Anda di halaman 1dari 18

MAKALH

PENDISIKAN PANCASILA
PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA
INDONESIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1:

SEKAR ARUN AMBOROWATI

JIHAT BIMANANTA

AZIZA NUGROHO ADI PUTRA

MUHAMMAD MISBACHUL MUHAIMIN

DEVI NURDIANTI

LULUK NAILUL MUNA A N

UNIVERSITAS NEGERI TIDAR


2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pancasila merupakan filsafat sejarah bangsa yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dan resmi
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Ir.Soekarno bersama dengan Moh.Hatta dan
Mr. Soepomo merupakan tokoh yang sangat berperan dalam menggali ide nilai-nilai Pancasila.
Pancasila mempunyai lima dasar nilai luhur yang menjadi pedoman atau pandangan hidup
warga negara Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
itu sendiri berisikan tentang adat istiadat, kebudayaan, serta nilai religius.
Di masa sekarang ini, banyak warga negara yang kurang memahami makna Pancasila secara
utuh dan menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Seperti banyaknya perbedaan pendapat yang
mengakibatkan perpecahan di Indonesia, kita sebagai generasi muda perlu menanamkan dan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari Pancasil dalam konteks
sejarah bangsa.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana keadaan Nusantara pada masa kerajaan sebelum adanya ideologi Pancasila?
2. Bagaimana proses perumusan Pancasila pada Era Pra kemerdekaan?
3. Bagaimana Pancasila pada Era Kemerdekaan?
4. Bagaimana Pancasila Pada Era Orde Lama?
5. Bagaimana Pancasila Pada Era Orde Baru?
6. Bagaimana Pancasila Pada Era Reformasi?
BAB II
PEMBAHSAN

2.1. PANCASILA PADA MASA KERAJAAN


Sejarah lahirnya Pancasila pada tanggal 1 agustus 1945 tidak dapat dibantah,
dimana Ir. Soekarno yang diakui sebagai tokoh nasional yang menggali Pancasila. Nilai –
nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki
oleh Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan Negara. Proses
terbentuknya Negara dan bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan – kerajaan pada abad ke IV
yaitu kerajaan Kutai di Kalimantan. Kemudian dasar – dasar kebangsaan Indonesia telah
mulai nampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya di bawah
Syailendra di Palembang. Kemudian muncul kerajaan Mataram Kuno di jawa Tengah dan
kerajaan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan – kerajaan lainnya.

2.1.1. Sejarah Pancasila Pada Masa Kerajaan Kutai


Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan
ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti
tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman
keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman menurut prasasti tersebut
mengadakan Kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para
Brahmana membangun yupa itu sebagai tanda terimakasih raja yang dermawan
(Bambang Sumadio, dkk.,1977 : 33 –32). Masyarakat Kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai – nilai sosial politik dan
ketuhanan dalam bentuk kerajaan,Kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
Dalam zaman kuno (400 – 1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil
mencapai integrasi dengan wilayah yang meliputi hampir separuh Indonesia dan
seluruh wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan
Majapahit yang berpusat di Jawa.
Kerajaan Kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia dan se – Asia Tenggara
yang bercorak Hindu. Kerajaan Kutai terletak di muara Kamam Kalimantan Timur
di Sungai Mahakam. Raja pertama dan sekaligus pendiri kerajaannya adalah raja
Kudungga. Raja Kudungga memiliki seorang anak yang bernama Aswawarman.
Aswawarman dijadikan raja oleh Kudungga. Setelah berpindah tangan, raja
Aswawarman memiliki tiga orang anak yang salah satunya bernama Mulawarman.
Mulawarman pada saat itu menggantikan Aswawarman. Pada saat pemerintahan
Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya
meliputi hampir seluruh kawasan Kalimantan Timur. Pada saat itu raja
mulawarman member 20.000 ekor lembu kepada para Brahmana. Atas kebaikannya
itu, para Brahmana membuatkan tujuh buah Yupa sebagai tanda terima kasih. Hal
tersebut menunjukan nilai social politik dan Ketuhanan telah ada pada kerajaan
Kutai. Dimana bentuk kerajaan dengan agama dijadikan sebagai pengikat
kewibawaan raja.
Nilai Pancasila :
1) Nilai Ketuhanan : memeluk agama Hindu
2) Nilai Kerakyatan : rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur
3) Nilai Persatuan : wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh
kawasan Kalimantan Timur
2.1.2. Sejarah Pancasila Pada Masa Kerajaan Sriwijaya
Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia
tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan – kerajaan lama yang merupakan warisan
nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaaan Indonesia terbentuk melalui
tiga tahap yaitu : pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra
(600 – 1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman
Majapahit (1293 – 1525) yang bercirikan keprabuan, kedua tahap tersebut
merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian ketiga, kebangsaan
modern yaitu negara bangsa Indonesia merdeka (sekarang negara proklamasi 17
agustus 1945) (sekretariat negara RI 1995 :11).
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatera yaitu kerajaan
Wijaya, di bawah kekuasaaan bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti
Kedudukan Bukit di kaki bukit Sguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 caka
atau 683 M., dalam bahasa melayu kuno huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah
kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci – kunci lalu – lintas
laut di sebelah barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka
(775). Pada zaman itu kerjaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang cukup
disegani di kawasan AsiaSelatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan
pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah sebagai
pengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakat mudah untuk
memasarkan dagangannya (Keneth R. Hall, 1976 : 75 – 77). Demikian pula dalam
sistem pemerintahaannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda, kerajaan,
rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung – gedung dan
patung – patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem
negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan (Suwarno, 1993, 19).
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas
agama Budha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak musyafir dari
negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di universitas tersebut
terutama tentang agam Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya
ke India. Malahan banyak guru – guru besar tamu dari India yang mengajar di
Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita – cita tentang kesejahteraan bersama dalam
suatu negara adalah tercemin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu
berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang
adil dan makmur) (Sulaiman, tanpa tahun : 53).
Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke VII, di bawah kekuasaan Wangsa
Sailendra dikenal sebagai Kerajaan Maritim yang mengadakan jalur perhubungan
laut. Sistem perdagangan telah diatur dengan baik, supaya rakyat mengalami
kemudahan dalam pemasarannya. Selain itu juga sudah ada badan yang bertugas
mengurus pajak, harta benda kerajaan, kerohaniawan yang menjadi pengawas
teknis pembangunan dan patung-patung suci sehingga kerajaan dapat menjalakan
sistem negaranya dengan nilai-nilai ketuhanan.
Cita – cita kesejahteraan bersama dalam suatu Negara telah tercermin dalam
Kerajaan Sriwijaya sebagaimana tersebut dalam perkataan “Marvuai Vannua
Criwijaya Siddhayatra Subhika” (suatu cita – cita negara yang adil dan makmur).
Pada hakekatnya nilai – nilai budaya Kerajaan Sriwijaya telah menunjukan
nilai – nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut :
1. Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya agama Budha dan Hindu yang hidup
berdampingan secara damai. Pada Kerajaan Sriwijaya terdapat pusat kegiatan
pembinaan dan pengembangan agama Buddha.
2. Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti
Marsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar ke India menunjukan telah
tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas aktif.
3. Nilai sila ketiga, sebagai Negara Maritim, Kerajaan Sriwijaya telah menerapkan
konsep Negara kepulauan sesuai dengan konsep wawasan nusantara.
4. Nilai sila keempat, Kerajaan Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang luas
meliputi Siam dan Semenanjung Melayu.
5. Nilai sila kelima, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan perdagangan
sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
2.1.3. Sejarah Pancasila Pada Masa Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah bagian selatan, daerah
intinya disebut Bhumi Mataram dengan ibukota Medang Kamulan. Raja merupakan
pemimpin tertinggi Kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja pertama memakai gelar
Ratu. Pada zaman itu istilah Ratu belum identik dengan kaum perempuan. Gelar ini
setara dengan Datu yang berarti "pemimpin". Keduanya merupakan gelar asli
Indonesia. Mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah bertani. Sebagian
besar penduduk beragama Hindu.
Faktor yang mendukung kebesaran Mataram Kuno :

1. Memiliki raja yang arif dan bijaksana


2. Adanya ikatan baik antara raja dengan para Brahmana
3. Wilayahnya subur
4. Adanya toleransi antara pemeluk agama Hindu dengan agama Buddha
5. Menjalin hubungan baik dengan kerajaan sekitar.

Nilai Pancasila yang terdapat pada kerajaan Mataram Kuno:


1) Nilai Ketuhanan : memeluk agama Hindu – Buddha
2) Nilai Kemanusiaan : menghargai agama lain
3) Nilai Persatuan : ingin mempersatukan mataram dengan sekitarnya.
4) Nilai kerakyatan : kehidupan rakyat sejahtera.
2.1.4. Sejarah Pancasila Pada Masa Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman
keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah
Mada yang di bantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk
menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu
membentang dari semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat
melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai
dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab
tersebut telah telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu tantular mengarang
bukuSutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional,
yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda , namun satu jua adanya sebab
tidak ada agama yang memiliki tuhan yang berbeda.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja Mada dalam sidang
ratu dan menteri-menteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang
berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru
akan berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di
bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo,
Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan” (Yamin, 1960 : 60).
Dalam tata pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat semacam penasehat
seperti Rakryan I Hino , I Sirikan, dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat
kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh
sistem pemerintahan kerajaan Majapahit.
Sebelum Kerajaan Majapahit berdiri telah berdiri kerajaan di Jawa Tengah
dan Jawa Timur secara silih berganti yaitu, Kerajaan Kalingga(abad ke-VII),
Sanjaya(abad ke – VIII), sebagai refleksi puncak budaya kerajaan tersebut
dibangunnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Agama yang dilaksanakan pada zaman Kerajaan Majapahit ini adalah
Agama Hindu dan Budha yang saling hidup berdampingan secara damai. Pada masa
ini mulai dikenal beberapa istilah dan nilai-nilai Pancasila pada Kerajaan
Majapahit, yaitu sebagai berikut :
1. Nilai sila pertama, terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup
berdampingan secara damai. Istilah Pancasila terdapat dalam
bukuNegarakertagama karangan Empu Prapanca dan Empu Tantular
mengarang buku Sutasoma yang terdapat Sloka persatuan nasional yang
berbunyi ”Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua” yang artinya,
walaupun berbeda –beda namun tetap satu jua dan tidak ada agama yang
memiliki tujuan berbeda.
2. Nilai sila kedua, terwujud pada hubungan baik Raja Hayam Wuruk dengan
Kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Disamping itu juga
menjalin persahabatan dengan Negara – negara tetangga.
3. Nilai sila ketiga, terwujud dengan keutuhan kerajaan. Khususnya dalam
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang
Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331.
4. Nilai sila keempat, terdapat semacam penasehat dalam tata pemerintahan
Majapahit yang menunjukan nilai – nilai musyawarah mufakat. Menurut
Prasasti Kerajaan Brambang (1329), dalam tata Pemerintahan Kerajaan
Majapahit terdapat semacam penasehat kerajaan. Seperti, Rakryan I Hino, I
Sirikan dan I Halu yng berarti memberikan nasehat kepada Raja. Kerukunan
dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah menumbuhkan adat
bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan masalah bersama.
5. Nilai sila kelima, terwujud dengan berdirinya kerajaan selama beberapa
abad yang ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

2.2. PANCASILA PADA ERA PRA KEMERDEKAAN


Selain jaman kerajaan, masih banyak fase-fase yang harus dilewati menuju
Indonesia merdeka hingga tergalinya Pancasila yang setelah sekian lama tertimbun oleh
penjajahan Belanda. Sebagai salah satu tonggak sejarah yang merefleksikan dinamika
kehidupan kebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalahtermanifestasi dalam
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; Kami putra dan putri
Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Penemuan kembali Pancasila sebagai jati
diri bangsa terjadi pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai 1
Juni 1945.

Dr. Radjiman Wedyodiningrat, selaku Ketua Badan dan Penyelidik Usaha


Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), pada tanggal 29 Mei 1945, meminta kepada sidang
untuk mengemukakan dasar (negara) Indonesia merdeka, permintaan itu menimbulkan
rangsangan memutar kembali ingatan para pendiri bangsa ke belakang; hal ini mendorong
mereka untuk menggali kekayaan kerohanian, kepribadian dan wawasan kebangsaan yang
terpendam lumpur sejarah . Begitu lamanya penjajahan menyebabkan bangsa Indonesia
hilang arah dalam menentukan dasar negaranya. Atas permintaan Dr. Radjiman inilah,
figur-figur negarawan bangsa Indonesia berpikir keras untuk menemukan kembali jati diri
bangsanya. Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan dari tanggal 29 Mei - 1 Juni
1945, tampil berturut-turut untuk berpidato menyampaikan usulannya tentang dasar
negara. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengusulkan calon rumusan
dasar Negara Indonesiasebagai berikut:

1. Peri Kebangsaan,
2. Peri Kemanusiaan,
3. Peri Ketuhanan,
4. Peri Kerakyatan dan
5. Kesejahteraan Rakyat.

Setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadi perdebatan sengit yang


disebabkan perbedaan pendapat. Karena apabila dilihat lebih jauh para anggota BPUPKI
terdiri dari elit Nasionalis netral agama, elit Nasionalis Muslim dan elit Nasionalis Kristen.
Elit Nasionalis Muslim di BPUPKI mengusulkan Islam sebagai dasar Negara, namun
dengan kesadaran yang dalam akhirnya terjadi kompromi politik antara Nasionalis Netral
Agama dengan Nasionalis Muslim untuk menyepakati Piagam Jakarta yang berisi yaitu
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kesepakatan peniadaan tujuh kata itu dilakukan dengan
cepat dan legowo demi kepentingan nasional oleh elit Muslim: Moh. Hatta, Ki Bagus
Hadikusumo, Teuku Moh. Hasan dan tokoh muslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak
ingin republik yang dibentuk ini merupakan negara berbasis agama tertentu.
Kemudian Prof. Dr. Soepomo pada tanggal 30 Mei 1945 mengemukakan teori-teori
Negara, yaitu:

1. Teori negara perseorangan (individualis),


2. Paham negara kelas dan
3. Paham negara integralistik.
Selanjutnya oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang mengusulkan lima dasar
negara yang terdiri dari:

1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia),


2. Internasionalisme (perikemanusiaan),
3. Mufakat (demokrasi),
4. Kesejahteraan sosial, dan
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Pidato pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut, Ir Soekarno mengatakan, “Maaf, beribu maaf!
Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang
sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya
Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang
mulia ialah, dalam bahasa Belanda:“Philosofische grond-slag” daripada Indonesia
Merdeka. Philosofische grond-slag itulah fundamen,filsafat, pikiran yang sedalam-
dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung
Indonesia yang kekal dan abadi”.

Demikian hebatnya Ir. Soekarno dalam menjelaskan Pancasila dengan runtut, logis dan
koheren, namun dengan rendah hati Ir. Soekarno membantah apabila disebut sebagai
pencipta Pancasila. Beliau mengatakan, “Kenapa diucapkan terima kasih kepada
saya, kenapa saya diagung-agungkan, padahal toh sudah sering saya katakan, bahwa saya
bukan pencipta Pancasila. Saya sekedar penggali Pancasila daripada bumi tanah air
Indonesia ini, yang kemudian lima mutiara yang saya gali itu, saya persembahkan kembali
kepada bangsa Indonesia. Malah pernah saya katakan, bahwa sebenarnya hasil, atau lebih
tegas penggalian daripada Pancasila ini saudara-saudara, adalah pemberian Tuhan kepada
saya… Sebagaimana tiap-tiap manusia, jikalau ia benar-benar memohon kepada Allah
Subhanahu Wataala, diberi ilham oleh Allah Subhanahu Wataala”.

Pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, Ir. Soekarno menyebutkan lima
dasar bagi Indonesia merdeka. Sungguhpun Ir. Soekarno telah mengajukan lima sila dari
dasar negara, beliau juga menawarkan kemungkinan lain, sekiranya ada yang tidak
menyukai bilangan lima, sekaligus juga cara beliau menunjukkan dasar dari segala dasar
kelima sila tersebut. Alternatifnya bisa diperas menjadi Tri Sila bahkan dapat dikerucutkan
lagi menjadi Eka Sila. Tri Sila meliputi: socio-nationalisme(kebangsaan), socio
democratie (mufakat) dan ke-Tuhanan. Sedangkan Eka Sila yang dijelaskan oleh Ir.
Soekarno yaitu “Gotong Royong” karena menurut Ir. Soekarno negara Indonesia yang kita
dirikan haruslah negara gotong royong . Tetapi yanglahir pada tanggal 1 Juni itu adalah
nama Pancasila(disamping nama Trisila dan Ekasila yang tidak terpilih). Ini bukan
merupakan kelemahan Ir. Soekarno, melainkan merefleksikan keluasan wawasan dan
kesiapan berdialog dari seorang negarawan besar. Faktanya Ir. Soekarno diakhir sejarah
terbukti sebagai penggali Pancasila, dasar negara Republik Indonesia.
Pada awal kelahirannya, menurut Onghokham dan Andi Achdian, Pancasila tidak lebih
sebagai kontrak sosial. Hal tersebut ditunjukkan oleh sengitnya perdebatan dan negosiasi
di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakati dasar negara yang kelak digunakan
Indonesia merdeka . Inilah perjalanan The Founding Fathers yang begitu teliti
mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan keadaan agar dapat melahirkan dasar
negara yang dapat diterima semua lapisan masyarakat Indonesia.

2.3. PANCASILA PADA ERA KEMERDEKAAN


Pada awal bulan agustus 1945 dibentuknlah PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia ), PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2
orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang
dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Dengan diketuai oleh Ir Soekarno dan Drs.
Moh Hatta sebagai wakil ketuanya.

Kemudian pada saat tanggal 8 Agustus 1945 bapak soekarno, Hatta dan Radjiman
Widyodiningrat selaku pemimpin PPKI diundang ke Dalat Saigon untuk bertemu Marsekal
Terauchi, Jendral Terauchi memberikan kepada mereka 3 cap, yaitu :

1. Soekarno diangkat sebagai ketua PPKI, Muh. Hatta sebagai wakil dan Radjiman
sebagai anggota
2. Panitia persiapan boleh mulai bekerja pada tanggal 9 agustus 1945
3. Cepat atau tidaknya pekerjaan panitia di serahkan seperlunya pada panitia.

Sekembaliannya dari saigon 14 agustus 1945, Ir. Soekarno mengumumkan dimuka


umum bahwa bangsa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat mungkin)
dan kemerdekaan bangsa Iindonesia ini bukan merupakan hadiah dari Jepang melainkan
dari hasil perjuangan sendiri. Setelah Jepang menyerah pada sekutu, maka kesempatan itu
dipergunakan sebaik-baiknya oleh para pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk
mempersiapkan Proklamasi tersebut maka pada tengah malam, Soekarno-Hatta pergi ke
rumah Laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl. Imam Bonjol No.1).

Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan pada


larut malam dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah, Sayuti
Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwakusuma Sumantri dan beberapa anggota PPKI untuk
merumuskan redaksi naskah Proklamasi. Pada pertemuan tersebut akhirnya konsep
Soekarno lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik.

Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan timur


56 Jakarta, tepat pada hari Jumat Legi, jam 10 pagi Waktu Indonesia Barat (Jam 11.30
waktu jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah
Proklamasi dengan khidmad dan diawali dengan pidato, sebagai berikut :
PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal


yeng mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 1945

Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno Hatta

Kemudian setelah proklamasi PPKI mengadakan beberapa kali sidang Sidang pertama
dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945 dihadiri 27 anggota yang menghasilkan
keputusan-keputusan antara lain:

1. Mengesahkan Undang-Undang 1945.


2. Memilih dan mengangkat Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta
sebagai Wakil Presiden.
3. Tugas Presiden sementara dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat
sebelum dibentuknya MPR dan DPR.

Sidang kedua dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 1945

1. Membentuk 12 Kementerian dan 4 Menteri Negara


2. Pembentukan komite nasional (daerah)
3. Membentuk Pemerintahan Daerah. Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi yang
dipimpin oleh seorang gubernur.

Sidang ketiga dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 1945

1. Membentuk badan keamanan rakyat (BKR)


2. Membentuk partai nasional Indonesia (PNI)
3. Membentuk komite nasional (pusat)

2.4. PANCASILA PADA ERA ORDE LAMA


Pada masa Orde Lama berlangsung dalam dua masa yaitu demokrasi parlementer
dan demokrasi terpimpin. Pada masa berlakunya demokrasi terpimpin, konstitusi Indonesia
mengalami beberapa kali perubahan yaitu dari UUD 1945 menjadi Konstitusi RIS pada
tahun 1949, begitu juga bentuk Negara Indonesia mengalami perubahan dari Negara
kesatuan menjadi Negara serikat. Namun, berdasarkan UUDS 1950 bentuk Negara
Indonesia kembali menjadi berbentuk kesatuan. Hebert Feith mencatat beberapa segi
positif dari pelaksanaan demokrasi parlementer ini, pada masa ini pula bangsa Indonesia
berhasil menyelenggarakan pemuli pertama pada tahun 1955 untuk pemilihan anggota
parlemen dan juga untuk pemilihan anggota konstituante yaitu anggota yang bertugas
merumuskan UUD karena UUDS 1950 masih bersifat sementara.
Namun dalam perkembangannya, kabinet mengalami pasang surut sehingga
terjadilah instabilitas politik yang mencakup berbagai aspek kehidupan meliputi
politik,ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan. Akibat dari kegagalan-kegagalan
yang dialami, presiden Soekarno mengambil langkah penting guna menyikapi situasi dan
kondisi saat itu dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya sebagai
berikut.

1. Pembubaran konstituante
2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Dibentuk lembaga MPRS dan DPAS

dengan dikeluarkannya dekrit presiden tersebut maka berakhirlah masa berlakunya


demokrasi parlementer dan selanjutnya berganti ke masa demokrasi terpimpin. Yang
dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam
prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal
menyimpang. kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang
dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945.
Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang
presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-
kebijakan. Berbagai penyimpangan yang terjadi pada masa ini diantaranya sebagai berikut.

1.) Pelanggaran prinsip “kebebasan kekuasaan kehakiman”.


Hal ini terlihat pada ketentuan yang bertentangan dengan UUD 1945, yaitu UU No. 19
tahun1964 yang menentukan bahwa “Demi kepentingan revolusi, presiden berhak
untukmencampuri proses peradilan”.
2.) Pengekangan hak-hak asasi warga Negara di bidang politik (berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat) .
Hal tersebut terutama terlihat pada kebebasan pers yang sangat dibatasi. Berita dan
ulasan dalam media massa tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pemerintah,
bahkan masyarakat atau tokoh-tokoh politik dilarang keras mengeluarkan pendapat
yang bertentangan dengan keinginan-keinginanpemerintah karena hal tersebut akan
dianggap antipemerintah.
3.) Pelampauan batas wewenang.
Presiden banyak membuat penetapan yang melebihi kewenangannya. Banyak hal yang
seharusnya diatur dalam bentuk undang-undang dan harus disetujui dahulu oleh DPR,
ternyata hanya diatur oleh presiden sendiri dalam bentuk penetapan presiden.
4.) Pembentukan lembaga Negara ekstrakonstitusional.
Presiden juga membentuk lembaga kenegaraan diluar yang disebut UUD 1945, seperti
front nasional yang kemudian ternyata dimanfaatkan oleh pihak komunis sebagai ajang
mempersiapkan pembentukan Negara komunis di Indonesia.

Berbagai penyimpangan tersebut dimanfaatkan oleh PKI yang ingin melakukan

Pemberontakan. Mereka hendak mengubah dasar Negara Pancasila dengan ideologi


komunis dan puncaknya terjadi pemberontakan pada 30 September 1965 yang dikenal
dengan istilah G30S/PKI.

Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI


memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya
keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.

2.5. PANCASILA PADA ERA ORDE BARU


Orde Baru merupakan sebutan bagi masa pemerintahan Soeharto
yangmenggantikan Ir.Soekaeno sebagai Presiden Republik Indonesia. Soeharto
merupakan Presiden RI ke-2. Masa orde baru dimulai pada tahun 1967. Pada tanggal 30
september 1965 terjadi gerakan G30SPKI yaitu aksi yangmenculik bahkan membunuh
beberapa TNI AD dan tokoh-tokoh penting di Indonesia. Kejadian ini mengakibatkan
kekacauan di Indonesia, dan keamaan menjadi tidak terkendali. Sehingga rakyat
Indonesia melakukan demo besar-besaran bertujuan menuntut pembubaran PKI. Melalui
angkatan 66 rakyat Indonesia mengajukan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) yaitu :

 Pembubaran PKI dan partai masanya,


 Pembersihan Kabinet Dwikora
 penurunan harga-harga barang.

Saat itu, Ir.Soekarno berusaha membubarkan PKI dengan berbagai cara. Namun,
upaya yang dilakukan tidak sepenuhnya berhasil. Dan semakin lama kekuasaan Presiden
semakin lemah. Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1966 Soekarno menyerahkan
jabatannya kepada Soeharto yang dikenal dengan istilah Supersemar (Surat Perintah
Sebelas Maret). Pada masa pemerintahan Soeharto ditetapkan sebagai masa orde baru
yang artinya tata tertib kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang di letakkan kmbali
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 yang sebelumnya sempat terancam digantikan
dengan paham Komunis.

Tujuan utama pemerintahan Orde Baru adalah menciptakan ekonmi dan politik di
Indonesia menjadi stabil. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah mengeluarkan
beberapa kebijakan, yaitu:

1. Kebijakan ekonomi
Membuat program Rencana Pembangunan Lima Thun (REPELITA), yang berhasil
meningkatkan perekonomian bangsa, dengan adanya swasembada beras pada tahun
1984. Dan pemerintah juga melaksanakan trilogi pembangunan.
2. Kebijakan Politik
 Pembubaran PKI dan organisasi-organisasinya
 Menyederhanakan partai politik dari 10 menjadi 3
 Pengesahan Irian Barat dan Timor Timur sebagai wilayah NKRI melalui
perjanjian.
 Menggagas berdirinya ASEAN
3. Kebijakan Sosial
 Program KB
 Trasmigrasi
 Wajib belajar

Pada masa Orde Baru ini, Indonesia mengalami kemajuan di berbagai bidang. Namun,
yang berkembang pesat saat itu ada pada bidang ekonomi. Selain perekonomian rakyat
yang stabil, sumber daya manusia semakin berkualitas karena dengan adanya program
wajib belajar.

Namun, dengan kemajuan-kemajuan tersebut masa orde baru ternyata juga


masih terdapat kekurangan didalam bidang politik, karena menerapkan kebijakan politik
otoriter yaitu kekuasaan presiden berada diatas UUD 1945. Pada masa pemerintahan
Soeharto ini, menteri tidak berhak mengeluarkan kebijakan kecuali mendapat mandat
dari presiden. Sistem pemerintahan orde baru bisa dikatakan sistem pemerintahan
Bapakisme dimana yang mempunyai kekuasaan tertinggi di Negara Indonesia adalah
Jendral Soeharto selaku Presiden RI. Soeharto, memberikan posisi-posisi penting kepada
lawan politiknya dan bagi pendukungnya diberikan kesempatan dalam melakukan bisnis
yang menguntungkan. Masa orde baru ini, memunculkan banyaknya warga negara yang
melakukan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang menjadikan rakyat kembali resah
dan tidak puasterhadap pemerintahan Presiden Soeharto.
Keresahan rakyat pun berlanjut, dengan adanya persaingan politik yang tidak
seimbang karena penyerdehanaan partai politik dan kecurangan dalam pemilu.
Kebebasan rakyat juga tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena berlaku sistem siapa
saja yang tidak sependapat dengan pemerintah akan dibungkam hanya untuk
mempertahankan kekuasaan Soeharto sebagai presiden. Kemarahan masyarakat semakin
menjadi-jadi karena ketidak adilan sistem pemerintahan, sehingga maraknya demo yang
dilakukan oleh rakyat Indonesia terutama Mahasiswa. Pada tahun 1997-1998, Indonesia
kembali mengalami krisi ekonomi. Situasi keamaan negara kembali terancam, demo
besar terjadi di ibu kota, dan rakyat menuntut Jendral Soeharto mundur dari jabatannya
sebagai Presiden Republik Indonesia.

Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto resmi membacakan pidato pengunduran


dirinya sebagai presiden, sehingga masa pemerintahan orde baru resmi berakhir dan
digantikan dengan pemerintahan orde reformasi.

2.6. PANCASILA PADA ERA REFORMASI


Pancasila seharusnya menjadi nilai, dasar moral bagi negara. Namun pada saat itu
terjadi masalah berupa hancurnya ekonomi nasional yang kemudian timbul berbagai
gerakan masyarakat yang menuntut adanya reformasi di segala bidang politik, ekonomi
dan hukum.
Saat Orde Baru tumbang, mucul fobia masyarakat terhadap pancasila yang
kemudian untuk sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan
rezim Orde Baru. Dasar negara itu berubah menjad ideologi tunggal dan satu-satunya
sumber nilai serta kebenaran.
Pancasila pada era reformasi ini, awalnya memang tidak begitu nampak dampak
negatifnya, namun semakin hari dampaknya semakin terasa dan berdampak sangat fatal
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan sosial, masyarakat
kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik horizontal dan vertikal
dan pada akhirnya melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam bidang budaya, kesadaran masyarakat akan keluhuran budaya bangsa
Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi kepribadian bangsa
Indonesia yang juga diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.
Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan diberbagai sektor yang
kemudian diperparah lagi dengan cengkraman modal asing dalam perekonomian
Indonesia. Dalam bidang politik, terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruh aktivitas
politik seolah-olah hanya tertuju pada kepentingan kelompok serta golongan. Dan juga
lebih didominasi oleh keinginan untuk berkuasa, bukannya sebagai suatu aktivitas untuk
memperjuangkan kepentingan nasional yang pada akhirnya menimbulkan kerancuan
kehidupan bernegara.
Namun kesepakatan pancasila menjadi dasar negara Indonesia secara normatif,
tercantum pada Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1 bahwa pancasila
sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara.
MPR-RI juga melakukan kegiatan sosialisasi nilai-nilai pancasila yang dikenal
dengan sebutan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undng
Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Kesalahan
kategori, karena secara epistemologis kategori ini tidaklah sama. Ketidaksamaan itu
berkaitan dengan realitas atau hakekat pengetahuannya, wujud pengetahuan, kebenaran
pengetahuannya serta koherensi pengetahuannya.
Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali
pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, secara tegas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa
penempatan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai
dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup bangsa perlu dihayati
dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa. Kesadaran ini mulai tumbuh kembali,
sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan
pengkajian sosialisasi nilai-nilai pancasila. Pada Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12
tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa kurikulum Pendidikan
Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa
Indonesia.
Di era reformasi, khususnya dalam konteks pancasila sebagai dasar negara,
ideologi nasional dan pandangan hidup bangsa harus dihayati dan dilaksanakan oleh
seluruh komponen bangsa secara konsisten dengan berpedoman kepada nilai-nilai
pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD
1945 yang merupakan tuntutan agar setiap warga negara Indonesia memiliki sikap yang
sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia ,Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang
ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan
peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa
semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk
mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa
Indonesia berlalu dengan melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang
panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak sejarah perjuangan.

Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan
kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan
atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-
unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang
merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

Saran

Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang mana setiap warga negara Indonesia harus
menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa
tanggung jawab. Agar pancasila tidak terbatas pada coretan tinta belaka tanpa makna
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Kaelan, H., 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Kaelan, H., 2014, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Internet:
http://sugikshare.blogspot.co.id/2013/10/nilai-nilai-Pancasila-pada-masa-kerajaan.html
http://mettaadnyana.blogspot.co.id/2014/06/makalah-Pancasila-nilai-Pancasila-sila.html
http://asheep-show.blogspot.co.id/2009/11/pancasila-dalam-konteks-sejarah.html
http://kumpulancontohmakalahbaru.blogspot.com/2016/11/makalah-tentang-sejarah-pancasila-pada.html

http://Agaunpur.wordpress.com/pengetahuan/Pancasila

http://id.wikipedia.org/wiki/PPKI

Anda mungkin juga menyukai