Biaya Investasi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya investasi suatu saluran transmisi,
yaitu:
1. Faktor biaya setempat yang besarnya tidak tergantung pada besaran listrik, seperti upah
kerja dan biaya pembebasan tanah. Pada daerah yang kering dan gersang serta jauh dari
pemukiman, biaya pembebasan tanah relatif kecil. Sebaliknya, untuk saluran transmisi yang
melintasi daerah pemukiman, biaya pembebasan tanah cukup tinggi. Variasi biaya
pembebasan tanah tidak tergantung pada tegangan kerja saluran transmisi maupun luas
penampang penghantar, tetapi tergantung pada lokasi lintasan saluran transmisi sehingga
dalam analisis biaya transmisi dianggap sebagai biaya tetap berdasarkan perkiraan biaya
rata-rata pembebasan tanah perkilometer. Faktor ini dinyatakan dengan suatu konstanta a.
2. Faktor biaya yang besarnya tergantung pada tegangan kerja, dalam hal ini misalnya
isolator. Faktor ini dapat dinotasikan dengan bV, dimana b adalah suatu konstanta dan V
adalah tegangan kerja saluran transmisi.
3. Faktor biaya yang besarnya tergantung pada luas penampang konduktor. Faktor biaya ini
erat kaitannya dengan menara transmisi, biaya pembuatan pondasi dan biaya penarikan
kawat. Faktor ini dapat dinotasikan dengan cA, dimana c adalah suatu konstanta dan A
adalah luas penampang penghantar.
Dari beberapa faktor biaya di atas dapat ditulis suatu bentuk persamaan matematis yang
menyatakan hubungan fungsional antara biaya investasi transmisi spesifik (persatuan
panjang) dengan variabel tegangan dan luas penampang penghantar sebagai berikut:
Ks= a + bV + cA ;
Biaya investasi total menjadi :
Ki=(a + bV + cA)
Biaya Pengusahaan
Jika te adalah waktu kerja efektif selama 1 tahun (jam) dan be adalah biaya operasi untuk
tenaga listrik per-kWH, maka biaya rugi-rugi daya dapat ditulis :
Kr= ΔP . te . be
Biaya pemeliharaan biasanya dikaitkan dengan biaya investasi. Dalam persamaan dapat
ditulis:
Km= km . Ki
Biaya pengusahaan (Kp) = Kr + Km , maka :
Kp= ΔP . te . be + km . Ki
Biaya total tahunan
Kt = Ka + Kp ................................................................ (i)
Ka= biaya investasi tahunan ; Ka = (ka + ki) Ki
dengan mensubstitusikan Ka dan Kp ke persamaan (i) maka:
Kt = (ka + ki) Ki + ΔP . te . be + km . Ki
Kt = (ka + ki + km) Ki + ΔP . te . be
Kt = (a + bV + cA) kt . + ΔP . te . be .......................................(ii)
Dengan kt = ka + ki + km
Optimasi Tegangan
Kt= (a + bV + cA) kt . + . te . be
Untuk mendapatkan bentuk umum dapat dilakukan dengan pendekatan variabel ΔP dan A
dalam bentuk η (efisiensi) .
ΔP ≈ dan
Kt= (a + bV + cA) kt . + . te . be
HVAC - HVDC
Ada dua alternatif teknologi untuk mentransmisikan daya listrik dalam jumlah besar (bulk
power), yaitu HVAC (High Voltage Alternating Current) dan HVDC (High Voltage Direct
Current). Teknologi HVAC saat ini digunakan pada sistem transmisi Jawa-Bali, dimana
hampir seluruhnya berupa saluran udara tegangan tinggi atau ekstra tinggi. Secara umum
HVAC masih merupakan alternatif yang murah dan fleksibel untuk transmisi daya listrik.
Kelemahannya, sistem HVAC menyerap daya reaktif yang besarnya berbanding lurus dengan
panjang saluran transmisi. Hal ini mengakibatkan rugi-rugi transmisi yang cukup besar.
Dengan demikian HVAC memiliki keterbatasan untuk menyalurkan daya dengan jarak yang
jauh. Bahkan pada saluran transmisi kabel bawah tanah atau bawah laut, kemampuan kabel
HVAC dalam menyalurkan daya sangat terbatas, hal ini disebabkan oleh kapasitansi yang
tinggi antara konduktor dengan tanah atau air laut.
Berbeda dengan HVAC yang relatif murah, HVDC terhitung mahal. Penyebab utama
tingginya biaya investasi HVDC adalah tingginya harga konverter. Namun di sisi lain, HVDC
memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan HVAC. Pertama, HVDC memiliki rugi-rugi daya
yang lebih kecil karena tidak mengkonsumsi daya reaktif. Rendahnya rugi-rugi tersebut
memungkinkan transmisi daya yang lebih besar dan jarak yang lebih jauh. HVDC juga
memerlukan lebih sedikit konduktor serta tidak memakan area yang luas untuk perlintasan
saluran transmisi. Disamping itu, HVDC mampu meningkatkan stabilitas sistem daya karena
teknologi ini tidak memerlukan operasi sinkron antara kedua sistem yang dihubungkannya.
Teknologi HVDC saat ini memungkinakan transfer daya listrik hingga 3600 MW untuk setiap
unit dengan panjang transmisi mencapai lebih dari 1400 km.
Jalur interkoneksi Sumatera-Jawa (Sumber: Sudarmadi, 2006)
Keutungan strategis
KLASIFIKASI TEGANGAN
• Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW.
• Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara
maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien.
• Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah: konstruksi tiang (tower) yang besar
dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga
pembangunannya membutuhkan biaya yang besar.
• Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang
akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain: Timbulnya protes dari
masyarakat yang menentang pembangunan SUTET, Permintaan ganti rugi tanah untuk tapak
tower yang terlalu tinggi tinggi, Adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET dan
lain sebagainya.
• Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km.
SKTT dipasang di kota-kota besar di Indonesia (khususnya di Pulau Jawa), dengan beberapa
pertimbangan :
• Di tengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit mendapatkan
tanah untuk tapak tower.
• Untuk Ruang Bebas juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat
bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi.
• Pertimbangan keamanan dan estetika.
• Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi.
Kelemahan SKTT:
• Memerlukan biaya yang lebih besar jika dibanding SUTT.
• Pada saat proses pembangunan memerlukan koordinasi dan penanganan yang kompleks,
karena harus melibatkan banyak pihak, misal : pemerintah kota (Pemkot) sampai dengan
jajaran terbawah, PDAM, Telkom, Perum Gas, Dinas Perhubungan, Kepolisian, dan lain-lain.
Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300 meter. Untuk desain dan
pesanan khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan sesuai kebutuhan.
Pada saat ini di Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Cable) dengan
tegangan operasi 150 KV, yaitu:
• Sub marine cable 150 KV Gresik – Tajungan (Jawa – Madura).
• Sub marine cable 150 KV Ketapang – Gilimanuk (Jawa – Bali).
• Di Indonesia, pada umumnya tegangan operasi SUTM adalah 6 KV dan 20 KV. Namun
secara berangsur-angsur tegangan operasi 6 KV dihilangkan dan saat ini hampir semuanya
menggunakan tegangan operasi 20 KV.
• Transmisi SUTM digunakan pada jaringan tingkat tiga, yaitu jaringan distribusi yang
menghubungkan dari Gardu Induk, Penyulang (Feeder), SUTM, Gardu Distribusi, sampai
dengan ke Instalasi Pemanfaatan (Pelanggan/ Konsumen).
• Berdasarkan sistem pentanahan titik netral trafo, efektifitas penyalurannya hanya pada jarak
(panjang) antara 15 km sampai dengan 20 km. Jika transmisi lebih dari jarak tersebut,
efektifitasnya menurun, karena relay pengaman tidak bisa bekerja secara selektif.
• Dengan mempertimbangkan berbagai kondisi yang ada (kemampuan likuiditas atau
keuangan, kondisi geografis dan lain-lain) transmisi SUTM di Indonesia melebihi kondisi
ideal di atas.
Ditinjau dari segi fungsi , transmisi SKTM memiliki fungsi yang sama dengan transmisi
SUTM. Perbedaan mendasar adalah, SKTM ditanam di dalam tanah.
Transmisi SUTR adalah bagian hilir dari sistem tenaga listrik pada tegangan distribusi di
bawah 1000 Volt, yang langsung memasok kebutuhan listrik tegangan rendah ke konsumen.
Di Indonesia, tegangan operasi transmisi SUTR saat ini adalah 220/ 380 Volt.
Ditinjau dari segi fungsi, transmisi SKTR memiliki fungsi yang sama dengan transmisi
SUTR. Perbedaan mendasar adalah SKTR di tanam didalam di dalam tanah. Jika
menggunakan SUTR sebenarnya dari segi jarak aman/ ruang bebas (ROW) tidak ada
masalah, karena SUTR menggunakan penghantar berisolasi.
Oleh karenanya transmisi SKTR pada umumnya dipasang di daerah perkotaan, terutama di
tengah-tengah kota yang padat bangunan dan membutuhkan aspek estetika.
Transmisi 275 kV merupakan standard tegangan ekstra tinggi di Indonesia berdasarkan SNI
04-6918-2002 .