Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

PRAKTIKUM I
ANASTESI LOKAL

Oleh :
1. NI KADEK DEVI KLARA SARI (161200030)
2. NI KOMANG SINTA DEWI (161200035)
3. NI KOMANG SRI WAHYUNI (161200036)
4. NI NYOMAN AYU KRISTINA DEWI (161200073)
5. NYOMAN DIVTA CANDRA OKTAVIANI (161200074)
6. NI PUTU GITAN PURNAMA SARI (161200075)
7. PUTU MAHA ANGGITA PUTRI (161200076)
8. NI PUTU NILAM CAHYA DEWI (161200077)
9. NI PUTU OVY DARMAYANTI (161200078)
10. NI PUTU RISCHA CHRISTIANI (161200079)
11. GUSTI MANU ASRI (161200080)

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
A. Definisi Anestesi Lokal
Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak
ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi
umum. Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran dan
anestesi umum, yaitu hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran. Tindakan anestesi
digunakan untuk mempermudah tindakan operasi maupun memberikan rasa nyaman pada
pasien selama operasi.
Anestesi lokal didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya
sensasi rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara yang disebabkan adanya depresi
eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf perifer. Anestesi
lokal menghilangkan sensasi rasa nyeri tanpa hilangnya kesadaran yang menyebabkan
anestesi lokal berbeda secara dramatis dari anestesi umum.
B. Anestetikum Lokal Yang Ideal
Anestetikum lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf
secara permanen, harus efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan
setempat pada membran mukosa dan memiliki toksisitas sistemik yang rendah. Mula
kerja bahan anestetikum lokal harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus
cukup lama sehingga operator memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tindakan
operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestesi
lokal juga harus larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, serta tahan
pemanasan bila disterilkan tanpa mengalami perubahan.
C. Fisiologi Konduksi Saraf
Mekanisme kerja anestetikum lokal dapat dipelajari melalui fisiologi konduksi
saraf. Hodgkin dan Huxley (1952) telah memperkenalkan teori elektrofisiologi untuk
menjelaskan proses fisiologi konduksi saraf. Menurut teori ini, sel saraf berada pada
cairan tubuh dan sebagian besar pada kation ekstraseluler adalah natrium. Sebagian
kation pada intraseluler adalah kalium. Pada saat istirahat, rasio ion kalium di dalam sel
saraf dibandingkan di luar sel saraf sekitar 30:1. Berdasarkan rasio ini, potensi pada
membran sel saraf adalah -50 sampai-70millivolts. Ini disebut sebagai membran potensial
istirahat. Sebagai hasil dari distribusi ion, bagian luar membran sel saraf memiliki muatan
positif dan pada bagian dalam membran sel saraf bermuatan negatif. Membran sel saraf
memiliki struktur berpori dengan ion kalsium berperan sebagai 'gerbang' dalam pori-pori
tersebut. Pada membran potensial istirahat 'gerbang' ditutup, ion natrium dan kalium tidak
dapat melewati gerbang tersebut. Ketika terjadi eksitasi saraf dan potensial ambang
tercapai, ion kalsium akan digantikan dari pori-pori ini, 'gerbang' akan terbuka, dan ion
natrium segera masuk ke dalam sel saraf mengubah potensial transmembran. Bagian
dalam membran sel saraf akan menjadi relatif positif perubahan polaritas. Perubahan
polaritas ini disebut sebagai depolarisasi dan peningkatan aksi potential terbentuk yang
disebarkan di sepanjang membran sel saraf. Saat depolarisasi maksimum terjadi, maka
permeabilitas ion natrium akan menurun, ion kalsium kembali ke pori-pori di membran
sel saraf, dan 'gerbang' menutup serta proses repolarisasi terjadi. Repolarisasi membawa
potential transmembran serta membran potensial yang istirahat kembali ke tingkat
aslinya. Repolarisasi menyebabkan penurunan gerakan ion natrium ke dalam sel saraf dan
peningkatan permeabilitas ion kalium dengan difusi resultan dari ion kalium ke luar. Oleh
karena itu, peristiwa ionik akan mengembalikan potensial transmembran ke tingkat
istirahat pada -70 milivolts. Akhirnya, natrium secara aktif dibawa keluar dari sel saraf,
dan kalium secara aktif ditransportasi ke dalam sel untuk mengembalikan konsentrasi ion.
D. Mekanisme Anestetikum Lokal
Mekanisme anestetikum lokal yaitu dengan menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Bahan ini bekerja pada
tiap bagian susunan saraf. Anestetikum lokal mencegah terjadi pembentukan dan
konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada
aksoplasma hanya sedikit saja. Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan
sesaat permeabilitas membran terhadap ion natrium (Na+ ) akibat depolarisasi ringan
pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh anestetikum lokal, hal ini terjadi akibat
adanya interaksi langsung antara zat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap
adanya perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek anestesi
lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap,
kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor
pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan
penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian
mengakibatkan kegagalan konduksi saraf. Anestetikum lokal juga mengurangi
permeabilitas membran bagi (kalium) K+ dan Na+ dalam keadaan istirahat, sehingga
hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan pada potensial istirahat.
Menurut Sunaryo, bahwa anestesi lokal menghambat hantaran saraf tanpa
menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan ditemukan hiperpolarisasi ringan. Pengurangan
permeabilitas membran oleh anestesi lokal juga timbul pada otot rangka, baik waktu
istirahat maupun waktu terjadinya potensial aksi. Potensi berbagai anestetikum lokal
sama dengan kemampuannya untuk meninggikan tegangan permukaan selaput lipid
monomolekuler. Mungkin sekali anestesi lokal dapat meningkatkan tegangan permukaan
lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf, dengan demikian pori dalam membran
menutup sehingga menghambat gerak ion melalui membran. Hal ini akan menyebabkan
penurunan permeabilitas membran dalam keadaan istiharat sehingga akan membatasi
peningkatan permeabilitas Na+ . Dapat disimpulkan bahwa cara kerja utama bahan
anestetikum lokal adalah dengan bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada
kanal Na, sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal ini
akan mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran.
E. Klasifikasi Anestetikum Lokal
Anestetikum lokal diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sesuai dengan
ikatan, yaitu ikatan golongan amida (-NHCO-) dan ikatan golongan ester (-COO-).
Perbedaan ini berguna karena ada perbedaan ditandai dalam alergenitas dan metabolisme
antara dua kategori bahan anestetikum lokal. Secara kimiawi bahan anestetikum lokal
dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Golongan Ester (-COO-)
1. Prokain
2. Tetrakain
3. Kokain
4. Benzokain
5. Kloroprokain
b. Golongan Amida (-NHCO-)
1. Lidokain
2. Mepivakain
3. Bupivacaine
4. Prilokain
5. Artikain
6. Dibukain
7. Ropivakain
8. Etidokain
9. Levobupivakain

Perbedaan klinis yang signifikan antara golongan ester dan golongan amida adalah ikatan
kimiawi golongan ester lebih mudah rusak dibandingkan ikatan kimiawi golongan amida
sehingga golongan ester kurang stabil dalam larutan dan tidak dapat disimpan lama.
Bahan anestetikum golongan amida stabil terhadap panas, oleh karena itu bahan golongan
amida dapat dimasukkan kedalam autoklaf, sedangkan golongan ester tidak bisa. Hasil
metabolisme golongan ester dapat memproduksi paraaminobenzoate (PABA), yaitu zat
yang dapat memicu reaksi alergi, sehingga golongan ester dapat menimbulkan fenomena
alergi. Hal inilah yang menjadi alasan bahan anestetikum golongan amida lebih sering
digunakan daripada golongan ester.

Tabel 1. Mula dan masa kerja penggunaan anestetikum lokal dengan dan tanpa
vasokonstriktor
F. Klasifikasi Potensi Dan Masa Kerja Anestetikum Lokal
Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan potensi dan masa kerja dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu kelompok I yang memiliki potensi lemah dengan masa kerja singkat
(≈30menit) seperti prokain dan kloroprokain. Kelompok II adalah kelompok yang
memiliki potensi dan masa kerja menengah (≈60menit) seperti lidokain, mepivakain dan
prilokain. Kelompok III merupakan kelompok yang memiliki potensi kuat dengan masa
kerja panjang (>90menit). Contohnya tetrakain, bupivakain, etidokain dan ropivakain.
6 Jenis-Jenis Anestetikum Lokal :
1. Lidokain
Lidokain disintesis pada tahun 1943 dan pada tahun 1948, anestetikum lokal
golongan amida pertama telah dipasarkan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, dan
lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi yang
sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari
anestetikum lokal golongan amida. Penggunaan lidokain sebagai larutan polos dalam
konsentrasi sampai 2% memberikan efek anestesi yang pendek pada jaringan lunak.
Formulasi tersebut tidak memberikan efek anestesi yang cocok pada pulpa gigi.
Ketika vasokonstriktor ditambahkan ke 2% lidokain, maka efek anestesi bertambah
pada gigi yang di anestesi. Vasokonstriktor yang paling umum digunakan adalah
epinefrin (adrenalin) biasanya sekitar konsentrasi 1:200.000 ke 1:80.000. Oleh karena
itu, lidokain cocok untuk anestesi infiltrasi, blok dan topikal. Selain itu, lidokain
memiliki keuntungan dari mula kerja yang lebih cepat, penambahan epinefrin
menyebabkan vasokonstriktor dari arteri mengurangi perdarahan dan juga penundaan
resorpsi lidokain sehingga memperpanjang masa lama kerja hampir dua kali lipat.
2. Mepivakain
Mepivakain merupakan anestetikum lokal golongan amida yang bersifat
farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain memiliki mula kerja yang lebih cepat
daripada prokain dan masa lama kerja yang menengah. Mepivakain menghasilkan
vasodilatasi yang lebih sedikit dari lidokain. Mepivakain ketika disuntik dengan
konsentrasi 2% dikombinasikan dengan 1:100 000 epinefrin, memberikan efek
anestesi yang mirip seperti lidokain 2% dengan epinefrin. Larutan mepivakain 3%
tanpa vasokonstriktor akan memberikan efek anestesi yang lebih baik dari lidokain
2% . Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf regional dan anestesi
spinal.
3. Prilokain
Anestetikum lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi
mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada
lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap sistem
saraf pusat (SSP) lebih ringan, penggunaan intravena blok regional lebih aman. Sifat
toksik yang unik dari prilokain yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini
disebabkan oleh adanya metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin
yang mempengaruhi masa kerja prilokain. Efek anestesi prilokain kurang kuat
dibandingkan lidokain. Prilokain dipasarkan sebagai solusi 4% dengan dan tanpa
1:200.000 epinefrin. Efek toksisitas sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain.
Biasanya digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok.
4. Artikain
Struktur amida dari artikain mirip dengan anestetikum lokal lainnya, tetapi struktur
molekulnya berbeda melalui kehadiran cincin thiophene bukan cincin benzena.
Artikain mengandung gugus ester tambahan yang dimetabolisme oleh estearases
dalam darah dan jaringan. Artikain dapat digunakan pada konsentrasi yang lebih
tinggi, yaitu artikain 4% dengan epinefrin 1:100 000 atau 1:200 000. Ada beberapa
kekhawatiran, bahwa anestetikum lokal ini apabila digunakan pada konsentrasi tinggi
dapat meningkatkan toksisitas lokal yang dapat menyebabkan kerja anestesia menjadi
lama, parestesia atau dysaesthesia ketika digunakan untuk blok regional. Ada
beberapa bukti bahwa infiltrasi bukal menggunakan artikain 4% seefektif anestesi
lokal alveolar inferior dengan lidokain 2% pada gigi mandibular orang dewasa.
Artikain digunakan baik untuk anestesi infiltrasi maupun blok, dengan teknik blok
dapat menghasilkan masa kerja yang lebih lama.
5. Bupivakain
Bupivakain merupakan anestetikum lokal yang termasuk dalam golongan amida
amino. Bupivakain mempunyai masa kerja panjang. Ketika digunakan sebagai injeksi
intraoral, bahan ini telah terbukti mengurangi jumlah analgesik yang dibutuhkan
untuk mengontrol rasa nyeri pasca operasi setelah pembedahan. Formulasi bupivakain
sekitar 0,25-0,75% dengan dan tanpa epinefrin (biasanya 1:200 000). Mula kerjanya
lambat tapi masa kerjanya panjang. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf,
epidural dan anestesi intratekal.
6. Etidokain
Etidokain dalam konsentrasi 1,5% dengan 1:200.000 epinefrin telah digunakan dalam
prosedur bedah mulut. Ia memiliki masa kerja yang lebih lama dari lidokain 2%
dengan epinefrin 1:100.000 bila digunakan sebagai anestesi blok tetapi tidak seefektif
lidokain dengan epinefrin saat digunakan untuk anestesi infiltrasi.
7. Ropivakain
Ropivakain dikembangkan setelah bupivakain tercatat dikaitkan dengan serangan
jantung, terutama pada wanita hamil. Ropivakain ditemukan memiliki
kardiotoksisitas kurang dari bupivakain. Ropivakain diindikasikan untuk anestesi
lokal termasuk infiltrasi, blok saraf, epidural dan anestesi intratekal pada orang
dewasa dan anak di atas 12 tahun. Karakteristiknya, yaitu memiliki mula kerja dan
masa lama kerja yang sama dengan bupivakain, dengan potensinya yang lebih rendah
sedikit.
8. Kokain
Kokain merupakan anestetikum lokal yang pertama digunakan dalam dunia
kedokteran. Bahan anestetikum lokal yang alami dan merupakan ester asam benzoat
dengan basa yang mengandungi nitrogen (N). Efek kokain yang paling penting bila
digunakan secara lokal yaitu menghambat hantaran saraf. Efek sistemik yang paling
mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat (SSP). Berdasarkan efek ini, kokain
pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang optalmologi, tetapi kokain ini
dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang
sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas.
9. Prokain
Prokain disintesis dan diperkenalkan pada tahun 1905 dengan nama dagang novokain.
Selama lebih dari 50 tahun obat ini merupakan bahan terpilih untuk anestesi lokal,
namun kegunaannya tergantikan oleh anestetikum lain, lidokain yang ternyata lebih
kuat dan lebih aman dibanding dengan prokain. Larutan polos 2% prokain tidak
memberikan efek anestesi pada pulpa dan efek anestesi pada jaringan lunak 15
sampai 30 menit. Hasilnya didapatkan sifat vasodilatasi yang mendalam. Prokain
menghasilkan efek vasodilatasi terbesar dibandingkan dengan anestetikum lokal lain.
Maka lebih sulit untuk mempertahankan prokain karena meningkatnya perdarahan
sewaktu pembedahan. Prokain secara klinis mempunyai masa kerja yang lambat
karena daya penetrasinya yang kurang baik. Prokain digunakan untuk anestesi
infilrasi, blok saraf, epidural, kaudal, dan spinal.
10. Tetrakain
Tetrakain merupakan anestetikum lokal golongan ester yang mempunyai masa kerja
yang lama. Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Anestetikum lokal ini
10 kali lebih kuat dan lebih toksik daripada prokain. Tetrakain tidak lagi tersedia
dalam bentuk injeksi di kedokteran gigi tetapi digunakan untuk anestesi topikal yang
paling umum dipasarkan dalam 2% garam hidroklorida berkombinasi dengan 14%
benzokain dan 2% butamben dalam larutan semprotan aerosol, gel, dan salep.
Tetrakain menjadi salah satu anestesi topikal yang paling efektif. Tetrakain
mempunyai mula kerja yang lambat untuk anestesi topikal dan masa kerjanya adalah
sekitar 45 menit setelah anestesi topikal.
11. Levobupivakain
Levobupivakain merupakan isomer tunggal bupivakain dan memiliki keuntungan
hanya sedikit efek kardiotoksiknya. Telah terbukti bahwa bahan ini seefektif
bupivakain dan anestetikum lain. Penggunaannya sebagai injeksi intraoral pada saat
anestesi umum dapat mengurangi kebutuhan analgesik pasca operasi setelah
pembedahan mulut. Levobupivakain ini tersedia dalam konsentrasi antara 0,25-
0,75%.
G. Dosis Maksimum Anestetikum Lokal
Dosis anestetikum lokal dihitung berdasarkan miligram per unit berat badan yaitu
miligram per kilogram (mg / kg) atau miligram per pon (mg / lb). Pemberian dosis
maksimum tergantung pada usia, berat badan, jenis anestetikum yang digunakan dan
apakah menggunakan vasokonstriktor atau tidak. Disarankan agar dokter mengevaluasi
kebutuhan perawatan gigi setiap pasien dan menyusun rencana perawatan yang
memperhitungkan dosis yang minimal dari anestesi lokal pada setiap pasien.
BAB II
TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui efek obat anestesi lokal.


2. Mengetahui onset dan durasi obat anestesi lokal.
3. Mengetahui fungsi adrenalin dalam anestesi lokal.
BAB III

ALAT DAN BAHAN

Hewan Coba : Marmut

a. Alat
1. Penggaris
2. Spidol
3. Gunting
4. Jarum Pentul
5. Spuite 1 CC
6. Arloji
b. Bahan
1. Procaine
2. Lidocaine
3. Adrenalin

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Anestesi Lokal


Jumlah tusukan yang tidak di respon
6

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Evaluasi awal respon hewan coba ( Marmut) terhadap nyeri dengan cara menusukkan
jarum pentul pada daerah yang sudah ditandai spidol, kemudian disuntikkan larutan obat
tertentu yang belum diketahui .

4.2 Didapatkan hasil berdasarkan grafik

1. Pada menit ke 0 : - ( 5 tusukan tidak direspon)


2. Pada menit ke 5 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
3. Pada menit ke 10 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
4. Pada menit ke 15 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
5. Pada menit ke 20 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
6. Pada menit ke 25 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
7. Pada menit ke 30 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
8. Pada menit ke 35 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
9. Pada menit ke 40 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
10. Pada menit ke 45 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
11. Pada menit ke 50 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
12. Pada menit ke 55 : - ( 5 tusukan tidak direspon)
13. Pada menit ke 60 : - ( 5 tusukan tidak direspon)

Sesuai hasil maka, mula kerja obat setelah disuntikkan cepat, masa kerjanya panjang
> 1 jam hewan coba tidak merasa nyeri pada uji tusukan sebanyak 5 kali.
BAB V

PEMBAHASAN

Pada pratikum anestesi lokal, digunakan bahan–bahan seperti procaine, lidocain, adrenalin,
serta digunakan hewan coba marmut. Tujuan dari pratikum kali ini, untuk mengetahui efek
obat anestesi lokal, mengetahui onset dan durasi obat anestesi lokal, dan mengetahui fungsi
adrenalin dalam anestesi lokal. Langkah pertama digunting bulu hewan marmut dengan
diameter 1 cm, lingkari menggunakan spidol dengan tujuan untuk memudahkan dalam
penyuntikan. Dievaluasi awal respon hewan marmut terhadap nyeri dengan cara menusukkan
jarum pentul pada daerah yang sudah ditandai, sebanyak 5 kali dengan intensitas yang
sama.diambil obat anestesi yang akandicoba dengan spuite 1cc, procain 1 cc, procaine 0,2 cc,
lidocain 0,2 cc, serta procain 0,1 cc+ adrenalin 0,1 cc. Disuntikkan secara intradermal pada
daerah yang sudah ditandai. Dibuat kurva dengan perbandingan jumlah tusukan yang tidak
ada respon dengan waktu. Adapun kurva dari kelompok satu, dua, tiga, dan empat sebagai
berikut

Kurva Kelompok 1, 2, 3, dan 4

Pada kelompok satu merupakan obat procain ,dan procain ditambah adrenalin karena
cepat masa kerjanya. Pada kelompok dua dan kelompok empat merupakan lidocain
ditambah adrenalin. Pada kelompok ketiga merupakan obat procain karena lambat, masa
kerja kurang dari 1 jam (Kohli, 2014). Vasokonstriktor adalah obat yang dapat
mengkonstrksikan pembuluh darah dan mengontrol perfusi jaringan (Latif dkk., 2015).
Tujuan penambahan vasokontriktor seperti adrenalin adalah mengurangi efek toksik
melalui efek penghambat absorpsi konstituen, membatasi agen anestesi hanya pada
daerah yang terlokalisir sehingga dapat meningkatkan kedalaman dan durasi anestesi,
serta meminimumkan durasi aksi anestesi local (Neal MJ, 2016).

BAB VI

KESIMPULAN

Pada pratikum anestesi lokal, digunakan bahan–bahan seperti procaine, lidocain, adrenalin,
serta digunakan hewan coba marmut. Tujuan dari pratikum kali ini, untuk mengetahui efek
obat anestesi lokal, mengetahui onset dan durasi obat anestesi lokal, dan mengetahui fungsi
adrenalin dalam anestesi lokal. Setelah dilakukan analisis maka dapat ditetapkan bahwa
Pada kelompok satu merupakan obat procain ,dan procain ditambah adrenalin karena cepat
masa kerjanya. Pada kelompok dua dan kelompok empat merupakan lidocain ditambah
adrenalin. Pada kelompok ketiga merupakan obat procain karena lambat, masa kerja kurang
dari 1 jam (Kohli, 2014). Vasokonstriktor adalah obat yang dapat mengkonstrksikan
pembuluh darah dan mengontrol perfusi jaringan (Latif dkk., 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Kohli K, Ngan P, Crout R, Linscott CC. 2014. A survey of local and topical anesthesia use by
pediatric dentists in the United States. Pediatric Dentistry:265-269.

Latief SA, Kartini AS, M Ruswan D. 2015. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

Neal MJ. 2016. At A Glance Farmakologi Medis. Alih bahasa: Juwalita S. Edisi 5. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai