Anda di halaman 1dari 12

Wahyuni Adjem Pratika Departemen Ilmu Kesehatan Anak

N 111 18 046 RSUD UNDATA

KASUS TUTORIAL

Pasien anak, laki-laki dengan usia 11 tahun 8 bulan masuk rumah sakit
Undata pada tanggal 8 Desember 2018 di pav. Catelia dengan keluhan utama
demam. Riwayat penyakit sekarang pasien anak laki-laki masuk rumah sakit dengan
keluhan demam yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan terus menerus hingga sekarang. Sakit kepala (+), Pusing (-), flu dan batuk
(-).

Pasien juga mengeluhkan nyeri pada dada hingga tembus kebelakang, rasa
nyeri seperti terbakar. Keluhan sudah dialami 2 minggu ini. Sesak (-), kejang (-).
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut bagian atas. Mual (+), Muntah (-), BAB (-)
3 hari, BAK (+) lancar

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama, dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini. Pada saat usia 0-6
bulan pasien tidak mengkonsumsi ASI tetapi diberikan susu formula,dan 6-9 pasien
di berikan makanan pendamping ASI, >1 tahun pasien sudah mengkonsumsi
makanan keluarga.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien yaitu sakit sedang,
kesadaran composmentis dan status gizi baik. Tanda-tanda vital didapatkan denyut
nadi 104 kali/menit, suhu 38,9ᵒC, dan respirasi sebanyak 30 kali/permenit. Pada
pemeriksaan kulit didapatkan turgor kembali cepat yaitu kurang dari 2 detik, betuk
kepala Normocepal, pada pemeriksaan mata ikterik (-), anemia (-), hidung rhinorrhea
(-), telingga otorrhea (-), mulut kering (+), sianosis (-), Lidah kotor (-), pada
pemeriksaan tonsil T1/T1. Pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening.

Pada pemeriksaan thoraxs nampak pergerakan dada simetris bilateral (+/+),


retraksi dinding dada (-/-), Vocal fremitus kanan dan kiri (+/+), dan sonor (+/+),
bronkovesikuler (+/+). Pada pemeriksaan abdomen tampak datar, peristaltic usus (+),
timpani pada seluruh region abdomen (+), nyeri tekan abdomen (+) pada bagian supra
pubic.
Dari hasil laboratorium didapatkan :

WBC : 9,4 x 103/uL

RBC : 4,89 x 106/uL

HGB : 12 g/dL

HCT : 37,8 %

PLT : 401 x 103/uL


DEFINISI

Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri
dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa
cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah.1
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan
(Pepse),berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa
rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk
dispepsia.3

EPIDEMIOLOGI

Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum


ditemukan. Dialami sekitar 20%-30% populasi di dunia setiap tahun.3 Data Depkes
tahun 2004 menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan
pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%. Dispepsia yang oleh
orang awam sering disebut dengan “sakit maag” merupakan keluhan yang sangat
sering kita jumpai sehari hari. Sebagai contoh dalam masyarakat di negara negara
barat dispepsia dialami oleh sedikitnya 25% populasi. Di negara negara Asia belum
banyak data tentang dispepsia tetapi diperkirakan dialami oleh sedikitnya 20% dalam
populasi umum.4
Mengenai jenis kelamin, ternyata baik lelaki maupun perempuan bisa
terkena penyakit itu. Penyakit itu tidak mengenal batas usia, muda maupun tua, sama
saja. Di Indonesia sendiri, survei yang dilakukan dr Ari F Syam dari FKUI pada
tahun 2001 menghasilkan angka mendekati 50 persen dari 93 pasien yang diteliti.
Tidak hanya di Indonesia di luar negeri juga, banyak orang yang tidak peduli dengan
dispepsia itu. Mereka tahu bahwa ada perasaan tidak nyaman pada lambung mereka,
tetapi hal itu tidak membuat mereka merasa perlu untuk segera ke dokter.4
ETIOLOGI

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
antibiotic, digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis, kolesistetis
kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung
koroner.1

KLASIFIKASI

1. Berdasarkan Etiologi
a. Organik
 Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides,
metronidazole), Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid,
Levodopa, Niacin, Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine, Theophiline.5-6
 Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
o Alergi susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk
kedelai dan beberapa jenis buah-buahan
o Non-alergi
 produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein.
 bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit, nitrat. 6
 Kelainan struktural
o Penyakit oesophagus
o Penyakit gaster dan duodenum
o Penyakit saluran empedu
o Penyakit pankreas
o Penyakit usus
 Penyakit metabolik / sistemik
o Tuberculosis
o Gagal ginjal
o Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
o Diabetes melitius
o Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
o Ketidakseimbangan elektrolit
o Penyakit jantung kongestif

b. Idiopatik atau Dispepsia Non Ulkus


Keluhan terjadi kronis, tanpa ditemukan adanya gangguan struktural atau
organik atau metabolik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran
makanan.Termasuk ini adalah dispepsia dismotilitas, yaitu adanya gangguan motilitas
diantaranya; waktu pengosongan lambung yang lambat, abnormalitas kontraktil,
abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan
dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung yaitu
kenaikan asam lambung. Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat
menimbulkan dyspepsia fungsional.7
Kelainan non organik saluran cerna:
- Gastralgia
- Dispepsia karena asam lambung
- Dispepsia flatulen
- Dispepsia alergik
- Dispepsia essensial
- Pseudoobstruksi intestinal kronik
- Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).
- Psikogen : Histeria, psikosomatik
GEJALA KLINIK

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut
atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik
berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,
makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi
nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi
(perut kembung).6
Dispepsia Organik
a. Dispepsia Ulkus
Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk ulkus
duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering
terbangun di tengah malam karena nyeri. Pada ulkus lambung seringkali gejala
hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang kadang penderita justru merasa
nyeri setelah makan.15
b.GERD(Gastroesophageal Reflux Disease)
 Gejala khas
- “Heart Burn”
- Rasa panas di epigastrium
- Rasa nyeri retrosternal
- Regurgitasi asam
- Pada kasus berat : ada gangguan menelan
 Gejala tidak khas :
- Nafas pendek
- Wheezing
- Batuk-batuk
Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan
berkurang bila penderita duduk.
c.Dispepsia Fungsional
 Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.
 Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).
 Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)
 Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome)
- symptom tidak hilang dengan defekasi
- tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.2,10-12

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen atau intra


lumen yang padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan sesuai dengan
adanya ransang peritoneal/peritonitis.1
 Inspeksi akan distensi, asites, parut, hernia yang jelas, ikterus, dan
lebam.
 Auskultasi akan bunyi usus dan karekteristik motilitasnya.
 Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan akan tenderness, nyeri,
pembesaran organ dan timpani.10
 Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak
regular.10
Kemudian, lakukan pemeriksaan sistem tubuh badan lainnya. Perlu
ditanyakan perubahan tertentu yang dirasai pasien, keadaan umum dan kesadaran
pasien diperhatikan. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung. Perkusi paru
untuk mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan lakukan pemeriksaan terhadap
ektremitas, adakah terdapat perifer edema dan dirasakan adakah akral hangat atau
dingin. Lakukan juga perabaan terhadap kelenjar limfa.6-11
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:


1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi
(leukositosis), pakreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9,
AFP). Meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam
tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada
tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang
diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada
karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan
karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa
CA 19-9. 1
2. Barium enema untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa
saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor.1,3,11
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus
halus dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah
lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan
baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.2,313 Pemeriksaan ini sangat
dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut
alarm symptoms, yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan
dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung
lama, dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun.1
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD
dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori. Pemeriksaan radiologis
dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda.
Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun
terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta
sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin.
Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat
peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu
dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar
(colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang
disebut sentina loops.1

Diagnosis banding dispepsia

 Dispepsia non ulkus

 Gastro-oesophageal reflux disease.

 Ulkus peptikum.

 Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemen


kalium, digoxin.

 Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).

 Cholelithiasis or choledocholithiasis.

 Pankreatitis Kronik.

 Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism, connective


tissue disease).

 Parasit intestinal.

 Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik).

 Mesenterika iskemik kronik


PENATALAKSANAAN

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:


1. Antasid
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian
antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa
nyeri.11
2. Antikolinergik
Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin
juga memiliki efek sitoprotektif.10
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.6,11
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. 11
5. Golongan prokinetik
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks
esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid
clearance).6

6. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori

Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada


sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin
(Amoxil), clarithromycin (Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline
(Sumycin).10
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti- depresi
dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan
yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.2,6-12
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke – 4. FKUI; 2013.h.285.
2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical
Journal 2014;79:25-29.
3. Tack J, Nicholas J, Talley, Camilleri M, Holtmann G, Hu P, et al. Functional
Gastroduadenal. Gastroenterology 2010;130:1466-1479.
4. Indigestion (Dyspepsia, Upset Stomach). Edition 2010. Available from:
http://www.medicinenet.com/dyspepsia/article.htm.
5. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library.
2013 March. Available from:
http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
6. Ringerl Y. Functional dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and
Hepatology. 2014;1:1-3.
7. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6.
EGC; 2015.h.417-19.
8. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34 2015;1:99–
108
9. Dyspepsia. Edition 2010. Available from:
http://www.mayoclinic.org/dyspepsia/.
10. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al.
Peptic ulcer disease. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-
Hills; 2014.p.287.
11. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2013. Available from:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.
12. Talley N, Vakil NB, Moayyedi P. American Gastroenterological Association
technical review: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology 2016;129:1754

Anda mungkin juga menyukai