Anda di halaman 1dari 2

Boleh Saja Rumah Sakit Meminta Uang Muka, Asal...

Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang
menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Substansi norma ini diatur secara tegas dalam
Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit.

Dalam kesempatan ini, saya mengajak Saudara memahami makna dari aturan tersebut. Kenapa
demikian? Karena masih banyak kesimpangsiuran pemberitaan yang cenderung tidak obyektif
dan melenceng dari fakta. Bisa jadi hal ini disebabkan kesalahpahaman dan ketidakmengertian.
Pertama yang akan kita bahas adalah keadaan darurat atau kegawatdaruratan. Secara terminologi
2 kata ini berbeda, namun substansinya sama. Dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang
Kesehatan diatur bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.

Mari kita perhatikan dengan seksama kalimat diatas. Dengan bahasa yang berbeda dapat
dikatakan bahwa pelayanan kesehatan wajib diberikan dalam keadaan darurat untuk (1)
penyelamatan pasien; (2) pencegahan kecacatan. Jadi disebut keadaan darurat jika tidak segera
ditolong dengan pelayanan kesehatan, maka pasien akan cacat atau meninggal dunia. Dalam
kondisi inilah, fasilitas rumah sakit termasuk rumah sakit, wajib hukumnya terlebih dahulu
menolong pasien tanpa memikirkan bahkan meminta pembayaran uang atau uang muka.

Pertanyaannya, siapa yang dapat mengetahui bahwa pasien dalam keadaan darurat? Tentu tidak
semua orang bisa menilai dan menentukan kondisi pasien dalam keadaan darurat. Yang dapat
menentukan apakah pasien itu darurat atau tidak adalah dokter yang berkompeten dan disertai
kondisi, syarat dan standar tertentu. Sangat sering ditemukan perbedaan pandang antara keluarga
pasien dengan tenaga kesehatan rumah sakit. Bisa jadi keluarga menyaksikan kondisi pasien
sudah menyimpulkan keadaan darurat, padahal menurut dokter tidak darurat.

Dimanakah tempat atau ruangan rumah sakit sehingga pasien yang menempatinya dapat
dikatakan keadaan darurat? Sebagian besar pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan
keadaan darurat. Karena tak jarang, pasien yang telah melewati masa kritis masih dirawat di
IGD. Kemudian pasien yang mendapatkan perawatan medis intensif seperti di ruang ICU, ICCU,
NICU dan PICU.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien yang harus mendapatkan penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecatatan di ruang IGD dan ruang perawatan intensif, rumah sakit wajib
memberikan pelayanan kesehatan dan pertolongan tanpa terlebih dahulu meminta uang muka
atau pembayaran. Tetapi ingat, bahwa setiap tindakan, pengobatan dan perawatan pasien harus
mendapatkan persetujuan (informed consent) pasien dan/atau keluarganya. Informed consent
diantaranya indikasi medis, obat, tindakan medis, risiko medis, termasuk didalamnya informasi
pembiayaan.

Nah, pada saat informed consent inilah sering terjadi kesalahfahaman dan disinformasi. Disatu
sisi rumah sakit melaksanakan kewajibannya dalam mendapatkan persetujuan tindakan medis,
namun pada sisi lain keluarga pasien atau pasiennya menganggap rumah sakit tak punya empati
dan tak berperikemanusiaan. Pasien atau keluarga merasa "galau bin sensi", kok bisa-bisanya
dalam keadaan kesusahan pasien dan belum melakukan tindakan pengobatan, rumah sakit malah
ngomongin biaya! Padahal rumah sakit akan dianggap salah jika tak menginformasikan
pembiayaan. Jadi pasien/keluarga harus benar-benar faham, apakah biaya itu sekedar informasi
atau sebagai syarat sebelum tindakan pengobatan.

Selanjutnya muncul pertanyaan, bolehkan rumah sakit meminta uang muka pada bukan keadaan
darurat? Ya, kembali pada aturan. Dimana larangan permintaan uang muka oleh rumah sakit
hanya dalam keadaan darurat. Tetapi kan memang tidak ada aturan yang mengharuskan rumah
sakit meminta uang muka atas layanan yang diberikan.

Uang muka adalah keniscayaan dalam bentuk transaksi sosial sebagai timbal balik atas jasa yang
diberikan. Pada kondisi pasien mempunyai pilihan untuk menentukan layanan kesehatan, maka
rumah sakit dibolehkan membuat ketentuan, diantaranya uang muka. Sebagai contoh, setelah
dilakukan pemeriksaan dan penegakan diagnosa, dokter menyampaikan bahwa pasien disarankan
menjalani rawat inap. Ternyata rumah sakit mempunyai ketentuan; jika rawat inap di kelas 3,
pasien dapat langsung masuk. Tetapi kalau di kelas VIP, pasien harus menyerahkan uang muka
sebesar 3 hari biaya ruangan. Dalam kondisi ini, pasien mempunyai pilihan; apakah menjalani
rawat inap di kelas 3 atau VIP. Pasien tinggal memilih; dengan uang muka atau tidak. Gampang
kan?

Anda mungkin juga menyukai