Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
UTERUS MIOMATOSUS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. Winarni Risanto, Sp.OG

Disusun oleh:
Ninda Frymonalitza
20164011143

1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. NRP
Umur : 44 tahun
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Alamat : Giwangan, Umbulharjo
B. Pemeriksaan di Bangsal Kenanga
1. SUBYEKTIF
Anamnesis pada tanggal 22 Mei 2017 07.00 WIB
a. Keluhan Utama
Menstruasi banyak dan nyeri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien wanita P2A0 datang dengan keluhan menstruasi banyak dan nyeri yang
dirasakan ± 3 bulan terakhir. HPHT 6 Mei 2017. Saat menstruasi banyak perut dirasakan
nyeri dan pasien mengaku harus mengganti pembalut setiap 2 jam karena penuh.
Perdarahan yang keluar berbentuk gumpalan. Perdarahan diluar menstruasi disangkal.
Saat menstruasi pasien meraba benjolan sebesar telor ayam di perut. Pasien mengatakan
jumlah darah yang keluar saat menstruasi sangat banyak pada hari pertama dan kedua
disertai nyeri. Lalu hari ketiga darah yang keluar hanya sedikit berupa flek tanpa nyeri.
Di hari keempat dan kelima darah yang keluar menjadi banyak kembali. Hari keenam

2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
darah yang keluar hanya sedikit berupa flek. Selain itu pasien juga mengeluh lemas dan
tidak bisa beraktivitas saat menstruasi banyak. BAB dan BAK normal. Pasien tidak
mengalami keputihan. Pasien memiliki riwayat penyakit kanker payudara sejak tahun
2008 (dilakukan masektomi mamae sinistra) dan sudah kemoterapi 8 kali serta sinar 25
kali. Sejak tahun 2012 sampai saat ini pasien belum pernah mengontrol kanker
payudara. Riwayat kontrasepsi adalah IUD yang baru saja dilepas bulan februari yang
lalu. Telah dilakukan pap smear pada April 2017 dan hanya didapatkan peradangan
ringan. Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi gejala.

Riwayat Obstetri
 Riwayat Menstruasi
Umur Menarke : 14 tahun
Siklus : 25 hari
Lama : 6-7 hari
Nyeri Saat Menstruasi : Kadang-kadang
HPHT : 06 Mei 2017

 Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu


Paritas 2, Abortus 0
No. Tahun Tempat UK Jenis Penolong Penyulit JK/BB Keadaan
Partus Partus Persalinan Anak
Sekarang
1 2003 RS 9 bln spontan Dokter - P/3,1kg Sehat
2 2005 RS 9 bln spontan Dokter - P/3,2kg Sehat
 Riwayat Ginekologi
Infertilitas, polip serviks, infeksi virus, dan kanker kandungan disangkal.
 Riwayat Kontrasepsi
No. Metode Lama Pemakaian Mulai Berhenti Alasan Komplikasi
1 IUD 3 tahun 2014 Feb 2017 - -
c. Riwayat Penyakit Dahulu

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
Riwayat hipertensi, asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan TBC disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke, kanker, penyakit hati, penyakit jantung,
epilepsi, dan TBC pada anggota keluarga disangkal.
e. Riwayat Personal Sosial
 Status pernikahan 1 kali, menikah secara resmi, dan lama perkawinan dengan
suami sekarang 14 tahun
 Hubungan dengan keluarga, kerabat dan tetangga baik
 Pasien bekerja sebagai guru sejak tahun 1998

2. OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik pada tanggal 22 Mei 2017 07.00 WIB
KU : Compos mentis, baik
Skala Nyeri : VAS 4
Vital Sign : Tekanan Darah : 110/70 mmHg TB : 150 cm
Nadi : 82 x/menit BB : 53 kg
Pernapasan : 20 x/menit BMI : 23,55
Suhu : 36,5°C, aksila
Kepala : Conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
Thorax : Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis kanan-kiri, tampak
luka operasi masektomi sinistra
Palpasi : fokal fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : S1-S2 reguler, suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani-redup

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
Palpasi : teraba massa, padat, mobile, batas atas sepusat, batas bawah
kesan masuk panggul, batas kiri pada linea midclavicularis
sinistra dan batas kanan pada linea midclavicularis dextra.
Ekstremitas : Edem tungkai (-), varises (-), pucat (+)
Pemeriksaan Dalam : tidak dilakukan
USG : tidak dilakukan

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin pada tanggal 20 Mei 2017 jam 11.48 WIB di Poliklinik
HEMATOLOGI
Leukosit 4,2 4-10,6 10^3/uL Automatic Analyzer
Eritrosit 3,67 3,90-5,50 10^6/uL Automatic Analyzer
Hemoglobin 7,5 L 12,0-16,0 g/dL Automatic Analyzer
Hematokrit 26,5 L 37,0-47,0 % Automatic Analyzer
MCV 72,2 L 81-99 Fl Automatic Analyzer
MCH 20,4 L 27-31 Pg Automatic Analyzer
MCHC 28,3 L 33-37 g/dL Automatic Analyzer
Trombosit 389 150-450 10^3/uL Automatic Analyzer
RDW-CV 23,5 H 11-16 % Automatic Analyzer
Differential Telling
Neutrofil% 66,3 50-70 % Automatic Analyzer
Limfosit% 25,3 20-40 % Automatic Analyzer
Monosit% 5,5 3-12 % Automatic Analyzer
Eosinofil% 2,2 0,5-5 % Automatic Analyzer
Basofil% 0,7 0-1 % Automatic Analyzer
Kimia Darah
Gula Darah 106 70-140 mg/dL GOD-PAP
Sewaktu
Masa Perdarahan 2’00” <6 Menit Manual

5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
Masa 8’00’’ <12 Menit Manual
Penjendalan
IMUNO-SEROLOGI
HBsAg (Rapid) Non-reaktif (-)
(-)
HATI
SGOT 44 H <31 Mg/dl IFCC
SGPT 10 <32 Mg/dl IFCC
GINJAL
Ureum 21 10-50 Mg/dl Modif-Berhelot
Creatinin 1,1 H <0.9 Mg/dl Jaffe

C. DIAGNOSIS
Mioma uteri dengan anemia

D. TERAPI
 Perbaikan Keadaan Umum:
o Transfusi PRC 3 kantong/ 12 jam
o Inj. Dexamethasone 5 mg/mL pre transfusi
 Pro-histerektomi tanggal 23 Mei 2017
 Sedia PRC 2 kantong
 Inj. Cefttizoxime (CEFIM) 1 gr pre-op

E. FOLLOW UP
Hari Sabtu Tanggal 20 Mei 2017
S : Lemas
O : KU : CM, baik
TD : 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
R : 20 x/menit
6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
T : 36,5°C, aksila
A : Mioma uteri dengan anemia
P : - Inj. Dexamethasone 5 mg/mL pre transfuse [18.25 WIB]  Reaksi alergi (-)
- Transfusi PRC Kantong I [18.27 WIB]
- Inj. Dexamethasone 5 mg/mL pre transfuse [22.30 WIB]  Reaksi alergi (-)
- Transfusi PRC Kantong II [22.32 WIB]
- Terpasang infus RL 12 tpm

Hari Minggu Tanggal 21 Mei 2017


S : Lemas
O : KU : CM, baik
TD : 110/70 mmHg R : 20 x/menit
T : 36,5°C, aksila N : 87 x/menit
PPV disangkal, sedang tidak haid
A : Mioma uteri dengan anemia
P : - Inj. Dexamethasone 5 mg/mL pre transfuse [05.30 WIB]  Reaksi alergi (-)
- Transfusi PRC Kantong III [05.32 WIB]
- Terpasang infus RL 12 tpm
- Edukasi komplikasi dan prosedur operasi
- Pro-histerektomi tanggal 23/05/17

Hari Senin Tanggal 22 Mei 2017 pukul 07.00 di Kenanga


S : Tidak ada keluhan
O : KU : CM, baik
TD : 110/70 mmHg R : 20 x/menit
N : 87 x/menit T : 36,5°C, aksila
PPV disangkal, sedang tidak haid
A : Mioma uteri dengan anemia
P : - Inj. Dexamethasone 5 mg/mL pre transfuse [05.30 WIB]  Reaksi alergi (-)

7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
- Transfusi PRC Kantong III [05.32 WIB]
- Terpasang infus RL 12 tpm
- Pro-histerektomi tanggal 23/05/17

Pemeriksaan Darah Rutin pada tanggal 22 Mei 2017 jam 16:42 WIB (HEMATOLOGI)
Hemoglobin 10,9 L 12,0-16,0 g/dL Automatic Analyzer
Hematokrit 37,7 37,0-47,0 % Automatic Analyzer

Hari Selasa Tanggal 23 Mei 2017 pukul 06.45 di Kenanga


S : Tidak ada keluhan. Sudah dipuasakan persiapan operasi.
O : KU : CM, baik
TD : 110/70 mmHg R : 20 x/menit
N : 87 x/menit T : 36,5°C, aksila
PPV disangkal, sedang tidak haid
A : Mioma uteri dengan anemia
P : - Inj. Dexamethasone 5 mg/mL pre transfuse [05.30 WIB]  Reaksi alergi (-)
- Transfusi PRC Kantong III [05.32 WIB]
- Terpasang infus RL 12 tpm
- Terpasang kateter, urin produktif (+)
- Persiapan operasi

Laporan Tindakan Operasi


Operator : dr. Winarni Risanto, Sp.OG
Tanggal operasi : 23 Mei 2017
Nama tindakan : Histerektomi supraservikal
Pukul operasi dimulai : 10.00 WIB selesai: 11.30 lama operasi: 90 menit
Diagnosis pra operatif : Mioma Uteri
Diagnosis post operatif: Uterus Miomatous
Klasifikasi : Elektif, Khusus
- Prosedur operasi rutin

8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
- Dilakukan insisi pfannenstiel
- Irisan diperdalam lapis demi lapis sampai dengan peritoneum parietal
- Setelah peritoneum parietale terbuka, dilakukan eksplorasi dan identifikasi
- Tampak uterus berubah menjadi massa tumor padat, mobile ø 10,5x8x5cm
- Ditegakkan diagnosis uterus miomatous
- Dilakukan histerektomi supraservikal
- Ligamentum rotundum dextra dan sinistra  klem/gunting/jahit
- Ligamentum ovarii proprium kanan kiri  klem/gunting/jahit
- Arteri/Vena uterine  klem/ gunting/ jahit
- Plica vesico-recto uterine dibuka dan disisihkan ke kaudal
- Uterus dipotong setinggi puncak servikal
- Puncak serviks dijahit jelujur terkunci 1 lapis
- Kontrol perdarahan (-)
- Ligamentum rotundum ditanam di puncak serviks
- Cavitas abdomen dicuci dengan NaCl
- Reperitonealisasi viscerale dan parietale
- Dinding abdomen dijahit luar dalam
- Kulit dijahit intrakutan
- Operasi selesai
(SUDAH SESUAI DENGAN SOP RUMAH SAKIT JOGJA)
Instruksi post op :
- Durante op transfuse 1 kantong PRC
- Intravena Fluid Drip (IVFD) RL:D5:NaCl=1:1:1
- Bedrest
- Cek Hb 6 jam post transfuse
Medikamentosa :
- Inj Ceftazoxime (Cefim) 2x 1gram
- Inj Ketorolac 2x 30mg
- Inj Asam Tranexamat 3x500mg

9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
Foto durante operasi :

Gambar: uterus dengan massa tumor padat, mobile ø 10,5x8x5cm

Hasil Patologi Anatomi : Belum tersedia

Pemeriksaan Darah Rutin pada tanggal 23 Mei 2017 jam 21.44 WIB (HEMATOLOGI)
Hemoglobin 10,8 L 12,0-16,0 g/dL Automatic Analyzer
Hematokrit 36,1 L 37,0-47,0 % Automatic Analyzer

Hari Rabu Tanggal 24 Mei 2017 pukul 06.30 WIB di Kenanga


S : Nyeri luka operasi, sulit istirahat
O : KU : CM, baik
TD : 90/60 mmHg R: 20 x/menit
N : 84 x/menit T: 36,5°C, aksila
PPV disangkal, sedang tidak haid
BAK dengan kateter produktif, BAB belum, flatus (+)
Luka operasi tidak rembes, Nyeri VAS 4
A : Post histerektomi atas indikasi uterus miomatosus, h2
P : - Menunggu hasil Patologi Anatomi
10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
- Bedrest
- IVFD RL : D5 : NaCl = 1 : 1 : 1
- Inj. Ceftizoxime 2 x 1 gr
- Inj. Ketorolac 2 x 30 mg
- Inj. As. Tranexamat 3 x 500 mg

Hari Kamis Tanggal 26 Mei 2017 pukul 06.45 WIB di Kenanga


S : Nyeri luka operasi, sulit istirahat, nafsu makan berkurang, nyeri tengkuk
O : KU : CM, baik
TD : 110/70 mmHg R: 20 x/menit
N : 96 x/menit T: 36,8°C, aksila
PPV disangkal, sedang tidak haid
BAK dengan kateter produktif, BAB belum, flatus (+)
Luka operasi tidak rembes, Nyeri VAS 4
A : Post histerektomi atas indikasi uterus miomatosus, h3
P : - Menunggu hasil Patologi Anatomi
- Bedrest
- Inf. RL 12 tpm
- Cefadroxil 2 x 500 mg p.o.
- As. Mefenamat 3 x 500 mg p.o.
- Ferofort 1 x 1 p.o.

Hari Kamis Tanggal 27 Mei 2017 pukul 07.05 WIB di Kenanga


S : Pusing, nyeri tengkuk membaik, nafsu makan membaik
O : KU : CM, baik
TD : 100/70 mmHg R: 21 x/menit
N : 82 x/menit T: 36°C, aksila
PPV disangkal, sedang tidak haid
BAK dengan kateter produktif, BAB sudah, flatus (+)
Luka operasi tidak rembes, tidak nyeri
11
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
A : Post histerektomi atas indikasi uterus miomatosus, h4
P : - Menunggu hasil Patologi Anatomi
- Bedrest
- Inf. RL 12 tpm
- Cefadroxil 2 x 500 mg p.o.
- As. Mefenamat 3 x 500 mg p.o.
- Ferofort 1 x 1 p.o.
- Neuralgin 3 x 500 mg p.o.
- Pasien boleh pulang, terapi lanjut

12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MIOMA UTERI

A. GAMBARAN UMUM
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan
jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe,
sedangkan setelah menopause hanya kirakira 10% mioma yang masih tumbuh. Neoplasma jinak
ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan
dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid. Mioma uteri terjadi pada 20-25%
wanita di usia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensinya 3,9
kali lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade
terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali ditemukan
sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormone reproduksi, dan hanya bermanifestasi
selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan
mikroskopik menjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena hanya tumor soliter dan
tampak secara makroskopik yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara enukleasi.
Ukuran rerata tumor ini adalah 15 cm, tetapi cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri
dengan berat sampai 45kg. Yang menyulitkan adalah anggapan klasik bahwa mioma adalah
asimtomatik karena hal ini seringkali menyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ
sekitarnya (tuba, ovarium, atau usus) menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan
asimtomatik mioma adalah mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari specimen hasil enukleasi
atau histerektomi sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali.
Tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi penyebab mioma.
Telah diketahui bahwa hormone memang menjadi precursor pertumbuhan miomatosa.
Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma memang lebih tinggi dibandingkan dengan
miometrium sekitarnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di endometrium. Mioma
tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan mengecil atau menghilang saat

13
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
menopause. Walaupun progesterone dianggap sebagai penyeimbang estrogen tetapi efeknya
terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.
Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya, tetapi jaringannya
dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah dikupas. Mioma
berwarna lebih pucat, relative bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian
dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah
kapsul.

B. KLASIFIKASI FIBROID
Mioma uteri berasal dari
miometrium dan klasifikasinya
dibuat berdasarkan lokasinya.
Mioma submukosa menempati
lapisan di bawah endometrium dan
menonjol ke dalam (kavum uteri).
Pengaruhnya pada vaskularisasi dan
luas permukaan endometrium
menyebabkan terjadinya perdarahan
ireguler.
Mioma jenis ini dapat
bertangkai panjang sehingga dapat
keliar melalui ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam menangani mioma bertangkai
adalah kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis sehingga resiko infeksi sangatlah tinggi.
Mioma intramural atau interstisiel adalah mioma yang berkembang diantara miometrium.
Mioma subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan dapat
bertumbuh kea rah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa juga dapat menjadi parasit
omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya.

14
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS

C. PERUBAHAN SEKUNDER (DEGENERASI)


- Atrofi sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi kecil
- Degenerasi Hialin terjadi pada mioma yang telah matang atau tua dimana bagian yang semula
aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya
menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai terjadinya
degenerasi hialin.
- Degenerasi Kistik dapat meliputi daerah kecil maupun luas, hal tersebut berlanjut dengan
cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Adanya
kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke
kavum uteri, kavum peritoneum, atau retroperitoneum. Dengan konsistansi yang lunak tumor
ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
- Degenerasi membatu (calcireous degeneration) terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh
karena adanya gangguan dalam sirkulasi, yang umumnya mengenai mioma subserosa yang
sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat
dan fosfat dalam tumor.
- Septic: defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah tumor
yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut dan demam akut
15
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
- Degenerasi merah (carneous degeneration), perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan
nifas, diakibatkan oleh thrombosis yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan
perdarahan sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi jenis ini, seringkali
terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi
miometrium lebih diprioritaskan sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi
degenerasi aseptic dan infark. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan
muda yang disertai emesis dan haus, sedikit demam dan kesakitan, tumor dan uterus membesar
dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir
atau mioma bertangkai.
- Degenerasi lemak (Miksomatosa) yang terjadi setelah proses degenerasi hialin dan kistik.
Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik, tetapi dapat terjadi pada degenerasi
hialin yang lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.

D. PATOFISIOLOGI
Fibroid uterus adalah tumor monoclonal yang berasal dari jaringan otot polos uterus
(myometrium). Merupakan tumor jinak yang terdiri dari myofibroblast dalam jaringan ikat
ekstraseluler yang menjadi sebagian besar dari volume tumor tersebut. Penyebab terjadinya
mioma uteri tidak diketahui. Beberapa penelitian mengatakan bahwa setiap mioma muncul dari
sel neoplastik tunggal di antara sel otot polis dari miometrium. Terdapat peningkatan resiko
pada keluarga yang memiliki riwayat mioma, dan juga lebih sering muncul pada wanita
obesitas. Ada juga kausa hormonal dan ikatan hormone yang dibuktikan secara in-vitro.
Jaringan fibroid dapat membesar selama kehamilan dan dapat mengecil setelah menopause.
Proliferasi sel berkembang dengan kecepatan rerata yang bergantung pada hormone
estrogen dan progesterone yang dihasilkan ovarium, hal ini menyebabkan sebagian besar fibroid
mengecil setelah menopause. Hormon estradiol menginduksi produksi PR dengan ER-alfa. PR
penting sebagai jaringan fibroid terhadap progesterone yang dihasilkan ovarium. Progesteron
dan PR sangat diperlukan untuk pertumbuhan massa, meningkatkan proliferasi sel dan
meningkatkan formasi matriks ekstraseluler.
Faktor resiko berkembangnya fibroid uterus yaitu nulipara, menstruasi dini,
meningkatnya frekuensi menstruasi, riwayat dismenorhea, riwayat keluarga dengan fibroid

16
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
uterus, ras Afrika, obesitas, umur (40-50 tahun). Keadaan klinis yang meningkatkan resiko
terkena fibroid uterus adalah hipertensi dan diabetes.

E. GAMBARAN KLINIK
Gejala klinik hanya terjadi pada 35-50% penderita mioma. Hampir sebagian besar
penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama sekali pada
penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis
mioma yang diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa:
1. Abnormal Uterus Bleeding (AUB)
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30%
penderita. Hubungan antara mekanisme leiomyoma dengan AUB tidak diketahui.
Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah
endometrium, tekanan dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau
ulserasi endometrium di atas tumor. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia
defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk
dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan
thrombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kavum
uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan
oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia local miometrium.
2. Nyeri pelvis
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian terjadi
gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi
pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk
mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Tekanan pada pelvis, disfungsi
pencernaan dan keluhan saluran kemih seperti frekuensi dan urgensi biasanya disebabkan
oleh fibroid berukuran besar.

17
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Pada pasien biasanya mioma uteri tidak bergejala dan kebanyakan di diagnosis secara
tidak sengaja saat pemeriksaan fisik atau pemeriksaan radiologi. Tetapi uterus miomatosus
dapat morbiditas berupa abnormalitas menstruasi seperti jumlah perdarahan yang banyak,
ireguler atau PUD (prolonged uterine bleeding), anemia defisiensi besi, nyeri pada pelvis serta
gangguan infertilitas. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (serviks, intramural, submukus, subserosa), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi
yang terjadi.

18
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
G. TERAPI
1. Terapi Medikamentosa (Hormonal)
Pengobatan efektif untuk pasien dengan abnormal uterine bleeding (AUB) berhubungan dengan
uterus miomatosus yaitu:
- gonadotropin-releasing hormone analogues,
o agonist (buserelin asetat 1 mg): sediaan nasal spray, injeksi subkutan dan injeksi
slow release. Ukurang tumor diharapkan berkurang hingga 50% dalam 3 bulan
masa terapi. Terapi dibatasi 3-6 bulan. Tujuannya untuk menyusutkan ukuran
tumor dan mengurangi anemia karena perdarahan uterus.
o Antagonist (Firmagon, Antagon): bekerja dengan down regulation dan desensitasi
dari reseptor GnRH, mekanisme kompetisi blockade klasik. Penggunaanya karena
sedikitnya efek ‘flare’ seperti yang muncul pada penggunaan GnRH agonis selain
itu memiliki onset kerja yang lebih cepat.
- selective progesterone receptor modulators,
- oral contraceptives (duphaston): cukup efektif dalam mengurangi perdarahan
menstruasi untuk jangka pendek dan dapat mencegah perkembangan uterus
miomatosus.
- Progestins (Levonorgestrel Intrauterine System): memiliki dual efek, yakni memicu
epidermal growth faktor yang menyebabkan pertumbuhan fibroid, namun juga
menghambat insulin-like growth factor 1 yang menghentikan pertumbuhannya.
Progesterone alami dan sintetis menyebabkan atrofi endometrial sehingga dapat
mengurangi kehilangan darah akibat
- Danazol (Androgen): berkompetisi dengan androgen alami, progesterone dan
glukokortikoid dalam hal ikatan dengan reseptor dan beraksi pada level yang berbeda
pada aksis hipotalamik-hipofisis-ovarian-uterus. Selain itu dapat menurunkan level
estrogen dengan menekan sekresi GnRH dan menghambat steroidogenesis. Berhasil
menurunkan ukuran mioma sebanyak 20-25%.
Pengobatan efektif untuk pasien dengan bulk symptomps (nyeri pada pelvis, nyeri berkaitan
dengan obstruksi) berhubungan dengan uterus miomatosus yaitu:
- selective progesterone receptor modulators,

19
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
- gonadotropin-releasing hormone analogues
Pengobatan lainnya:
- Aromatase inhibitor (Letrozole)
Menghambat konversi androgen menjadi estrogen. Penggunaannya menyebabkan hot
flush lebih sedikit disbanding GnRH agonis. Tapi berdasarkan sistematik review,
tidak signifikan dalam pengobatan mioma uteri.
- Estrogen Receptor Antagonist (Fulvestrant)
Antagonis reseptor estrogen menyebabkan degradasi dan down-regulation dari
reseptor estrogen. Namun tidak seefektif GnRH agonist dalam menurunkan ukuran
fibrous dan ukuran uterus dan menyebabkan amenore.

2. Terapi Pembedahan, indikasi pembedahan pasien myoma uteri menurut ACOG (American
College of Obstetricians and gynecologist):
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan myoma pada masa menopause
d. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
e. Nyeri dan nyeri tekan yang sangat mengganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah:


a. Histerektomi
Tindakan histerektomi pada pasien dengan myoma uteri merupakan indikasi bila
didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan
ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu. Histerektomi perabdominal dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal
histerektomi (STAH). Subtotal abdominal histerektomi (STAH) dilakukan untuk menghindari
resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang lebih banyak, trauma operasi pada
ureter, kandung kemih dan rectum. Namun dengan melakukan STAH, kita meninggalkan
serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan
20
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya secret vagina dan
perdarahan paska operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.

b. Miomektomi

Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan
tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk melakukan
miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi dari myoma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan
dengan laparotomy, histeroskopi maupun dengan laparoskopi.
a. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat myoma dari uterus. Keunggulan melakukan
miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas
sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul
pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera.
Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi
perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi factor
fertilitas pada pasien. Disamping itu masa penyembuhan paska
operasi juga lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
21
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS

b. Pada miomektomi secara histeroskopi, dilakukan terhadap myoma submukosa yang terletak
pada cavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini ahli bedah memasukkan alat histeroskop
melalui serviks dan mengisi cavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus.

c. Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang


bertangkai diluar cavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Myoma
subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat secara
laparoskopi. Resiko yang terjadi pada pembedahan laparoskopi termasuk perlengketan,
trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rectum serta perdarahan. Sampai saat
ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan standart bagi wanita dengan myoma uteri
yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.

22
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
ANEMIA

Recommendations: “Anemia should be corrected prior to proceeding with elective surgery. (II-
2A). Selective progesterone receptor modulators and gonadotropin-releasing hormone analogues
are effective at correcting anemia and should be considered preoperatively in anemic patients. (I-
A).”
Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik
dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar haemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit
(packed red cell)(Bakta, 2006). Untuk menjabarkan defenisi anemia maka perlu diterapkan batas
haemoglobin atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas ini disebut sebagai cut off
point (titik pemilah), yang sangat dipengaruhi oleh: umur, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari
permukaan laut dan lain-lain. Cut off point yang umum dipakai ialah criteria WHO tahun 1968.
Dinyatakan anemia bila:
o Laki-laki dewasa : hemoglobin < 13 g%
o Perempuan dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g%
o Perempuan hamil : hemoglobin < 11 g%
o Anak umur 6 – 14 tahun : hemoglobin < 12 g%
o Anak umur 6 bulan – 6 tahun : hemoglobin < 11 g%

Derajat Anemia
Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin, dapat dibagi atas:
- Tidak Anemia: Hb ≥ 12 g/dl
- Anemia Ringan: Hb 8 g/dl – Hb 11,9 g/dl
- Anemia Sedang: Hb 6 g/dl – Hb 7,9 g/dl
- Anemia Berat: Hb < 6 g/dl

23
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi Anemia berdasarkan Klasifikasi Anemia berdasarkan
Morfologi Eritrosit Etiopatogenesis
Anemia hipokromik mikrositer Produksi Eritrosit menurun
- Anemia defisiensi besi
- Thalasemia
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
Anemia normokromik normositer Kehilangan Eritrosit dari tubuh
- Anemia pascaperdarahan akut - Anemia pasca perdarahan akut
- Anemia aplastik – hipoplastik - Anemia pasca perdarahan kronik
- Anemia hemolitik – terutama bentuk
yang didapat
- Anemia akibat penyakit kronik
Anemia makrositer Peningkatan penghancuran eritrosit
- Megaloblastik dalam tubuh (hemolisis)
- Nonmegaloblastik

Penegakan Diagnosis
Dilakukan anamnesis terhadap gejala yang pasien rasakan. Dilakukan pemeriksaan fisik secara
sistematik dan menyeluruh: warna kulit, ada/tidak purpura, kuku sendok, konjungtiva mata pucat,
ada/tidak ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi pada lidah, glossits dan stomatitis angularis.
ada/ tidak limfadenopati dan hepatomegaly. Dilakukan Pemeriksaan Laboratorium Hematologik untuk
melihat Kadar Hemoglobin, Indeks eritrosit (MCV. MCH dan MCHC), Apusan darah tepi. Dilakukan
Pemeriksaan rutin: pemeriksaan ini juga dilakukan pada semua kasus anemia untuk mengetahui
kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan ini meliputi Laju endap darah, Hitung
diferensial, Hitung retikulosit. Dilakukan Pemeriksaan atas indikasi khusus:
a. Anemia defesiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
b. Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
c. Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, elektroforesis, Hb

24
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
d. Anemia pada leukimia akut: pemeriksaan sitokimia

SOP Transfusi di RSUD Jogja:

1. Kondisi yang memerlukan transfuse darah:


- Perdarahan postpartum yang dapat menyebabkan syok
- Kehilangan sejumlah besar darah saat persalinan operatif
- Anemia berat, terutama kehamilan lanjut atau yang disertai dengan gagal jantung
- Pada kehamilan awal, anemia diterapi sesuai dengan penyebabnya diberikan hemanitik.
2. Transfusi pada manajemen intra dan post operatif, batasan Hb < 7 gr/dL. Pada pasien dengan
penyakit jantung iskemi lebih aman untuk menjaga Hb > 9 gr/dL oleh karena pasien dengan
penyakit kardiovaskuler kurang toleran terhadap kadar hemoglobin yang rendah disbanding
orang normal. Reaksi transfuse harus diperhatikan.

BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan menstruasi banyak dan nyeri. Tidak ada
perdarahan diluar siklus menstruasi. Saat menstruasi pasien meraba benjolan sebesar telor ayam di
perut bawah. Pasien tidak memiliki keluhan infeksi saluran kemih ataupun infeksi genitalia. Pasien
memiliki riwayat kanker mamae sinistra dan telah dilakukan masektomi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan massa padat mobile dengan batas atas sepusat, masuk panggul, batas kanan linea
midclavicularis dextra dan kiri linea midclavicularis sinistra. Pemeriksaan penunjang darah rutin dalam
batas normal. Pemeriksaan USG dan pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Berdasarkan pemeriksaan di atas, dapat disingkirkan diagnosis infeksi dan kelainan anorganik.
Massa yang ditemukan berukuran cukup besar sampai menyebabkan perdarahan yang banyak.
Kemudian dilakukan pembedahan histerektomi supraservikal. Indikasi dilakukan pembedahan pada
pasien ini adalah banyaknya menstruasi, nyeri, dan teraba massa di perut bawah pasien. Faktor resiko
yang ada pada pasien ini adalah usia 40-50 tahun. Setelah dilakukan pembedahan didapatkan hasil
uterus miomatosus. Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim
dan jaringan ikat di sekitarnya.

25
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
DAFTAR PUSTAKA
SCOG. 2015. The Management of Uterine Leiomyomas. Obstetricians and Gynaecologists of Canada.
No. 318, February 2015 (Replaces, No. 128, May 2003).
Cunningham, FG et.al. 2014. Williams Obstetrics 24th ed. Prentice. Hall International Inc, Appleton
and Lange Connecticut.
AJOG. 2014. Submucosal fibroid and the relation to heavy menstrual bleeding and anemia. American
Journal of Obstetrics and Gynecology.
Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 5 tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Staf Medis Obsgyn. 2015. Standar Operasional Prosedur Obstetri dan Ginekologi.
IJOG. 2011. FIGO classification system (PAL-COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in non
gravid women of reproductive age. Elsevier.
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Yogyakarta, 29 Mei 2017


Dokter Pembimbing

dr. Winarni Risanto, Sp.OG

26

Anda mungkin juga menyukai