Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk

mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang

mengancam nyawa. Bila usaha bantuan hidup ini dilakukan tanpa

memakai obat, cairan intravena ataupun kejutan listrik maka dikenal

sebagai bantuan hidup dasar (Basic Life Support). Sebaliknya bila bantuan

hidup dilakukan dengan menggunakan obat-obatan dikenal dengan

bantuan hidup lanjut (Advanced life Support).


Henti jantung mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA adalah

penyebab kematian tertinggi hamper di seluruh dunia. Banyak korban

henti jantung berhasil selamat jika orang sekitarnya bertindak cepat saat

jantung bergetar atau ventrikel fibrilasi (VF) masih ada, tetapi resusitasi

kebanyakan gagal apabila ritme jantung telah berubah menjadi tidak

bergerak (asistole).
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan salah satu usaha untuk

mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang

mengancam nyawa, sehingga harus secepatnya dilakukan.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penanganan Pada Pasien Trauma


Pada penderita trauma, waktu sangat penting oleh karena itu diperlukan

suatu cara yang mudah dilakukan, dikenal sebagai initial assessment

(penilaian awal), meliputi:


1) Persiapan
2) Triase
3) Primary survey (ABCDE)
4) Resusitasi
5) Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6) Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis
7) Tambahan terhadap secondary survey
8) Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
9) Penanganan defenitif
Primary Survey
Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan pendekatan

melalui ABCDE, yaitu:


A (Airway), menjaga airway dengan control servikal
B (Breathing), menjaga pernafasan dengan ventilasi
C (Circulation) dengan control perdarahan (hemorrhage control)
D (Disability), status neurologi
E (Exposure/enciromental control), membuka baju penderita, tetapi cegah

terjadinya hipotermi.
a. Airway
Airway merupakan hal terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan

keterampilan khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat,

karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas,

yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda

asing, lidah jatuh, fraktur tulang wajah, fraktur mandibular dan maksila,

fraktur laring atau trakea.


Kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah,

dan dapat disebabkan oleh:


1) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
2) Ketidakmampuan untuk membuka airway

2
3) Kegagalan mengetahui adnaya airway yang dipasang keliru
4) Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
5) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
6) Aspirasi isi lambung

Teknik-teknik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan

airway, yaitu:

1) Head tilt
 Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi telentang dan

horizontal.
 Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan

dibawah leher dengan sedikit mengangkat leher ke atas.


 Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil

mendorong/menekan kebelakang
2) Chin lift
 Jari-jemari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang

kemudian dengan hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu

kearah depan.
 Ibu jari tangan yang sama dengan ringan menekan bibir bawah

untuk membuka mulut, secara bersamaan dagu dengan hati-hati

diangkat
3) Jaw thrust
 Penolong berada disebelah atas kepala pasien.
 Kedua tangan pada mandibular, jari kelingking dan manis

kanan dan kiri berada pada angulus mandibul, jari tengah dan

telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula,

sedangkan ibu jari


b. Breathing
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh

memerlukan pasokan konstan O2 yang digunakan untuk

menunjangreaksi kimiawi penghasil energi. Kegagalan dalam

3
oksigenasi akan menyebabkan hipoksia yang diikuti dengan kerusakan

otak, disfungsi jantung, dan akirnya kematian. Apabila pernafasan

tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-

mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila

dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas

dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik. Cara

melakukan pemasangan face-mask:


1. Posisikan kepala lurus dengan tubuh
2. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai
3. Letakkan sungkup muka
4. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus

mandibular, jari manis dan tengah memegang ramus

mandibular, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi

sungkup muka.
5. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit

kepala pasien
6. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah

dipasangkan
7. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama

(tangan kanan dan kiri memegang mandibular dan sungkup

muka bersama-sama)
8. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, dan rasa)
9. Bila yang digunakan ambu bag, maka tangan kiri memfiksasi

sungkup muka, sementara tangan kanan digunakan untuk

memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa nafas

bantu (squeeze-bag).
c. Circulation
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma.Oleh

karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status

4
hemodinamik dari pasien, yakni dengn menilai tingkat kesadaran, warna

kulit dan nadi.


1) Tingkat kesadaran, bila volume darah menurun perfusi otak juga

berkurang yang menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.


2) Warna kulit, wajah yang keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang

pucat merupakan tanda hipovolemia.


3) Nadi, pemeriksaan nadi yang besar seperti a. femoralis dan a. karotis

(kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.

Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara

cepat kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi:

1. Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80

mmHg sistol.
2. Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal

70 mmHg sistol.
3. Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal

70 mmHg sistol.
4. Jika teraba pulsasi pada arteri carotis, maka tekanan darah minimal

60 mmHg sistol.
d. Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap

keadaan neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat

kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat

(level) cedera spinal. Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis

yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GCS (Glasgow Coma

Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status

neurologis.
 AVPU yaitu:
A : Alert
V : Verbal

5
P : Pain
U : Unrespon
 GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita:
1. Membuka mata spontannilai 4
2. Membuka mata jika dipanggil, diperintah atau

dibangunkannilai 3
3. Membuka mata jika diberi rangsangan nyerinilai 2
4. Tidak memberikan responnilai 1

2) Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)


Perhatikan apakah penderita:
1. Orientasi baik dan mampu berkomunikasinilai 5
2. Disorientasi atau bingungnilai 4
3. Mengucapkan kata-kata tetapi tdak dalam bentuk

kalimatnilai 3
4. Mengerangnilai 2
5. Tidak memberi responnilai 1
3) Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)
1. Melakukan gerakan sesuai perintahnilai 6
2. Dapat melokalisasi rangsangan nyerinilai 5
3. Menghindar terhadap rangsangan nyerinilai 4
4. Leksi abnormal nilai 3
5. Ekstensi abnormalnilai 2
6. Tidak memberikan responnilai 1
Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat

kemungkinan penyebab:
1. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak
2. Trauma pada sentral nervus sistem
3. Pengaruh obat-obatan dan alcohol
4. Gangguan atau kelainan metabolic

e. Exposure/enciromental control
Merupakan akhir dari primary survey, penderita harus dibuka

keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai keseluruhan bagian

tubuh.Selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan

6
yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena untuk mencegah

agar pasien tidak hipotermi.

2.2 Bantuan Hidup dasar


Usaha bantuan hidup yang dilakukan tanpa memakai obat, cairan intravena

ataupun kejutan listrik dikenal sebagai bantuan hidup dasar (Basic Life

Support). Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk

mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang

mengancam nyawa. Tujuan dari bantuan hidup dasar adalah:


1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ

vital (otak, jantung dan paru).


2. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian.
3. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan.
4. Melindungi orang yang tidak sadar.
5. Mencegah berhentinya sirkulasi dan respirasi.
6. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari

korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui RJP.

Indikasi dilakukannya BHD pada penderita henti nafas dan henti jantung.

Henti nafas bisa dikarena sumbatan pada jalan nafas (benda asing, edem

laring, tumor), gangguan paru (aspirasi, edem paru pneumothoraks),

gangguan neuromuscular yang mengganggu otot-otot pernafasan (miestenia

gravis, GBS). Henti jantung (gagal jantung, tamponade jantung, miokarditis).


a. Penatalaksanaan bantuan hidup dasar
Urutan pelaksanaan bantuan hidup dasar yang benar akan

memperbaiki tingkat keberhasilan. Berdasarkan panduan bantuan hidup

dasar yang dikeluarkan oleh American Heart and European Society of

resuscitation, pelaksanaan bantuan hidup dasar dimulai dari penilaian

kesadaran penderita, aktivitasa layanan gawat darurat dan dilanjutkan

7
dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (circulation-

Airway-Breathing-Defibrilator).

Rantai keselamatan
Rantai ini berlaku terhadap penderita baik karena gangguan irama jantung

VF atau jantung bergetar maupun gangguan suplai oksigen.


Rantai tersebut adalah:
 Akses dini : kenali keadaan darurat lalu panggil bantuan medis atau

aktifkan emergensi yang berlaku.


 Bantuan Hidup Dasar (BHD)/ survey primer : RJP segera
 Kejut jantung dini : RJP disertai kejut jantung dalam 3-5 menit

menghasilkan kemungkinan selamat sebesar 49-75%


 Bantuan Hidup Lanjut dini / primer secondary dan penanganan

paska resusitasi yang dilakukan petugas medis akan mempengaruhi

hasil akhir
1. Akses dini
a. Penilaian respon
Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya

sudah aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian repon

dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dan menggoyangkan

8
penderita sambil berteriak memanggil penderita. Hal yang perlu

diperhatikan setelah melakukan penilaian respon penderita:


 Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap

respons yang diberikan, maka usahakan tetap

mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan

atau diposisikan kedalam posisi mantap, sambil terus

melakukan pemantauan tanda-tanda vital sampai

bantuan datang.
 Bila penderita tidak memberikan respon serta tidak

bernafas atau bernafas tidak normal(gasping) maka

penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung.

Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan aktivasi

sistem layanan gawat darurat.

b. Pengaktifan system layanan gawat darurat


Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak

didapatkan respon dari penderita, hendaknya penolong meminta

bantuan orang terdekat untuk menelepon system layanan gawat

darurat (atau system kode biru bila dirumah sakit). Bila tidak ada

orang lain didekat penolong untuk membantu, maka sebaiknya

penolong menelepon system layanan gawat darurat. Saat

melaksanakan percakapan dengan petugas layanan gawat darurat,

hendaknya dijelaskan lokasi penderita, kondisi penderita, serta

bantuan yang sudah diberikan kepada penderita.

2. Bantuan Hidup Dasar (BHD)/ survey primer

9
Survey primer difokuskan pada bantuan sirkulasi , bantuan nafas

dan defibrilasi. diawali dengan CABD (circulation-Airway-Breathing-

Defibrilator). Sebelum melakukan tahapan C (circulation), harus

terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada penderita. Sebelum

melakukan kompresi dada pada penderita, penolong harus melakukan

pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan

tanpa nadi saat akan dilakukan pertolongan. Pemeriksaan dilakukan

dengan melakukan perabaan denyut nadi bukan hal yang mudah

dilakukan, bahkan tenaga kesehatan yang menolong mungkin

memerlukan waktu yang agak panjang untuk memeriksa denyut nadi

sehingga:
 Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong

awam dan langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang

dewasa mendadak tidak sadarkan diri atau penderita tanpa respon

yang bernafas tidak normal.


 Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher

penderita dan mencari trakea dengan 2-3 jari selama 10 detik.

Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sempai

menemukan batas trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi

arteri karotis berada).


Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa

pernafasan penderita dengan melakukan manuver tengadah kepala

topang dagu umtuk menilai pernafasan penderita. Jika tidak bernafas

lakukan bantuan pernafasan dan jika bernafas pertahankan jalan nafas.


 Kompresi Jantung

10
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat

diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi dada

atau kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut:


- Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang

iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada sternum.
- Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2-3

jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tangan penolong dalam

memberikan bantuan sirkulasi.


- Letakan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu

telapak tangan diatas telapak tangan yang lainya, hindari jari-jari

tangan menyentuh dinding dada penderita, jari-jari tangan dapat

diluruskan atau menyilang.


- Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada

korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak

30 kali dengan kedalaman penekanan 5cm (2inci)


- Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada

dibiarkan mengembang kembali ke posisi semuala setiap kali

melakukam kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk

melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan

kompresi.(50% duty cycle).


- Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah

posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.


- Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian nafas adalah 30:2 dilakukan

baik oleh 1 atau 2 penolong jika penderita tidak terintubasi dan

kecepatan kompresi adalah 100 x permenit (dilakukan 4 siklus

permenit). Untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus

berikutnya atau tidak.

11
- Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan

prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi

(kompresi dada) tidak boleh melebih 30 detik.

Hal yang harus di perhatikan saat melakukan RJP:


 Pastikan lokasi aman buat anda , korban dan orang lain.
 Gunakan alat pelindung diri sarung tangan bila ada
 Periksa kesadaran
 Gunakan alat pelindung diri sebelum RJP (saat embrian

napas/pocket mask)
 Posisi kompresi disamping kanan atau kiri sejajar dengan bahu

korban buat dewasa


 Bantuan nafas dengan pocket mask / bag valve mask

3. Jalan nafas (Airway)


Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup dasar ini

sesuai american heart assosiation mengenai bantuan hidup dasar,

bahwa penderita yang mengalami henti jantung umumnya

memiliki penyebab primer gangguan jantung, sehingga kompresi

secepatnya harus dilakukan darinpada menghabiskan waktu

mencari sumbatan benda asing pada jalan nafas.


Setelah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 x maka

dilanjutkan dengan pemberian bantuan nafas sebanyak 2x yang

diawali dengan membuka jalan nafas posisi penderita saat

diberikan bantuan nafas tetap terlentang. Jika mungkin dengan

dasar yang keras dan datar dengan posisi penolong tetap berada

disamping penderita.
Buka jalan nafas :
Pada penderita yang tidak sadarkan diri maka tonus otot-otot

tubuh akan melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan

12
tersebut dapat mengakibatkan lidah dan epiglotis terjatuh ke

belakang dan menyumbat jalan nafas. Jalan nafas dapat dibuka

oleh penolong dengan metode:


 Head tilt chin lift maneuver
 Jaw Thrust

4. Ventilasi (breathing)
Tindakan pemberian nafas bantuan dilakukan kepada

penderita henti jantung setelah satu siklus kompresi selesai

dilakukan 30 x kompresi. Hal yang diperhatikan dalam

ventilasi:
a. Nafas bantuan 2x dalam waktu 1 detik setiap hembusan
b. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang

cukup untuk memperlihatkan pengangkatan dinding dada.


c. Berikan bantuan nafas bersesuaian dengan kompresi dengan

perbandingan 2x bantuan nafas setelah 30 x kompresi.


Pemberian nafas bisa dilakukan dengan metode:
 Mulut ke mulut
 Mulut ke hidung
 Mulut ke sungkup

5. Kejut jantung dini

Defibrillation atau defibrilasi adalah suatu terapi dengan

memberikan energy listrik yang kuat dengan metode asinkron ke

jantung pasien melalui elektroda yang di tempatkan pada

permukaan dada pasien. AED adalah defibrillation yang

menggunakan system computer yang dapat menganalisa irama

jantung, mengisi tingkat energy yang sesuai dan mampu

memberikan petunjuk bagi penolong dengan memberikan

petunjuk secara visual untuk peletakan elktroda.

13
Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung

dan mekanisme pemompaan, ditunjukan dengan membaiknya

cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.

American Heart association (AHA) merekomendasikan

agar defibrilasi diberikan secepat mungkin saat pasien mengalami

gambaran VT non pulse atau VF, yaitu 3 menit atau kurang untuk

setting rumah sakit dan dalam 5 menit atau kurang dalam setting

luar rumah sakit. Defibrilasi dapat dilakukan diluar rumah sakit

karena sudah tersedia alat Automatic External Defibrilation (AED).

6. Bantuan Hidup Lanjut dini / primer secondary

2.3 Bantuan Hidup Lanjut


Usaha bantuan hidup yang dilakukan dengan menggunakan obat-obatan

dikenal dengan bantuan hidup lanjut (Advanced life Support). Bantuan hidup

lanjut berhubungan dengan teknik yang ditunjuk untuk memperbaiki ventilasi

dan oksigenasi korban pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama

selama henti jantung. Bantuan hidup lanjut memerlukan peralatan khusus dan

pengguna obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti

nafas dibuat dan harus diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan.

Setelah dilakukan ABC/CAB RJP dan belum timbul denyut jantung spontan,

maka resusitasi diteruskan dengan langkah DEF.


a. Drug and Fluid (Obat dan Cairan)
Tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan:
 Adrenalin : 0,5-1,0 mg
 Natrium bicarbonate 1-2 meq/kgbb
 Lidokain 1-2 mg/kgbb
 Sulfas atropine 0,005-0,1 mg/kgbb
 Dopamine

14
b. Monitor EKG
Monitor EKG dipasang pada semua penderita fibrilasi

ventrikel, assistor ventrikuler, disosiasi elektro mekanis.


c. Fibrillation treatment
Elektroda dipasang disebelah kiri putting susu kiri disebelah

kanan sternum atas, defibrilasi luar arus searah:


 200-360 juole pada dewasa
 100-200 joule pada anak
 50-100 joule pada bayi
1. Keputusan untuk mengakhiri upaya resusitasi
Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera

setelah diagnosis henti nafas atau henti jantung dibuat, tidak sadar ada

pernafasan spontan dan reflex muntah dan dilatasi pupil yang menetap

selama 15 menit – 30 menit atau lebih merupakan petunjuk kematian

otak. Tidak ada aktifitas listrik jantung selam 30 menit walaupun sudah

dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal mendandakan mati

jantung.

Dalam resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati, jika:

a. Terdapat tanda-tanda mati jantung


b. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul

ventilasi spontan dan reflex muntah serta pupil tetap dilatasi

selama 15-30 menit atau lebih .

Dalam resusitas darurat dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut:

a. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif


b. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih

bertanggung jawab meneruskan resusitasi.


c. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab

15
d. Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup melanjutkan

resusitasi.
e. Keluarga pasien meminta untuk dihentikan resusitasi
f. Pasien dinyatakan meninggal

BAB III
PENUTUP
Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk

mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang

mengancam nyawa. Bila usaha bantuan hidup ini dilakukan tanpa

memakai obat, cairan intravena ataupun kejutan listrik maka dikenal

sebagai bantuan hidup dasar (Basic Life Support). Sebaliknya bila bantuan

hidup dilakukan dengan menggunakan obat-obatan dikenal dengan

bantuan hidup lanjut (Advanced life Support).


Dalam penatalaksanaan bantuan hidup dasar dan bantuan hidup

lanjut hal yang harus diperhatikan adalah ABCDE/CABDE. Resusutasi

yang baik dan benar akan menghasilkan prognosis yang baik pada pasien.

Selain itu juga bergantung pada penatalaksanaan bantuan hidup lanjut

yang mendukung. Ada beberapa hal yang mengharuskan RJP dihentikan

misalnya penolong kelelahan, permintaan keluarga pasien dan apabila

pasien dinyatakan meninggal.

16
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons Commite On Trauma. Advance Trauma Life

Support Untuk Dokter. 2008. Jakarta: Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).

American Heart Association (AHA).2015. Fokus Utama untuk CPR dan

ECC.http://eccguidelines.heart.org/wp-content/uploads/2015/10/2015-AHA-

Guidelines-Highlights-Indonesia.pdf.

Buku Pedoman Pelatihan BTCLS. 2012. Yayasan Nakespro Global. Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai