Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keuangan Daerah

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah

Sejak masa reformasi masalah keuangan daerah merupakan masalah yang

banyak dibicarakan dalam konteks sektor publik. Halim (2001:19) mengartikan

‘’keuangan daerah sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan

uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat

dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau

daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan undang-

undang yang berlaku’’.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005,

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan

bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk

didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut.

Kebijakan keuangan daerah senantiasa diarahkan pada tercapainya sasaran

pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebagai usaha

bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang

berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan

kemakmuran rakyat yang merata.

11
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mamesah (Halim, 2002:19) menyatakan bahwa “Keuangan

daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai

dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang

dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau

daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang

berlaku’’.

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan undang-

undang atau Peraturan Daerah tentang Laporan Keuangan Pemerintah

Pusat/Daerah disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja

instansi pemarintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan

Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan pengungkapan

informasi tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma

penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara

jelas keluaran (outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome) dari setiap

program untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja

instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistim perencanaan strategis, sistim

penganggaran dan sistim akuntansi pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan

untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7

Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sehingga

dihasilkan suatu laporan keuangan dan kinerja yang terpadu.

12
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pengertian keuangan daerah menurut Keputusan Menteri

Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengurusan,

Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara

Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah semua hak dan

kewjiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat

dinilai dengan uang termaksud didalamnya segala bentuk kekayaan yang

berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran

pendapatan dan belanja daerah.

Dari defenisi tersebut, selanjutnya Halim (2002:19) menyatakan terdapat 2

hal yang perlu dijelaskan, yaitu:

a. Yang dimaksud dengan hak adalah hak untuk memungut sumber-sumber


penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-sumber
penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan
kekayaan daerah.
b. Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk
mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam
rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan
umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut.

Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada

dua yaitu :

a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi

1). Angaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)

2). Barang-barang inventaris milik daerah

b. Kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi

13
Universitas Sumatera Utara
1). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah. Adapun

arti dari keuangan daerah itu sendiri yaitu pengorganisasian dan pengelolahan

sumber-sumber kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki daerah tersebut, Halim (2001:20). ‘’Sedangkan alat untuk

melaksanakan manajemen keuangan daerah yaitu tata usaha daerah yang terdiri

dari tata usaha umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal

dengan akuntansi keuangan daerah.’’

Telah dijelaskan diatas bahwa keuangan daerah adalah penggorganisasian

kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang di inginkan

daerah tersebut, sedangkan akuntansi keuangan daerah sering diartikan sebagai

tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakuakan secara sistimatis dibidang

keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-

prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan.

2. Tujuan Pengelolahan Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan

daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut

(Devas,dkk, 1987:279-280) adalah sebagai berikut :

a. Tanggung jawab (accountability)


Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada
lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu
termaksud pemerintah pusat, DPRD, kepala daerah dan masyarakat umum.
Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup keabsahan yaitu
tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan keuangan dan barang serta
mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan dan memastikan semua

14
Universitas Sumatera Utara
pendapatannya yang sah dan benar-benar terpungut jelas sumbernya dan tepat
penggunaanya.
b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah harus ditata dan dikelolah sedemikianrupa sehingga
mampu melunasi semu kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek,
jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang yang telah ditentukan.
c. Kejujuran
Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan dearah pada prinsipnya
harus diserakan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya.
d. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency)
Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan
dalam waktu yang secepat-cepatnya.
e. Pengendalian
Para aparat pengelolah keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan
harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.

3. Undang-Undang Pelaksanaan Keuangan Daerah

Menurut Mahmudi dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik

(2006:23) menyatakan bahwa perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah,

dilihat dari aspek historis, dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu “Era sebelum

otonomi daerah, Era transisi otonomi, era pascatransisi”.

Era pra-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru

mulai tahun 1975 sampai 1999. Era transisi ekonomi adalah masa antara tahun

1999 hingga 2004, dan era pascatransisi adalah masa setelah diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-

Undang Nomor 1 tahun 2004, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, Undang-

undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004.

15
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Perkembangan Hukum di Bidang Keuangan Daerah

Pra-Otonomi Daerah &


Transisi otonomi Pascatransisi Otonomi
Desentralisasi Fiskal 1999
Keputusan KDH
UU No. 5 Tahun 1974 UU No. 22 Tahun 1999
UU No. 25 Tahun 1999 UU No. 17 Tahun 2003
UU No. 1 Tahun 2004
UU No. 15 Tahun 2004
UU No. 25 Tahun 2004
PP No. 5&6 Tahun 1975 PP No. 105 Tahun 2000 UU No. 32 Tahun 2004
UU No. 33 Tahun 2004

Manual Administrasi Kepmendagri No. 29 PP No. 24 Tahun 2005


Keuangan Daerah Tahun 2002 PP No. 58 Tahun 2005

Permendagri No. 13
Peraturan Daerah Tahun 2006

Permendagri No. 59
Tahun 2007
Keputusan KDH

Sumber: Diolah dari Forum Dosen Akuntansi , 2007

Pada era reformasi, dalam manajemen keuangan daerah terdapat reformasi

pelaksanaan seiring dengan adanya otonomi daerah. Adapun peraturan

pelaksanaannya menurut Halim (2001:3) telah dikeluarkan oleh pemerintah yang

mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang sekarang sekarang

berubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang sekarang berubah

menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut :

16
Universitas Sumatera Utara
a. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana

Perimbangan

b. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengolahan

dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

c. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman

Daerah

d. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara

Pertanggungjawaban Kepala Daerah

e. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17

November 2000 Nomor 903/235/SJ tentang Pedoman Umum

Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, karakteristik manajemen

keuangan daerah pada era reformasi antara lain :

a. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten

b. Pengertian pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta

perangkat lainya. Pemerintah daerah ini adalah badan eksekutif,

sedangkan badan legislatif didaerah adalah DPRD.

c. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban

kepala daerah (Pasal 5 PP Nomor 108 tahun 2000)

d. Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri

atas :

1). Laporan perhitungan APBD

2). Nota perhitungan APBD

17
Universitas Sumatera Utara
3). Laporan aliran kas

4). Neraca daerah dilengkapi dengan kinerja berdasarkan tolak

ukur Renstra (Pasal 38 PP nomor 105 tahun 2000)

e. Pinjaman APBD tdak lagi masuk dalam pos pendapatan (yang

menunjukan hak pemerintah daerah), tetapi masukan dalam pos

penerimaan (yang belum tentu menjadi hak pemerintah daerah)

f. Masyarakat termaksud dalam unsur-unsur penyusunan APBD

disamping pemerintah daerah yang terdiri atas kepala daerah dan

APBD

g. Indikator kinerja pemerintah daerah tidak hanya mencakup

1). Perbandingan antara anggaran dengan realisasinya

2). Perbandingan standar biaya dengan realisasinya

3). Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliputi standar

pelayanan yang diharapkan

h. Laporan pertanggungjawaban daerah pada akhir tahun anggaran

yang bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas oleh DPRD

dan mengandung konsekuwensi terhadap masa jabatan kepala

daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.

Dalam peraturan diatas terutama Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun

2000, dapat dilihat 6 (enam) pergeseran anggaran daerah secara umum dari era pra

reformasi ke era pasca reformasi yaitu :

a. Dari vertical accountability menjadi horizontal accountability

b. Dari traditional buget menjadi performance buget

18
Universitas Sumatera Utara
c. Dari pengendalian dan audit keuangan ke pengendalian dan audit

keuangan dan kinerja

d. Lebih menerapkan konsep value for money

e. Penerapan pusat pertanggungjawaban

f. Perubahan sistem akuntansi keuangan pemerintah

Atas dasar itu maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti PP Nomor

105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002.

PP No. 58 Tahun 2005 merupakan pengganti dari PP No 105 Tahun 2000

tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang selama ini

dijadikan sebagai landasan hukum dalam penyusunan APBD, pelaksanaan,

penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Substansi materi kedua

PP dimaksud, memiliki persamaan yang sangat mendasar khususnya landasan

filosofis yang mengedepankan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi dan

akuntabilitas. Sedangkan perbedaan, dalam pengaturan yang baru dilandasi

pemikiran yang lebih mempertegas dan menjelaskan pengelolaan keuangan

daerah, sistem dan prosedur serta kebijakan lainnya yang perlu mendapatkan

perhatian dibidang penatausahaan, akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban

keuangan daerah.

Tujuan dikeluarkannya PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No.13

Tahun 2006 adalah agar pemerintah daerah dapat menyusun Laporan Keuangan

sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yaitu PP No.24 Tahun yang

19
Universitas Sumatera Utara
merupakan panduan atau pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyajikan

keuangan yang standar, bagaimana perlakuan akuntansi, serta kebijakan

akuntansi.

B. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

1. Pengertian Kinerja Keuangan

Dalam organisasi sektor publik, setelah adanya oprasional anggaran,

langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi dan

akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam menghasilan pelayanan publik

yang lebih baik. ‘’Akuntabilitas yang merupakan salah satu ciri dari terapan good

governance bukan hanya sekedar kemampuan menujukan bagaimana menunjukan

bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan

efisien’’ (Mardiasmo 2002:121).

Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat

meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari

pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi merupakan perbandingan

ouput/ input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah

ditetapkan. ‘’Sedangkan efektif merupakan tingkat standar kinerja atau program

dengan target yang telah ditetapkan yang merupakan perbandingan-perbandingan

outcome dengan output’’ (Mardiasmo, 2002: 4).

Adapun arti dari penilaian kinerja menurut Mardiasmo (2002:28) ‘’yaitu

penentuan secara priodik efektifvitas oprasional suatu organisasi, bagian

organisasi, karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kreteria yang telah

20
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan sebelumnya.’’ Dan menurut keputusan menteri dalam negeri nomor 29

tahun 2002 yang sekarang berubah manjadi permendagri nomor 13 tahun 2006

tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan

daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah,

pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD), bahwa tolak ukur kinerja merupakan

komponen lainya yng harus dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja

keuangan dalam sistem anggaran kinerja.

Sedangkan menurut Mahmudin (2006 : 25) “Kinerja adalah gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang teruang dalam

stategic planning suatu organisasi”.

Disamping itu, menurut Sedarmayanti (2003 : 64) “Kinerja (performance)

diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu

organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat diukur

dengan dibandingkan standar yang telah ditentukan”.

Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri dari

kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan ability (knowladge + skill), sedangkan

faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) sumber daya aparatur pemerintah

dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan

sumber daya aparatur pemerintah dengan terarah untuk mencapai tujuan

pemerintah, yaitu good governance.

21
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan dengan Kinerja

Keuangan Pemerintah Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di

bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan

menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau

ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk kinerja

tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan

Pertangggungjawaban Kepala Daerah berupa Perhitungan APBD.

2. Kinerja Keuangan Berdasarkan LAKIP

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, ada kewajiban setiap instansi

pemerintah untuk menyusun dan melaporkan Pensekemaan Strategi tentang

program-program utama yang akan dicapai selama satu sampai dengan lima

tahun, sesui dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi dan jajaranya.

Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah dan fungsi instansi. LAKIP

tresebut sama sekali tidak menyinggung mengenai peran laporan keuangan

instansi yang seharusnya menjadi dasar penyusunan LAKIP, padahal seluruh

kegiatan penyelenggaraan pemerintah bermuara pada keuangan/pendanaan. Oleh

karena itu, tatacara penyusunan LAKIP tidak terstuktur, dan apabilah monitoring

pelaporannya tidak konsisten , maka nasibnya akan sama dengan kewajiban

pelaporan Waskat pada sepuluh tahun yang lalu, yang pada saat ini sudah tidak

ada instansi yang melaporkan.

Instansi pemerinatah yang berkewajiban menerapkan sistem akuntabilitas

kinerja dan menyampaikan pelaporanya adalah instansi dari pusat, Pemerintah

22
Universitas Sumatera Utara
Daerah Kabupaten/Kota. Adapun penaggung-jawabn penyusunan Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara

fungsional bertanggung jawab melayani fungsi administrasi di instansi masing-

masing. Selanjutnya pimpinan bersama tim kerja harus mempertanggujawabkan

dan menjelaskan keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapai.

Selain itu, penyusunan LAKIP harus mengukuti prinsip-prinsip yang

lajim, yaitu laporan harus disusun secara, objektif, dan transparan. Disamping itu,

perlu diperhatikan prinsip-prinsip lain:

 Prinsip pertanggungjawaban (adanya responsibility center),

sehingga lingkupnya jelas. Hal-hal yang dikendalikan

(controllable) oleh pihak yang melaporkan harus dapat dimengerti

pembaca laporan,

 Prinsip pengecualian, yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting

dan relevan bagi pengambil keputusan dan pertanggung jawaban

instansi yang bersangkutan

Misalnya, hal-hal yang menonjol baik keberhasi maupun

kegagalan, perbedaan antara realisasi dengan

target/standar/budget, penyimpangan dari skema karena alasan

tertentu dan sebagainnya.

 Prinsip manfaat , yaitu manfaat laporan harus lebih besar dari pada

biaya penyusunan.

Isi dari LAKIP adalah uraian pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan

fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi serta penjabaranya yang menjadi

23
Universitas Sumatera Utara
perhatian utama instansi pemerintah. Selain itu perlu dimasukkan juga beberapa

aspek pendukung meliputi uraian pertanggungjawaban mengenai :

a. Aspek keuangan

b. Aspek sumber daya

c. Aspek sarana dan prasarana

d. Metode kerja, pengedalian manajemen, dan kebijaksanaan lain yang

mendukung pelaksanaan tugas instansi

Agar LAKPI dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak

yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan

keunikan masing-masing instansi pemerintah. Penyeragaman ini paling tidak

dapat mengurangi perbedaan cara penyajian yang cenderung menjauhkan

pemenuhan persyaratan minimal akan informasi yang seharusnya dimuat dalam

LAKIP. Penyeragaman juga dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin,

sehingga perbandingan atau evaluasi dapat dilakkan secara memadai. LAKIP

dapat dapat dimasukan pada kategori laporan rutin, Karena paling tidak disusun

dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali.

Dan juga agar pengungkapan akuntabilitas aspek-aspek pendukung

pelaksanaan tugas dan fungsi tidak tumpang tindih dengan pengugkapan

akuntabilitas kinerja, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Uraian pertanggungjawaban keuangan dititikberatkan pada perolehan dan

penggunaan dana, baik dana yang berasal dari dana alokasi APBD (rutin

maupun pembangunan) maupun dana yang berasal dari PNBP

(penerimaan Negara bukan pajak).

24
Universitas Sumatera Utara
2. Uraian pertanggungjawaban sumber daya manusia, dititikberatkan pada

penggunaan dan pembinaan dalam hubunganya dengan peningkatan

kinerja yang berorentasi pada hasil atau manfaat, dan pengkatan kualitas

pelayanan kepada masyarakat.

3. Uraian mengenai pertanggungjawaban penggunaan sarana dan prasarana

dititikberatkan pada pengelolaan, pemeliharaan, pemanfaatan dan

pengembanganya.

4. Uraian tentang metode kerja, pengendalian manajemen dan kebijaksanaan

lainya, difokuskan pada manfaat atau dampak dari suatu kebijaksanaan

yang merupakan cerminan pertangungjawaban kebijaksanaan (policy

accontibility)

3. Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Analisa keuangan menurut Halim (2001:127) ‘’merupakan sebuah usaha

mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia.’’

Sedangkan pada pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah menegaskan bahwa keuangan daerah dikelolah secara tertib, taat pada

peraturan perundang-undangan efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat

untuk masyarakat.

Berdasarkan penjelasan Pasal 4 PP Nomor 58 tahun 2005 yang dimaksud

dari efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan

tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu;

25
Universitas Sumatera Utara
ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas tertentu pada tingkat

harga rendah; efektif merupakan mencapaian pencapaian hasil program dengan

target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan

hasil; transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan

masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya

tentang keuangan daerah; sedangkan bertanggungjawab merupakan perwujudan

kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pengendalaian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang

ditetapkan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelolah keuangan

dituangkan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) yang baik secara

langsung maupaun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah

dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan

pelayanan sosial masyarakat, yang dapat dianalisa menggunakan analisa rasio

keuangan terhadap APBD.

Menurut Halim (2001:127) penggunaan analisa rasio keuangan secara luas

sudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan

pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas, hal itu

karena:

a. Keterbatasan penyajian laporan keuangan pada lembaga pemerintah

daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan

keuangan oleh lembaga perusahaan yang bersifat komersial.

b. Selama ini penyusunan APBD sebagian masih dilakukan berdasarkan

perimbangan incremental budget yaitu besarnya masing-masing

26
Universitas Sumatera Utara
komponen pendapatan dan pengeluaran dihitung dengan meningkatkan

sejumlah pendapatan persentase tertentu (biasanya berdasarkan tingkat

inflasi). Oleh karena disusun dengan pendekatan secara incremental maka

sering kali mengabaikan bagaimana rasio keuangan dalam APBD. Misal

adanya prinsip ‘’yang penting pendapatan naik meskipun untuk

menaikanya itu diperlukan biaya yang tidak efisien’’.

c. Penilaian keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban

pengelolaan keuangan daerah, lebih ditekankan pada pencapaian target,

sehingga kurang memperhatikan bagaimana perubahan yang terjadi pada

komposisi ataupun pada struktur APBD.

Analisa keuangan adalah usaha mengidentifikasikan ciri-ciri keuangan

berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Bagi perusahaan swasta (lembaga

yang bersifat komersial). Analisa keuangan yang digunakan pada umumnya terdiri

dari :

1. Rasio likuiditas yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban dengan segerah.

2. Rasio leverage yaitu rasio yang mengukur perbandingan dana yang

disediakan oleh pemelik dengan dana yang dipinjam perusahaan dari

kreditor.

3. Rasio aktivitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas

perusahaan didalam menggunakan dan mengendalikan sumber yang

dimiliki perusahan.

27
Universitas Sumatera Utara
4. Rasio profitabilitas yaitu rasio yang mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba.

Rasio-rasio tersebut perlu disusun untuk melayani pihak yang

berkepentingan dengan perususahaan yaitu:

a. Para kreditor baik jangka pendek maupun jangka panjang, yaitu untuk

menilai kemamampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.

b. Pemegang saham ataupaun pemelik perusahaan, yaitu untuk

menganalisa sampai sejauh mana perusahaan maupun membayaran

dividen ataupun memperoleh laba.

c. Pengelolaan, yaitu sebagai informasi yang dapat dipakai sebagai

landasan dalam pengambilan keputusan.

Penggunaan analisa rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD

belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara

bulat mengenai nama dan kaidah pengukuranya. Meskipun demikian, dalam

rangka pengelolaan keuangan daerah yang transfaransi, jujur, demokratis, efektif,

efisien dan akuntabel. Analisa rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun

kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang

dimilki perusahaan swasta.

Analisa rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil

yang dicapai dari satu priode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana

kecenderuang yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan cara

membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki pemerintah daerah tertentu

dengan rasio keuangan yang lain yang terdekat adapun yang potensi daerahnya

28
Universitas Sumatera Utara
relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah

tersebut terhadap pemerintah daerah lainya. Adapun pihak-pihak yang

berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah:

1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).

Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.

2. Pemerintah Pusat/Propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan

pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah

3. Masyarakat dan kreditor, sebagai pihak yang akan turut memiliki

saham pemerintah daerah, bersedia memberikan pinjaman atapun

membeli obligasi.

Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong

pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara

berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus-

menerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang.

Salah satu alat menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola

keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap

APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Menurut Widodo (Halim,

2002:126) hasil analisis rasio keuangan ini bertujuan untuk:

1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan


otonomi daerah.
2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan
daerah.
3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya.
4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam
pembentukan pendapatan daerah.
5. Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan
pengeluran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.

29
Universitas Sumatera Utara
4. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah

Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD

belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara

bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam

rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif,

efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun

kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang

dimiliki perusahaan swasta.

Analisis rasio keuangan pada APBD keuangan pada APBD dilakukan

dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan

periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecendrungan yang

terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio

keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan daerah lain yang

terdekat maupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana

rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

Menurut Munir, dkk (2004:101) beberapa rasio yang dapat dikembangkan

berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut :

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Pendapatan Asli daerah

Bantuan pemerintah pusat/propinsi dan pinjaman

2. Rasio Desentralisasi fiskal


Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Total Penerimaan Daerah (TPD)

30
Universitas Sumatera Utara
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Untuk Daerah (BHPBP)
Total Penerimaan Daerah (TPD)
3. Rasio Tingkat Kemandirian Pembiayaan
Total Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Total Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP)
Total Pajak Daerah (TPjD)
Total Pendapatan Asli Daerah (PAD)
4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Rasio Efisiensi

Total Sisa Anggaran (TSA)


Total Belanja Daerah (TBD)

Total Pengeluaran Lain - lain (TPL)


Total belanja Daerah (TBD)

Rasio Efektifitas Realisasi penerimaan PAD


Target penerimaan PAD (berdasarkan potensi real daerah

5. Rasio Keserasian

Total Belanja Rutin


Total APBD

Total Belanja Pembangunan


Total APBD

6. Rasio pertumbuhan

Rasio pertumbuhan yang dimaksud disini adalah pertumbuhan pendapatan asli

daerah, total pendapatan daerah, total belanja rutin, dan total belanja

pembangunan dari suatu periode.

31
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan dari parameter rasio diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukan kemampuan

pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan

dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi

sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan

daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan

dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan

pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap

sumber dana ekternal. Semangkin tinggi rasio kemandirian mengandung arti

bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekternal (terutama

pemerintah pusat dan propinsi) semangkin rendah, dan demikian juga sebaliknya.

Rasio kemandirian juga menggambarkan tinggkat partisipasi masayarakat dalam

pembayar pajak dan restribusi daerah yang merupakan komponen utama

pendapatan asli daerah. Semangkin tinggi masyarakat membayar pajak dan

restribusi daerah akan menggambarkan tinggkat kesejateraan masyarakat yang

semangkian tinggi.

2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola

pendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi

32
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh

daerah terhadap total penerimaan daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang berasal dari

hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan

kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Total Pendapatan

Daerah (TPD) merupakan jumlah dari seluruh penerimaan dari seluruh

penerimaan dalam satu tahun anggaran.

Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP) merupakan pajak yang

dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian didistribusikan antara pusat

dan daerah otonomi. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat keadilan

pembagian sumber daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan sesuai potensi

daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya maka suatu

daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan

dari pemerintah pusat.

Derajat desentralisasi fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan

dengan TPD, menurut hasil penemuan Tim Fisipol UGM dalam Munir (2004:106)

menggunakan skala interval sebagaimana yang terlihat dalam Tabel 2.5.

33
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2
Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal

PAD/TPD (%) Kemampuan Keuangan Daerah


<10.00 Sangat kurang
10.01 – 20.00 Kurang
20.01 – 30.00 Cukup
30.01 – 40.00 Sedang
40.01 – 50.00 Baik
>50.00 Sangat Baik
Sumber: Munir, 2004:106

3. Tingkat Kemandirian Pembiayaan

Ukuran ini menguji tingkat kekuatan kemandirian pemerintah kabupaten

dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap

periode anggaran. Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP) merupakan

pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pokok pelayanan masyarakat

yang terdiri dari belanja barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pengeluaran

tidak termasuk bagian lain dan tidak tersangka serta belanja lain-lain.

Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan PAD dalam

membiayai balanja daerah diluar belanja pegawai. Dalam ketentuan yang

digariskan bahwa belanja rutin daerah dibiayai dari kemampuan PAD setiap

Pemda dan karenanya tolok ukur ini sesuai pengukuran dimaksud.

Pajak Daerah (TPjD) merupakan iuran wajib yang dilakukan orang

pribadi, atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang

dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan

digunakan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan

pemerintah.

34
Universitas Sumatera Utara
Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi pajak daerah

sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh daerah terhadap total PAD.

Semakin besar rasio akan menunjukkan peran pajak sebagai sumber pendapatan

daerah akan semakin baik.

4. Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Ukuran ini menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang

daerah. Sisa Anggaran (TSA) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah

atas belanja yang dikeluarkan dalam satu tahun anggaran ditambah selisih lebih

transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran.

Rasio pertama dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan

perencanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan

setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran. Semakin kecil rasio akan

menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik.

Pengeluaran lainnya (TPL) merupakan pengeluaran yang berasal dari

pengeluaran tidak termasuk bagian lain ditambah dengan pengeluaran tidak

tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran.

Total Belanja Daerah (TBD) merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran

daerah dalam satu tahun anggaran yang membebani anggaran daerah. Rasio kedua

mengukur pengendalian dan perencanaan anggaran belanja. Semakin kecil rasio

akan menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya untuk mengurangi

biaya lain-lain atau biaya taktis yang tidak jelas tujuan pemanfaatannya.

35
Universitas Sumatera Utara
Rasio efektifitas manggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan

target yang ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah.

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif

apabila yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun

demikian semangkin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah

yang semangkin baik. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas

tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah

daerah.

5. Rasio Keserasian

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah

memperioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan

secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja

rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan

untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin

kecil.

Belum ada patokan yang pasti yang pasti berapa besarnya rasio belanja

rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena itu sangat

dipengarui oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan

investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun

demikian, sebagai daerah di negara berkembang peran pemerintah daerah untuk

memacu pelaksanaa pembangunan masi relatif besar. Oleh karena itu, rasio

36
Universitas Sumatera Utara
belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan

kebutuhan pembangunan di daerah.

6. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur seberapa besar kemampuan

pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang

telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya

pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan

pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi- potensi mana yang diperlu

mendapatkan perhatian.

C. Anggaran Berbasis Kinerja

1. Pengertian Anggaran

Proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu penting yang menjadi

sorotan masyarakat. Pidato Presiden setiap bulan Agustus tentang Nota Keuangan

dan Ancangan APBD, misanya, selalu menjadi indikator perekonomian Negara

untuk selama setahun berikutnya. Bahkan, tidak jarang APBD tersebut menjadi

alat politik yang digunakan oleh pemerintah sendiri maupun oleh pihak oposisi.

Jika demikian, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan anggaran? Bagaimana

seluk-beluknya?

Menurut Mardiasmo (2002), ‘’Anggaran adalah sebuah proses yang

dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang

dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas (the process of

37
Universitas Sumatera Utara
allocating resources to unlimited demends )’’. Pengertian tersebut

mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah

organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelanyanan maksimal

kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terhambat oleh

terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Disinilah dituntut peran penting anggaran.

Anggaran dapat juga dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi

kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran

finansial. Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama

pemerintah, merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan

politis yang cukup segnifikan. Berbeda dengan penyusunan anggaran

diperusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil.

Mardismo (2002:61) menyatakan bahwa ‘’Anggaran merupakan

pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu

tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial sedangkan penganggaran adalah

proses atau metode untuk mepersiapkan suatu anggaran’’.

Sedangkan menurut Bastian (2006:164) ‘’mengutip dari National

Committeen on Govermental Acconting (NCGA), yaitu rencana operasi keuangan

yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan

yang diharapkan untuk membiayai dalam periode waktu tertentu.’’

Anggaran merupakan dokumen yang berisi angka-angka yang

diprediksikan akan diperoleh dan akan digunakan untuk satu jangka waktu

tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah suatu

instrumen yang menggambarkan kebijakan manajemen yang dinyatakan dalam

38
Universitas Sumatera Utara
bentuk angka-angka yang dibuat secara sistematis dan terencana dengan

mengintregrasikan dan mengalokasikan seluruh sumber daya (resources) ke

dalam berbagai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai

kinerja yang diharapkan pada suatu masa tertentu.

Penganggaran pada organisasi publik yang berorentasi pada pelayanan

terhadap masyarakat bersifat terbuka serta cenderung dipengarui oleh iklim politik

dalam suatu Negara. Hal ini menyebabkan penyusunan anggaran pada publik

lebih komplek dibandingkan dengan penyusunan anggaran pada organisasi privat.

Mardiasmo (2002:62) menyatakan ‘’anggaran publik berisi rencana

kegiatan yang direpersentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan

belanja dalam satu moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana anngaran publik

merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu

organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas.’’

Lebih lanjut Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa:

Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang


cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang lebih tinggih. Hal tersebut
berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa
poltiknya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia
perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sector public
anggaran justru harus diinformasikan kepada public untuk dikeritik, didiskusikan,
dan diberimasukan. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas
atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai
dengan uang publik.

Anggaran sektor publik menggambarkan kegiatan pemerintah dalam upaya

memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai stakeholder. Oleh sebab itu setiap

anggaran publik harus berpihak kepada kepentingan rakyat banyak dan bukan

39
Universitas Sumatera Utara
hanya untuk memenuhi kebutuhan implementor serta meningkatkan wibawa

pemerintah.

Anggaran menjadi sangat esensial dalam upaya menghapus kemiskinan dan

meningkatkan kesejateraan masyarakat melalui program pemerintah dengan

melibatkan masyarakat. Penyusunan anggaran harus sesuai dengan prinsip-prinsip

yang diterima secara umum.

Mardiasmo (2002:63) mengungkapkan ada beberapa fungsi utama dari

adanya anggaran sektor publik yaitu

a. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool)


b. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool)
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool)
d. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool)
e. Anggaran sebagai alat kordinasi dan komunikasi (Coordination &
Communication)
f. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performeance
Measurement Tool)
g. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool)
h. Anggaran sebagai alat menciptakan ruang public (Publik Sphere)

Adapun tipe dari anggaran menurut Bastian (2006:166) adalah sebagai

berikut :

a. Line Item Budgeting

Line item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan pada

dan dari mana dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut

digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini relative dianggap paling tua

dan banyak mengandung kelemahan atau sering disebu tradisional.

40
Universitas Sumatera Utara
b. Planning Programming Budgeting System (PPBS)

Planning Programming Budgeting System adalah suatu proses

perencanaan, pembuatan, program, dan penganggaran, serta didalamnya

terkandung indetifikasi tujuan organisasi atas permasalahan yang mungkin timbul.

c. Zero Based Budgeting (ZBB)

Zero Based budgeting adalah sistem anggaran yang didasarkan pada

perkirakan kegiatan, bukan pada yang telah dilakukan dimasa lalu, dan setiap

kegiatan dievaluasi secara terpisah.

d. Performance Budgeting

Performance Budgeting adalah sistem penganggaran yang berorentasi pada

output organisasi dan berkaitan erat dengan Visi, Misi, dan Rencana Strategi

Organisasi.

e. Medium Term Budgeting Framework (MTBF)

Medium Term Budgeting Framework adalah suatu kerangka strategi

kebijakan pemerintah tentang anggaran belanja untuk departemen dan lembaga

pemerintah non departemen, dan kerangka tersebut memberikan tanggung jawab

yang lebih besar kepada departemen untuk penetapan alokasi dan penggunaan

sumber dana pembangunan.

2. Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut keputusan Menteri dalam negeri nomor 29 tahun 2002 yang

sekarang berubah menjadi Permendagi Nomor 13 Tahun 2006 anggaran

pendapatan belanja daerah (ABPD) dalam era otonomi daerah disusun dengan

41
Universitas Sumatera Utara
pendekatan kinerja, artinya sistim anggaran yang mengutamakan pencapaian hasil

kinerja atau keluaran (output) dari perencanaan alokasi biaya yang telah

ditetapkan. Dengan demikian diharapkan penyusunan dan pengalokasian anggaran

dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan preferensi daerah yang

bersangkutan (Mariana 2005)

Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan keuangan daerah

sejak diterbitkanya PP Nomor 105 tahun 2000 yang dalam pasal 8 dinyatakan

bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Penerapan anggaran berbasis

kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan

UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan nagara dan diterapkan secara bertahap

mulai tahun anggaran 2005.

Menurut Mardiasmo (2002;105) “Performance budget pada dasarnya

adalah sistim penyusunan dan pengolahan anggaran daerah yang berorientasi pada

pencapaian hasil kerja atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan

efektifitas pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan publik”.

Selanjutnya Mardiasmo (2002:132) menyatakan “Pengertian efisiensi

berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan

dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input

yang digunakan (cost of output)”. Proses kegiatan operasional dapat dikatakan

efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan

penggunaan Sumber Daya dan Dana yang serendah-rendahnya (spending well).

Pengertian evektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau

target kebijakan (hasil guna). Evektifitas merupaka hubungan antara keluaran

42
Universitas Sumatera Utara
dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional harus

dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir

kebijakan (spending wesely).

Dalam penjelasan PP nomor 105 tahun 2000 dinyatakan bahwa anggaran

dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan

upaya pencapaian hasil kerja atau output dari alokasi biaya atau input yang

ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut, setiap input yang ditetapkan dalam

anggaran harus dapat diukur hasilnya dan pengukuran hasil bukan pada besarnya

dana yang telah dihabiskan sebagaimana yang dilaksanakan pada sistim

penganggaran tradisional (line-item & incremental budget) tetapi pada tolak ukur

kinerja yang telah ditetapkan.

Menurut Kepmendagri No.29 tahun 2002 pengertian anggaran berbasis

kenerja adalah:

a. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja

atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.

b. Didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Anggaran dipandang sebagai

alat untuk mencapai tujuan.

c. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan

evektifitas anggaran.

d. Anggaran kinerja merupakan system yang mencakup kegiatan penyusunan

program dan tolak ukur (indicator) kinerja sebagai instrument untuk

mencapai tujuan dan sasaran program.

43
Universitas Sumatera Utara
Bastian (2006;171) “Performance budgeting (anggaran yang berorentasi

pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorentasi pada output organisasi

dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategi organisasi.

Performance budgeting mengalokasikan sumber daya pada program, bukan pada

unit organisasi semata dan memakai ‘output measurement’ sebagai indikator

kinerja organisasi’’.

Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut Bastian,

komponen-komponen visi, misi dan rencana strategi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari anggaran berbasia kinerja. Dengan demikian penyusunan

anggaran berbasis kinerja membutukan suatu sistim administrasi publik yang telah

ditata dengan baik, konsisten dan tersetuktur sehingga kinerja anggaran dapat

dicapai berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan. Melalui pengukuran

kinerja, manajemen dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu unit

organisasi dalam pencapaian sasaran dan tujuan untuk selanjutnya memberikan

penghargaan (reward) untuk keberhasilan atau hukuman (punishment) untuk

kegagalan.

Untuk dapat mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja secara utuh,

terlebih dahulu harus mengetahui langka-langka dalam penyusunan anggaran

berbasis kinerja. Langka-langka pokok dalam penerapan performance budgeting

adalah:

1. Pengembangan suatu struktur program atau aktivitas untuk masing-

masing badan atau lembaga.

44
Universitas Sumatera Utara
2. Memodifikasi system akuntansi sehingga biaya untuk masing-masing

program dapat ditetapkan.

3. Mengidentifikasi ukuran kinerja pada tingkat aktivitas atau

pelaksanaan.

4. Menghubungkan biaya dengan ukuran kinerja sehingga target biaya

dan kinerja dapat ditetapkan.

5. Membangun sistem monitoring sehingga penyimpangan (variance)

antara target dengan kenyataan sebenarnya dapat diketahui.

Langka-langka tersebut mengandung dua aspek penting, yakni pemograman

(programming) dan pengukuran kinerja (performance measurement). Program

merupakan level klasifikasi pekerjaan yang tertinggi yang dilakukan oleh suatu

badan dalam melaksanakan tanggungjawab, yang digunakan untuk menetapkan

porsi pekerjan yang harus dihasilkan untuk mencapai produk akhir yang

menentukan keberadaan-keberadaan tersebut. Sedangkan aktivitas merupakan

bagian dari total pekerjaan dalam suatu program. Aktivitas merupakan

sekelompok operasi pekerjaan atau tugas yang pada umumnya dilaksanakan oleh

unit administratif terendah dalam suatu organaisasi untuk mencapai tujuan dan

sasaran program organisasi.

Menurut Mardiasmo (2002:84). Pendekatan anggaran berbasis kinerja

disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran

tradisional, khususnya kelemahan yang disebabakan oleh tidak adanya tolak ukur

yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan

sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat

45
Universitas Sumatera Utara
menekankan konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output.

Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan

prioritas tujuan serta pendekatan yang sistimatis dan rasional dalam proses

pengambilan keputusan.

Anggaran berbasis kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja.

Oleh karena itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian

anggaran berbasis kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan

efektifitas anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan tradisional

yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah

akan menyalagunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over spending).

Menurut pendekatan anggaran berbasis kinerja, dominasi pemerintah akan dapat

diawasi dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit

keuangan dan audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Selain didorong untuk

menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk mampu

mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan

tersebut maka diperlukan adanya program dan tolak ukur sebagai standar kinerja.

Sistem anggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang

mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen

untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Berikut ini akan dilampirkan contoh

Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja pada Pemerintahan Daerah Kabupaten

Labuhanbatu dalam Tabel 2.3

46
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3
Target dan Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Labuhanbatu
Tahun Anggaran 2006

TARGET REALISASI %
NO. BELANJA
(Rp) (RP.) PENCAP.
1 Belanja Aparatur Daerah 371.302.013.194,00 328,640,213,047.85 88.51
a Belanja Administrasi Umum
. 322.036.776.791,00 294.475.024.597,00 91.44
b Belanja Operasi dan Pemeliharaan
. 33.891.841.403,00 27.954.207.946,85 82,48
c. Belanja Modal 15.373.395.000,00 6.210.980.504,00 40,40
2 Belanja Pelayanan Publik 312.763.167.079,00 153.399.131.444,00 49,05
a Belanja Administrasi Umum
. 10.462.422.000,00 10.412.453.831,00 99,52
b Belanja Operasi dan Pemeliharaan
. 43.272.493.589,00 35.463.076.897,00 81,95
c. Belanja Modal 225.684.300.291,00 78.276.880.467,00 34,68
d Belanja Bagi Hasil dan Bantuan
. Keuangan. 29.664.139.000,00 28.474.251.100,00 95,99
e Belanja Tidak Tersangka
. 3.679.812.199,00 772.469.149,00 20,99
Jumlah Belanja Daerah. 684.065.180.273,00 482.039.344.491,90 70,00
Sumber LKPJ Kabupaten Labuhanbatu 2006

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa struktur belanja pada APBD

Kabupaten Labuhanbatu tahun 2006 masih lebih besar belanja Aparatur dari pada

belanja pelayanan publik dengan presentase 54,28% belanja Aparatur dan 45,72%

belanja pelayanan Publik. Pada Belanja Aparatur alokasi terbesar adalah pada

Belanja Administrasi Umum yaitu 86,73% dari total Belanja Aparatur, sedangkan

pada belanja pelayanan Publik alokasi terbesar adalah untuk Belanja modal yaitu

72,16% dari total belanja pelayanan Publik.

Secara rinci target dan realisasi untuk masing-masing kelompok, jenis dan

rincian belanja daerah akan diuraikan dalam tabel berikut :

47
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4
Target dan Realisasi Belanja Aparatur Daerah
Tahun Anggaran 2006

1. Belanja Aparatur Daerah

TARGET REALISASI %
NO. BELANJA APARATUR DAERAH
(Rp) (RP.) PENCAP.
1 Belanja Administrasi Umum 322,036,776,791.00 294,475,024,597.00 91.44
a. Belanja Pegawai/ Personalia 290,136,103,379.00 264,490,328,622.00 91.16
b. Belanja Barang dan Jasa 20.926.876.412,00 19.736.926.458,00 94,31
c. Belanja Perjalanan Dinas 4.642.845.000,00 4.173.422.400,00 89,89
c. Belanja Pemeliharaan 6.330.952.000,00 6.074.347.117,00 95,95
2 Belanja Operasi & Pemeliharaan 33.891.841.403,00 27.954.207.946,85 82,48
a. Belanja Pegawai/ Personalia 18.348.076.103,00 16.151.086.339,85 88,03
b. Belanja Barang dan Jasa 7.959.376.100,00 5.555.294.415,00 69,80
c. Belanja Perjalanan Dinas 5.495.215.000,00 4.473.607.500,00 81,41
d. Belanja Pemeliharaan 2.089.174.200,00 1.774.219.692,00 84,92
3 Belanja Modal 15.373.395.000,00 6.210.980.504,00 40,40
Jumlah Belanja Pelayanan Publik 371,302,013,194.00 328,640,213,047.85 88.51

Sumber LKPJ Kabupaten Labuhanbatu 2006

Tabel 2.5
Target dan Realisasi Belanja Pelayana Publik
Tahun Anggarn 2006

2. Belanja Pelayanan Publik

TARGET REALISASI %
NO. BELANJA PELAYANAN PUBLIK
(Rp) (RP.) PENCAP.
1 Belanja Administrasi Umum 10.462.422.000,00 10.412.453.831,00 99,52
a. Belanja Pegawai/ Personalia 1.742.130.000,00 1.733.710.000,00 99,52
b. Belanja Barang dan Jasa 8.198.734.000,00 8.157.185.831,00 99,49
c. Belanja Perjalanan Dinas 0,00 0,00 0,00
c. Belanja Pemeliharaan 521.558.000,00 521.558.000,00 100,00
2 Belanja Operasi & Pemeliharaan
43.272.493.589,00 35.463.076.897,00 81,95
a. Belanja Pegawai/ Personalia 11.269.886.000,00 10930361497,00 96,99
b. Belanja Barang dan Jasa 25.027.227.450,00 20.272.424.700,00 81,00
c. Belanja Perjalanan Dinas 620.385.000,00 599.207.500,00 96,59
d. Belanja Pemeliharaan 6.354.995.139,00 3.661.083.200,00 57,61
3 Belanja Modal 225.684.300.291,00 78.276.880.467,00 34,68
4 Belanja bagi Hasil dan Bantuan
keuangan 29.664.139.000,00 28.474.251.100,00 95,99
5 Belanja Tidak Tersangka 3.679.812.199,00 772.469.149,00 20,99
Jumlah Belanja Aparatur Daerah 312.763.167.079,00 153.399.131.444,00 49,05
Sumber LKPJ Kabupaten Labuhanbatu 2006

48
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diatas dapat disimpulan bahawa dengan kondisi anggaran dan

realisasinya tersebut. Secara keselurahan, dapat kita lihat bahwa total realisasi

lebih rendah dari total anggaran. Tidak seperti pada pendekatan tradisonal, analisa

tidak dilakukan pada setiap pos belanja, tetapi dilakukan pada tiap kegiatan yang

telah ditetapkan. Kita melihat bahwa realisasi belanja kegiatan ini lebih kecil 70%

dari yang dianggarkan. Seperti halnya pendekatan tradisonal, tingkat pengendalian

sangat menentukan apakah realisasi belanja yang terjadi telah efisien atau tidak.

jika tingkat pengendalian belanja ditetapkan pada level kegiatan, maka kinerja

keuangan bisa dikatakan baik meskipun terdapat realisasi belanja daerah yang

melebihi anggaranya.

3. Prinsip-Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja

Indikator dari prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja adalah :

a. Transportasi

Transportasi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan,

pelaksanan anggaran daerah. Transportasi memberikan arti bahwa anggota

masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran

karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan

kebutuhan-kenutuhan masyarakat.

b. Akuntabilitas

Akuntabilitas sebagai kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk

mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan

49
Universitas Sumatera Utara
pelaksanan kebijkan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik.

c. Value for money

Value for money adalah pengharapan terhadap uang. Value for money

terdiri :

1) Ekonomi

Besarnya realisasi anggaran yang digunakan pemerintah daerah.

2) Efesiensi

Pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau

pengguna input yang terendah untuk mencapai output tertentu.

3) Efektivitas

Pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.

50
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai