Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang
sering dijumpai, dengan angka kejadian 30% dari seluruh kelainan
bawaan. Insiden PJB dinegara maju maupun Negara berkembang berkisar
6-10 kasus per 1000 kelahiran hidup, dengan rata-rata 8 per 1000 kelahiran
hidup. Diperkirakan satu juta anak di Amerika hidup dengan PJB.2-3
Angka kejadian PJB di Indonesia ialah 8 tiap 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia 2008, angka kejadian penyakit
jantung dan pembuluh darah di Indonesia cenderung meningkat dan dapat
menyebabkan gangguan tumbuh kembang, kecacatan dan kematian. Salah
satu penyakit jantung bawaan adalah Atrial Septal Defect (ASD).
(Munaiseche, Kimberly. 2016)
Defek septum atrium (ASD) adalah kongenital cacat jantung
ditandai dengan pembukaan di septum interatrial. Celah itu memicu darah
mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan mulanya. Defek septum atrium
adalah salah satu yang paling berat penyakit jantung kongenital acianotic
yang umum. Manifestasi klinisnya seringkali sangat tidak jelas bahwa itu
sering tidak terjawab selama chilhood. ASD tidak terdiagnosis, oleh
karena itu tidak dikoreksi, dapat berkembang menjadi paru hipertensi
(PH). Gejala yang melumpuhkan PH memaksa pasien untuk mencari
bantuan medis, biasanya dalam periode dewasa muda. Oleh karena itu,
ASD adalah penyakit jantung kongenital yang paling umum ditemui di
masa dewasa. (Krisdianti, Lucia dkk. 2016). Atrial Septal Defect (ASD)
biasanya terjadi pada ibu yang terkena rubella, menderita DM. Namun bisa
juga karena pada saat hamil usia ibu sudah lebih dari 40 tahun, serta sering
mengkonsumsi alcohol.
Secara keseluruhan, prevalensi bawaan cacat jantung diperkirakan
81,4 bayi per 10.000 kelahiran (0,8% dari kelahiran hidup). Di antara
mereka, ASD merupakan 6% dari semua bawaan penyakit jantung, dengan
sebagian besar wanita terkena dengan rasio 2: 1 dibandingkan dengan
manusia. Prevalensi ASD sekundum diperkirakan menjadi 10.3 per 10.000
kelahiran hidup. Berdasarkan lokasi pembukaan, ASD dapat dibagi
menjadi tiga katagori, yaitu primum, secundum dan sinus venosus
ASD. ASD Secundum adalah jenis yang paling umum, yang menyumbang
lebih besar dari 80% dari semua ASD. Kekuatan dan arah aliran darah di
seluruh pembukaan ASD bergantung pada tekanan dan hemodinamik
kanan dan kiri ventrikel. Kepatuhan ventrikel kanan dan rendah tekanan
menciptakan aliran darah kiri ke kanan yang kemudian meluap menjadi
paru pembuluh darah. Lembur, menghasilkan meningkat resistensi
vaskular pulmonal dan selanjutnya PH dan mengurangi kepatuhan
ventrikel kanan. Pembalikan aliran, dari kanan ke kiri, berhasil terjadi dan
memperburuk pasien kondisi klinis. (Krisdianti, Lucia dkk. 2016)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dari penyakit ASD?
2. Bagaimana konspe asuhan keperawatan penyakit ASD?

C. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ilmiah ini
adalah :
1. Tujuan Umum :
Mengetahui dan menjelaskan tentang konsep dasar dan asuhan
keperawatan penyakit ASD.
2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ilmiah ini adalah :
1) Mengetahui definisi dari ASD
2) Mengetahui etiologi dari ASD
3) Mengetahui tanda dan gejala dari ASD
4) Mengetahui pathofisiologi dan dari ASD
5) Mengetahui pathway dari ASD
6) Mengetahui pemeriksaan penunjang dari ASD
7) Mengetahui terapi dari ASD
8) Mengetahui komplikasi dari ASD
9) Mengetahui pencegahan dari ASD
10)Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit ASD
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi ASD
ASD adalah keadaan adanaya lubang antara atrium kanan dan kiri.
Keadaan ini bersifat kongenital yang terjadi ketika foramen ovale
gagal menutup setelah lahir, atau jika terdapat lubang lain antara
atrium kanan dan kiri akhibat kurang sempurnannya penutupan
dinding antara kedua etrium selama masa gestasi. (Corwin, Elizabeth
J., buku saku patofisiologi Ed. 3, Jakarta:EGC, 2009).
Defek septum atrium (Atrial septal defect-ASD), merupakan suatu
keadaan di mana adanya hubungan (lubang) abnormal pada septum
yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Aliran darah pintas
dari kiri ke kanan pada tipe atrium sekundum dan tipe sinus venosus
akan menyebabkan keluhan kelemahan dan sesak napas. Umumnya
timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan jantung kanan serta
disritmia supraventrikular dapat pula terjadi pada stadium lanjut.
Gejala yang sama ditemukan juga pada tipe atrium primum. Namun,
apabila gurgitasi mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih
berat dan lebih awal. Gejala ini umumnya ditemukan pada umur 20-40
tahun. Sebagian kecil yaitu antara 9-15% ditemukan pada umur yang
lebih tua (Arif M, 2009).
Menurut (Karson, 2012) ASD adalah suatu lubang pada dinding
(septum) yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri (bagian atas).
ASD adalah pembukaan atau adanya lubang di dinding (septum)
antara dua ruang jantung (atrium). Atrial Septal Defek (ASD) adalah
salah satu anomaly jantung kongenital lebih umum muncul saat
dewasa. ASD ditandai dengan cacat di septum interatrial
memungkinkan aliran balik vena paru dari atrium kiri kembali ke
atrium kanan. Tergantung pada ukuran defek, ukuran paru, dan
anomaly terkait, hal ini dapat mengakibatkan spectrum penyakit mulai
dari tanda dan gejala yang significan, kelebihan volume disisi kanan,
hipertensi arteri paru, dan bahkan aritma atrium (David H Adler, 2016)
Defek septum atrium (ASD) adalah cacat jantung yang hadir pada
saat lahir (kongenital). Bayi berkembang di dalam rahim, dinding
(septum) yang membentuk ruang, terbagi menjadi atrium kiri dan
kanan. Formasi abnormal dinding ini dapat mengakibatkan cacat yang
tersisa setelah lahir. Ini disebut cacat septum atrium, atau ASD (Larry
A, 2016).
Jadi dapat disimpulkan bahwa ASD adalah penyakit bawaan yang
ditandai dengan terdapatnya lubang (defek) pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan kiri. Lubang tersebut dapat memicu
darah mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan mulanya.

B. Etiologi
Penyebab dari penyakit ASD biasanya darah tidak dapat mengalir
antara dua bilik jantung bagian atas (atrium). Namun, ASD
memungkinkan hal tersebut terjadi. Ketika darah mengalir antara dua
bilik jantung, ini disebut pirau/pintas (shunt). Tekanan paru-paru dapat
meningkat (Larry A, 2016).
Cacat septum atrium didefinisikan sebagai primum atau sekundum.
Cacat primum terkait dengan cacat jantung lain dari septum ventrikel
dan katup mitral. Cacat sekundum bisa menjadi lubang tunggal, kecil
atau besar. Mereka juga mungkin lebih dari satu lubang di septum atau
dinding antara dua ruang. Cacat yang sangat kecil (kurang dari 5
milimeter atau seperempat inci) cenderung menimbulkan gangguan.
Cacat yang lebih kecil sering ditemukan banyak di kemudian hari
daripada yang lebih besar. Seiring dengan ukuran ASD, letak cacat ini
berhubungan pada aliran darah dan kadar oksigen. Kehadiran cacat
jantung lainnya juga penting (Larry A, 2016).
Defek septum atrium (ASD) adalah gangguan jantung bawaan
yang disebabkan oleh malformasi spontan septum interatrial. Jenis-
jenis ASD :
1) ASD ostium sekundum: merupkan defek sekat atrium yang sering
terjadi terhitung 70% dari kasus defek sekat atrium, tipe ini terbagi
menjadi beberapa tipe berdasarkan lokasi defek, seperti defek pada
fossa ovalis yang memungkinkan darah mengalir dari atrium kiri
dan kanan, sedangkan defek tipe sinus venosus vena kava superior
dan inferior merupakan tipe defek yang jarang terjadi.
2) ASD ostium primum: cacat ini disebabkan oleh fusi tidak lengkap
dari septum primum dengan bantalan endokardium. Cacat ini
terletak berbatasan langsung dengan katup atrioventrikular (AV).
3) SD sinus venosus: cacat terletak dalam septum atrium, dekat
masuknya vena kava superior. Sering ada kaitannya dengan
drainase anomali vena paru superior dextra.
4) ASD sinus koroner: sebuah sinus yang melebar sering
menunjukkan cacat ini. Hal ini dapat mengakibatkan desaturasi
karena pirau/pintas kiri ke kanan melewati atrium kiri (David H
Adler, 2016).
Adapun beberapa faktor tentang ASD, yaitu:
1. Infeksi Rubella. Terkena infeksi rubella (campak Jerman) selama
beberapa bulan pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko
janin Anda mengalami cacat jantung.
2. Obat, tembakau atau alkohol, atau paparan zat tertentu.
Penggunaan obat-obatan tertentu, tembakau, alkohol atau obat-
obatan, seperti kokain, selama kehamilan dapat membahayakan
janin yang sedang berkembang.
3. Diabetes atau lupus. Jika Anda memiliki diabetes atau lupus, Anda
mungkin cenderung memiliki bayi dengan cacat jantung.
4. Kegemukan. Memiliki kelebihan berat badan (obesitas) mungkin
juga berperan dalam meningkatkan risiko memiliki bayi dengan
cacat lahir.
5. Fenilketonuria (PKU). Jika Anda memiliki PKU dan tidak
mengikuti pola makan PKU Anda, Anda cenderung akan memiliki
bayi dengan cacat jantung (dr. Tania dan Lika, 2016).

C. Tanda dan Gejala


Seseorang yang tidak memiliki cacat jantung lainnya, atau cacat
kecil (kurang dari 5 milimeter) mungkin tidak memiliki gejala apapun,
atau gejala mungkin tidak terjadi sampai usia pertengahan. Menurut
(Larry A, 2016) Gejala yang terjadi dapat dimulai setiap saat setelah
lahir melalui masa kanak-kanak, diantaranya:
1) Kesulitan bernapas (dispnea).
2) Infeksi pernapasan sering pada anak-anak.
3) Merasakan detak jantung (palpitasi) pada orang dewasa.
4) Sesak napas saat beraktivitas
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
1) Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
2) Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
3) Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
4) Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningka
Menurut (Juniartha, 2012) sebagian besar penderita ASD tidak
menampakan gejala pada masa kecilnya, tetapi gejala akan timbul jika
pasien mengalami ASD besar dan usia diatas empat puluh tahun,
adapun tanda dan gejalanya meliputi:
1) Kelelahan saat beraktivitas.
2) Nyeri dada.
3) Palpitasi.
4) Nafas dalam dan dangkal.
5) Pusing.
6) Pingsan.
7) Bising sistolik tipe ejeksi.
8) Regurgritasi mitral.
9) Sulit menyusu jika terjadi pada bayi.
10)Gangguan pertumbuhan

D. Pathofisiologi
Dengan ASD kecil, tekanan atrium kiri dapat melebihi tekanan
atrium kanan. Sedangkan dengan ASD besar, berarti tekanan arteri
hampir identik. Pirau (kelainan berupa lubang pada sekat pembatas
antar jantung) di septum interatrial biasanya dari kiri ke kanan dan
terjadi terutama pada akhir ventrikular sistole dan awal diastole.
Mungkin beberapa pemeriksaan augmentasi terjadi selama kontraksi
atrium. Sebagai catatan, pirau kanan ke kiri dapat pula terjadi,
terutama selama periode pernapasan tekanan intratorak menurun,
bahkan tidak adanya hipertensi arteri paru.
Pirau dari kanan ke kiri yang kronik dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah paru dan kelebihan diastolik dari ventrikel
kanan. Resistensi dari bantalan pembuluh darah paru adalah normal
pada anak-anak dengan ASD, dan beban volume yang biasanya
ditoleransi dengan baik meskipun aliran darah paru mungkin lebih dari
2 kali aliran darah sistemik. Ventrikel secara otomatis berubah dengan
menyesuaikan umur mengakibatkan meningkatnya pirau dari kiri ke
kanan berkontribusi untuk tanda dan gejala. Gejala kronis yang
signifikan, pirau kiri ke kanan bisa mengubah resistensi pembuluh
darah paru yang mengarah ke hipertensi arteri paru, bahkan
pembalikan dari pirau dan sindrom Eisenmenger. Karena peningkatan
volume plasma selama kehamilan, pirau volume dapat meningkat,
yang mengarah ke gejala. Tekanan arteri pulmonalis biasanya tetap
normal (David H Adler, 2016).
E. Pathway

Defek Antara Atrium Dextra dan


Atrium Sinistra

Tekanan Atrium Kiri > Atrium


Kanan

Terjadi Aliran yang Tinggi dari Atrium Sinistra


ke Atrium Dextra

Vol Ventrikel Kiri Vol Atrium Kanan

Curah Jantung Vol Ventrikel Kanan

Hipoksia Jaringan Peningkatan Aliran Darah


pulmonal
Ketidakadekuatan
Kelemahan O2 dan nutrisi ke Edema Paru
jaringan

Intoleransi Gangguan Pertumb. Gangguan Pertukaran Gas


Aktivitas dan Perkembangan

Risiko Keterlambatan Risiko PertumbahanTtidak


Perkembangan Proporsional

Sumber : Alif, 2014 dan Sulistia, 2016


F. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiografi
Radiografi dada biasanya mengungkapkan temuan sebagai
berikut:
a. Pembesaran atrium dan ventrikel dapat dibuktikan.
b. Dilatasi arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya dapat
dibuktikan.
c. Peningkatan tanda pembuluh darah paru dapat dibuktikan.
Secara umum paru kelebihan sirkulasi arteri.
d. Dilatasi atrium sangat langka (atrium kiri didekompresi dengan
ASD) tetapi dapat diamati ketika regurgitasi mitral yang
signifikan. Ventrikel kiri normal.
e. Tingkat keakuratan cukup baik jika ada temuan radiografi yang
khas, tetapi konfirmasi dengan ekokardiografi biasanya
diperlukan.
f. ASD harus dibedakan dari etiologi lain dari penyakit jantung
asinosis dengan peningkatan vaskularisasi paru. Pembesaran
atrium kiri terlihat pada defek septum venrikel dan paten
duktus arteriosis (David H Adler, 2016).
2) CT scan
Durasi yang cukup singkat dari CT scan memberikan
temuan cukup akurat dalam mendefinisikan cacat septum atrium.
Tomografi melintang memberikan pemisahan spasial yang jelas
dari pemasukan dan pengeluaran bagian dari atrium dan sekat
ventrikel (David H Adler, 2016).
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI memiliki beberapa atribut penting yang membuatnya
instrinsik menguntungkan untuk membantu mendiagnosis
kardiovaskular.
Kontras tinggi ada diantara kolam renang darah dan
struktur kardiovaskular karena kurangnya sinyal mengalir darah
menggunakan teknik MRI spin-echo atau karena sinyal terang dari
darah menggunakan gradien-echo (cine) teknik MRI.
Berbagai macam kontras jaringan lunak memberikan
potensi untuk karakterisasi jaringan miokard.
a. Informasi morfologi disediakan oleh EKG.
b. Volume ventrikel, massa dan fungsi dapat diperoleh dengan
menggunakan scan MRI cine.
c. Volume pirau, fungsi katup, dan gradien tekanan di katup dan
saluran dapat diperkirakan dengan menggunakan cine
kecepatan-dikodekan MRI (pemetaan kecepatan aliran).
d. Karena ketebalan irisan dapat dikurangi menjadi 2-3 mm,
menggunakan teknik volume 3D, MRI dapat digunakan untuk
menampilkan morfologi jantung pada bayi.
Kemampuan lain dari MRI meliputi berikut ini:
a. Cine MRI dapat memberikan beberapa gambar per-siklus
jantung sehingga fungsi ventrikel dapat dievaluasi.
b. Kecepatan cine MRI memungkinkan pengukuran aliran darah
dan kecepatan dalam aorta dan arteri pulmonalis dan katup dan
saluran.
c. MR angiografi memungkinkan pemeriksaan 3D resolusi tinggi
dan tidak infasif dapat menunjukkan kehadiran vena paru
anomali yang menyebabkan pirau (David H Adler, 2016).
4) Ultrasonografi
Fitur ultrasonografi adalah sebagai berikut:
a. Arteri paru dan dilatasi ventrikel kanan dapat dicatat.
b. Sistolik anterior atau flat gerak septal interventrikular dapat
dicatat jika volume ventrikel berlebihan secara signifikan.
Cacat dapat divisualisasikan secara langsung oleh 2D,
khususnya dari pandangan subskostal septum interatrial.
c. Terkait mitral katup prolapse dapat diidentifikasi.
d. Dalam ostium primum, cacat septum atrium, ekokardiografi
2D dianggap sebagai standar untuk diagnosis.
e. Cacat divisualisasikan dengan mudah dari posisi prekordial,
apikal, dan suxiphoid, dengan gambaran subxiphoid terbaik
menunjukkan hubungan antara cacat atrium, katup AV, dan
septum interventrikular. Jaringan septum interatrial tidak hadir
di wilayah puncak septum interventrikular; konfigurasi trileafet
katup mitral juga dapat diidentifikasi.
f. Ekokardiografi sangat berguna untuk mendeteksi dan
karakteristik lubang-ganda katub mitral, sebuah asosiasi yang
terjadi pada sekitar 3% dari pasien dengan cacat ostium
primum atrium (David H Adler, 2016).
5) EKG
Pada pasien dengan cacat ostium sekundum, EKG biasanya
menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Deviasi sumbu kanan.
b. Hipertofi ventrikel kanan.
c. Pola rSR’ di sadapan prekordial kanan dengan durasi QRS
normal.
Pada pasien dengan septum primum ASD, hasil EKG pada
pasien dengan cacat primum mungkin menunjukkan sebagai
berikut:
a. Deviasi sumbu kiri gelombang P di bidang frontal
(dimanifestasikan oleh gelombang P negatif di arah III) dapat
dicatat.
b. Deviasi sumbu kiri dan rotasi berlawanan dari QRS
menunjukkan adanya sebuah cacat ostium primum atau ASD
sekundum dalam hubungan dengan prolaps katup mitral.
c. Perpanjangan interval PR dapat dilihat dengan semua jenis
ASD, termasuk cacat ostium primum. Waktu konduksi
berkepanjangan mungkin berhubungan dengan kedua
peningkatan ukuran atrium dan peningkatan jarak untuk
konduksi ruas yang dihasilkan oleh sebuah defek.
d. Dalam ostium primum ASD, hasil EKG merupakan
karakteristik dan menunjukkan defek ventrikel konduksi
kanan. (Vibhuti N Singh, 2015).

G. Terapi
1) Secara Medis
Obat-obatan yang diperlukan untuk jantung bocor tipe ASD
antara lain: Obat tidak dapat menutup lubang jantung bocor, tetapi
obat dapat digunakan untuk mengurangi beberapa tanda-tanda dan
gejala yang muncul. Obat ini juga dapat digunakan untuk
mengurangi risiko komplikasi setelah operasi. Obat yang
digunakan yaitu untuk menjaga detak jantung agar teratur (beta
blocker) atau untuk mengurangi risiko pembekuan darah
(antikoagulan) (dr. Ahmad Mushlisin, 2017).
2) Metode terbaru (pembedahan)
Defek septum atrium (ASD) adalah gangguan yang harus
ditangani dengan pembedahan atau melalui intervensi kateterisasi.
Namun, pasien dengan kelebihan volume yang signifikan atau
aritmia atrium mungkin memerlukan terapi obat tertentu (David H
Adler, 2016). Bedah indikasi dan kontraindikasi :
a. Indikasi
Keputusan untuk memperbaiki segala jenis defek septum
atrium (ASD) didasarkan pada informasi klinis dan
ekokardiografi, termasuk ukuran dan lokasi dari ASD, besarnya
dan dampak hemodinamik dari pirau/pintas kiri ke kanan, dan
tingkat hipertensi arteri paru. Secara umum, penutupan elektif
disarankan untuk semua ASD dengan bukti kelebihan dari
ventrikel atau dengan pirau yang signifikan secara klinis.
Disaat bayi baru lahir, penutupan spontan secundum ASD
mungkin terjadi. Namun, di masa dewasa, penutupan spontan
tidak mungkin terjadi. Pasien dapat dimonitor relatif
konservatif sebelum intervensi disarankan.
Pencegahan jangka panjang kematian dan komplikasi yang
terbaik dicapai ketika ASD ditutup sebelum usia 25 tahun dan
ketika tekanan sistolik dalam arteri pulmonalis utama adalah
kurang dari 40 mmHg. Bahkan pada pasien usia lanjut dengan
pirau/pintas yang besar, penutupan bedah dapat dilakukan pada
risiko rendah dan dengan hasil yang baik dalam mengurangi
gejala.
Metode penutupan, transkateter maupun bedah, hasil
hemodinamik yang sangat baik dengan tidak ada perbedaan
yang sifgnifikan berkaitan dengan kelangsungan hidup,
kapasistas fungsional, aritmia atrium, atau peristiwa neurologis
emboli. Namun, aritmia atrium dan peristiwa neurologis tetap
menjadi risiko jangka panjang terutama untuk pasien dengan
kejadian yang sudah ada sebelumnya. (David H Adler, 2016).
b. Kontraindikasi
Penutupan ASD tidak dianjurkan pada pasien dengan
mereka yang memiliki hipertensi arteri paru parah atau
penyakit oklusi pembuluh darah paru ireversibel yang memiliki
pirau/pintas terbalik dengan saturasi oksigenasi arteri kurang
dari 90%. Selain mortalitas dan morbiditas risiko bedah tinggi,
penutupan defek pada situasi terakhir mungkin memperburuk
prognosis (David H Adler, 2016).
c. Perawatan bedah
a) Standar kriteria
Standar kriteria dalam pengobatan cacat septum
atrium (ASD) adalah penutupan langsung dari cacat dengan
menggunakan pendekatan terbuka dengan dukungan
ekstrakorporal.
Dalam prosedur biasa, sternotomy sayatan median
dibuat, dan tualang dada dibagi di garis tengah. Arteri
langsung dan vena ganda (vena kava superior dan vena
kava inferior) kanulasi dilakukan. Dengan menerapkan
kardiopulmonal, aorta dijepit, dan jantung ditangkap
dengan solusi kardioplegia. Jerat kava diperketat, dan
atrium kanan dibuka. Kebanyakan cacat secundum dapat
ditutup dengan menggunakan jahitan kontinyu langsung 3-0
atau 4-0 poliprolena (prolene).
b) Penutupan transkateter perkutan
Dalam beberapa kali, sekundum ASD ditutup
dengan menggunakan berbagai perangkat oklusi kateter
ditanamkan bukan oleh penutupan bedah langsung dengan
kardiopulmonal bypass. Perangkat ini ditempatkan melalui
pendekatan vena femoralis dan dikerahkan seperti payung
untuk menutup defek septum. Meskipun penutupan bedah
dikaitkan dengan morbiditas dan moralitas rendah dan hasil
jangka panjang yang sangat baik, sternotomy dan
kardiopulmonal bypass diperlukan.
c) Pasca operasi
Manajemen pasca operasi setelah defek septum
atrium (ASD) perbaikan biasanya standar. Pasien
diharapkan menjadi terjaga dan sering diekstubasi tak lama
setelah operasi. Kebanyakan pasien dapat makan dan
ambulasi tanpa kesulitan pada hari pasca operasi ketiga atau
keempat. Enam bulan pengobatan dengan aspirin dengan
atau tanpa dianjurkan untuk mencegah pembentukan
trombus.
d) Tindakan lanjutan
Perawatan bedah lanjutan dipertahankan sampai
luka pasien benar-benar sembuh dan kegiatan normal
kembali. Periode ini jarang melebihi 1-2 bulan. Semua
komplikasi harus jelas diselesaikan sebelum pasien
dipulangkan dari perawatan bedah.
Mendapatkan setidaknya 1 tindak lanjut
ekokardiogram untuk mengkonfirmasi penutup lengkap
dari ASD. Seorang ahli jantung yang telah berpengalaman
harus terus memberikan perawatan pada pasien untuk
membantu mencegah kekambuhan pirau/pintas dan untuk
memastikan bahwa pasien telah kembali ke aktivitas
normal dan fungsi jantung (David H Adler, 2016).
8. Komplikasi
Pembedahan mungkin terkait dengan risiko jangka panjang dari
fibrilasi atrium atau debaran. Risiko endokarditis infektif ada selama 6
bulan pertama setelah operasi. Komplikasi berikut juga terkait dengan
Atrial Septal Defect (ASD):
1) Gagal jantung kongestif
2) Aritmia
3) Hipertensi pulmonal
4) Sianosis
5) Embolisasi paradoks
6) Stroke
7) Endokarditis infektif
Komplikasi berikut secara khusus terkait dengan penggunaan
perangkat transkateter oklusi:
1) Perangkat embolisasi dan malposisi: Dengan dokter yang
berpengalaman, insiden kurang dari 1%. Perangkat embolisasi dan
malposisi terjadi sebagai akibat dari ukuran yang tidak memadai, cacat
atau penempatan perangkat yang tidak benar.
2) Pasimplantasi aritmia: kejadian adalah 1-4% dan bervariasi dari kelas
satu ke tingkat tiga, blok AV dan atrial fibrilasi. Aritmia ini biasanya
berumur pendek dan tidak memerlukan perawatan medis. Pasien yang
mengembangkan blok jantung lengkap biasanya hemodinamik
tergantung ukuran perangkat.
3) Pembentukan trombus: pada sebuah studi, 1000 pasien dilakukan
untuk menyelidiki insiden trombus dengan melakukan TEE pada 4
minggu dan 6 bulan setelah prosedur. Insiden keseluruhan adalah
1,2%; 70 % ditemukan pada 4 minggu. Insiden terendah adalah dengan
ASO. Thromboembolic terlihat pada 20% pasien dengan trombus.
4) Perforasi jantung: kejadian adalah 0,1%-0,4%. Pembesaran dari
peragkat dan kekurangan pinggiran anterosuperior adalah faktor risiko
untuk perforasi. Sebuah tinjauan retrospektif dari 24 pasien
mengungkapkan bahwa semua disertai dengan nyeri dada, sesak napas,
hemodinamik kolaps, atau kematian mendadak. Sekitar 76% adalah
pasien perempuan, dan 70% dari perforasi terlambat. Jika efusi
perikardial hadir pada pelepasan ekokardiografi, pasien harus dirawat
di rumah sakit selama 24-48 jam pengamatan dan tindak lanjut
ekokardiografi.
5) Perangkat erosi: erosi perangkat okluder septum terjadi 0,1-0,15% dari
implan. Meskipun erosi perangkat jarang, angka kematian adalah 10%.
6) Peningkatan kadar troponin jantung I: penutupan transkateter
menginduksi lesi miokard kecil, sejauh yang tergantung pada ukuran
ASO.
7) Sisa pirau: sebanyak 20% dari pasien mungkin memiliki pirau/pintas
residual bertahan selama 24 jam setelah prosedur; >90% dari residual
tersebut kecil.
8) Komplikasi lain termasuk efusi perikardial, serangan iskemik transien,
dan kematian mendadak (David H Adler, 2016).
9. Pencegahan ASD
Dalam kebanyakan kasus, cacat septum atrium tidak dapat dicegah.
Jika Anda memiliki riwayat keluarga cacat jantung atau kelainan genetik
lainnya, pertimbangkan berbicara dengan seorang konselor genetik untuk
menilai risiko apa yang mungkin sebelum hamil. (David H Adler, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Alif Iffah. 2014. WOC ASD (Atrial Septum
Defect).https://www.scribd.com/document/217452404/WOC-ASD. Diakses 30
Maret 2017.
Anonim 1, 2016. Cacat septum atrium. http://www.sehatfresh.com/cacat-septum-atrium/
Diakses 11 Mei 2017.
Anonim 2, 2016. Pemeriksaan Fisik Atrial Septal Defect.
http://www.klinikherbaldunia.com/pemeriksaan-fisik-atrial-septal-defect/ Diakses
10 Mei 2017.
Arif Muttaqin. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular.
Jakarta: Salemba Medika.
David H Adler. 2016. Atrial Septal Defect. The heart org
Medscape.http://emedicine.medscape.com/article/162914-overview Diakses 23
Maret 2017.
dr. Tania Savitri, Lika Aprilia Samiadi. 2016. Apa itu atrial septal defect (kebocoran bilik
jantung)?.https://hellosehat.com/penyakit/atrial-septal-defect-kebocoran-bilik-
jantung/ Diakses 28 Maret 2017.

Fatmala, Erna. 2016. Satuan Acara Penyuluhan Atrial Septal Defect.


https://ernafatmala11.wordpress.com/2016/01/22/satuan-acara-
penyuluhan-atrial-septal-defect/ Diakses 10 Mei 2017.

Gary Webb, Michael A. Gatzoulis, 2006. Atrial Septal Defects in the Adult.
http://circ.ahajournals.org/content/114/15/1645 Diakses 10 Mei 2017.

Johny Bayu Fitantra. 2011. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan.


http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/tumbuh-
kembang/penatalaksanaan-penyakit-jantung-bawaan/ Diakses 4 Mei
2017
Juniartha Semara Putra. 2012. Asuhan Keperawatan Atrial Septal Defect
https://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/10/12/asuhan-
keperawatan-atrial-septal-defect/ Diakses tanggal 30 Maret 2017.

Nurarif, Amin Huda., Hardhi Kusuma.2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC.Jogjakarta:Mediaction
Praveen Buddiga. 2014. Cardiovascular System Anatomy.
Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/1948510-overview#a2 Diakses
tanggal 28 Maret 2017.
Regar, Evan. 2012. Defek Sekat Atrium (Atrial Septal Defect, ASD).
https://physiotherapycare.wordpress.com/2012/07/14/atrial-septal-defect-asd/
Diakses 04 Mei 2017.

Syaifudin. 2014. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan kebidanan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran.

Sulistia Rini. 2016. ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD).


https://www.slideshare.net/chuliecsztstefanerszt/askep-atrial-septal-defect-asd-
60782049 Diakses 30 Maret 2017.
Vibhuti N Singh. 2015. Imaging in Atrial Septal Defects. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/348121-overview#a2 Diakses tanggal 28
Maret 2017.

Anda mungkin juga menyukai