i
Berpikir Kritis dan Nalar Kritis ........................................................................................................... 18
Motif Berpikir Kritis ........................................................................................................................... 18
Nilai-Nilai Utama ............................................................................................................................... 18
Berpikir Kritis dan Kebebasan ........................................................................................................... 19
Sikap Kritis dan Integritas Ilmiah dari Paham Individual Objektif atau Intersubjektif ...................... 20
Menyoal Dekonstruksi; Metode Aliran Kritis dan Hukum ................................................................ 20
BAB VIII: REFLEKSI TENTANG HUKUM MENUJU PARADIGMA ALTERNATIF ......................................... 21
Pencarian Tidak Pernah Usai............................................................................................................. 21
Memahami Hukum Sebagai Wujud Emansipasi ............................................................................... 21
Hermeneutika Hukum Konvensional (Teks dalam Kerangkeng Aturan)........................................... 21
Otoritas di Belakang Tafsir ................................................................................................................ 21
Hermeneutika Hukum Kontemporer (Otoritas yang Menyebar) ..................................................... 22
Paradigma Hukum Konstruktif - Transgresif ..................................................................................... 22
ii
BAB I
Hukum merupakan “Sekumpulan aturan atau seperangkat norma yang dibentuk oleh
lembaga formal dengan tujuan untuk mengatur masyarakat, yang apabila dilanggar
mengakibatkan sanksi.”
Apakah pikiran kita akan menerima begitu saja apa yang telah dituliskan dan
diperintahkan aturan itu? Atau justru sebaliknya karena otak dan indra pada dasarnya tidak
hanya bersentuhan dengan norma semata tatapi juga dengan realitas lain di seputar kita.
Kesimpulannya bahwa “Semua perilaku baik yang terlihat di depan televisi atau
tampilan muka di belakang mestilah buruk kita tidak dapat membuat generalisasi demikian
penting untuk disadari bahwa indra kita terbatas untuk menjangkau sesuatu yang ada di
belakang, indra kita tidak mampu menagkap sesuatu yang tersembunyi dengan kata lain indra
kita memiliki batas-batas tertentu ketika mempersepsi realitas.
Distorsi Komunikasi
Lebih dari 2000 tahun yang lalu oratur ulung Roma, pemikir Stoic, manipulator,
bernama Marcus Tulius Cicero. Menyajikan cerita sbb. “Orang yang tidak percaya kepada
dewa, diminta melihat lukisan-lukisan yang menggambarkan beberapa orang takwa yang
sedang berdoa yang selamat dari bencana kapal karam beberapa waku lalu, kemudian yang
disiarkan di sini adalah berdoa melindungi kita dari tenggelam namun sang Diagoras
bertanya “Mana gambar mereka yang berdoa, tetapi kemudian tenggelam?” Ini jelas
merupakan masalah bukti yang tidak bicara sekalipun sederhana tetapi sangat kuat.”
Kita kembali pada apa yang kita sebut “distorsi kemunikasi” bahwa haruskah kita
mempercayai indra pengamatan kita? Haruskah kita percaya bahwa pikran kita dapat
1
meluputkan banyak hal? Haruskah kita yakin bahwa kesimpulan yang kita ambil adalah
sesuai dengan kenyataannya ataukah kita perlu meragukan indra pengamatan dan rasio kita
sehingga kita menjadi lebih berhati-hati dalam memutus atau mengambil kesimpulan. Semua
persoalan itu adalah agenda besar yang harus kita pertimbangkan apabila kita ingin tetap
menempati wilayah kajian hukum secara kritis.
Filsuf besar Plato. Kredonya yang terkenal adalah “Aku Berpikir maka Aku Ada”.
Richard Brodie menjelaskan tentang virus akal budi bahwa virus akal budi merupakan
unsur-unsur budaya kita yang menular yang cepat menyebar ke seluruh lapisan masyarakat,
lalu mengubah pemikiran serta kehidupan orang.
Seorang ahli fisika Fritjof Capra menjelaskan bahwa semua problem yang muncul
dalam peradaban modern berawal dari “krisis persepsi”. Krisis persepsi sesungguhnya adalah
problem persepsi yang sudah sangat akut yang akhirnya membuat kita buta akan segala
sesuatu seolah tidak ada kebenaran kecuali dari apa yang dipikirkannya.
2
teknologi dan data yang sangat kompleks.” Setiap orang dapat masuk ke dalam representasi
itu sendiri secara mental.
Menurut Yasraf Amir Piliang ada tiga pandangan yang berbeda dalam melihat dunia
realitas (virtual). Pertama, orang-orang yang melihat realitas virtual dengan pandangan yang
optimis positif afirmative. Kedua, orang-orang yang melihat dengan pandangan pesimis,
curiga, menolak – refusal. Ketiga, pandangan yang penuh dengan ketidakpastian yang
mengkritik realitas tersebut namun menerimanya sebagai sebuah kenyataan yang tidak dapat
ditolak. Saat ini kita hidup di zaman yang dipenuhi oleh penyataan-pernyataan moral akan
tetapi pernyataan moral itu tidak dengan sendirinya dilihat sebagai standar moral.
Mclntyre yakin bahwa setiap tindakan manusia bertujuan untuk mencapai sesuatu
yang baik, yaitu (1) manusia sebagaimana adanya, (2) manusia sebagaimana ia dapat menjadi
jika ia merealisasikan kodratnya, (3) etika adalah ilmu yang menggerakkan manusia dari satu
ke dua, etika memiliki tugas untuk membangun hasrat dan passion menurut norma
sebagaimana dirumuskan dalam prosisi kedua tersebut, yaitu menggerakkan manusia untuk
mecapai tujuan yaitu menjadi manusia yang baik menurut kodratnya sebagai manusia.
Sudut pandang Hans Kelsen dan John Austin memperlihatkan kajian yang mengalami
keterisoliran intelektualnya karena hukum dapat dianalisis di lingkungan internal tanpa
merujuk pada lingkungan sosial di mana ia dibangun.
3
BAB II
Yang dimaksud dengan pendidikan hukum praktis tidak lain adalah sebuah upaya
untuk melihat lebih dalam tentang relasi “kekuasaan dalam pendidikan”. Terdapat lima
aliran pendidikan sebagai berikut. (1) Progresivisme, yaitu paradigma pendidikan yang
didasarkan pada aliran filsafat pendidikan yang berhaluan pada kemajuan (progress) dan
tidak bersifat instan. (2) Esensialisme, yaitu aliran filsafat pendidikan klasik yang lebih
menekankan pada pemahaman nilai-nilai kemapanan. Dalam hal ini pendidikan dikonstruksi
secara konservatif dengan mengedepankan aspek-aspek yang dipandang esensial bagi
manusia. (3) Pendidiakan perenialisme, yaitu pendidikan yang hampir sepadan dengan
esensialisme. Konstruksi pendidikan lebih diorientasikan pada penanaman aspek-aspek yang
berisifat esensial dan bernilai keabadian sehingga bersifat konservatif. (4) Eksistensialisme
4
merupakan aliran filsafat pendidikan counter atas peradaban materialistik di Barat, aliran ini
tumbuh dan berkembang pasca Perang Dunia II. (5) Rekonstruksionalisme, adalah model
pendidikan yang hampir sepadan dengan eksis tensialisme.
5
BAB III
6
dalam bentuk buku pada kesempatan lain menulis kata pengantar pada buku I.S. Susanto
(alm.) berjudul “Statistik Kriminal Sebagai Konstruksi Sosial, Penyusunan , Penggunaan, dan
Penyebarannya, Suatu Studi Kriminologi”, diterbitkan Genta Publishing Jogyakarta 2011
yang awalnya merupakan disertasi beliau.
7
Memulai Menulis (Teks) Hukum
Menulis selalu dimulai dengan menentukkan maksud apa yang ingin ditulis, apa yang
ingin disampaikan, atau apa yang ingin disajikan dalam tulisannya. Menulis menjadi
kegiatan terstruktur dan hanya dapat dilakukan (pada tahap awal) apabila penulisnya telah
membuat rencana, telah membuat desain, yaitu menyusun kerangka atau TOR, dan lebih
spesifik membuat penjelasan untuk masing-masing butir di dalam TOR nya. Bahkan sering
menuliskan judul atau tema tulisan lebih awal, daripada substansi tulisan itu. Intinya tulisan
akan hadir apabila ditulis secara terstruktur dan sistematis yang dilakukan melalui kendali
yang ketat dan menjaga segala sesuatunya tetap ada dalam genggaman. Struktur itu kemudian
akan memadu gagasan penulisnya agar penulis tidak keluar dari apa yang sudah ditentukan.
Hal tersebut lazim dilakukan karena umumnya penulis merasa lebih termudahkan ketika
struktur tulisan telah ada terlebih dahulu. Faiz Manshur sistematika gagasan yang ada di
dalam pikiran dan sistematika penyusunan penulisan. Untuk sistematika penulisan kita bisa
memilih bebas, termasuk bebas mengubah-ubah pada saat pengeditan. Sedangkan sistematika
penggagasan harus dibuat tuntas dalam pikiran sebelum kita menorehkan gagasan tersebut
dalam bentuk naskah, lebih jauh Manshur menjelaskan apabila kedua hal tersebut sudah ok,
penulis tidak akan buntu dalam menuangkan ide pemikirannya sebab pikiran itu seperti air.
Mulanya ide mengalir dari otak yang posisinya di atas sedangkan alirannya adalah hati dan
muaranya adalah tangan yang mampu menebarkan aliran ke samudera kertas kosong.
Peter Elbow, “Menulis adalah cara memikirkan sesuatu yang belum terpikirkan,
menulis sebuah transaksi dengan kata-kata, kita membebaskan diri dari pemikiran, perasaan,
dan keyakinan sebelumnya.” Memulai penulisan hukum menurut Radhar Panca Dahana
“Melalui tulisan, alam, dunia, dan hidup ini menjadi sesuatu yang berbeda, jadi baru, tidak
lagi harfiah. Dan kita, manusia pasca modern dengan berbagai kecanggihan ilmu dan
teknologi ini, hideup sesungguhnya dalam nasib “baru” itu, dan kita terus memperbaruinya,
menciptakan realita demi realita baru yang kian lama kian tak berhubungan dengan realitas
aslinya. Asiknya, kita tetap hidup dan merasa hidup.”
8
BAB IV
Consilience menurut Wilson adalah cita-cita enlightment yang saat ini semakin
memudar, consilience menurut Edward Wilson “Merupakan kunci untuk penyatuan kata
Consilience ini berbeda dengan kata coherence karena kelangkaannya telah melestarikan
ketepatannya sedangkan coherence memiliki beberapa arti yang salah satunya adalah
consilience.
Edward Wilson “Falsafah Ilmu Induktif” artinya lompatan bersama dalam hal
pengetahuan dengan jalan mempertalikan dan mempersatukan fakta-fakta dan teori di seluruh
disiplin ilmu guna menciptakan satu dasar penalaran atau alasan yang sama dengan
memberikan keterangan-keterangan.
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, “Consilience merupakan suatu ujian tentang
kebenaran teori di mana consilience yang bersangkuan terjadi. Edward Wilson menjelaskan
“...daya tarik consilience adalah kemungkinan petualangan intelekual dan nilai pemahaman
kondisi-kondisi manusia...”.
Gerald Holton, seorang ahli fisika dan sejarah “Keyakinan dalam hal kesatuan ilmu-
ilmu yaitu suatu keyakinan bahwa dunia itu bersifat tertata dan dapat diterangan hanya
dengan sedikit saja hukum-hukum alam,” sebagaimana dikatakan Edward O. Wilson.
Rene Descartes tokoh Perancis dan filsuf yang paling berpengaruh terhadap gagasan
filsafat saat ini, seorang ahli geometri – aljabar dan filsuf kenamaan Perancis sepanjang masa.
Visi Descartes menurut Wilson merupakan pengetahuan sebagai kesatuan atau sebagai sistem
tentang kebenaran-kebenaran yang saling berkaitan yang akhirnya diringkas menjadi
matematika, dirinya merasakan bahwa alam semesta itu bersifat rasional dan menyatu karena
sebab-akibat, Descartes yakin bahwa konsepsi itu dapat diterapkan mulai dari fisika ke
9
biologi menuju pemahaman moral, dalam hal ini dia memaparkan dasar untuk keyakinan di
dalam kesatuan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi pemikiran enlightment di abad XVIII.
Isaac Newton adalah sosok lain yang dapat disejajarkan dengan sosok Galileo
Galilei. Pada tahun 1867, Newton merumuskan hukum berat dan jarak gravitasi.
Darwin yang memperkenalkan teori evolusi melalui seleksi alam yang memandang
keragaman kehidupan sebagai perakitan sendiri atau perakitan secara otomatis.
Dasar alasan pencerahan semakin kuat dalam disiplin matematika, fisika, dan biologi
di mana enlightment telah diyakinkan pertama kalinya oleh Descartes dan Bacon. Akan
tetapu keberhasilan besar reduksionisme justru menjadi penghalang setiap kepulihan program
enlightment secara total.
Consilience model Wilson mengandung dua hal. Pertama, “model penyatuan sesuatu
yang mengingatkan kita tantang semanat ilmu pengetahuan yang berkembang sejak zaman
Aristoteles hingga Francis Bacon, Descartes, bahkan Isaac Newton. Semangat yang dapat
disebut sebagai “urat nadi proyek pencerahan” yang merupakan titik tolak pemikiran modern
saat ini di Barat. Consilience hukum harus dipahami sebagai sebuah pengakuan terhadap
pluralisme, yaitu semacam upaya untuk membuka celah atau dinding yang tertutup dari
pengetahuan yang senantiasa dikotak-kotakkan.
10
berbagai pengetahuan yang begitu beragam yang menghasilkan relasi-relasi kompleks dan
dinamis.
11
BAB V
CONSILIENCE HUKUM
Mendamaikan Pertentangan
Menurut Ernest Cassier manusia adalah makhluk simbolis (animal simbolicum).
Satu-satunya makhluk yang memiliki substratum simbolik dalam benaknya hingga mampu
memberi jarak antara rangsangan dan tanggapan. Distansi (relfleksi) tersebut melahirkan apa
yang disebut sistem-sistem simbolis, seperti ilmu pengetahuan, seni, religi, dan bahasa.
Abrahan Maslow mengatakan “Yang terpenting dari semuanya dalam usaha untuk
memahami orang lain adalah menjaga mulut kita tetap tertutup dengan mata serta telinga kita
yang terbuka lebar.” Dalam buku Otje Salman dan Anthon F. Susanto berjudul “Teori
Hukum”, bahwa “menjawab apa makna hukum dapat mengarahkan kita pada pemahaman
metafisis, sosial, dan bahasa, yang seringkali penggunaaan bercampur aduk. Sebagaimana
dijelaskan oleh Charles Sampford, hukum merupakan suatu kelompok kehidupan sosial
yang dalam berbagai kombinasi disebut hukum oleh anggota masyarakat pada bebarapa
kelompok masyarakat, ciri itu dikurangi dan ditambahkan untuk memperoleh makna yang
tepat tentang hukum itu di dalam masyakarat, dengan menjelaskan bahwa hukum adalah
sebuah “relasi”, maka consilience dalam hukum akan lebih mudah kita pikirkan.
Dalam consilience hukum pengertian hukum berada pada lingkaran konsentris yang
menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lainnya (konsep relasi). Lingkaran yang
semakin membesar keluar adalah makna yang lebih sempit yang dapat diberikan terhadap
hukum karena menunjuk pada lingkup yang berbeda-beda. Hukum hakikatnya adalah relasi
tiga aspek yaitu manusia, teks, dan realitas. Makna hukum semakin fleksibel. Wilayah bagian
dalam adalah wilayah yang memungkinkan untuk mempersatukan satu dengan yang lainnya
12
kita tidak tengah membicarakan definisi, tapi berbicara tentang lingkup kajian. Savigny
berpendapat ”Hukum adalah totalitas kehidupan, tetapi apabila dipandang dari sudut pandang
spesifik.”
Menurut Lawrence Friedmann sistem hukum terdiri struktur, substansi, dan kultur.
Friedmann memecah unsur-unsur sistem hukum itu menjadi bagian per bagian, hukum dapat
dipreteli, kemudian menjadi sistem itu kembali.
13
data dengan cakupan sangat luas.
14
BAB VI
Pendapat Feyerabend tersebut dikenal sebagai anti metode yang memiliki dasar empat
hal yaitu pertama, kontrainduksi. Kedua, kebergantungan observasi pada teori. Ketiga,
prinsip ketidaksepadana. Keempat, apa saja boleh.
15
bersamaan antara intuisi yang self evidence dan deduksi yang niscaya. Baginya tujuan proses
ilmiah adalah membuat penilaian yang benar dan memiliki landasan hukum yang pasti.
Pandangan intelektualisme klasik ini khususnya pada diri Hans Kelsen dan Austin
tidak mampu melepaskan epitemologis dari sifat otoritarian. Kelsen ataupun Austin memiliki
gagasan untuk akses terhadap kebenaran dapat dilakukan melalui pandangan intelektual yang
self evidence. Bentuk kebenarannya bersifat given bagi pengetahuan hukum oleh karena itu
harus diterima.
16
pandangan keahlian yang melekat pada orang tersebut. Keahlian itu pada dasarnya adalah
sebuah proses penghambaan terhadap ilmu atau pendekatan yang dilakukan olehnya, keahlian
adalah seuah kekerasan terhadap kebebasan, bagaimana seseorang akan dipaksa untuk
menguasai satu bidang dengan menelantarkan bidang lainnya.
Lantas apa yang sesungguhnya akan kita lakukan? Fayerabend memberika sebuah
argumentasi bahwa “Tidak ada metodologi ilmu yang pernah dikemukakan selama ini
mencapai sukses.” Cara utama walaupun bukan satu-satunya cara yang digunakannya untuk
mendukung klaimnya adalah memperlihatkan bagaimana metodologi-metodologi tidak
sejalan atau tidak bisa cocok dengan sejarah fisika. Argumennya kebanyakan menentang
pandangan induktivisme dan falsifikasionisme.
17
BAB VII
Nilai-Nilai Utama
Terdapat beberapa nilai pemikir praktis yang perlu mendapat perhatian kita yaitu sbb.:
a) Kemandirian
18
Nilai ini mungkin tampak seolah-olah tak begitu terkait dengan usaha mendorong
seseorang untuk memperhatikan mereka yang memiliki sudut pandang berbeda.
Bagaimanapun tekad untuk mencari dan mendengarkan pandangan-pandangan yang
bukan milik kita
b) Keingintahuan
Untuk memanfaatkan metode emas dalam hidup, kita harus mendengar dan
membaca. Orang lain memiliki kekuatan untuk membawa kita maju untuk
mengeluarkan kita dari kondisi kekurangan pengetahuan
c) Kerendahan Hati
Dengan mengetahui bahkan orang tercerdas sedunia membuat banyak kesalahan
setiap minggunya dapat memberikan kita paduan ideal untuk bergaul secara aktif
dengan orang lain. Jelas bebarapa orang memiliki pandangan yang berbeda dengan
orang lain, namun setiap orang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas. Jika
kita jujur kita dapat meniru Socrates saat ia berkata “Ia tahu bahwa ia tidak tahu.”
Setelah menerima kenyataan ini, kita akan lebih menyadari pengalaman-pengalaman
kita bergaul dengan orang lain setidaknya dapat mempersempit celah yang ada dalam
pemahaman kita saat ini. Di samping itu kerendahan hati dapat menghidarkan kita
dari kesalahan umum dalam berpikir kritis.
19
manusia yang paling bebas. Tampaknya kebebasan memiliki keterkaitan dengan kesadaran.
Seorang individu yang sadar akan kebebasannya sendiri tidak dapat berdiri di luar dunia
kausalitas, tetapi memandang kemauannya sebagai jenis sebab-sebab lain yang harus
diperhitungkan.
Sikap Kritis dan Integritas Ilmiah dari Paham Individual Objektif atau Intersubjektif
Keterkaitan sikap kritis dengan paham individual, paham objektif, dan intersubjektif
dapat dijelaskan dalam ilmu sbb. Tujuan kebanyakan ilmuwan selalu ingin dipandang bahwa
dirinya telah jujur, objektif, dan mempertimbangkan segala sesuatunya telah diamati dan
diperoleh dengan serius serta penuh respect. Setiap ilmuwan selalu berupaya untuk bersikap
objektif atau paling tidak pandangannya ingin disebut objektif. Mereka yang ada di wilayah
ini kita sebut sebagai penganut objektivisme yaitu suatu pandangan yang menekankan bahwa
butir-butir pengetahuan dari soal yang sederhana sampai pada teori-teori yang kompleks
mempunyai sifat dan ciri melampaui keyakinan dan keadaan kesadaran individu yang
merancang pemikirannya.
20
BAB VIII
21
premis pokok dan postulat-postulat hierarki yang mengendap dalam peradaban barat,
khususnya kekuasaan nalar dan tabiat hati, pemerintahan atau kekuasaan prinsip universal
atas keadaan partikular dan pada akhirnya pemerintahan ide atas materi.”
22