Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DI RUANG


RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Oleh :

UMAR SHAFII
NIM. 1730084

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Harga Diri Rendah Kronik

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap
diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan
diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal
diri (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
2. Etiologi
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri
rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
kurang dihargai, tidak diberikan kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan dan pergaualan. Harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih
dari kemampuannya (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), faktor-faktor yang
mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan
faktor presipitasi sebagai berikut:
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan
orangtua, harapan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
kertergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performasi adalah stereotype peran
gender, tuntuan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktivitas yang menurun (Damaiyanti & Iskandar,
2012).
3. Rentang Respon Konsep Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Kerancauan Depersonalisasi
positif rendah Identitas

Gambar 1.1 Rentang Respon Konsep Diri


Sumber: Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refikasi Aditama.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), tanda dan gejala harga diri
rendah kronik adalah sebagai berikut:
a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu.
c. Pandangan hidup yang pesimis.
d. Penurunan produktivitas.
e. Penolakan terhadap kemampuan diri.

III. A. POHON MASALAH

Waham
Perilaku kekerasan
Effect

Isolasi sosial
Core Problem

Harga diri rendah


Koping individu tidak efektif
Causa

Gambar 2.1 Pohon Masalah Harga Diri Rendah Kronik


Sumber : Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refikasi Aditama.
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah, masalah keperawatan yang diangkat
menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), diantaranya:
a. Harga diri rendah kronik
b. Isolasi sosial
c. Koping individu tidak efektif
2. Data Yang Perlu Dikaji
Menurut Yusuf, Fitriyasari & Nihayati (2012), data yang perlu
dikaji pada klien dengan gangguan konsep diri, diantaranya:
a. Faktor predisposisi
1) Citra tubuh
a) Kehilangan / kerusakan bagian tubuh.
b) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh.
c) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan
fungsi tubuh.
d) Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.
2) Harga diri
a) Penolakan
b) Kurang penghargaan
c) Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu
dituruti, terlalu dituntut.
d) Persaingan antara keluarga.
e) Kesalahan dan kegagalan berulang.
f) Tidak mampu mencapai standar.
3) Ideal diri
a) Cita-cita yang terlalu tinggi.
b) Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
c) Ideal diri samar atau tidak jelas.
4) Peran
a) Stereotipe peran seks.
b) Tuntutan peran kerja.
c) Harapan peran kultural.
5) Identitas diri
a) Ketidakpercayaan orang tua.
b) Tekanan dari teman sebaya.
c) Perubahan struktur sosial.
b. Faktor presipitasi
1) Trauma.
2) Ketegangan peran perkembangan.
3) Transisi peran situasi.
4) Transisi peran sehat sakit.
c. Perilaku
1) Citra tubuh
a) Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu.
b) Menolak bercermin.
c) Tidak mau mendiskusikan kerterbatasan atau cacat tubuh.
d) Menolak usaha rehabilitasi.
e) Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat.
f) Menyangkal cacat tubuh.
2) Harga diri rendah
a) Mengkritik diri sendiri/orang lain.
b) Produktivitas menurun.
c) Gangguan hubungan.
d) Merasa diri paling penting.
e) Desktruktif pada orang lain.
f) Merasa tidak mampu.
g) Merasa bersalah dan khawatir.
h) Mudah tersinggung/marah.
i) Perasaan negatif terhadap tubuh.
j) Ketegangan peran.
k) Pesimis menghadapi hidup.
l) Keluhan fisik.
m) Penolakan kemampuan diri.
n) Pandangan hidup bertentangan.
o) Destruktif terhadap diri.
p) Menarik diri secara sosial.
q) Penyalahgunaan zat.
r) Menarik diri realitas.
3) Kerancauan identitas
a) Tidak ada kode moral.
b) Kepribadian yang bertentangan.
c) Hubungan interpersonal yang eksploitatif.
d) Perasaan hampa.
e) Perasaan mengambang tentang diri.
f) Kerancuan gendur.
g) Tingkat ansietas tinggi.
h) Tidak mampu empati terhadap orang lain.
i) Masalah estimasi.
4) Depersonalisasi
Tabel 1.1 Depersonalisasi (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati (2012)
Afektif Perseptual Kognitif Perilaku
 Kehilangan identitas.  Halusinasi  Bingung.  Pasif.
 Perasaan terpisah dari dengar dan lihat.  Disorientasi waktu.  Komunikasi tidak
diri.  Bingung tentang  Gangguan berpikir. sesuai.
 Perasaan tidak seksualitas diri.  Gangguan daya  Kurang
realistis.  Sulit ingat. spontanitas.
 Rasa terisolasi yang membedakan diri  Gangguan penilaian.  Kehilangan
kuat. dari orang lain.  Kepribadian ganda. kendali terhadap
 Kurang rasa  Gangguan citra impuls.
berkesinambungan. tubuh.  Tidak mampu
 Tidak mampu  Dunia seperti memutuskan.
mencari kesenangan. dalam mimpi.  Menarik diri
secara sosial.
d. Mekanisme koping
1) Pertahanan jangka pendek
a) Aktivitas yang dapat memberian pelarian sementara dari krisis, seperti
kerja keras, nonton, dan lain-lain.
b) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, seperti
ikut kegiatan sosial, politik, dan lain-lain.
c) Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan, seperti penyalahgunaan
obat.
2) Pertahanan jangka panjang
a) Penutupan identitas.
Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang penting bagi
individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, dan potensi individu.
b) Identitas negatif.
Asumsi identitas yang tidak wajarr untuk dapat diterima oleh nilai-nilai
harapan masyarakat.
3) Mekanisme pertahan ego
a) Fantasi.
b) Disosiasi.
c) Isolasi.
d) Proyeksi.
e) Displacement.
f) Marah/amuk pada diri sendiri.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Harga Diri Rendah Kronik
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4. Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuannya yang dimiliki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tabel 1.2 Rencana Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik (Damaiyanti & Iskandar, 2012)
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek 1. Mendiskusikan masalah ynag dirasakan
positif yang dimiliki klien. keluarga dalam merawat klien.
2. Membantu klien menilai kemampuan klien 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala harga
yang masih dapat digunakan. diri rendah yang dialami klien beserta proses
3. Membantu klien memilih kegiatan yang terjadinya.
akan dilatih sesuai dengan kemampuan 3. Menjelaskan cara-cara merawat klien harga
klien. diri rendah.
4. Melatih klien sesuai dengan kemampuan
yang dipilih.
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap
keerhasilan klien.
6. Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
2. Melatih kemampuan kedua. merawat klien dengan harga diri rendah.
3. Menganjurkan klien memasukkan kedalam 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
jadwal kegiatan harian. langsung kepada klien harga diri rendah.
SP3K
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Yusuf, Fitriyasari & Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai