net/publication/277074027
CITATIONS READS
8 13,148
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
TIM PKM UNIVERSITAS DHYANA PURA DAMPINGI KOMITE PARIWISATA DESA WISATA BLIMBINGSARI MENUJU DESA WISATA UNGGULAN BALI BARAT View project
THE DEVELOPMENT OF INDIGENOUS ECONOMIC LIFE MODELS AS A STRATEGY IN THE ACHIEVEMENT AND EXPANSION OF NATIONAL ECONOMIC DEVELOPMENT View project
All content following this page was uploaded by Rai Utama I Gusti Bagus on 24 May 2015.
I. Pendahuluan
“In simple terms, agritourism is the crossroads of tourism
and agriculture: when the public visits farms, ranches or
wineries to buy products, enjoy entertainment, participate in
activities, eat a meal or spend the night” (www.farmstop.com)
Dalam istilah sederhana, agritourism didefinisakan
sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana
pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang
anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas,
makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan
atau taman (www.farmstop.com)
1
tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau tumbuhan liar
di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan (Deptan, 2005)
Antara ecotourism dan agritourism berpegang pada prinsif yang sama. Prinsif-
prinsif tersebut, menurut Wood, 2000 (dalam Pitana, 2002) adalah sebagai berikut:
a) Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan
yang dapat merusak daerah tujuan wisata.
b) Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu
pelestarian.
c) Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerjasama
dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk
lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.
d) Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian,
menejemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.
e) Memberi penekanan pada kebutuhan zone pariwisata regional dan penataan serta
pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang
ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.
f) Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan
sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan
serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.
g) Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan
masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan
yang dilindungi.
h) Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui
batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan
para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.
i) Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan
binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya.
“People want an experience that's completely different from their daily lives. They
want an escape from the stress of traffic jams, cell phones, office cubicles and
carpooling! Parents want their children to know how food is grown or that milk
actually comes from a cow (not the supermarket shelf!)” (www.farmstop.com)
2
Pada era ini, manusia di bumi hidupnya dipenuhi dengan kejenuhan, rutinitas
dan segudang kesibukan. Untuk kedepan, prospek pengembangan agrowisata
diperkirakan sangat cerah. Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk
ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau
kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa
koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi
sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata
ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas
dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan
berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat
berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan
pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya
pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan
kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan
dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan (http://database.deptan.go.id)
Selanjutnya agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua
versi/pola, yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut:
Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan
tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan
kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan
apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk
memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik
yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga
nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan
wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika
asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan
dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy
di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa
Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi
pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian.
Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-
kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat
adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan
komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan.
Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal
yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi
3
agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat
disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak
mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat
dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap
dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
4
Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, NTB, Kalimantan
Tengah, dan Kalimantan Barat. Objek agrowisata umumnya masih berupa hamparan
suatu areal usaha pertanian dari perusahaan-perusahaan besar yang dikelola secara
modern/ala Barat dengan orientasi objek keindahan alam dan belum menonjolkan
atraksi keunikan/spesifikasi dari aktivitas lokal masyarakat. Diantara objek
agrowisatawisata tersebut seperti berikut:
Kebun Raya Bogor didirikan 18 Mei 1817 yang semula bernama Islands
Plantentuin te Buitenzorg. Pengelolaannya kini di bawah Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indoneia (LIPI) yang menitikberatkan pada bidang pendidikan dan
penelitian daripada untuk rekreasi. Kebun Raya Bogor dengan luas 87 hektare
berfungsi untuk melestarikan tumbuh-tumbuhan secara ex situ (memindahkan
tanaman dari tempat asalnya ke tempat baru dengan dibuat sesuai dengan tempat
asalnya). Tahun 1995 koleksi Kebun Raya Bogor berjumlah 4.300 jenis tanaman
dari Indonesia, kawasan tropis Asia, Austaralia, Amerika, dan Afrika yang
penataannya dikelompokkan berdasarkan asal, habitat, dan famili tanaman. Selain
itu kebun raya Bogor juga menyedikan pelayanan informasi ilmiah, seperti
adanya paket wisata flora siswa bagi pelajar dan mahasiswa. Kebun Raya Bogor
merupakan pusat Kebun Raya yang membawahi 3 cabang Kebun Raya, yaitu
Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya Eka Karya Bali
(LIPI, 2005)
5
6
d) Taman Buah Mekarsari (TBM), Cileungsi, Jawa Barat.
Taman Buah Mekarsari diresmikan Oktober 1995. Tujuan pembangunan TBM
adalah menciptakan kebun hortikultura dengan teknologi canggih sebagai kebun
percobaan, kebun produksi, dan objek agrowisata. TBM memiliki lahan 264
hektare dengan rancangan pola tanam menyerupai bentuk daun lamtorogung,
yang dianggap sebagai tanaman serba guna dan sebagai pelestari lingkungan
hidup. Di TBM juga disajikan cara bertanam buah untuk masa depan yang dikenal
dengan istilah tabulampot. Kini TBM mengoleksi 41 famili yang terdiri dari 143
jenis tanaman dengan 455 varietas. Koleksi tanaman tersebut mencakup 30
varietas jeruk, 19 varietas rambutan, 16 varietas belimbing, 28 varietas pisang, 44
varietas durian, dan 27 varietas mangga dengan menerapkan dengan sistem
pertanian modern.
e) Oceanarium
Objek agrowisata perikanan yang terdapat di Indonesia adalah Sea World yang
memiliki oceanarium, berlokasi di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Oceanarium ini mulai beroperasi Mei 1994 yang menyajikan kehidupan alam di
bawah laut dan aneka ragam hewan laut seperti hiu, ikan pari, penyu, dan ratusan
jenis ikan yang dapat dilihat melalui terowongan pada kolam raksasa yang terbuat
dari kaca.
7
tempat berlangsungnya aktivitas agribisnis tanaman anggrek baik dalam bentuk
tanaman maupun bunga potong, dan sebagai sarana untuk mempelajari seluk
beluk pemeliharaan anggrek. TAR dibagi menjadi 42 kavling yang dimanfaatkan
untuk budidaya, pembibitan tanaman anggrek dan bunga potong. Disamping itu,
dilengkapi pula dengan kios sarana produksi dan kantor pemasaran. Kavling-
kavling anggrek tersebut dikelola oleh para petani anggrek yang tergabung dalam
koperasi. Jenis-jenis anggrek yang diusahakan oleh para petani antara lain jenis
Dendrobium, Orcidium, Arachnis, Phalaenopsis, serta tanaman hias penunjang
lainnya.
8
III. Dasar Filosofis pengembangan Agrowisata di Dunia
Motivasi agritourism adalah untuk menghasilkan pendapatan
tambahan bagi petani. Bagaimanapun, agritourism juga
merupakan kesempatan untuk mendidik orang
banyak/masyarakat tentang pertanian dan ecosystems. Pemain
Kunci didalam agritourism adalah petani,
pengunjung/wisatawan, dan pemerintah atau institusi. Peran
mereka bersama dengan interaksi mereka adalah penting untuk menuju sukses dalam
pengembangan agritourism.
Keuntungan dari pengembangan agritourism bagi petani local dapat dirinci
sebagai berikut (Lobo dkk, 1999):
1. Agriturism dapat memunculkan peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan
pendapatan dan meningkatkan taraf hidup serta kelangsungan operasi mereka;
2. Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang banyak/masyarakat tentang
pentingnya pertanian dan kontribusinya untuk perekoniman secara luas dan
meningkatkan mutu hidup;
3. Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu
mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa (agritourism)
4. Agritourism dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, dan membantu
perkembangan regional dalam memasarkan usaha dan menciptakan nilai tambah
dan “direct-marking” merangsang kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat
kepada masyarakat di daerah dimana agrotourism dikembangkan.
9
dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini.
Manfaat yang dapat dipeoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam,
melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat
sekitar lokasi wisata (http://database.deptan.go.id)
10
Disamping itu, dapat pula diikutsertakan di dalam penampilan atraksi seni dan
budaya setempat untuk disajikan kepada wisatawan.
Pada hakekatnya pengembangan agrowisata mempunyai tujuan ganda
termasuk promosi produk pertanian Indonesia, meningkatkan volume penjualan,
membantu meningkatkan perolehan devisa, membantu meningkatkan pendapatan
petani nelayan dan masyarakat sekitar, disamping untuk meningkatkan jenis dan
variasi produk pariwisata Indonesia.
Obyek agrowisata harus mencerminkan pola pertanian Indonesia baik
tradisional ataupun modern guna memberikan daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Wisatawan. Di lokasi atau di sekitar lokasi dapat diadakan berbagai jenis atraksi/
kegiatan pariwisata sesuai dengan potensi sumber daya pertanian dan kebudayaan
setempat. Sampai saat ini, berbagai obyek agrowisata yang potensial relatif belum
banyak menarik pengunjung, antara lain karena terbatasnya sarana dan prasarana
yang tersedia serta kurangnya promosi dan pemasaran kepada masyarakat luas baik di
dalam maupun di luar negeri. Untuk itu perlu ditempuh suatu koordinasi promosi
antara pengelola dengan berbagai pihak yang berkecimpung dalam bidang promosi
dan pemasaran obyek-obyek agrowisata, baik instansi pemerintah maupun biro-biro
perjalanan wisata. Hal ini mengingat agrowisata merupakan kegiatan yang tidak
berdiri sendiri karena mempunyai lingkup yang luas dan keterkaitan dengan tugas
serta wewenang berbagai instansi terkait seperti Departemen Pertanian,
Departemen/Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan instansi terkait lainnya,
kalangan usaha serta masyarakat pada umumnya.
Di dalam melakukan pemasarannya perlu dilakukan pendekatan dengan
berbagai pihak yang terkait secara terkoordinasi, mulai dari tingkat perencanaan,
pengembangan, pengelolaan, pemasaran sampai dengan pengawasan dan
pengendalian. Ditingkat perumusan kebijaksanaan dan pengendalian perlu
ditingkatkan peranan panitia kerja agro pusat dan daerah sehingga pelaksanaannya
sejalan dengan kebijaksanaan pengembangan sector pertanian dan pariwisata, baik
dari aspek lokasi, kawasan kegiatan, maupun penyediaan sarana dan prasarana.
11
menyetujui suatu metode pengukuran dampak ekonomi pariwisata yang disebut
Tourism Satellite Account (TSA). TSA ini merupakan satu-satunya satellite account
yang telah disetujui oleh PBB dari berbagai sektor ekonomi lainnya. Indonesia
melalui Badan Puisat Statistik dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mulai
menerapkan dan mengembangkan TSA pada tahun 2001 yang dikenal dengan istilah
Neraca Satelit Pariwisata Nasional (NESPARNAS), dengan hasil secara garis besar
diuraikan sebagai berikut.
Bagi Indonesia perkembangan pariwisata tersebut terindikasi dari peningkatan
jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata-rata hari kunjungan 9.18
hari/ orang) di tahun 1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari
kunjungan 12.26/orang pada tahun 2000. Besarnya devisa yang diperoleh sector
pariwisata pada tahun 2000 sebesar 5.75 milyar US$.
Pada tahun 2000 sektor pariwisata memberikan kontribusi sebsesar Rp. 238,6
triliun atau 9, 27% terhadap produk nasional dan kontribusi pariwisata mencapai
9,38% (Rp. 128,31 triliun) dari total PDB Indonesia sebesar Rp. 1.368 triliun (BPS
2001). Hal menarik yang patut dikemukakan adalah bahwa pencapaian sebesar itu
siperoleh melalui peranan investasi kepariwisataan yang hanya mencapai 5,24% dari
total investasi nasional. Sementara itu peranan dalan penyediaan lapangan kerja
mencapai 7, 36 juta orang atau 8,11 % dari total lapangan kerja nasional sebesar 89,8
juta orang. Demikian juga dapat diungkapkan bahwa penyediaan upah dan gaji dari
sector pariwisata mencapai Rp. 40,09 triliun, 9,87% dari penyediaan upah secara
nasional sebesar Rp.406 triliun. Selain itu kontribusi pajak tak langsung mencapai
8,29 % dari total pajak tak langsung sebesar Rp. 61 triliun
12
Tabel. 1
Jumlah Kunjungan Wisatawan Internasional di Seluruh Dunia
Periode (1999-2001)
13
a) Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia mulai dari pengelola sampai kepada masyarakat
berperan penting dalam keberhasilan pengembangan Agrowisata. Kemampuan
pengelola Agrowisata dalam menetapkan target sasaran dan menyediakan,
mengemas, menyajikan paket-paket wisata serta promosi yang terus menerus
sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat menentukan keberhasilan dalam
mendatangkan wisatawan. Dalam hal ini keberadaan/peran pemandu wisata
dinilai sangat penting. Kemampuan pemandu wisata yang memiliki pengetahuan
ilmu dan keterampilan menjual produk wisata sangat menentukan. Pengetahuan
pemandu wisata seringkali tidak hanya terbatas kepada produk dari objek wisata
yang dijual tetapi juga pengetahuan umum terutama hal-hal yang lebih mendalam
berkaitan dengan produk wisata tersebut.
Ketersediaan dan upaya penyiapan tenaga pemandu Agrowisata saat ini dinilai
masih terbatas. Pada jenjang pendidikan formal seperti pendidikan pariwisata,
mata ajaran Agrowisata dinilai belum memadai sesuai dengan potensi Agrowisata
di Indonesia. Sebaliknya pada pendidikan pertanian, mata ajaran kepariwisataan
juga praktis belum diajarkan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut pemandu
Agrowisata dapat dibina dari pensiunan dan atau tenaga yang masih produktif
dengan latar belakang pendidikan pertanian atau pariwisata dengan tambahan
kursus singkat pada bidang yang belum dikuasainya.
b) Promosi
Kegiatan promosi merupakan kunci dalam mendorong kegiatan
Agrowisata. Informasi dan pesan promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara,
seperti melalui leaflet, booklet, pameran, cinderamata, mass media (dalam bentuk
iklan atau media audiovisual), serta penyediaan informasi pada tempat public
(hotel, restoran, bandara dan lainnya). Dalam kaitan ini kerjasama antara objek
Agrowisata dengan Biro Perjalanan, Perhotelan, dan Jasa Angkutan sangat
berperan. Salah satu metoda promosi yang dinilai efektif dalam mempromosikan
objek Agrowisata adalah metoda "tasting", yaitu memberi kesempatan kepada
calon konsumen/wisatawan untuk datang dan menentukan pilihan konsumsi dan
menikmati produk tanpa pengawasan berlebihan sehingga wisatawan merasa
betah. Kesan yang dialami promosi ini akan menciptakan promosi tahap kedua
dan berantai dengan sendirinya.
14
sekitar sangat menentukan minat wisatawan untuk berkunjung. Sebaik apapun
objek wisata yang ditawarkan namun apabila berada di tengah masyarakat tidak
menerima kehadirannya akan menyulitkan dalam pemasaran objek wisata. Antara
usaha Agrowisata dengan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan terdapat
hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Usaha Agrowisata
berkelanjutan membutuhkan terbinanya sumberdaya alam dan lingkungan yang
lestari, sebaliknya dari usaha bisnis yang dihasilkannya dapat diciptakan
sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari.
Usaha Agrowisata bersifat jangka panjang dan hampir tidak mungkin
sebagai usaha jangka pendek, untuk itu segala usaha perlu dilakukan dalam
perspektif jangka panjang. Sekali konsumen/wisatawan mendapatkan kesan
buruknya kondisi sumberdaya wisata dan lingkungan, dapat berdampak jangka
panjang untuk mengembalikannya. Dapat dikemukakan bahwa Agrowisata
merupakan usaha agribisnis yang membutuhkan keharmonisan semua aspek.
e) Kelembagaan
Pengembangan Agrowisata memerlukan dukungan semua pihak pemerintah,
swasta terutama pengusaha Agrowisata, lembaga yang terkait seperti perjalanan
wisata, perhotelan dan lainnya, perguruan tinggi serta masyarakat. Pemerintah
bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya Agrowisata dalam
bentuk kemudahan perijinan dan lainnya. Intervensi pemerintah terbatas kepada
pengaturan agar tidak terjadi iklim usaha yang saling mematikan. Untuk itu
kerjasama baik antara pengusaha objek Agrowisata, maupun antara objek
Agrowisata dengan lembaga pendukung (perjalanan wisata, perhotelan dan
lainnya) sangat penting. Terobosan kegiatan bersama dalam rangka lebih
mengembangkan usaha agro diperlukan.
15
Kealamaiahan atraksi agrowisata, juga akan sangat menentukan keberlanjutan
dari agrowisata yang dikembangkan. Jika objek wisata tersebut telah tercemar
atau penuh dengan kepalsuan, pastilah wisatawan akan merasa sangat tertipu dan
tidak mungkin berkunjung kembali.
c) Keunikan
Keunikan dalam hal ini adalah sesuatu yang benar-benar berbeda dengan objek
wisata yang ada. Keunikan dapat saja berupa budaya, tradisi, dan teknologi lokal
dimana objek wisata tersebut dikembangkan.
d) Pelibatan Tenaga Kerja
Pengembangan Agrowisata diharapkan dapat melibatkan tenaga kerja setempat,
setidak-tidaknya meminimalkan tergusurnya masyarakat lokal akibat
pengembangan objek wisata tersebut.
e) Optimalisasi Penggunaan Lahan
Lahan-lahan pertanian atau perkebunan diharapkan dapat dimanfaatkan secara
optimal, jika objek agrowisata ini dapat berfungsi dengan baik. Tidak ditemukan
lagi lahan tidur, namun pengembangan agrowisata ini berdampak positif terhadap
pengelolaan lahan, jangan juga dieksploitasi dengan semena-mena.
f) Keadilan dan Pertimbangan Pemerataan
Pengembangan Agrowisata diharapkan dapat menggerakkan perekonomian
masyarakat secara keseluruhan, baik masyarakat petani/desa, penanam
modal/investor, regulator. Dengan melakukan koordinasi didalam pengembangan
secara detail dari input-input yang ada.
g) Penataan Kawasan
Agrowisata pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan
sistem pertanian dan sistem pariwisata sehingga membentuk objek wisata yang
menarik.
a) Attractions
Dalam konteks pengembangan agrowisata, atraksi yang dimaksud adalah,
hamparan kebun/lahan pertanian, keindahan alam, keindahan taman, budaya
petani tersebut serta segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas pertanian
tersebut.
b) Facilities
Fasilitas yang diperlukan mungkin penambahan sarana umum, telekomunikasi,
hotel dan restoran pada sentra-sentra pasar.
c) Infrastructure
Infrastruktur yang dimaksud dalam bentuk Sistem pengairan, Jaringan
komunikasi, fasilitas kesehatan, terminal pengangkutan, sumber listrik dan energi,
system pembuangan kotoran/pembungan air, jalan raya dan system keamanan.
16
d) Transportation
Transportasi umum, Bis-Terminal, system keamanan penumpang, system
Informasi perjalanan, tenaga Kerja, kepastian tariff, peta kota/objek wisata.
e) Hospitality
Keramah-tamahan masyarakat akan menjadi cerminan keberhasilan sebuah
system pariwisata yang baik.
17
wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari
pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu
diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian
lingkungannya. Karena agrowisata termasuk ke dalam wisata ekologi (eco-
tourism), yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari
alam dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan
atau tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan. Oleh
karena itu, pengelolaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Pengaturan dasar alaminya, yang meliputi kultur atau sejarah yang menarik,
keunikan sumber daya biofisik alaminya, konservasi sumber daya alam
ataupun kultur budaya masyarakat.
b) Nilai pendidikan, yaitu interpretasi yang baik untuk program pendidikan dari
areal, termasuk lingkungan alaminya dan upaya konservasinya.
c) Partisipasi masyarakat dan pemanfaatannya. Masyarakat hendaknya
melindungi/menjaga fasilitas atraksi yang digemari wisatawan, serta dapat
berpartisipasi sebagai pemandu serta penyedia akomodasi dan makanan.
d) Dorongan meningkatkan upaya konservasi. Wisata ekologi biasanya tanggap
dan berperan aktif dalam upaya melindungi area, seperti mengidentifikasi
burung dan satwa liar, memperbaiki lingkungan, serta memberikan
penghargaan/falitas kepada pihak yang membantu melingdungi lingkungan.
18
kunjungan wisatawan, mereka dapat memperoleh kesempatan berusaha dengan
menyediakan jasa dan menjual produk yang dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan.
• Atraksi wisata pertanian juga dapat menarik pihak lain untuk belajar atau magang
dalam pelaksanaan kegiatan budi daya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga
dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi
kepada pihak lain. Hal seperti ini telah dilakukan oleh petani di Desa Cinagara,
Sukabumi dengan "Karya Nyata Training Centre". Pada kegiatan magang ini,
seluruh petani dilibatkan secara langsung, baik petani ikan, padi sawah,
hortikultura, peternakan, maupun perkebunan (http://database.deptan.go.id)
19
4. peningkatan Sumber daya manusia: Jika sumberdaya manusia tidak cakap, maka
ada potensi dalam waktu panjang SDM yang ada akan tergusur oleh SDM global
yang lebih potensi dan kompeten, disinilah diperlukan pengembangan SDM
secara terus menerus.
5. pemberantasan kemiskinan: Program-program yang ditawarkan oleh pemerintah
sebaiknya tidak hanya memberikan kemudahan bagi kapitalis tetapi juga
sebaiknya memperhatikan masyarakat petani yang sebagian besar tergolong
miskin bahkan melarat.
Untuk menilai dampak potensial kegiatan pariwisata, Gree dan Hunter, 1993
(dalam Aryanto, 2003) meneliti tentang dampak negatif pada lingkungan budaya
yang dibagi dalam 6 komponen lingkungan yang akan rusak/berubah, yaitu : (1) nilai
dan kepercayaan, (2) moral, (3) perilaku, (4) seni dan kerajinan, (5) hukum dan
ketertiban, dan (6) sejarah. Hartanto (1997), menambahkan daftar dampak negatif
lainnya yang akan terjadi pada Lingkungan Binaan dan Lingkungan Alam, yaitu
pada: (1) flora dan fauna, (2) polusi, (3) erosi, (4) sumber daya alam, (5)
pemandangan.
20
wisatawan tersebut di atas, pertumbuhan dari ekowisata (termasuk agrowisata)
berkisar antara 10-30%.
21
2. Tanaman pangan dan Hortikultura
Daya tarik tanaman pangan dan hortikultura sebagai objek agrowisata antara lain
kebun bunga-bungaan, kebunbuah-buahan, kebun sayur-sayuran, kebun tanaman
obat-obatan/ jamu.
3. Peternakan
Potensi peternakan sebagai sumber daya wisata antara lain cara tradisional dalam
pemeliharaan ternak, aspek kekhasan/ keunikan pengelolaan, produksi ternak,
atraksi peternakan dan peternakan khusus seperti bekisar dan burung puyuh.
4. Perikanan
Sebagai negara kepulauan yang sebagian besar terdiri dari perairan dengan
potensi sumber daya ikan yang jenis maupun jumlahnya cukup besar, kegiatan
perikanan di Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan
sebagai obyek agrowisata. Secara garis besar kegiatan perikanan dibagi menjadi
kegiatan penangkapan dan kegiatan budidaya, dan kegiatan tersebut merupakan
potensi yang dapat dikembangkan menjadi obyek agrowisata seperti budidaya
ikan air tawar, budidaya Air Payau (tambak), budidaya laut (kerang, rumput laut,
kakap merah, dan mutiara)
Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca
negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Konsumsi jasa dalam bentuk
komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia
telah menjadi salah satu kebutuhan sebagal akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi
dan kesejahteraannya.
Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis.
Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati objek-objek spesifik
seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara
tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan
peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan signal tingginya permintaan
akan Agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-
produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang
mempunyai daya tarik spesifik.
Hamparan areal pertanaman yang luas seperti pada areal perkebunan, dan
hortikultura disamping menyajikan pemandangan dan udara yang segar, juga
merupakan media pendidikan bagi masyarakat dalam dimensi yang sangat luas, mulai
dari pendidikan tentanig kegiatan usaha dibidang masing-masing sampai kepada
pendidikan tentang keharmonisan dan kelestarian alam.
Objek Agrowisata tidak hanya terbatas kepada objek dengan skala hamparan
yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang
karena keunikannya dapat menjadi objek wisata yang menarik. Cara-cara bertanam
tebu, acara panen tebu, pembuatan gula pasir tebu, serta cara cara penciptaan varietas
baru tebu merupakan salah satu contoh objek yang kaya dengan muatan pendidikan.
Cara pembuatan gula merah kelapa juga merupakan salah satu contoh lain dari
kegiatan yang dapat dijual kepada wisatawan yang disamping mengandung muatan
22
kultural dan pendidikan juga dapat menjadi media promosi, karena dipastikan
pengunjung akan tertarik untuk membeli gula merah yang dihasilkan pengrajin.
Dengan datangnya masyarakat mendatangi objek wisata juga terbuka peluang pasar
tidak hanya bagi produk dan objek Agrowisata yang bersangkutan, namun pasar dan
segala kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian melalui Agrowisata bukan semata merupakan usaha / bisnis
dibidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan konsumen akan pemandangan yang
indah dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi
produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberikan signal bagi
peluang pengembangan diversifikasi produk agribisnis dan berarti pula dapat menjadi
kawasan pertumbuhan baru wilayah. Dengan demikian maka Agrowisata dapat
menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru deerah, sektor pertanian dan ekonomi
nasional.
Potensi Agrowisata yang sangat tinggi ini belum sepenuhnya dikembangkan
dan dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu, perlu dirumuskan langkah-langkah
kebijakan yang konkrit dan operasional guna tercapainya kemantapan pengelolaan
Objek Agrowisata di era globalisasi dan otonomi daerah. Sesuai dengan keunikan
kekayaan spesifik lokasi yang dimiliki, setiap daerah dan setiap objek wisata dapat
menentukan sasaran dan bidang garapan pasar yang dapat dituju. Dalam
pengembangan Agrowisata dibutuhkan kerjasama sinergis diantara pelaku yang
teribat dalam pengelolaan Agrowisata, yaitu masyarakat, swasta dan pemerintah.
Brahmantyo, dkk (2001) telah melakukan penelitian tentang potensi dan
peluang dalam pengembangan pariwisata Gunung Salak Endah, menemukan
beberapa potensi alam dapat dimanfaatkan sebagai atraksi objek wisata. Potensi
tersebut adalah, Air Terjun Curug Ciumpet, areal perkemahan, lahan pertanian
sebagai objek agrowisata, kolam air deras, arena pancing (perikanan darat),
peternakan lebah, peternakan kuda, wisata perhutanan dan perkebunan, dan wisata
industri pengolahan hasil tanaman kopi.
Bali itu merupakan daerah yang kaya akan alamnya dan indah bila dipandang
secara kasat mata. Nuansa dan panorama indahnya alam Bali itu, mungkin akan
semakin menyentak pemandangan anda bila anda bebepergian ke wilayah Tabanan
yang terkenal dengan bentangan sawah yang berterasering atau ke kawasan Swiss-
nya Bali, Bedugul, atau terus ke Utara di Singaraja menyaksikan hamparan
pepohonan cengkeh milik petani- petani dengan diselingi nyiur dan tetumbuhan kopi
Robusta dan Arabica (Moruk, 2005)
Bila Wisatawan menyisir perjalanan dari Gianyar dengan Tampak Siringnya,
terus ke utara di Bangli yang terkenal dengan bukit Kintamani-nya. Di sana pasti
disuguhkan sebuah potret alam asri dan asli dengan gunung dan danau Batur-nya
yang sangat menawan. Wisatawan dapat berpetualang menyaksikan kawasan hutan
Salak Gula Pasir yang terhampar di wilayah Kabupaten Karangasem di Bali Timur.
23
Itulah sentra-sentra yang ngetrend menjadi objek terhandal bagi para wisatawan
pencinta agrowisata. Agrowisata sebenarnya merupakan lahan atau produk terbaru
dalam sektor kepariwisataan Indonesia guna memenuhi keperluan wisatawan yang
mencintai keindahan alam pertanian, perdesaan, informasi dan teknologi, barang dan
jasa yang terbuat dari produk pertanian. Dengan demikian, sangat jelas bahwa
agrowisata itu ditunjang penuh oleh eksotiknya keindahan alam, kesuburan tanah,
kesejahteraan petani, kebersihan lingkungan sekitar. Makin indah alamnya, subur
tanahnya, sejahtera petaninya dengan keberhasilan menerapkan pembangunan
pertanian, justru semakin menjadikan suatu kawasan atau daerah sebagai obyek
agrowisata yang handal dan berkualitas (Moruk, 2005)
Sudibya (2002) mengindentifikasikan, ecotourism potensial dikembangkan
di Bali. Kabupaten Jembrana potensial untuk pengembangan berbagai jenis wisata
alam dengan memanfaatkan kawasan Taman Nasional Bali Barat, camping dan
trekking dikombinasikan dengan snorkeling di Pulau Menjangan. Kabupaten
Buleleng potensial untuk pengembangan berbagai agrowisata mengingat daerah ini
memiliki kawasan pertanian yang luas. Berbagai tanaman industri seperti jeruk
keprok, tembakau, anggur dan holtikultura bisa dibudidayakan di kabupaten ini. Di
Kabupaten Tabanan dapat diintensifkan pengembangan holtikultura dan kebun bunga
untuk keperluan hotel dan restoran serta masyarakat umum. Kebun Raya Eka Karya
Bali juga dapat ditingkatkan pemanfaatannya, baik untuk atraksi wisata maupun
untuk penelitian dan pendidikan.
Kabupaten Bangli potensial untuk pengembangan peternakan sapi, terutama
penggemukan (fattening) dan unggas untuk pasokan daging ke hotel dan restoran.
Danau Batur dikembangkan sebagai tempat perikanan air tawar, baik untuk
keperluan industri pariwisata maupun konsummsi lokal. Pulau Nusa Penida potensial
untuk pengembangan penggemukan sapi untuk menghasilkan daging yang
berkualitas. Pada prinsfnya, alam Bali memiliki potensi yang begitu besar untuk
dikembangkan menjadi ecotourism.
Lebih lanjut Sudibya (2002) menjelaskan, saat ini di Bali sudah ada atraksi
wisata yang erat hubungannya dengan prinsip ecotourism, seperti misalnya, arung
jeram (whitewater rafting), cruising/sailing, taman burung, taman gajah, taman reptil,
taman kupu-kupu, taman anggrek, dan wisata berkuda (horse riding).
Dalam rangka mempercepat penyeimbangan dan keselarasan pembangunan
antar wilayah/kawasan Badung Utara dan Badung Selatan telah diupayakan penataan
kawasan pertanian khususnya perkebunan yang sangat potensial di wilayah Badung
Utara menjadi suatu kawasan agrowisata yang akhirnya dapat menjadi pembangunan
industri dan agrobisnis. Untuk mewujudkan hal itu telah pula dilakukan kerja sama
dengan beberapa BUMN seperti BTDC untuk mengembangkan tanaman hias dan
bunga di wilayah Badung Utara. Sementara untuk merangsang pembangunan sektor
pertanian telah diberikan berbagai stimulan baik berupa benih, subsidi pupuk,
pemberdayaan lembaga pangan, dan pemberdayaan kelompok wanita tani. Yang lebih
mendidik lagi dengan adanya kebijakan Pemerintah Daerah untuk
24
membebaskan/memberi subsidi pajak terhadap PKD, pelaba pura dan tanah
masyarakat yang terkena jalur hijau. (Bisnis Bali Online:2003)
Beberapa kawasan yang telah berkembang dan memiliki potensi untuk
dikembangkan menjadi kawasan agrowisata di Bali (Bapeda Bali, 1995) adalah
sebagai berikut:
a) Kawasan Pertanian Hortikultural di Baturiti Tabanan dan Pancasari Buleleng
b) Kawasan Perkebunan Rakyat Salak Bali di Sibetan Karangasem
c) Kawasan Terasering Sawah Jatiluwih Tabanan
d) Kawasan Perkebunan Kopi di Pupuan Tabanan
e) Kawasan Petang Badung
f) Kawasan Kintamani Bangli
g) Kawasan Peternakan Ayam di Tiingan, Tegak, dan Pempatan
h) Kawasan Peternakan Sapi Putih di Taro Gianyar
i) Kawasan Perkebunan Anggur di Seririt dan Grokgak Buleleng, dan
j) Beberapa Kawasan Perkebunan Milik PD Prov Bali yang berada di Jembrana.
25
X. Posisi Agrowisata dikaitkan dengan Pariwisata
Budaya yang dikembangkan di Bali.
Fenomena pariwisata pada hakikatnya adalah
kebutuhan naluriah manusia untuk mengetahui, mencari,
mempelajari, menemukenali, mengalami, menikmati sesuatu
yang tidak ada di tempat tinggalnya, baik yang
bersifat alami maupun budaya. Oleh karena itu, pemanfaatan
sumber daya alam dan budaya beserta sarana dan prasarana pendukung yang
diperlukan harus dilaksanakan dengan prinsip membangun sekaligus melestarikan.
Kepariwisataan menempatkan kebihnekaan sebagai sesuatu yang hakiki, yang
harus ada, dan melalui kebhinekaan tersebut dapat ditumbuhkan pengertian dan saling
menghargai di antara sesama manusia, sesama masyarakat, dan sesama bangsa yang
selanjutnya membentuk kesadaran bahwa manusia sesungguhnya berderajat sama.
Kepariwisataan tidak mepersoalkan perbedaan agama, perbedaan ras, dan perbedaan
suku bangsa. Dalam pada itu, kepariwisataan mempunyai hubungan interpedensi
dengan pembangunan nasional, dalam arti pembangunan pariwisata dapat
mengakselerasikan pembangunan nasional, sebaliknya dinamika pembangunan
nasional akan mempengaruhi pula perkembangan pariwisata. Selain itu, kompleksitas
kegiatan pariwisata dan sifat pengembangannya yang tidak dapat berdiri sendiri,
terkait dengan berbagai sector pembangunan yang mencakup hampir seluruh
spectrum pekerjaan, sehingga diperlukan komitmen yang konsisten.
Berdasarkan penalaran di atas, hakikat Pembangunan Kepariwisataan
Nasional adalah pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. Pembangunan
Kepariwisataan Nasional dilaksanakan oleh seluruh masyarakat setempat sehingga
dapat dirasakan sebagai perbaikan taraf hidup yang berkeadilan sosial. Pembangunan
Kepariwisataan Nasional dikembangkan melalui pendekatan kesisteman yang utuh
dan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berencana, bertahap, dan berlanjut;
dilakukan oleh dan untuk rakyat dengan menggunakan bahan dan kreativitas dari
rakyat; mencakup segenap aspek kehidupan berbangsa yang meliputi geografi,
kekayaan alam, kependudukan, ideology, politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan; serta senantiasa mengarah kepada semakin kukuhnya
persatuan dan kesatuan bangsa disamping semakin tingginya tingkat keamanan dan
kesejahteraannya. Kesemuanya itu adalah system pariwisata pada tataran makro.
Adanya kegiatan pariwisata memberikan penghasilan bukan saja kepada
mereka yang langsung terlibat, melainkan juga kepada yang lainnya melalui dampak
berganda melalui dampak berganda “multiflier efect” yang terjadi baik bersifat fisik
maupun non fisik. Akan tetapi, demi kelanjutan dan perkembangannya, kegiatan
pariwisata juga menuntut adanya jaminan keamanan dan ketertiban yang memberikan
perlindungan, keteraturan, kepastian dan ketenangan. Dengan demikian,
pembangunan Kepariwisataan Nasional akan menggugah kesadaran seluruh bangsa
26
Indonesia untuk mengembangkan kemampuan dan aktifitasnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan keamanan atau memperkuat daya tangkal bangsa.
Tri Hita Karana adalah filosofi dalam pemahaman umat Hindu di Bali
berkaitan dengan kepercayaan bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah
ciptaan Tuhan sekaligus menjadi karunia Tuhan kepada umat manusia untuk
memanfaatkannya guna kelangsungan hidup mereka. Tuntunan sastra agama Hindu
mengajarkan agar alam semesta senantiasa dijaga kelestarian dan
keharmonisannya.Tri Hita Karana merupakan bentuk perangkat tiga jalan menuju
kesempurnaan hidup, yaitu: (1) hubungan manusia dengan Tuhan sebagai "atma –
jiwa" dituangkan dalam bentuk ajaran agama yang menata pola komunikasi spiritual
lewat berbagai upacara persembahan kepada Tuhan. (2) hubungan manusia dengan
alam lingkungannya sebagai "angga – badan" tergambar jelas pada tatanan wilayah
hunian dan wilayah pendukungnya (pertanian) yang dalam satu wilayah Desa Adat
disebut "Desa Pekraman". (3) hubungan manusia dengan sesamanya sebagai "khaya –
tenaga" yang dalam satu wilayah Desa Adat disebut "Krama Desa" atau warga
masyarakat adalah tenaga penggerak untuk memadukan "atma" dan "angga".
Bukti sejarah Bali yang panjang dalam menata dan menjaga lingkungan hidup
yang dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana (keselarasan hubungan antara manusia-
alam dan Tuhan), memberikan keyakinan yang kokoh pada masyarakat Bali dalam
menyikapi kehidupan secara turun temurun.
Falsafah yang menyangkut hubungan antara manusia dan alam sangat dikenal
dengan falsafah segara-gunung, merupakan satu gambaran siklus kehidupan yang
harus dijaga. Bagaimana gunung dan hutan harus dijaga, karena gunung memberikan
air dan hutannya merupakan sistem reservoir alami yang mengatur suply sumber-
sumber air dibagian lerengnya. Lereng gunung yang merupakan daerah subur diolah
menjadi persawahan terrasering dengan pengaturan sistem tata air yang dinamakan
Subak diatur menjadi hukum adat yang harus dipatuhi oleh para petani dan para
petani sangat membutuhkan sistem pengairan tersebut. Sistem subak ini telah berjalan
berabad-abad dan menjadi bagian penting dalam siklus kehidupan masyarakat Bali.
Kesadaran terhadap pentingnya harmonisasi antara upaya manusia dalam
mengolah alam dan hukum alam yang merupakan sebab akibat yang bersifat tetap
telah tertanam dalam tradisi masyarakat Bali. Meski Bali merupakan sebuah pulau
yang memadai dalam unsur-unsur ekologisnya, termasuk memiliki sistem tata air
tersendiri, artinya pengembangan agrowisata sangat relevan dengan konsep Tri Hita
Karana yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Bali.
Pembangunan prasarana pariwisata biasanya merangsang investasi lebih jauh,
yang membutuhkan ruang wilayah yang lebih luas serta mengubah lingkungan
alaminya. Daerah pengembangan wisata di Bali, yang umumnya terdapat di wilayah
pesisir, secara umum menimbulkan dampak lingkungan, seperti pengurugan
hamparan terumbu karang dan menyebabkan timbulnya sedimentasi di dasar laut. Hal
itu menimbulkan dampak yang bersifat sentrifugal (meluas ke arah luar), karena
kemudian dibutuhkan sarana dan prasarana jalan yang lebih baik untuk mencapainya.
27
Perubahan lingkungan tak dapat dihindari juga memberikan dampak pada
kondisi sosial dan budaya dari masyarakatnya. Wilayah yang terdesak dengan
pedayagunaan sumberdaya alam tak dapat dicegah jika perencanaan dan
pembangunan infrastruktur pariwisata tidak pada tempatnya. Ruang dan sumberdaya
alam adalah rantai yang menghubungkan aspek sosial budaya dengan lingkungannya.
Sikap dasar tradisi yang lebih bertumpu pada keselarasan hidup kesadarannya
lebih merupakan ikatan terhadap ruang yang terkesan statis. Akibat perubahan
lingkungan, pengaruh besar main stream modernisme yang mendunia juga
mempengaruhi Bali, secara umum terkesan berseberangan dengan nilai-nilai tradisi
dan pertemuan keduanya sering menimbulkan benturan-benturan negatif.
Masyarakat modern yang kesadarannya lebih diikat oleh waktu, telah
melahirkan pola hidup yang didasari pada pertimbangan efisiensi, efektifitas,
sistematis dan terukur secara ekonomis, mau tidak mau akan mempengaruhi secara
kuat pola hidup manusia dimasa mendatang. Namun pada kondisi saat ini khususnya
yang berada dalam proses transisi yang sebagian besar berada dinegara yang sedang
berkembang, filsafat modern hanya diterima kulit luarnya saja dan hanya menyentuh
gaya hidup. Pada kondisi tradisional semacam ini, banyak tingkah laku sosial yang
membuka peluang buruk terhadap lingkungan hidup.
28
a) Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang
belum tercemar
b) Masyarakat; ekowisata bermanfaat ekologi, social dan ekonomi pada
masyarakat.
c) Pendidikan dan Pengalaman; Ekotourism harus dapat meningkatkan
pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman
yang dimiliki
d) Berkelanjutan; Ekotourism dapat memberikan sumbangan positip bagi
keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
e) Manajemen; ekotourism harus dikelola secara baik dan menjamin
sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.
Karena Agrowisata menganut falsafah dari Ekowisata, maka sangat beralasan,
agrowisata dikatakan jalan terbaik untuk mewujudkan pariwisata yang berkualitas.
29
kehidupannya. Cernea, 1991 (dalam Lindberg and Hawkins, 1995) mengemukakan
bahwa partisipasi local memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan
pembangunan dimana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada
masyarakat sebagai pemeran social dan bukan subjek pasif untuk mengelola
sumberdaya membuat keputusan dan melakukan control terhadap kegiatan –
kegiatan yang mempengaruh kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka. Adanya
kegiatan agrowisata haruslah menjamin kelestarian lingkungannya terutama yang
terkait dengan sumberdaya hayati renewable maupun non renewable sehingga dapat
menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.
Agrowisata memungkinkan terhadap kegiatan pariwisata secara langsung
memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati
pengalaman intelektual dan budaya masyarakat lokal, dan ini yang akan menjadi
ancaman berupa pengambilan secara ilegal pengetahuan tentang sumber daya lokal.
Oleh karenanya, perlu upaya perlindungan melalui pemberdayaan masyarakat dalam
hal antara lain hak untuk menolak atas pengembangan pariwisata di daerahnya yang
tidak berkelanjutan; hak akses atas informasi baik negatif maupun positif; dan akses
serta berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.
Untuk mengantisipasi dampak negatif pariwisata, perlu pendekatan daya
dukung dalam pengelolaan pariwisata sesuai dengan batas-batas yang dapat diterima.
Daya dukung pariwisata dipengaruhi faktor motivasi wisatawan dan faktor
lingkungan biofisik lokasi pariwisata. Perspektif daya dukung pariwisata tidak hanya
terbatas pada jumlah kunjungan, namun juga meliputi aspek-aspek lainnya seperti
kapasitas ekologi (kemampuan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan), kapasitas fisik (kemampuan sarana dan prasarana untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan), kapasitas sosial (kemampuan daerah tujuan untuk menyerap
pariwisata tanpa menimbulkan dampak negatif pada masyarakat lokal), dan kapasitas
ekonomi (kemampuan daerah tujuan untuk menyerap usaha-usaha komersial namun
tetap mewadahi kepentingan ekonomi lokal).
Dari sisi kebutuhan pariwisata, pendidikan dan pelatihan harus dilakukan
untuk melakukan alih teknologi, menghadapi persaingan demi terwujudnya prinsip
pariwisata berkelanjutan. Keberhasilan pariwisata berkelanjutan sangat ditentukan
tingkat pendidikan masyarakat lokal. Oleh karenanya peningkatan akses dan mutu
pendidikan bagi masyarakat lokal menjadi sasaran dan tujuan yang sangat utama.
(Ardiwidjaja: 2003)
Promosi merupakan kesatuan kegiatan yang meliputi: memperkenalkan,
menyosialisasikan, dan mengampanyekan. Produk diperkenalkan; peraturan
disosialisasikan; prinsip-prinsip keberlanjutan dan nilai-nilai lokal dikampanyekan.
Promosi pariwisata berkelanjutan bertujuan meningkatkan kesadaran stakeholder.
Menguatkan informasi tentang pariwisata berkelanjutan dapat meningkatkan
kesadaran atas seluruh rangkaian kegiatan pariwisata serta dampaknya terhadap
lingkungan alam serta budaya. Instrumen yang dapat digunakan antara lain melalui
penerapan peraturan serta sanksi-sanksi, promosi melalui media, pemantauan dan
30
menyusun kode etik, serta penyebaran informasi, penelitian serta pendidikan dan
pelatihan. (Ardiwidjaja: 2003)
Secara garis besar, indikator yang dapat dijabarkan dari karakteristik
berkelanjutan antara lain adalah lingkungan. Artinya industri pariwisata harus peka
terhadap kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran limbah, sampah yang
bertumpuk, dan kerusakan pemandangan yang diakibatkan pembalakan hutan,
gedung yang letak dan arsitekturnya tidak sesuai, serta sikap penduduk yang tidak
ramah. Dengan kata lain aspek lingkungan lebih menekankan pada kelestarian
ekosistem dan biodiversitas, pengelolaan limbah, penggunaan lahan, konservasi
sumber daya air, proteksi atmosfer, dan minimalisasi kebisingan dan gangguan visual.
Selain lingkungan, sosial budaya pun menjadi aspek yang penting
diperhatikan. Interaksi dan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi menyebabkan
persentuhan antarbudaya yang juga semakin intensif. Pariwisata merupakan salah
satu kegiatan yang memberi kontribusi persentuhan budaya dan antaretnik serta
antarbangsa. Oleh karenanya penekanan dalam sosial budaya lebih kepada ketahanan
budaya, integrasi sosial, kepuasan penduduk lokal, keamanan dan keselamatan,
kesehatan publik. Aspek terakhir adalah ekonomi. Penekanan aspek ekonomi lebih
kepada Pemerataan Usaha dan Kesempatan Kerja, Keberlanjutan Usaha, Persaingan
Usaha, Keuntungan Usaha dan Pajak, Untung-Rugi Pertukaran Internasional,
Proporsi Kepemilikan Lokal, Akuntabilitas. (Ardiwidjaja: 2003)
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi tema yang
kuat dan kontroversial. Kuat karena hampir semua negara di dunia menyetujui tema
ini, kontroversial karena tema ini seolah-olah menjadi retorika belaka bagi negara-
negara dunia maju.
Lawrence, 1994 (dalam Aryanto, 2003) menuliskan pembangunan
berkelanjutan hanya dapat dicapai jika dampak sosial dan dampak lingkungan
seimbang dengan tujuan ekonomi yang diharapkan. Dalam hal pariwisata, tidak
adanya dampak (zero impact) sebagai akibat dari wisatawan berupa level pencapaian
minimum dari dampak negatif perlu direncanakan. Pendekatan manajemen pariwisata
berkelanjutan, sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan, haruslah didasarkan
pula pada prinsip- prinsip global dari pembangunan berkelanjutan. Semua kegiatan
pengaturan suatu daerah tujuan seharusnya mempertimbangkan (merupakan) bagian
dari nilai pembangunan berkelanjutan.
National Geograpic Online dalam The Global Development Research Center
(2002) mendifinisikan pariwisata berkelanjutan sebagai berikut: (1) Pariwisata yang
memberikan penerangan. Wisatawan tidak hanya belajar tentang kunjungan (negara/
daerah yang dikunjungi) tetapi juga belajar bagaimana menyokong kelangsungan
karakter (negara/ daerah yang dikunjungi) selama dalam perjalanan mereka. Sehingga
masyarakat yang dikunjungi dapat belajar (mengetahui) bahwa kebiasaan dan sesuatu
yang sudah biasa dapat menarik dan dihargai oleh wisatawan; (2) Pariwisata yang
mendukung keutuhan (integritas) dari tempat tujuan. Pengunjung memahami dan
mencari usaha yang dapat menegaskan karakter tempat tujuan wisata mengenai hal
arsitektur, masakan, warisan, estetika dan ekologinya; (3) Pariwisata yang
31
menguntungkan masyarakat setempat. Pengusaha pariwisata melakukan kegiatan
yang terbaik untuk mempekerjakan dan melatih masyarakat lokal, membeli
persediaan-persediaan lokal, dan menggunakan jasa-jasa yang dihasilkan dari
masyarakat lokal; (4) Pariwisata yang melindungi sumber daya alam. Dalam
pariwisata ini wisatawan menyadari dan berusaha untuk meminimalisasi polusi,
konsumsi energi, penggunaan air, bahan kimia dan penerangan di malam hari; (5)
Pariwisata yang menghormati budaya dan tradisi. Wisatawan belajar dan melihat tata
cara lokal termasuk menggunakan sedikit kata- kata sopan dari bahasa lokal.
Masyarakat local belajar bagaimana memperlakukan/ menghadapi harapan wisatawan
yang mungkin berbeda dari harapan yang mereka punya; (6) Pariwisata ini tidak
menyalahgunakan produk. Stakeholder mengantisipasi tekanan pembangunan
(pariwisata) dan mengaplikasikan batas-batas dan teknik-teknik manajemen untuk
mencegah sindrom kehancuran (loved to death) dari lokasi wisata. Stakeholder
bekerjasama untuk menjaga habitat alami dari tempat tempat warisan budaya,
pemandangan yang menarik dan budaya lokal; (7) Pariwisata ini menekankan pada
kualitas, bukan kuantitas (jumlah). Masyarakat menilai kesuksesan sector pariwisata
ini tidak dari jumlah kunjungan belaka tetapi dari lama tinggal, jumlah uang yang
dibelanjakan, dan kualitas pengalaman yang diperoleh wisatawan; (8) Pariwisata ini
merupakan perjalanan yang mengesankan. Kepuasan, kegembiraan pengunjung
dibawa pulang (ke daerahnya) untuk kemudian disampaikan kepada teman-teman dan
kerabatnya, sehingga mereka tertarik untuk memperoleh hal yang sama- hal ini secara
terus menerus akan menyediakan kegiatan di lokasi tujuan wisata.
Sedangkan Jamieson dan Noble (2000) menuliskan beberapa prinsip penting
dari pembangunan pariwisata berkelanjutan, yaitu: (1) Pariwisata tersebut mempunyai
prakarsa untuk membantu masyarakat agar dapat mempertahankan kontrol/
pengawasan terhadap perkembangan pariwisata tersebut; (2) Pariwisata ini mampu
menyediakan tenaga kerja yang berkualitas kepada dan dari masyarakat setempat dan
terdapat pertalian yang erat (yang harus dijaga) antara usaha lokal dan pariwisata; (3)
Terdapat peraturan tentang perilaku yang disusun untuk wisatawan pada semua
tingkatan (nasional, regional dan setempat) yang didasarkan pada standar kesepakatan
internasional. Pedoman tentang operasi pariwisata, taksiran penilaian dampak
pariwisata, pengawasan dari dampak komulatif pariwisata, dan ambang batas
perubahan yang dapat diterima merupakan contoh peraturan yang harus disusun; (4)
Terdapat program-program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan serta
menjaga warisan budaya dan sumber daya alam yang ada.
Pariwisata sebagai salah satu sektor pembangunan tidak dapat dilepaskan
kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan yang telah dicanangkan oleh
pemerintah sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Pariwisata yang bersifat
multisektoral merupakan fenomena yang sangat kompleks dan sulit didefinisikan
secara baku untuk diterima secara universal. Sehingga menimbulkan berbagai
persepsi pemahaman terhadap pariwisata, baik sebagai industri, sebagai aktivitas,
atau sebagai sistem.
32
Pariwisata yang melibatkan antara lain pelaku, proses penyelenggaraan,
kebijakan, supply dan demand, politik, sosial budaya yang saling berinteraksi dengan
eratnya, akan lebih realistis bila dilihat sebagai sistem dengan berbagai subsistem
yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Dalam kerangka kesisteman tersebut,
pendekatan terhadap fungsi dan peran pelaku, dampak lingkungan, peningkatan
pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat, serta kesetaraan dalam proses
penyelenggaraan menjadi semakin penting.
Kecenderungan yang berkembang dalam sektor kepariwisataan maupun
pembangunan melahirkan konsep pariwisata yang tepat dan secara aktif membantu
menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan
memperhatikan apa yang disebut sebagai pilar dari pariwisata berkelanjutan yaitu
ekonomi masyarakat, lingkungan dan sosial budaya. Pembangunan pariwisata
berkelanjutan, dapat dikatakan sebagai pembangunan yang mendukung secara
ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap
masyarakat.
Untuk itu maka perlu diperhatikan bahwa faktor yang menjadi penentu
keberhasilan penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan. Penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif secara
seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Selanjutnya berdasarkan
konteks pembangunan berkelanjutan di atas, pariwisata berkelanjutan dapat
didefinisikan sebagai: pembangunan kepariwisataan yang sesuai dengan kebutuhan
wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian dan memberi peluang bagi
generasi muda untuk memanfaatkan dan mengembangkannya.
Ketiga pilar pariwisata berkelanjutan tersebut harus dijabarkan ke dalam
prinsip-prinsip operasionalisasi yang disepakati oleh para pelaku (stakeholder) dari
berbagai sektor (multisektor). Dengan harapan, kesepakatan dan kesamaan pandang
tersebut dapat mewujudkan orientasi pengembangan pembangunan kepariwisataan
yang juga sama dan terpadu. Prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang dimaksud
adalah ”Berbasis Masyarakat”. Tentu saja prinsip-prinsip tersebut paling kental pada
agrowisata, selain secara geografis berada di pedesaan juga secara system, langsung
menyentuh lapisan masyarakat pada level paling bawah (petani kecil) baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Prinsip ini menekankan keterlibatan masyarakat secara langsung, terhadap
seluruh kegiatan pembangunan pariwisata dari mulai perencanaan, pelaksanaan
hingga pengawasan. Masyarakat diletakkan sebagai faktor utama, yang memiliki
kepentingan berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi serta pemanfaatan
sumber daya alam dengan dilandaskan pada opsi pemilikan sendiri sarana dan
prasarana pariwisata oleh masyarakat setempat, kemitraan dengan pihak swasta dan
sewa lahan atau sumber daya lainnya baik oleh masyarakat maupun kerja sama
dengan swasta.
33
DAFTAR PUSTAKA
About Agritourism at http://www.farmstop.com/aboutagritourism.asp
Agenda 21, 1992, The Travel Tourism Industry; towards Environmentaly Sustainable
Development, WTTC, WTO, The Earth Council.
Agricultural Tourism Small Farm Center and Partners Launch Agricultural Tourism
Project at http://www.sfc.ucdavis.edu/agritourism/agritour.html
Baldwin P. and Brodess D. 1993. Asia’s New Age Travelers. Asia Travel Trade.
Erari, K.Ph, 1999. Tanah Kita Hidup Kita. Hubungan Manusia dan Tanah di Irian
Jaya Sebagai Persoalan Teologis (Ekotologis Dalam Perspektif Malenesia).
34
Gunawan M.P. 1997. Tourism in Indonesia: Past, Present and Future. Planning
Sustainable Tourism. ITB. Bandung
Lindberg K. dan Hawkins E.D, 1995. Ekoturisme : Petunjuk Untuk Perencanaan dan
Pengelolaan. The Ecotourism Society. North Benington, Vermont.
LIPI. 2005. “Kebun Raya Bogor : Cikal Bakal Perpustakaan Indonesia” pada
http://www.lipi.go.id/www/www.cgi?cetak&1111211845
Lobo, R.E., Goldman G.E. and others. 1999. Agricultural Tourism: Agritourism
Benefits Agriculture in San Diego County, California Agriculture,
University of California.
Nugroho, K., dkk. 1993. Peta areal potensial untuk pengembangan pertanian lahan
rawa lebak, rawa pasang surut, dan pantai. Proyek penelitian sumber daya
lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.
Departemen Pertanian. Bogor.
Rilla, E. 1999. Bring the City & County Together. California Coast and Ocean. Vol.
15, No. 2. 10p.
35
Sudibya, Bagus. 2002. “Pengembangan Ecotourism di Bali: Kasus Bagus Discovery
Group”. Makalah disampaikan pada Ceramah Ecotourism di Kampus
STIM-PPLP Dhyana Pura, Dalung, Kuta pada tanggal 14 Agustus 2002.
Syamsu dkk. 2001. “Penerapan Etika Perencanaan pada kawasan wisata, studi kasus
di kawasan Agrowisata Salak Pondoh, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta”. Jakarta: LP3M STP Tri Sakti, Jurnal Ilmiah, Vol
5. No. 3 Maret 2001.
36
CURRICULUM VITAE
I Gusti Bagus Rai Utama
Date of Birth: October 10, 1970
Occupation: Lecturer
Marital Status: Married
Nationality: Indonesian
EDUCATION:
• University of Udayana (UNUD), Bali, Master Management in Agribusiness
(MMA in Firm Management)
• University of Mahasaraswati (UNMAS), Bali, Bachelor of Art in Economics
(SE in Economic and Development Study)
• Institute of Management and Computer (IMKI), Yogjakarta
• Tourism College (PPLP) of Dhyana Pura, Denpasar
WORK HISTORY:
37