Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan
negara ini negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Masalah
ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur
yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata.
Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang
berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara - negara yang
memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah
ketenagakerjaan, pengangguran, dan kemiskinan Indonesia sudah menjadi
masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak
semakin membelit dan menghalangi langkah Indonesia untuk menjadi negara
yang lebih maju.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan
serius karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat
kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Untuk itu perlu
adanya upaya untuk menanggulangi masalah ketenagakerjaan yang berkaitan
dengan banyaknya jumlah pengangguran

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa itu ketenagakerjaan ?
2. Pengertian hubungan kerja dan hubungan industrial ?
3. Pengupahan dan kesejahteraan pekerja ?

Ketenagakerjaan |1
4. Intervensi pemerintah dan sifat hukum ketenagakerjaan ?
5. Para pihak dalam ketenagakerjaan ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui tentang ketenagakerjaan
2. Mengetahui hubungan kerja dan hubungan industrial
3. Mengetahui tentang pengupahan dan kesejahteraan pekerja
4. Mengetahui tentang intervensi pemerintah dan sifat hukum ketenagakerjaan
dan pihak-pihak dalam ketenagakerjaan.

Ketenagakerjaan |2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Secara garis
besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja
dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut
telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah
berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat
2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi setiap
negara. Tanpa adanya tenaga kerja, faktor produksi alam dan faktor produksi
modal tidak dapat digunakan secara optimal. Tenaga kerja dibagi atas kelompok
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Pemerintah terus mengupayakan peningkatan mutu tenaga kerja dengan cara
membekali masyarakat dengan keterampilan sehingga dapat memasuki lapangan
pekerjaan sesuai yang dikehendaki. Bahkan, pemerintah sangat mengharapkan
agar masyarakat mampu menciptakan lapangan kerja sendiri dengan
memanfaatkan peluang yang ada atau membuka kesempatan kerja. Kesempatan
kerja mempunyai dua pengertian, yaitu:
1) dalam arti sempit, kesempatan kerja adalah banyak sedikitnya tenaga kerja
yang mempunyai kesempatan untuk bekerja,
2) dalam arti luas, kesempatan kerja adalah banyak sedikitnya faktor-faktor
produksi yang mungkin dapat ikut dalam proses produksi.
Klasifikasi Ketenagakerjaan
Pada dasarnya ketenagakerjaan dapat diklasifikasikan minimal menjadi tiga
macam yakni tenaga kerja terdidik (skill labour), tenaga kerja terlatih (trainer
labour), tenaga kerja tidak terlatih (unskill labour).
1) Tenaga kerja terdidik (skill labour)

Ketenagakerjaan |3
Tenaga kerja terdidik (skill labour) adalah tenaga kerja yang pernah
memperoleh pendidikan formal dalam bidang tertentu tetapi mereka belum pernah
dilatih dalam bidang tersebut.
Tenaga kerja terdidik ini diidentikkan dengan tenaga kerja yang belum
berpengalaman. Keuntungan di dalam memilih tenaga kerja yang belum
berpengalaman ini antara lain:
(1) Tenaga kerja yang belum berpengalaman relatif lebih murah harganya
karena tidak mempunyai kekuatan posisi tawar yang tinggi terhadap
balas jasa atau upah yang diinginkan.
(2) Tenaga kerja yang belum berpengalaman relatif banyak tersedia di
masyarakat sehingga perusahaan akan lebih leluasa memilih tenaga kerja
yang dianggap memenuhi persyaratan dan berpotensi untuk bisa ikut
memajukan perusahaan.
(3) Tenaga kerja yang belum berpengalaman lebih mudah untuk dibentuk
dan diarahkan sesuai dengan tujuan perusahaan.
Sedangkan kelemahannya adalah:
(1) Perusahaan harus merencanakan membuat program pelatihan tertentu
kepada tenaga kerja yang belum berpengalaman agar benar-benar
terampil dan menguasai di bidangnya.
(2) Perusahaan harus rela mengeluarkan sejumlah uang guna membiayai
jalannya program pelatihan yang telah direncanakan.
(3) Untuk menjadikan tenaga kerja terdidik menjadi terlatih memerlukan
proses waktu yang lama sehingga hasil yang dicapai oleh perusahaan
tentu tidak seperti ketika merekrut tenaga kerja terlatih.
2) Tenaga kerja Terlatih (trained labour)
Yang dimaksud tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang telah bekerja
dan pernah mengikuti latihan sesuai dengan bidangnya, misalnya seorang yang
telah menamatkan studinya dalam bidang akuntansi, maka mereka dapat
digolongkan sebagai tenaga kerja terlatih. Tenaga kerja terlatih ini dapat
disamakan dengan tenaga kerja yang sudah berpengalaman. Keuntungan dalam
memilih tenaga kerja yang sudah berpengalaman ini antara lain:

Ketenagakerjaan |4
(1) Tenaga kerja yang sudah berpengalaman mempunyai tingkat
produktivitas tinggi sehingga dapat secara langsung memberikan
sumbangan yang besar bagi perusahaan.
(2) Tenaga kerja yang sudah berpengalaman ini tidak memerlukan pelatihan
khusus dan hanya memerlukan penyesuaian-penyesuaian tertentu
sehingga perusahaan tidak perlu membuat program pelatihan seperti yang
terjadi pada tenaga kerja yang belum berpengalaman.
(3) Sebagai akibatnya perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya untuk
pelatihan khusus bagi tenaga kerja yang sudah berpengalaman tersebut.
Sedangkan kelemahannya adalah :
(1) Tenaga kerja yang sudah berpengalaman ini pada dasarnya lebih sulit
diperoleh atau didapat karena jumlahnya tidak banyak.
(2) Tenaga kerja yang sudah berpengalaman mempunyai daya tawar tinggi
terhadap balas jasa atau upah yang diinginkan. Dengan demikian untuk
mendapatkannya perusahaan harus siap memberikan imbalan yang cukup
besar.
(3) Tenaga kerja yang sudah berpengalaman pada umumnya sudah terbentuk
karakternya dan sudah jadi sehingga jika terjadi ketidaksesuaian dengan
keinginan perusahaan biasanya sulit untuk diarahkan dan dibelokkan.
3) Tenaga kerja tidak terlatih (unskill labour)
Yang dimaksud tenaga kerja tidak terlatih adalah tenaga kerja di luar tenaga
kerja terdidik dan juga tenaga kerja terlatih. Tenaga kerja tidak terlatih ini
merupakan bagian terbesar dari seluruh tenaga kerja yang ada.
Mereka umumnya hanya mengenyam pendidikan formal pada tataran tingkat
bawah dan tidak mempunyai keahlian yang memadai karena memang belum ada
pengalaman kerja, sehingga pekerjaan yang dikerjakannyapun umumnya tidak
memerlukan keahlian secara spesifik. Misalnya seorang pelajar (Tingkat Sekolah
Dasar, Tingkat Sekolah Menengah, Tingkat Sekolah Lanjutan Atas) droup out,
maka mereka dapat digolongkan pada tenaga kerja tidak terlatih.
Keuntungan di dalam memilih tenaga kerja yang tidak terlatih antara lain:

Ketenagakerjaan |5
(1) Tenaga kerja yang tidak terlatih ini sangat murah harganya karena di
samping tidak mempunyai pendidikan formal tingkat tinggi juga
keterampilan yang dimiliki tidak ada. Dengan demikian posisi kekuatan
tawar menawar menjadi sangat lemah dibanding dengan tenga kerja
terdidik dan tenaga kerja terlatih.
(2) Tenaga kerja yang tidak terlatih ini paling banyak tersedia di masyarakat,
bahkan melebihi dari kapasitas tenaga kerja yang dibutuhkan, sehingga
perusahaan akan sangat leluasa sekali untuk memilih tenaga kerja yang
dianggap benar-benar memenuhi persyaratan dan berkomitmen untuk
ikut mengembangkan perusahaan.
(3) Tenaga kerja yang tidak terlatih ini sangat mudah untuk diarahkan sesuai
tujuan perusahaan.
Sedangkan kelemahannya adalah :
(1) Tenaga kerja yang tidak terlatih ini hanya dapat menjalankan perkerjaan
yang bersifat umum dan tidak memerlukan keahlian.
(2) Tenaga kerja tidak terlatih ini hanya dapat menjalankan pekerjaan yang
bersifat rutin dan umunya tingkat inisiatif daya kreativitasnya rendah
sehingga bila terjadi kendala di lapangan mereka akan merasa kesulitan
untuk mencari jalan keluarnya
(3) Tenaga kerja tidak terlatih ini kurang bisa menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya, sehingga perlu pengawasan yang lebih teratur dari
pihak perusahaan.

2.2 Hubungan Kerja dan Hubungan Industrial


Hubungan Kerja dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut UUK, menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
tenaga kerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah,
dan perintah.
Dalam pengertian lain hubungan kerja adalah merupakan hubungan yang
timbul antara pekerja dan pengusaha setelah diadakan perjanjian sebelumnya oleh

Ketenagakerjaan |6
pihak yang bersangkutan. Pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja
kepada pengusaha dengan menerima upah dan sebaliknya pengusaha menyatakan
kesanggupan untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Dengan
demikian terjadi hubungan yang saling membutuhkan antara pekerja dan
pengusaha yang merupakan hasil dari perjanjian kerja yang memuat hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) unsur
penentu adanya hubungan kerja, yaitu:
1) Pekerjaan, di dalam hubungan kerja harus ada pekerjaan tertentu sesuai
perjanjian, karena dengan adanya pekerjaan suatu hubungan dinamakan
hubungan kerja.
2) Upah, hak dan kewajiban tidak dapat dilepaskan dari hubungan kerja dan
harus dilaksanakan secara berimbang di antara kedua belah pihak. Dalam
hubungan kerja pengusaha berkewajiban memberikan upah kepada pekerja
dan secara otomatis pekerja berhak atas upah tersebut, karena upah
merupakan salah satu unsur pokok yang menandai adanya hubungan kerja.
3) Perintah, di dalam hubungan kerja unsur perintah juga merupakan salah
satu unsur pokok. Adanya unsur perintah menunjukkan bahwa salah satu
pihak berhak untuk memberikan perintah dan pihak yang lain
berkewajiban melaksanakan perintah tersebut.
Hubungan industrial dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
pasal 1 nomor 16 disebutkan bahwa yang dimaksud hubungan industrial adalah
suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut
atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu
perusahaan.
Bentuk dan permasalahan hubungan kerja dan hubungan industrial di
Indonesia :

Ketenagakerjaan |7
1) Bentuk hubungan kerja
Hubungan kerja dan hubungan industrial memiliki hubungan yang
berkaitan dimana di dalam hubungan industrial didalam terdapat berbagai
macam hubungan kerja yang dilakukan. Seperti yang telah diterangkan
diatas bahwa hubungan kerja merupakan hasil dari perjanjian antara
pengusaha dan pekerja/buruh yang mengikat antara kedua belah pihak
beserta hak dan kewajibanya.
Hubungan kerja yang dilakukan biasanya tidak berjalan mulus begitu saja
terkadang dalam penerimaan upah pekerja dalam posisi yang lemah,
dimana hak atas upah yang diterima oleh pekerja tidak dapat diterima
secara langsung, hal ini yang mengakibatkan adanya perselisihan antara
pekerja dan pengusaha. Permasalahan yang lebih kompleks lagi yaitu
mengenai pemutusan kerja (PHK), tidak jarang tenaga kerja selalu menjadi
pihak yang lemah apabila dihadapkan pada pemberi kerja yang memiliki
kekuatan.
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena satu
hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak-hak dan kewajiban
antara pekerja/buruh dengan pengusaha ( Pasal 1 angka 25 UUK ). PHK
merupakan suatu periwtiwa yang tidak diharapakan terjadinya, khususnya
dari pihak pekerja/buruh karena dengan PHK tersebut pekerja/buruh
kehilangan mata pencaharian. Ketentuan PHK sendiri diatur dalam
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan tidak
terlepas dari UUK sebelumnya yaitu Undang-Undang no 12 tahun 1964
tentang PHK di perusahaan swasta.
2) Bentuk hubungan industrial
Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi,
konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan
komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada dalam perusahaan.
Hubungan industrial memiliki tujuan bahwa dalam proses interaksi dalam
perusahaan tercipta suasana yang saling mendukung antara pekerja serta
elemen yang terdapat dalam perusahaan, membangun kemitraan dan

Ketenagakerjaan |8
pemberdayaan antara pekerja/buruh perusahaan dan organisasi dalam
perusahaan tersebut.
Hubungan industrial pada dasarnya menitik beratkan pada hak dan
kewajiban diantara pekerja/buruh dan pengusaha. Hak dan kewajiban yang
melekat pada individu kemudian berkembang menjadi hak dan kewajiban
secara kolektif. Sifat kolektifitas ini kemudian digunakan sebagai sarana
untuk memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh agar mendapat
perlakuan yang baik dan memeperoleh hak-haknya secara wajar.

2.3 Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja


Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003).
Di Indonesia dikenal beberapa sistem pemberian upah, yaitu :
1) Upah menurut waktu
Sistem upah dimana besarnya upah didasarkan pada lama bekerja
seseorang. Satuan waktu dihitung per jam, per hari, per minggu atau per
bulan. Misalnya pekerja bangunan dibayar per hari / minggu.
2) Upah menurut satuan hasil
Menurut sistem ini, besarnya upah didasarkan pada jumlah barang yang
dihasilkan oleh seseorang. Satuan hasil dihitung per potong barang, per
satuan panjang, atau per satuan berat. Misal upah pemetik daun teh
dihitung per kilo.
3) Upah borongan

Ketenagakerjaan |9
Menurut sistem ini pembayaran upah berdasarkan atas kesepakatan
bersama antara pemberi dan penerima pekerjaan. Misalnya upah untuk
memperbaiki mobil yang rusak, membangun rumah dll.
4) Sistem bonus
Sistem bonus adalah pembayaran tambahan diluar upah atau gaji yang
ditujukan untuk merangsang (memberi insentif) agar pekerja dapat
menjalankan tugasnya lebih baik dan penuh tanggungjawab, dengan
harapan keuntungan lebih tinggi. Makin tinggi keuntungan yang diperoleh
makin besar bonus yang diberikan pada pekerja.
5) Sistem mitra usaha
Dalam sistem ini pembayaran upah sebagian diberikan dalam bentuk
saham perusahaan, tetapi saham tersebut tidak diberikan kepada
perorangan melainkan pada organisasi pekerja di perusahaan tersebut.
Dengan demikian hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja dapat
ditingkatkan menjadi hubungan antara perusahaan dan mitra kerja.
Kesejahteraan pekerja diatur dalam undang – undang no 13 tahun 2003 bab
10, point pentingnya yaitu :
1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya,
pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.
2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran
kemampuan perusahaan.
3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai
dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

2.4 Intervensi Pemerintah dan Sifat Hukum Ketenagakerjaan


Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan
perundang-undangan telah membawa perubahan yang mendasar yakni menjadikan
sifat hukum perburuhan menjadi ganda. Intervensi pemerintah dalam bidang

Ketenagakerjaan |10
ketenagakerjaan dimaksudkan untuk tercapainya keadilan di bidang
ketenagakerjaan karena jika hubungan antara pekerja dengan pengusaha
diserahkan salah satu pihak saja maka pengusaha sebagai pihak yang lebih kuat
akan menekan pekerja sebagai pihak yang lemah secara sosial ekonomi.
Campur tangan pemerintah ini tidak hanya terbatas pada aspek hukum dalam
hubungan kerja saja tetapi meliputi aspek hukum sebelum hubungan kerja (pra
employment) dan sesudah hubungan kerja (post employment).
Hukum ketenagakerjaan dapat bersifat:
1) Privat/perdata
Oleh karena Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang
perseorangan dalam hal ini antara pengusaha dengan pekerja dimana
hubungan kerja yang dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yaitu
perjanjian kerja.
2) Publik
(1) Keharusan mendapat ijin pemerintah dalam masalah PHK
(2) Adanya campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya
standar upah (upah minimum)
(3) Adanya sanksi pidana, denda dan sanksi administratif bagi
pelanggaran ketentuan peraturan perburuhan/ketenagakerjaan
Dengan dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
telah memberikan perubahan dalam khasanah Hukum Ketenagakerjaan di
Indonesia yakni:
1) Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi pengusaha
dengan alasan istilah yang lama tersebut tidak mencerminkan kepribadian
bangsa. Tetapi dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan justru
istilah buruh kembali dimunculkan kembali yaitu dengan menyebutkan
pekerja atau buruh.
2) Mengantikan istilah perjanjian perburuhan menjadi kesepakatan kerja
bersama (KKB).

Ketenagakerjaan |11
3) Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan
menjadi Hukum Ketenagakerjaan.

2.5 Pihak-pihak dalam Ketenagakerjaan


Pihak-pihak yang terkait dalam hukum ketenagakerjaan tidak hanya
pekerja/buruh dan pengusaha saja. Melainkan juga badan-badan lain seperti
serikat pekerja/buruh, organisasi pengusaha, dan badan-badan pemerintah.
1) Pekerja/Buruh
Sebelum berlakunya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
istilah buruh sangat dikenal dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan
karena sering digunakan sejak zaman penjajahan Belanda. Dahulu yang
dimaksud dengan buruh adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli,
mandor, tukang, dan lain-lain. Yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya
disebut dengan Blue Collar, Sedangkan orang-orang yang melakukan
pekerjaan halus oleh Pemerintah Hindia Belanda disebut dengan
“karyawan/pegawai” dan disebut dengan White Collar.
Dalam perkembangan perundang-undangan perburuhan sekarang tidak
dibedakan antara buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama tidak mempunyai perbedaan apapun. Bahkan istilah
buruh diupayakan diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang
diusulkan oleh pemerintah (Depnaker) pada waktu Kongres FBSI II tahun
1985, karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa,
buruh lebih menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di
bawah pihak lain yakni majikan.
Namun karena pada masa orde baru istilah pekerja khususnya istilah
serikat pekerja banyak diintervensi oleh kepentingan pemerintah, maka
kalangan buruh trauma dengan penggunaan istilah tersebut sehingga untuk
mengakomodir kepentingan buruh dan pemerintah, istilah tersebut
disandingkan.

Ketenagakerjaan |12
Pasal 1 angka 3 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa, Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pengertian pekerja/buruh tersebut memiliki makna yang lebih luas, karena
dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik
perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.
2) Pengusaha/Pemberi Kerja
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau
badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4 UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan).
Adanya istilah “perseorangan” dalam pengertian pemberi kerja oleh UU
No. 13 Tahun 2003 ini tampaknya memberikan nuansa baru dalam
ketenagakerjaan. Nuansa baru tersebut akan mencakup “Ibu Rumah
Tangga” dalam istilah pemberi kerja sehingga pembantu rumah tangga
yang dipekerjakan haruslah mendapatkan perlindungan sesuai ketentuan
undang-undang ketenagakerjaan.
Menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 13 Tahun 2003, pengusaha adalah:
(1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
(2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
(3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Dalam pengertian pengusaha ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pengurus
pengusaha (orang yang menjalankan perusahaan bukan miliknya)
termasuk dalam pengertian pengusaha, artinya pengurus perusahaan
disamakan dengan pengusaha (orang/pemilik perusahaan).
3) Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Ketenagakerjaan |13
Pekerja/Buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan
dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta
mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi
pekerja/buruh yang telah dijamin dalam pasal 28 UUD 1945. Demikian
pula telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia Konvensi ILO
No. 87 tentang kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi, dan Konvensi ILO No. 98 mengenai berlakunya Dasar-
dasar untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama. Kedua konvensi
tersebut dapat dijadikan dasar hukum bagi pekerja/buruh untuk
berorganisasi dengan mendirikan serikat pekerja/buruh.
Serikat pekerja/serikat buruh adalah “organisasi yang dibentuk dari, oleh,
dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun diluar perusahaan,
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.” (Pasal 1 Angka 17 UU No. 23 Tahun 2003 Jo. Pasal 1
angka 1 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh).
4) Organisasi Pengusaha
Organisasi pengusaha mempunyai peran penting dalam menyelenggarakan
pembangunan nasional, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan karena
pengusaha ikut bertanggung jawab atas terwujudnya tujuan pembangunan
nasional menuju kesejahteraan social, spiritual, dan material. Oleh karena
itu, sebaiknya perhatian pengusahan tidak hanya memperjuangkan
kepentingan sendiri tetapi juga kepentingan pekerja/buruh sebagai salah
satu komponen produksi yang perlu mendapat perlindungan hukum.
Dalam Pasal 105 UU No. 13 Tahun 2003, mengenai organisasi pengusaha ini
ditentukan sebagai berikut.
(1) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha.

Ketenagakerjaan |14
(2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, mengenai bagaimana keterkaitannya dalam bidang
ketenagakerjaan UU No. 13 Tahun 2003 tidak menentukan sama sekali. Oleh
karena itu maka dalam membahas organisasi pengusaha ini perlu disimak
organisasi pengusaha yang ada di Indonesia.
Dalam bukunya, Lalu Husni (2000: 44-67) menyatakan bahwa, terdapat dua
organisasi pengusaha di Indonesia, yaitu :
 KADIN
Kamar Dagang Industri (KADIN) adalah wadah bagi pengusaha Indonesia
dan bergerak dalam bidang ketenagakerjaan. Untuk meningkatkan peran
serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan maka pemerintah
melalui UU No. 49 Tahun 1973 membentuk KADIN.
 APINDO
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merupakan organisasi
pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan. APINDO adalah suatu wadah kesatuan para pengusaha
yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam dunia usaha
melalui kerjasama yang terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha,
dan pekerja, serta lahir atas dasar peran tanggung jawabnya dalam
pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur.
5) Pemerintah
Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan mempunyai
peran yang sangat penting. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan
hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika antara pekerja dan
pengusaha yang memiliki perbedaan secara social ekonomi diserahkan
sepenuhnya kepada para pihak maka tujuan untuk menciptakan keadilan
dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai karena pihak yang
kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar itu, pemerintah

Ketenagakerjaan |15
turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk
memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban kepada para pihak.
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang
ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja
yang pada gilirannya mempunyai dampak terhadap stabilitas usaha. Selain
itu pengawasan ketenagakerjaan juga dapat membidik pengusaha dan
pekerja untuk selalu taat menjalankan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis.
6) Lembaga Kerja Sama Bipartit dan Tripartit
Lembaga kerja sama BIPARTIT adalah forum komunikasi dan konsultasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu
perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
Dalam Pasal 106 UU No. 13 Tahun 2003 ditentukan, bahwa “setiap
perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau
lebih wajib membentuk lembaga kerjasama bipartit”.
Sususan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit ini terdiri dari unsur
pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk
mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Lembaga kerja sama TRIPARTIT adalah forum komunikasi, kosultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari
unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah. Tujuan
lembaga kerja sama ini adalah untuk tercapainya kerjasama diantara
mereka guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur pada umumnya,
dan khususnya untuk memecahkan persoalan-persoalan di bidang sosial
ekonomis, terutama di bidang ketenagakerjaan. Untuk mencapai tujuan
tersebut lembaga kerja sama ini harus:
(1) Mengadakan konsultasi dengan pemerintah, organisasi pekerja/buruh
dan organisasi pengusaha dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapinya.

Ketenagakerjaan |16
(2) Mengolah keinginan-keinginan, saran-saran, usul-usul dan konsepsi
pemerintah, pekerja/buruh dan pengusaha.
(3) Membina kerja sama sebaik-baiknya dengan pemerintah,
pekerja/buruh dan pengusaha dalam memberikan bantuan kepada
penyelenggaraan tugas pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan
khususnya dan ekonomi pada umumnya.
(4) Membuat Keputusan bersama yang dapat dijadikan pedoman bagi
ketiga pihak.
Lembaga Kerja Sama Triartit Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005
tentang Tata Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit, terdiri
dari:
a. Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional.
b. Lembaga Kerjasama Tripartit Provinsi.
c. Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten/Kota.

Ketenagakerjaan |17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kondisi ketenagakerjaan di indonesia amatlah kurang dari harapan.
Banyaknya jumlah pengangguran yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh
kurangnya peningkatan terhadap mutu tenaga kerja sehingga mereka tidak
mempunyai skill atau keterampilan yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Adapun
cara yang dapat dilakukan yaitu dengan cara latihan kerja, pemagangan dan
perbaikan gizi.
Pemerintah dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja,
perlu menetapkan upah minimum. Penetapan upah minimum itu antara lain
dilakukan dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja, tanpa
mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan serta
perkembangan perekonomian pada umumnya.
Adapun cara untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia dapat
melalui investasi, perbaikan daya saing, peningkatan fleksibilitas tenaga kerja,
peningkatan keahlian pekerja dan yang paling penting adalah terlaksananya
hukum ketenagakerjaan yang berlaku.

3.2 Saran
Untuk terciptanya tenaga kerja yang berkualitas pemerintah supaya lebih
memperhatikan masyarakat, misalkan :
1) Lebih mengoptimalkan program Belajar 9 tahun karena kebanyakan
pengangguran terjadi disebabkan pendidikannya rendah/hanya lulus sampai
SD.
2) Memberikan bantuan kepada anak yang tidak mampu misalkan memberikan
beasiswa.
3) Memberikan sarana dan prasarana pendidikan misalkan gedung sekolah,
perpustakaan dan laboratorium.

Ketenagakerjaan |18
DAFTAR PUSTAKA

Buana, D. (2017, Juni 2). Dipetik November 30, 2017, dari Artikel DDK.com:
http://artikelddk.com/pihak-pihak-terkait-dalam-hukum-ketenagakerjaan/

Fathoni, A. (2014, Desember 2). Ekonomi. Dipetik November 30, 2017, dari Zona
Siswa: http://www.zonasiswa.com/2014/12/ketenagakerjaan-pengertian-
klasifikasi.html

Kurniawati, S. (2014, November 20). soniasworld. Dipetik November 30, 2017,


dari https://soniasworldd.wordpress.com/2014/11/20/jaminan-sosial-tenaga-
kerja-sistem-pengupahan-dan-kesejahteraan-pekerja/

Nawawea, A. G. (2012, Mei 30). Dipetik November 30, 2017, dari DPC
SP.TSK.KSPSI: http://pcsptsk-tng.blogspot.co.id/2012/05/obyek-dan-sifat-
hukum-ketenagakerjaan.html

Tazkhya. (2011, April 4). Dipetik November 30, 2017, dari Tazkhya:
https://tazkhya.wordpress.com/2011/04/04/hubungan-kerja-dan-hubungan-
industrial/

Ketenagakerjaan |19

Anda mungkin juga menyukai