkan pendapat-

pendapat tersebut diatas, maka diduga terdapat pengaruh yang

signifikan antara supervisi pengawas sekolah terhadap etos


89

kerja, artinya apabila kepengawasan dilakukan dengan baik,

maka guru dalam mengajar akan meningkat etos kerjanya yang

tercermin dari disiplin, tanggung jawab dan produktivitas kerja

guru tersebut. Serta bila etos kerja guru meningkat, maka

berimplikasi terhadap kualitas pembelajaran.

b. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Etos

Kerja Guru

Mencapai hasil kerja yang baik dalam melaksanakan tugas

merupakan salah satu bentuk kebutuhan manusia. Sebagai

seorang pemimpin pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk

dapat melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan tugas

dan fungsinya. Untuk hal tersebut kepala sekolah harus mampu

melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai seorang pemimpin.

Dalam interaksinya, kepala sekolah mempengaruhi para

guru yang dipimpinnya untuk dapat bekerja sama secara baik

agar tercapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam

mempengaruhi guru ini, kepala sekolah dapat dipastikan guru

akan meningkatkan etos kerjanya.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka diduga

terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala

sekolah dengan etos kerja guru, artinya semakin baik

kepemimpinan kepala sekolah maka akan semakin baik pula

etos kerja guru.


90

c. Pengaruh Supervisi Pengawas Sekolah terhadap

Kepemimpinan Kepala Sekolah.

Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis

fungsional di bidang pengawasan akademik dan manajerial

pada satuan pendidikan. Sekaligus berperan sebagai penjamin

mutu pendidikan pada sekolah yang dibinanya.

Pengawas menyusun program kepengawasan berdasarkan visi-

misi tujuan dan program pendidikan sekolah menengah.

Program kepengawasan yang disusun akan memberi pengaruh

positif terhadap kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala

sekolah juga harus menyusun program kerja kepala sekolah

yang didalamnya terdapat visi-misi dan tujuan sekolah.

Pengawas dapat mengukur tingkat ketercapaian program kerja

kepala sekolah karena pengawas sudah membuat program

kepengawasan. Hubungan kerja timbal balik antara pengawas

dan kepala sekolah dapat meningkatkan kepemimpinan kepala

sekolah karena kepala sekolah dapat bertukar pikiran dengan

pengawas dalam memimpin sekolah.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka diduga bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara pengaruh supervisi

pengawas sekolah terhadap kepemimpinan kepala sekolah,

artinya semakin baik supervisi pengawas sekolah maka

semakin baik kepemimpinan kepala sekolah.


91

2. Hipotesis Penelitian

Untuk mewujudkan etos kerja guru yang optimal, maka guu

memerlukan berbagai dukungan baik yang bersifat internal maupun

bersifat eksternal. Faktor eksternal disini adalah kepemimpinan

kepala sekolah dan pengawas. Kepemimpinan kepala sekolah

adalah usaha untuk menggerakan, membimbing,

mengkoordinasikankeseluruh orang yang terkait dalam

pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran.

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan diatas,

dapat dibuat dirumuskan tiga hipotesis penelitian.

1) Terdapat pengaruh positif antara Supervisi Pengawas

Sekolah terhadap Etos Kerja Guru di.....

2) Terdapat pengaruh positif antara Kepemimpinan Kepala

Sekolah terhadap Etos Kerja Guru di.........

3) Terdapat pengaruh positif antara Supervisi Pengawas

Sekolah terhadap Kepemimpinan Kepala di.....

Anda mungkin juga menyukai