Anda di halaman 1dari 19

LBM 5

1. Tujuan Hiperkes
a. Agar masyarakat pekerja (karyawan perusahaan, pegawai negeri, petani, nelayan, pekerja-pekerja
bebas, dsbg) dapat mencapai derajat keseahtan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan
sosialnya
b. Agar masyarakat sekitar perusahaan terlindung dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan
yang berasal dari perusahaan
c. Agar hasil produksi perusahaan tidak membahayakan kesehatan masyarakat konsumennya
d. Agar efisiensi kerja dan daya produktifitas para karyawan meningkat dan dengan demikian akan
meningkatkan pula produksi perusahaan.
(Ilmu Kesehatan Masyarakat, Indan Entjang, 2000)
tujuan utama hiperkes
 Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif
(Suma’mur, 1986. Higiene perusahaan dan Keselamatan Kerja. Gnung Agung, Jakarta )
2. Manfaat Hiperkes
a. Hygiene perusahaan :
Melindungi pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan atau industri dari bahaya-bahaya
yang mungkin timbul.
Sasaran suatu kegiatan Higiene Perusahaan adalah lingkungan dengan jalan pengukuran-
pengukuran agar tahu bahaya-bahaya yang ada atau mungkin timbul kualitatif dan kuantitatif, dan
dengan pengetahuan tentang bahaya tersebut diadakan usaha-usaha perbaikan serta pencegahan.
Sumber : Dr. suma’mur P.K., M.Sc. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung.
Jakarta. 1986.
i. Pengamatan dengan pengumpulan data.
ii. Merencanakan dan melaksanakan pengawasan terhadap segala kemungkinan gangguan
kesehatan tenaga kerja dan masyarakat disekitar perusahaan.
Sumber : dr. Dainur. Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Widya Medika. Jakarta.
1992.
b. Kesehatan kerja :
i. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja.
ii. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
iii. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
iv. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan
kerja.
v. Perlindungan masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya-
bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.
vi. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
produk-produk perusahaan.
Sumber : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip
Dasar. Rineka Cipta. Jakarta. 2003.

3. Hakekat Hiperkes
 Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh,
petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk
kesejahteraan tenaga kerja.
 Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada meningginya efisiensi dan
daya produktifitas faktor manusia dalam produksi.
Dr. Suma’mur P.K., M.Sc, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Gunung Agung

4. Usaha-Usaha Hiperkes
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja.
c. Pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktivitas tenaga kerja.
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja.
e. Pemeliharaan-pemeliharaan dan peningkatan higiene dan sanitasi perusahaan pada umumnya.
f. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari pengotoran oleh
bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan.
g. Perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
hasil-hasil produksi perusahaan.
(Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. Indan Entjang)

5. Sifat-sifat higiene perusahaan


a. Sasaran higiene perusahaan Lingkungan kerja
b. Bersifat teknik
Sumber : higiene perusahaan dan kesehatan kerja oleh Dr.Suma’mur P.K.M.Sc

6. Faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja dan penyakit yang ditimbulkan


a. Pneumokoniosis yang disebabkan debu mineral.
b. Penyakit paru dan saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu logam keras.
c. Penyakit paru dan saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep, dan sisal.
d. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitasi dan zat perangsang yang dikenal
yang berada dalam proses pekerjaan.
e. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik.
f. Penyakit yang disebabkan oleh berilium.
g. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium.
h. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor.
i. Penyakit yang disebabkan oleh krom.
j. Penyakit yang disebabkan oleh mangan.
k. Penyakit yang disebabkan oleh arsen.
l. Penyakit yang disebabkan oleh raksa.
m. Penyakit yang disebabkan oleh timbal.
n. Penyakit yang disebabkan oleh fluor.
o. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
p. Penyakit yang disebabkan oleh deriva halogen.
q. Penyakit yang disebabkan oleh benzena.
r. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena.
s. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin.
t. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol / keton.
u. Penyakit yang disebabkan oleh gas / uap penyebab asfiksia.
v. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
w. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik.
x. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan tinggi.
y. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan mengion.
z. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi / biologik.
aa. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena.
bb. Kanker paru yang disebabkan oleh asbes.
cc. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri / parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan
yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
dd. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi / rendah / panas radiasi / kelembaban udara tinggi.
ee. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
(UNDIP, HIPERKES & KK, 2005)

Ada 5 golongan :
- Golongan fisik
1. suara yang keras dapat menyebabkan tuli
2. suu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau hyperpyrexia
3. suhu rendah mnyebabkan chilblains,trench foot, atau frotstbite
4. penerangan yang kurang atau terlalu terang menyebabkan kelainan penglihatan dan
memudahkan terjadinya kecelakaan
5. penurunan tekanan udara (dekompressi ) yang mendadak dapat menyebabkan caisson
disease
6. radiasi dari sinar rontgenatau sinar radio aktif menyebabkan penyakit-penyakit darah,
kemandulan, kanker kulit dan sebagainya
7. sinar infra merah dapat menyebabkan catharact lensa mata
8. sinar ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis photo electrica
- Golongan kimia
1. gas yang menyebabkan keracunan misalnya :CO,HCN.H2S,SO2
2. uap dari logam yang dapat menebabkan ‘metal fume fever” ataupun keracunan logam
misalnya karena Hg,Pb
3. larutan ataupun cairan mislnya H2SO4,HCL dapat menyebabkankeracunan atau
dermatosis(penyakit kulit)
4. debu-debu misalnya debu silica , kapas, asbest ataupn debu logam berat bila terhirup
kedalam paru-paru menyebabkan pneumoconiosis
5. awan atau kabut dari insectisida ataupun fungicida pada penyemprotan serangga dan
hama tanaman dapat menyebabkan keracunan
- Penyakit infeksi
Misalnya penyakit anthrax yang disebabkan bakteri bacillus anthracis pada penyamak kulit
atau pengumpul wool.penyakit-penyakit infeksi pada karyawan yang bekerja dalam bidang
mikrobiologi ataupun dalam perawatan penderita penyakit menular
- Fisiologi
Penyakit yang disebabkan karena sikap badan yang kurang baik : karena konstruksi mesin
yang tidak cocok, ataupun karena tempat duduk yang tidak sesuai
- Mental psikologi
Penyakit yang timbul karena hubungan yang kurang baik antara sesame karyawan, antara
karyawan dengan pemipin, karena pekerjaan yang tidak sesuai dengan psikis karyawan,
karena pekerjaan yang membosankan ataupun karena upah yang terlalu sedikit sehingga
tenaga pikiranya tidak dicurahkan kepada pekerjaanya melainkan kepada usaha-usaha pribadi
untuk menambah penghasilan
(ILMU KESEHATAN MASYARAKAT, Indan Entjang)

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja


Fisika Kimia Biologi Mekanik dan Psikososial
Ergonomi
Kebisingan Cairan Serangga Sikap tubuh Kebimbangan
Getaran Debu Tungau Pergerakan Tekanan
Radiasi pengion Asap Lumut Gerakan kerja
Radiasi bkn pengion Serat Ragi Berulang Kebosanan
Panas dan dingin Kabut Jamur Pencahayaan Bekerja pada
Listrik Gas Bakteri dan hr libur
Udara bertekanan Uap Virus penglihatan
(Kesehatan Kerja, J.M. Harrington & F.S. Gill)

8. Usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja


Upaya pengendalian terhadap penyakit akibat kerja:
a. Substitusi : yakni mengganti bahan berbahaya dengan bahan yang kurang atau tidak berbahaya
sama sekali, tanpa mengurangi hasil pekerjaan maupun mutunya.
b. Isolasi, yakni memisahkan proses yg berbahaya dari pekerja atau unit lainnya. Misalnya
menyendirikan mesin-mesin yg sangat gemuruh, atau proses2 yg menghasilkan gas atau uap yang
berbahaya.
c. Ventilasi umum yang dilakukan dengan mengalirkan udara kedalam ruang kerja agar kadar bahan
yang berbahaya berkurang.
d. Metode basah untuk mengurangi tersebarnya debu dalam proses produksi
e. Ventilasi keluar setempat dengan menggunakan alat penghisap agar bahan yg berbahaya dapat
dialirkan keluar
f. Perawatan rumah tangga yg baik, meliputi kebersihan, pembuangan sampah, pencucian dan
pengaturan tempat kerja yg aman.
g. Terhadap pekerja perlu dilaksanakan :
 Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
 Pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus untuk mengetahui apakah pekerjaan yang
dilakukan telah menimbulkan gangguan, kelainan pada pekerja atau tidak.
 Penggunaan alat pelindung diri.
 Penyuluhan sebelum kerja agar diketahui bahaya dan cara kerja yang benar dan
aman.
 Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja, dll.
h. Pengawasan dan pemantauan lingkungan kerja yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

9. Tujuan keselamatan kerja


 Melindungi hak keselamatan tenaga kerja dalam/selama melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup serta peningkatan produksi dan produktivitas nasional
 Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
 Memelihara sumber produksi serta menggunakan dengan amat dan berdayaguna (efisien)
(Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Dr.Dainur, 1995)
 Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.
 Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
 Sumber produksi diperiksa dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

10. Sasaran keselamatan kerja


Sasaran-sasaran utama keselamatan kerja adalah tempat kerja, yang padanya :
a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi
yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau
barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu
tinggi.
c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah,
gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah
tanah dan sebagainya atau dilakukan pekerjaan persiapan.
d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu
atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan.
e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya,
batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di
dasar perairan.
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan melalui terowongan,
dipermukaan air, dalam air maupun udara.
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang.
h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air.
i. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah.
j. Dilakukan pekerjaaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan
benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting.
k. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur, atau lobang.
l. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
m. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.
n. Dilakukan pendidikan atau pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang menggunakan
alat teknis.
o. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas,
minyak atau air.
p. Dilakukan pekerjan-pekerjaan yang lain yang berbahaya.
Sumber : dr. suma’mur P.K., M.Sc. keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan

11. Syarat-syarat keselamatan kerja


a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan, dll.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian2 lain
yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat2 perlindungan diri pada para pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu , kelembaban , debu , kotoran ,
asap , uap , gas , hembusan angin , cuaca , sinar atau radiasi , suara dan getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psycis,
peracunan , infeksi dan penularan
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. Memeliharan kebersihan , kesehatan dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja , alat kerja , lingkungan cara dan proses kerjanya
n. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
o. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat , perlakuan dan penyimpanan barang
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya
menjadi bertambah tinggi
Sumber : Kesehatan Kerja di Perusahaan oleh dr.R.Darmanto Djojodibroto,SpP

12. Kerugian akibat kecelakaan kerja


 Kerusakan
 Kekacauan organisasi
 Keluhan
 Kelainan dan cacat
 Kematian
Bagian mesin, pesawat , alat kerja, bahan proses, tempat, dan lingkungan kerja, dapat rusak pada
kecelakaan, sehingga mengakibatkan kekacauan organisasi dalam proses produksi; keluhan,
penderitaan dan kesedihan korban, keluarga dan rekan sekerjanya, serta luka-luka, cacat, bahkan tidak
jarang berakibat kematian. Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan pada kecelakaan tersebut. Biaya tersebut dibagi menjadi dua yaitu biaya langsung dan
biaya tersembunyi. Yang termasuk biaya langsung adalah biaya pertolongan pertama pada
kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu
bekerja,kompensasi cacat, dan biaya perbaikan alat serta biaya kerusakan bahan. Sedangkan biaya
tersembunyi meliputi segala sesuatunya yang terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah
kecelakaan terjadi. Mencakup biaya terhentinya proses produksi karena perhatian para pekerja
beralih kepada kecelakaan, biaya untuk mengganti tenaga kerja yang menderita dengan tenaga baru
yang belum mampu bekerja di tempat yang digantikan.
( dr. Dainur, 1995, Materi-Materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Widya Medika )

13. Klasifikasi kecelakaan akibat kerja


Diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan yakni :
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
 Terjatuh
 Tertimpa benda
 Tertumbuk atau terkena benda2
 Terjepit oleh benda
 Gerakan2 melebihi kemampuan
 Pengaruh suhu tinggi
 Terkena arus listrik
 Kontak bahan2 berbahaya atau radiasi
b. Klasifikasi menurut penyebab :
 Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergaji kayu,dsb
 Alat angkut, alat angkut darat, udara, dan alat angkut air
 Peralatan lain, misalnya : dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat2 listrik, dsb
 Bahan2, zat2, dan radiasi misalnya bahan peledak, gas, zat2 kimia,dsb
 Lingkungan kerja (diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah)
 Penyebab lain yg belum masuk tsb diatas

c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :


 Patah tulang
 Dislokasi (keseleo)
 Regang otot (urat)
 Memar dan luka dalam yg lain
 Amputasi
 Luka di permukaan
 Gegar dan remuk
 Luka bakar
 Keracunan2 mendadak
 Pengaruh radiasi
 Lain2
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :
 Kepala
 Leher
 Badan
 Anggota atas
 Anggota bawah
 Banyak tempat
 Letak lain yg tdk termasuk dlm klasifikasi tsb
(SOEKIDJO, IKM)

14. Penyebab kecelakaan akibat kerja


a. Faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain manusia.
b. Faktor manusia
Contoh analisa :
Seorang pekerja mengalami kecelakaan disebabkan oleh kejatuhan benda tepat mengenai kepalanya,
sesungguhnya ia tidak harus mendapat kecelakaan itu, seandainya ia mengikuti petunjuk untuk tidak
berjalan di bawah alat angkut barang, jadi sebabnya dalam hal ini adalah faktor manusia.
(Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja, Suma’mur)
a. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia), yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya:
karena kelengahan, kecerobohan, nagantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian
yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia ini.
b. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau "unsafety condition", misalnya:
lantai licin, pencahyaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.
(Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo)
Ada 4 faktor :
1. alat dan bahan yang tidak aman
penggunaan alat yg kurang aman atau rusak dan penggunaan bahan kimia berbahaya.
2. keadaan tidak aman
ruang kerja terkontaminasi, suhu terlalu tinggi, gudang penyimpanan tidak teratur dsb.
3. tingkah laku pekerja, apabila :
lalai atau ceroboh dalam bekerja
meremehkan kemungkinan setiap bahaya
tidak melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan standar kerja yang diberikan.
Tidak disiplin dalam menaati peraturan keselamatan kerja, termasuk pemakaian alat
pelindung diri.
4. pengawasan, apabila :
memberikan prosedur yang tidak benar atau bahaya
kurang mengetahui atau tidak dapat mengantisipasi akan kemungkinan adanya bahaya
terlalu lemah dalam menegakkan disiplin kerja bagi para pekerja untuk menaati peraturan
keselamatan kerja
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

15. Pencegahan kecelakaan akibat kerja


 perlu dibina keakhlian higiene perusahaan dan kesehtan kerja dengan Lembaga Nasional
Higienen Perusahaan dan Kesehatan Kerja sebagai nukleus keakhlian
 perlu dibina keakhlian tenaga kesehatan pada tingkat perusahaan dan perlu ditingkatkan
pengerahan tenaga-tenaga kesehatan ke dalam sektor produksi. Serta perlu dibina pula para
tekhnisi yang bersangkutan dengan proses produksi dengan diberikan skill tambahan tentang
human engineering
 perlu diusahakan pendidikan dan training kepada pengusaha dan buruh tentang pentingnya
kesehatan produksi dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebagai sarana kearah
kenikmatan dan kesejahtaraan bangsa.
 Perlu dikembangkannya ”applied research” yang dapat memenukan karakteristika-karakteristika
manusia Indonesia, misal saja tentang waktu kerjadan istirahat, gizi, dan produktivitas, daerah-
daerah nikmat kerja dan produktivitas kerja optimal, dll.
 Keakhlian –keakhlian dalam hiperkes harus selalu dapat dimanfaatkan oleh setiap sektor produksi
manakala sewaktu-waktu diperlukan nasehat-nasehat sesuai kebutuhan
 Pembinaan lapangan kesehatan dalam produksi nin memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya
diantara Depertemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja, Departeman Perindustrian,
Departemen Pertaian, Departemen Pertambangan agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Sumber : Dr. suma’mur P.K., M.Sc. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung.
Jakarta. 1986.

16. Evaluasi dan pengawasan penyakit akibat kerja


Berupa pengamatan dan evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif :
 Pengamatan semua bahan/materi keadaan serta keadaan lingkungan kerja yang mungkin sebagai
penyebab penyakit akibat kerja
 Mengamati proses produksi dan alat-alat produksi yang dipergunakan
 Pengamatan semua sistem pengawasan itu sendiri :
a) Pemakaian alat pelindung/pengaman : jenis, kualitas, kuantitas, ukuran, dan komposisi
bahan alat pelindung
b) Pembuangan sisa produksi (debu, asap, gas, larutan)
c) Jenis, konsentrasi/unsur-unsur bahan baku, pengolahan dan penyimpanan bahan baku
d) Keadaan ligkungan fisik (suhu, kelembaban, tekanan pencahayaan, ventilasi, intensitas
suara/bising, getaran)
 Cara-cara pengawasan :
a) Mengganti substitusi bahan baku yang berbahaya dengan bahan lain yang kurang
berbahaya bagi kesehatan
b) Mengganti atau mengubah cara pengolahan untuk mengurangi bahaya dari bahan sisa
c) Menyediakan rambu-rambu/tanda pengaman, serta alat pengaman lanilla
d) mengisolasi tenaga verja dari keadaan-keadaan yang membahayakan kesehatannya
e) Menyerap bahan/keadaan yang membahayakan/mengganggu kesehatan tenaga verja,
misalnya menyalurkan debu, uap gas asap larutan, dan ke tempat basah (wet method),
atau menyalurkan ke tempat terbuka dengan perbaikan ventilasi
f) Pengamatn dan pengawasan terus menerus perlengkapan bangunan preusan, fasilitas
sanitasi, fasilitas penyediaan air minum dan makanan tambahan, kamar mandi, tempat
cuci tangan, serta alat pengaman bangunan
g) Evaluasi, pengamatan dan pengawasan :
 Proses pekerjaan, alat-alat
 Posisi pada saat melakukan verja (duduk, berdiri dll)
 Lamanya bekerja dan penggunaan alat setiap hari kerja
 Memperhatikan berbagai kemungkinan kontak antara kulit dengan bahan baku
atau bahan jadi
h) Pengamatan pengaturan giliran verja (shift/rotation) dari setiap tenaga kerja
i) Penyuluhan dan latihan bagi karyawan
j) Pengawasan, pengamatan dan surveilance medis
k) Pengamatan serta pengawasan higiene perorangan
l) Pemantapan program kegiatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan baku serta bahan
jadi
m) Pengamatan dan pengawasan terhadap sikap dan tingkah laku tenaga kerja sewaktu
melakukan pekerjaan
(Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. Dainur)

17. Program unit kesehatan kerja


 Program pemeriksaan kesehatan pendahuluan pada calon tenaga kerja. Bertujuan memeriksa
kesehatan fisik dan mental, terutama untuk seleksi tenaga kerja yang sesuai dengan bidang
pekerjaan yang tersedia, di samping itu juga mengumpulkan data sebagai data dasar bagi
pemerintahan kesehatan berikutnya, setelah menjadi tenaga kerja tetap di perusahaan tersebut.
 Program pemeriksaan kesehatan berkala yang langsung dilakukan saat tenaga kerja melakukan
kegiatan pada bidang pekerjaannya. Program ini bertujuan mengamati/supervisi berdasarkan data
dasar tentang kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan. Dalam pengamatan tersebut, terutama
diamati sikap menyal dalam melakukan pekerjaan, dan keadaan kesehatan menyeluruh saat
melakukan pekerjaan. Tujuan utamanya adalah mengamati segala kemungkinan yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan kelancaran pekerjaan mereka.
 Program pengobatan jalan, perawatan, pertolongan gawat darurat dirumah sakit dan sub unitnya
lainnya.
 Program pengembangan ketrampilan serta pengetahuan tenaga unit kesehatan kerja, dan juga
program pengembangan perangkat teknis kedokteran, dll
 Program penyuluhan kesehatan. Merupakan program yang berintikan tindakan pencegahan yang
dapat dilakukan tenaga kerja sendiri, misalnya tata kehidupan dan pekerjaan yang sesuia dengan
kaidah kesehatan, terutama yang menyangkut kebersihan, penggunaan alat pelindung/pengaman
(helm, masker, air plug dll) yang mampu melindungi gangguan kesehatan serta kecelakaan.
Program penyuluhan terutama diarahkan pada berbagai masalah yang ditemukan dari hasil
pengamatan/supervisi. Pelaksanaan program penyuluhan dapat dilakukan secara masal ataupun
pada saat supervisi.
(Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. Dainur)

Program kesehatan kerja


i. Identifikasi potensi bahaya yakni dengan mengenal ondisi di tempat kerja, misalnya : jam kerja
yg berlebihan, pengaturan waktu kerja-istirahat, adanya potensi bahaya akibat bising, radiasi,
debu, tekanan panas, bahan kima, aspek biologik, psikososial dan faktor ergonomik.
j. Analisis resiko melalui penilaian kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest dan sekaligus
mengupayakan langkah pengendalian sehingga risiko yg mungkin timbul dapat dikurangi tau
dieliminasi.
k. Survailan kesehatan pekerja melalui pengujian kesehatan secara awal, berkala dan khusus guna
deteksi dini kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit yg diderita pekerja dan
mengupayakan cara mengatasinya. Pada berbagai kondisi tertentu perlu pemeriksaan fungsi paru
(Spirometri), Rontgen, Audiometri, uji kelelahan dsb
l. Pemantauan biologik yakni upaya yg lebih spesifik untuk memantau pengaruh pekerjaan atau
lingkungan kerja pada kesehatan pekerja melalui pemeriksaan kadar bahan kimia atau
metabolitnya didalam darah atau urine (timah hitam, merkuri, pestisida, dll).
m. Pengendalian lingkungan kerja yg meliputi juga cara/sistem kerja dan dilaksanakan bersama ahli
higiene perusahaan , sanitasi dan disiplin lain yg terkait.
n. Pelayanan kesehatan kerja yg bersifat komprehensif meliputi upaya promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif dan bukan semata-mata mengobati keluhan, gejalaatau penyakit saja.
o. Konsultasi dan komunikasi yg dilaksanakan secara berkelanjutan, dengan berbagai institusi yg
menangani kesehatan kerja, organisasi pekerja, dokter/paramedis perusahaan, ahli kedokteran
kerja.
p. Pelatihan kesehatan kerja guna meningkatkan ketrampilan pihak manajer, supervisor dan pekerja
sehingga mampu mengenal , menilai dan mengendalikan potensi bahaya dan risiko yang ada.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

18. Upaya tindakan pengendalian untuk memperbaiki kondisi kerja


 Rancang ulang proses dan prosedur kerja
 Ganti dengan bahan yang kurang berbahaya
 Mengurangi intensitas bahaya
 Melindungi atau menyeleksi pekerja terhadap bahaya
 Membuat sistem ventilasi untuk membuang atau mengencerkan racun di udara
 Menyesuaikan tempat kerja
 Mengatur waktu kerja dan istirahat atau rotasi kerja untuk mengurangi pemajanan pekerja
 Menyediakan pakaian pelindung
(Kesehatan Kerja, J.M. Harrington & F.S. Gill)

19. Cara perlindungan diri untuk pekerja


Perlindungan tenaga kerja melalui usaha2 :
 tehnis pengamanan tempat , peralatan dan lingkungan kerja
cara perlindungan diri pekerja antara lain dengan memakai pakaian kerja sbg suatu alat perlindungan
thd bahaya2 kecelakaan , dengan ketentuan sbb :
 pakaian kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek , pas (tidak
longgar) pada dada atau punggung , tidak berdasi dan tidak ada lipatan2 yang mungkin
mendatangkan bahay
 wanita sebaiknya memakai celana panjang , jala rambut , baju yang pas dan tidak memakai
perhiasan2
alat2 proteksi diri menurut bagian2 tubuh yang dilindunginya , yaitu :
1. kepala : pengikat rambut , penutup rambut , topi dari berbagai bahan
2. mata : kacamata dari berbagai gelas
3. muka : perisai muka
4. tangan& jari2 : sarung tangan
5. kaki : sepatu
6. alat pernafasan : respirator / masker khusus
7. telinga : sumbat telinga , tutup telinga
8. tubuh : pakaian kerja dari berbagai bahan
Sumber : higiene perusahaan dan kesehatan kerja oleh Dr.Suma’mur P.K.M.Sc

20. Tujuan utama Ergonomi


 Memaksimalkan efisiensi karyawan.
 Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja.
 Menganjurkan agar bekerja aman, nyaman, dan bersemangat.
 Memaksimalkan bentuk (performance) kerja yang meyakinkan.
(ERGONOMI MANUSIA, PERALATAN DAN LINGKUNGAN, Dr. Gempur Santoso, Drs.,
M.Kes)
Bagaimana mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan rasa aman,
selamat, efisien , efektif dan produktif , disamping juga rasa ”nyaman” serta terhindar dari bahaya
yang mungkin timbul ditempat kerja.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

21. Prinsip ergonomi dalam perancangan tempat kerja agar efisien


a. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran, dan
penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk,cara-cara harus melayani mesin (macam
gerak, arah, kekuatan,dsb.)
b. Untuk normalisasi ukuran mesin atau peralatan kerja harus diambil ukuran terbesar sebagai dasar,
serta diatur denagn cara tertentu, shg ukuran tersebut dapat dikecilkan atau dibesarkan/
dilebarkan. Misalnya: tempat duduk yang dapat dinaikturunkan dan dimajukan / diundurkan.
c. Ukuran-ukuran antropometri yang dapat dijadikan dasar untuk penempatan alat-alat kerja al :
a. Berdiri : tinggi badan ,tinggi bahu, tinggi saku, tinggi pinggul,panjang lengan.
b. Duduk : tinggi duduk, panjang lengan atas , panjang lengan bawah, jarak lekuk lutut.
d. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan dengan berdiri , tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm
dibawah tinggi siku.
e. Dari segi otot , sikap duduk ayng paling baikadalah sedikit membungkuk. Sedangkan dari sudut
tulang dianjurkan duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak
lemas.
f. Tempat duduk yang baik :
i. Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai dengan tinggi lutut,
sedangkan paha dalam keadaan datar.
ii. Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm
iii. Papan tolak punggung tingginya dapat diatur dan menekan pada punggung.
g. Arah pengliahtan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37 derajat kebawah, sedangkan untuk
pekerjaan duduk arag penglihatan antara 32-44 derajat kebawah.Arah penglihatan ini sesuai
dengan sikap kepala istirahat.
h. Kemampuan beban fisik maksimal oleh ILO ditentukan sebesar 50 kg.
i. Kemampuan seseorang bekerja adalah 8-10 jam per hari. Lebih dari itu efisiensi dan kualitas
kerja menurun.
(IKM, Soekidjo Notoatmodjo)

22. Manfaat ergonomi


a. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan mencegah ketidakefisiensi kerja ( meningkatkan
produksi kerja )
b. Mengurangi beban kerja karena apabila peralatan kerja tidak sesuai dengan kondisi dan ukuran
tubuh pekerja akan menjadi beban tambahan kerja
( IKM Prinsip- prinsip dasar, Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo)

23. Aspek-aspek ergonomi


1. Faktor manusia
Dibagi 2:
Faktor dari dalam, adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia seperti umur, jenis kelamin,
kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh, dll.
Faktor dari luar, berasal dari luar manusia seperti penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial
ekonomi,adat istiadat, dsb.
2. Anthropometri
Suatu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk dimensional
ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk
merancang atau menciptakan suatu saran kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh pengguna sarana
kerja tersebut. Dalam pelaksanaan pengukuran antropometri dikenal dua macam pengukuran
yaitu antropometri statis dan dinamis.
3. Sikap tubuh dalam bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja, selain SOP yang terdapat pada setiapa jenis
pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau
barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Apabila hal ini tidak
memungkinkan maka harus diupayakan agar beban statiknya diperkecil. Pada waktu bekerja
diusahakan agar bersikapsecara alamiah dan bergerak optimal. Sikap tubuh dalam bekerja yang
dikatakan secara ergonomik adalah yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat, dan selamat
dalam bekerja yang dilakukan antara lain dengan cara:
 Menghindarkan sikapa yang tidak alamiah dalam bekerja
 Diusahakan beban statik menjadi sekecil-kecilnya
 Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerjayanga
sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya.
 Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian.
4. Manusia- mesin
Fungsi manusia dalam hubungan manusia-mesin dalam rangkaian produksi ini adalah sebagai
pengarah atau pengendali jalannya mesin tersebut. Manusia menerima informasi dari mesin
melalui indera mata untuk membuat keputusan untuk menyesuaikan atau merubah kerja mesin
melalui alat kendali yang ada pada mesin. Pada umumnya setiap mesin mempunyai SOP.
Kemudian mesin menerima perintah tersebut untuk kemudian untuk menjalankan tugasnya. Jelas
disini bahwa bekerjanya mesin sangat tergantung pada manusia sebagai pengendalinya.
5. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat,kerja lembur dan
lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja.
Jam kerja selama 8 jam perhari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabial tidak dapat
dihindarkan perlu diusahakan grup kerja baru atau perbanyakan kerja ship.
6. Pengendalian lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang buruk atau melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan, yang melebihi
toleransi manusia untuk menghadapinya, akan menurunkan produktivitas kerja, menyebabkan
penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan sehingga tenaga kerja dalam
melaksanakan pekerjaannya tidak mendapat rasa aman, nyaman, sehat, dan selamat. Terdapat
berbagai faktor lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap kesehatan, keselamatan, dan
efisiensi serta produktivitas kerja yaitu faktor fisik; seperti pengaruh kebisingan, penerangan,
iklim kerja, getaran; faktor kimia seperti pengaruh bahan kimia, gas, uap, debu; faktor fisiologis
seperti;sikap dan cara kerja, penentuan jam kerja dan istirahat, kerja gilir, kerja lembur; faktor
psikologis;seperti suasana tempat kerja, hubungan antar pekerja dan faktor biologis seperti infeksi
karena bakteri, jamur, virus, cacing.
Untuk pengendalian lingkungan kerja dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu
pengendalian secara teknik, pengendalian secara administratif, dan pengendalian dengan
pemberian alat pelindung diri (APD).
7. Kelelahan kerja
Penyebab kelelahan kerja adalah akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana, prasarana, dan
lingkungan kerja merupaan faktor dominan bagimenurunnya atau rendahnya produktivitas kerja
seorang tenaga kerja. Kelelahan merupakan suatu kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan
suatu kegiatan walaupun bukan merupakan satu-satunya gejala. Kelelahan dapat dibagi dua
macam:
 Kelelahan otot
 Kelelahan umum
Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri, seperti ketegangan otot dan sakit sekitar
sendi, sedangkan kelelahan umum dapat terlihat pada munculnya sejumlah keluhan yang berupa
perasaan lamban dan keenggan beraktivitas.
8. Kerusakan trauma kumulatif (CTD)
Penyakit ini timbul karena terkumpulnya kerusakan –kerusakan kecil akibat trauma berulang
yang membentuk kerusakan yang cukup besar dan menimbulkan rasa sakit. Gejala CTD muncul
pada jenis pekerjaan yang monoton sikap kerja yang tidak alamiah, penggunaan atau pengerahan
otot yang melebihi kemampuannya. Penyebab timbulnya trauma pada jaringan tubuh antara lain
karena:
 Over exertion
 Over stretching
 Over compressor
Ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya CTD, yaitu;
 Terdapat posture atau sikap tubuh yang janggal
 Gaya yang melebihi kemampuan jaringan
 Lamanya waktu pada saat melakukan posisi janggal
 Frekuensi siklus gerakan dengan posture janggal per menit
9. Kesegaran jasmani dan musik
Pekerja yang sehat, segar, dan bugar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Pengadaan musik di tempat kerja sebaiknya dilakukan untuk jenis pekerjaan yang monoton dan
pekerjaan tangan yang berulang serta pekerjaan lain yang memerlukan aktivitas mental. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan dalam kerja.
 Pencegahan terhadap gangguan-gangguan kesehatan kerja:
a. Subtitusi
Yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang kurag bahaya atau tidak
berbahaya sama sekali, misalnya carbon tetraclorida diganti dengan trichlor etilen. Atau
ironshot dipergunakan sebagai pengganti pasir pada kegiatan sandbalsting.
b. Ventilasi umum
Yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan keadaan ruang kerja, agar kadar
dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah daripada kadar
yang membahayakan yaitu kadar Nilai Ambang Batas (NAB). NAB adalah kadar yang
padanya atau di bawah dari padanya, apabila pekerja-pekerja meghirupnya 8 jam sehari,
5 hari seminggu, tidak akan menimbulkan kelainan atau penyakit.
c. Ventilasi keluar setempat (local exhausters)
Ialah alat yang biasanya menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-
bahan dari tempat tertentu itu yang membahayakan dihisap dan dialirkan keluar.
d. Isolasi
Yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan, misalnya
isolasi mesin yang sangat hiruk, agar kegaduhan yang disebabkannya turun dan tidak
menjadi gangguan lagi. Atau contoh lain ialah isolasi percampuran bensin dengan tetra
etil timah hitam
e. Pakaian pelindung
Misalnya, masker, kaca mata, sarung tangan, sepatu, topi, pakaian, dll
f. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
Yaitu pemeriksaan kesehatan kepada calon pekerja untuk mengetahui, apakah calon
tersebut serasi dengan pekerjaan yang akan diberikan kepadanya, baik fisik, maupun
mentalnya.
g. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan
Untuk evaluasi, apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan-
gangguan/kelainan-kelainan kepada tubuh pekerja atau tidak.
h. Penerangan sebelum kerja
Agar bekerja mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan, dan agar mereka lebih
berahati-hati.
i. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontinu
Agar pekerja-pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
Dr. Suma’mur P.K., M.Sc, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta : Gunung Agung

24. Macam-macam penyakit pneumokoniosis


a. Silicosis disebabkan oleh SiO2 bebas.
Silikosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan
penyakitPneumokonioses.Penyebabnya adalah silika bebas (SiO2) yang terdapat dalam
debu yang dihirup waktu bernafas dan ditimbun dalam paru paru dengan masa inkubasi 2-4
tahun.Pekerja yang sering terkena penyakit ini umumnya yang bekerja di perusahaan yang
menghasilkan batu-batu untuk bangunan seperti granit, keramik,tambang timah putih, tambang
besi, tambang batu bara, dan lain lain.Gejala penyakit ini dapat dibedakan pada tingkat ringan
sedang dan berat.Pada tingkat Ringan ditandai dengan batuk kering,
pengembangan paru-paru. Pada lansia didapat hyper resonansi karena emphysema.Pada tingkat
sedang terjadi sesak nafas tidak jarang bronchial,ronchi terdapat basis paru paru. Pada tingkat
berat terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total,hypertofi jantung kanan, kegagalan jantung
kanan
b. Asbestosis disebabkan oleh debu asbes.
Asbestosis adalah jenis pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya
10-20 tahun. Asbes adalah campuran berbagai silikat yang terp[enting adalah campuran
magnesium silikat pekrja yang umumnya terkenan penyakit ini adalah pengelola asbes,
penenunan,pemintalan asbes dan reparasi tekstil yang terbuat dari asbes. Gejala yang timbul
berupa sesak nafas,batuk berdahak/riak terdengan rhonchi di basis paru, cyanosis terlihat bibir
biru. Gambar radiologi menunjukan adanya titik titik halus yang disebut “Iground glass
appearance”, batas jantung dengan diafragma tidak jelas seperti ada duri duri landak sekitar
jantung (Percupine hearth)
c. Berryliosis disebabkan oleh debu Be.
d. Siderosis disebabkan oleh debu mengandung Fe2O3.
e. Stannosis disebabkan oleh debu bijih timah putih (SnO2).
f. Byssinosis disebabkan oleh debu kapas.
g. Anthrakosilikosis
Anthrakosilikosis ialah pneumokomiosis yang disebabkan oleh silika bebas bersama debu arang
batu. Penyakit ini mungkin ditemukan pada tambang batu bara atau karyawan industri yang
menggunakan bahan batu bara jenis lain. Gejala penyakit ini berupa sesak nafas, bronchitis
chronis batuk dengan dahak hitam (Melanophtys
(Suma’mur. 1986. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Gunung Agung. Jakarta. Hal 126)

25. Mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru


 Salah satu mekanisme nya adalah inertia atau kelembanan dari partikel2 debu yang bergerak yaitu
pada waktu udara membelok ketika melalui jalan pernafasan yang tidak lurus , maka partikel2
debu yang bermasa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran udara , melainkan terus
lurus dan akhirnya menumbuk selaput lendir dan hinggap disana
 Mekanisme lain ialah sedimentasi yang terutama benar untuk bronchi sangat kecil dan bronchioli
sebab ditempat itu kecepatan udara pernafasan sangat kurang kira2 1 cm/detik sehingga gaya
tarik bumi dapat bekerja terhadap kepada partikel2 debu yang mengendapnya.
 Mekanisme lain adalah ialah gerakan brown , terutama untuk partikel2 yang berukuran sekitar
atau kurang dari 0,1 mikron.Partikel2 yang kecil ini oleh gerakan brown tadi ada kemungkinan
membentur permukaan alveoli dan tertimbun disana.Nasib partikel2 debu ini tergantung dari
tempatnya berada dalam paru2 dan sifat2 debu itu sendiri.Debu2 yang mengendap dipermukaan
bronchi dan bronchioli akan dikembalikan ke atas dan akhirnya keluar oleh cilia2 yang bergetar ,
dengan kecepatan 3 cm/jam dijalan pernafasan sebelah atas dan 1 cm/jam didalam bronchus
tertius dan bronchioli.Selain itu , juga batuk merupakan satu mekanisme untuk mengeluarkan
debu2 tsb.Debu2 di alveoli mengalami beberapa kemungkinan.Salah satu kemungkinan menyusul
permukaan alveoli dan setelah berada dekat batas bronchioli tertangkap oleh cilia , yang lalu
dikembalikan kejalan pernafasan tengah dan atas , lalu keluar.Kalau bahan2 kimia penyusun debu
mudah larut dalam air , maka bahan2 itu akan larut dan langsung masuk pembuluh2 darah kapiler
alveoli.Apabila bahan2 tsb tidak mudah larut , tetapi ukurannya kecil , maka partikel2 itu dapat
memasuki dinding alveoli lalu ke saluran ;limfa atau ke ruang peribronchial.Satu kemungkinan
lain ialah ditelan oleh phagocyt yang biasanya histiocyt atau inti atau sel2 mesenchim yang tidak
berdiferensiasi.Sel2 phagocyt ini mungkin masuk ke dalam saluran limfa , atau melalui dinding
alveoli ke ruang peribronchial atau keluar dari tempat itu ke bronchioli lalu oleh rambut2 getar
dikembalikan ke atas.
Sumber : higiene perusahaan dan kesehatan kerja oleh Dr.Suma’mur P.K.M.Sc

26. Diagnosa pneumokoniosis


Harus ada riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dan menyebabkan
pneumoconioses, misalnya pernah atau sedang bekerja di pertambangan, di pabrik keramik, dll. gejala
klinis berbeda-beda tergantung dari derajat banyaknya debu yang ditimbun dalam paru-paru, sudah
tentu makin besar bagian paru-paru yang terkena, makin hebatlah gejala-gejalanya, walaupun hal itu
tidak selalu benar demikian.
Gejala-gejalanya antara lain batuk-batuk kering, sesak nafas, kelelahan umum, susut berat badan,
banyak dahak, dll. Gambaran Ro paru-paru menunjukkan kelainan-kelainan dalam paru-paru, baik
noduler ataupun lain-lainnya. Pemeriksaan tempat kerja harus menunjukkan adanya debu yang diduga
menjadi sebab penyakit pneumoconiosis itu. Bila pemeriksaan akan diteruskan dengan biopsi paru-
paru, maka paru-paru harus menunjukkan kadar zat penyebab yang lebih tinggi daripada kadar yang
biasa.
Diagnosa Pneumoconiosis adalah sukar, sebab sesungguhnya tak seorangpun manusia yang tidak
menimbun debu-debu dalam paru-parunya. Lebih-lebih kehidupan di kota atau di tempat kerja yang
sangat berdebu itu. Makin tua umur berarti makin banyak pulalah debu ditimbun dalam paru-paru
sebagai hasil penghirupan debu sehari-hari. Lebih-lebih pneumoconioses tingkat permulaan sangat
sukar dipastikan diagnosisnya.
Sumber : higiene perusahaan dan kesehatan kerja oleh Dr.Suma’mur P.K.M.Sc

27. Terapi dan pencegahan pada pneumokoniosis


Secara umum dapat dikatakan, bahwa terapi khusus yang kausal pada pneumoconioses ini tidak
ada. Tetapi berupa obat-obatan biasanya hanya untuk maksud simptomatis. Satu-satunya tindakan
ialah memindahkan penderita ke pekerjaan yang kurang atau tidak mengandung debu-debu
berbahaya. Umumnya untuk maksud memindahkan pekerja ini, beberapa faktor harus mendapat
perhatian, yaitu umur penderita, jenis kelamin, dan beratnya penyakit.
Jelas untuk kita, bahwa pencegahan merupakan hal yang wajib diutamakan. Pneumoconioses
benar-benar dapat dicegah dan biaya pencegahan tidak berapa bila dibandingkan dengan hebatnya
cacat pada penderita-penderita yang dihinggapinya.
Sumber : higiene perusahaan dan kesehatan kerja oleh Dr.Suma’mur P.K.M.Sc

28. Target organ bahan beracun


 Kulit
 Paru
 Hati
 Sistem saraf
 Sumsum tulang
 Ginjal
(Kesehatan Kerja, J.M. Harrington & F.S. Gill)

29. Faktor yang berpengaruh terhadap efek toksik bahan beracun


 Usia
 Kelamin
 Kelompok etnik
 Latar belakang genetik
 Status endokrin
 Status atopik
 Gizia
 Kelelahan
 Penyakit yang menyertai dan pengobatannya
 Pajanan bersama dengan bahan kimia sinergis atau antagonis, termasuk obat
 Pemajanan terdahulu terhadap bahan toksik
(Kesehatan Kerja, J.M. Harrington & F.S. Gill)

Faktor yang mempengaruhi toksisitas :


a. Sifat fisik misalnya berupa : gas, uap, debu, fume, asap mist/kabut atau fog. Timah hitam dalam
bentuk fume lebih beracun dari bentuk debunya, larutan yang bertekanan uap tinggi (misal
benzena) lebih toksik dibanding larutan yg tekanan uapnya rendah (contoh toluene)
b. Sifat kimia : jenis senyawa, besar molekul, konsentrasi dan daya larut.
Sebagai contoh gas mudah larut dalam air (amonia dan sulfur dioksida) bila terhirup meskipun
kadarnya rendah akan mengiritasi saluran nafas atas. Sedang gas yg tidak mudah larut dalam air
(nitrogen dioksida, ozon dan fosgen) dapat mencapai saluran nafas yg lebih dalam.
c. Port d’entrée ( Cara masuk dalam tubuh )
Zat kimia masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan (per inhalasi), saluran cerna (per
oral), dan kulit (per dermal). Inhalasi merupakan cara masuk yang paling sering dalam industri.
d. Faktor individu seperti jenis kelamin, usia, ras, status gizi, kesehatan, faktor genetik dan
kebiasaan lainnya misal ; merokok, minum2an keras dsb.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

30. Pengenalan bahaya bahan kimia


 Survai pendahuluan untuk mengenal / mengidentifikasi bahan kimia yg terdapat di industri dan
merencanakan program evaluasi risiko bahaya serta tindak lanjutnya.
o Suatu ceklis yg mencakup pendataan tentang : nama bahan baku dan bahan sampingan,
jenis bahan yg diperkirakan beracun, identifikasi penggunaanya, jumlah pekerja yg
terpajan, cara pengendaliannya, dsb.
 Mengenal proses produksi dengan mempelajari alur proses mulai dari tahap awal sampai akhir,
sumber bahaya kimia dan keluhan kesehatan oleh pekerja serta memanfaatkan indera kita untuk
mengidentifikasi lingkungan kerja.
o Misal : mengenal bau yg timbul, merasa pedas dimata, rangsangan batuk dsb. Informasi
dari kepala bagian produksi, supervisor atau pekerja sangat diperlukan pula.
 Mempelajari MSDS ( Material Safety Data Sheet ) atau Lembar Data Bahan Kimia yakni suatu
dokumen teknik memberikan informasi tentang komposisi, karakteristik, bahaya fisik dan potensi
bahaya kesehatan cara penanganan dan penyimpanan bahan yg aman, tindak pertolongan pertama
dan prosedur khusus lainnya. Perlu juga dicatat label pada kemasan bahan kimia di tempat kerja.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

31. Klasifikasi toksisitas


Klasifikasi
Berdasarkan sifat fisiknya dikenal :
a. Gas : tidak berbentuk, mengisi ruangan pada suhu dan tekanan normal, tidak terlihat, tidak
berbau pada konsentrasi rendah, dan dapat berubah.
b. Uap : bentuk gas dari zat yg dalam keadaan biasa berujud cair atau padat, tidak terlihat dan
berdifusi keseluruh ruangan.
c. Debu : partikel zat padat yg terjadi oleh karena kekuatan alami atau mekanis.
d. Kabut : titik cairan halus di udara yg terjadi akibat kondensasi bentuk uap atau dari tingkat
pemecahan zat cair atau menjadi tingkat dispersi, melalui cara tertentu.
e. Fume : partikel zat padat yang terjadi oleh kondensasi bentuk gas, biasanya setelah
penguapan benda padat yang dipijarkan.
f. Asap : partikel zat karbon yang berukuran kurang dari 0,5 mikron, sebagai akibat pembakaran
tidak sempurna bahan yang mengandung karbon.
g. Awan : partikel cair sebagai hasil kondensasi fase gas. Ukuran partikelnya antara 0,1 – 1
mikron.
Sifat – sifat fisik zat dapat pula digolongkan menjadi padat ( padat biasa, fume, asap, debu ), cair (
cair biasa, awan, kabut ), dan gas ( uap, gas ).
Sedang bahan kimia di udara menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
a. Bahan bersifat partikel : debu, awan, fume, kabut.
b. Bahan bersifat non partikel gas, uap
Terhadap tubuh bahan – bahan kimia tersebut digolongkan dalam klasifikasi fisiologis sebagai
berikut :
a. Bahan partikel yg bersifat : perangsang ( kapas, sabun, bubuk beras ), toksik ( Pb, As, Mn ),
fibrosis ( kwarts, asbes ), allergen ( tepung sari, kapas ), menimbulkan demam ( fume, Zn O ),
Inert ( aluminium, kapas ).
b. Bahan non partikel yg bersifat : Asfiksian ( metan, helium ), perangsang ( amoniak, Hel, H2S
), racun organik, organik ( TEL, As H3 ), Mudah menguap yg : berefek anesthesi (
Trichloroetilen ), merusak alat dalam ( C C14 ), merusak darah ( benzene ), merusak saraf (
Parathion ).
Menurut lama terjadinya pemajanan :
a. Akut, contoh : kecelakaan kerja/keracunan mendadak
b. Subkronik, contoh : proses kerja dengan bahan kimia selama 1 tahun/lebih
c. Kronik, contoh : bekerja untuk jangka waktu lama dengan bahan kimia.
Pada tingkat efek racun :
Berdasarkan LD50 (lethal dose 50 menunjukan dosis dalam miligram tiap kilogram berat badan
yang mengakibat kematian )atau LC50 (lethal concentration 50  menggambarkan jumlah
konsentrasi suatu zat ) dan cara masuknya bahan beracun kedalam tubuh, yaitu :
Klasifikasi Cara masuk
Oral Dermal Inhalasi
LD50 (mg/kg BB) LD50 (mg/kg BB) LC50 (mg/m³)
Supertoxic <5 <250 <200
Extremely toxic 5-50 250-1000 250-1000
Very toxic 50-500 1000-3000 1000-10.000
Moderately toxic 500-5000 3000-10.000 10.000-30.000
Slightly toxic >5000 >10.000 >30.000
Sumber : Stacey NH ; Occcupational Toxicology
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005
31. Perbedaan higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes) dengan kesehatan
masyarakat
No. HIGIENE PERUSAHAAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN KERJA
1. Kesehatan masyarakat tenaga kerja Kesehatan masyarakat umum sebagai sasaran
merupakan tujuan utama. utama
2. Yang diurusi biasanya golongan yg mudah Mengurusi masyarakat yang kurang mudah
didekati. dicapai.
3. Ditandai dengan sangat efektifnya Sulit untuk melaksanakan pemeriksaan periodik.
pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan
periodik.
4. Yang dihadapi adalah lingkungan kerja. Lingkungan umum merupakan suatu problema
pokok.
5. Terutama bertujuan peningkatan Tujuan pokoknya adalah kesehatan dan
produktivitas. kesejahteraan masyarakat, sedangkan aspek
produktivitas hanya menonjol apabila terjadi
wabah-wabah.
6. Dibiayai oleh perusahaan atau masyarakat Dibiayai oleh anggaran pemerintah.
tenaga kerja.
7. Pengembangannya sangat pesat sesudah Perkembangannya sangat cepat setelah kemajuan-
revolusi industri. kemajuan di bidang ilmu jasad renik.
8. Perundang-undangan berada dalam lingkup Perundang-undangan termasuk dalam ilmu
ketenagakerjaan. kesehatan.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

32. Program higiene perusahaan


pengembangan program penerapan Higiene Perusahaan dapat dilakukan melalui ;
program pengenalan, pengujian dan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja.
Program pemantauan lingkungan kerja
Program pelatihan dan informasi lingkungan kerja
Program penyusunan standar / NAB
Program perekayasaan alat deteksi
Program riset berkaitan dengan kesehatan / kedokteran
Program pembuatan label, tanda peringatan
Program koordinasi dan kerjasama dengan unit / bagian lain di perusahaan dan instansi / profesi
lain yg terkait.
Bunga Rampai, hiperkes & kk, edisi kedua (revisi), undip, th 2005

33. Tujuan kesehatan kerja


1. pencegahan dan pemberantasan penyakit2 dan kecelakaan akibat kerja.
2. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja
3. perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja
4. pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja
5. perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya2
pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tsb
6. perlindungan masyarakat luas dari bahaya2 yg mungkin ditimbulkan oleh produk2
perusahaan.

1. Dermatosis
Gejala dan Tanda
Gejala-gejalanya antara lain batuk-batuk kering, sesak nafas, kelelahan umum, berat badan menurun,
banyak dahak, dan lain-lain. Gambaran rontgen paru-paru menunjukkan kelainan-kelainan dalam
paru-paru baik noduler, ataupun lain-lainnya.
Suma’mur. 1986. “Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja”. Gunung Agung, Jakarta

diagnosis
Cara menegakkan diagnosa untuk penyakit akibat kerja harus pula dipergunakan di sini. Harus ada
riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dan menyebabkan pneumoconiasis, misalnya
pernah atau sedang bekerja di pertambangan, di pabrik keramik, dan lain-lain. Gejala kilnis berbeda-
beda tergañtung dari derajat banyaknya debu yang ditimbun dalam paru-paru. Gejala-gejalanya antara
lain batuk-batuk kering, sesak nafas, kelelahan umum, berat badan menurun, banyak dahak, dan lain-
lain. Gambaran Rongten paru-paru menunjukkan kelainan-kelainan dalam paru-paru baik noduler,
ataupun lain-lainnya. Pemeriksaan tempat kerja harus menunjukkan adanya debu yang diduga
menjadi sebab penyakit pneumokoniasis. Bila pemeriksaan akan diteruskan dengan biopsi paru-paru,
maka paru-paru harus rmenunjukkan kadar zat penyebab yang lebih tinggi daripada kadar yang biasa.
Suma’mur. 1986. “Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja”. Gunung Agung, Jakarta

terapi
Secara umum dapatlah dikatakan bahwa terapi khusus yang kausal pada pneunokoniasis ini tidak ada.
Terapi berupa obat-obatan biasanya hanya untuk maksud simptomatis. Satu-satunya tindakan ialah
memindahkan penderita ke pekerjaan yang kurang atau tidak mengandung debu-debu berbahaya.
Umumnya untuk maksud memindahkan pekerja ini, beberapa faktor harus mendapat perhatian. yaitu
umur penderita, jenis kelamin, dan beratnya penyakit
Suma’mur. 1986. “Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja”. Gunung Agung
Jakarta

pencegahan
Satu-satunya tindakan ialah memindahkan penderita ke pekerjaan yang kurang atau tidak
mengandung debu-debu berbahaya
Suma’mur. 1986. “Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja”. Gunung Agung
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai