Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF

I. Konsep Penyakit Ileus


1.1 Definisi
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. Ileus
obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus,
dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Inayah, 2004).

Ileus obstruktif adalah hambatan pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di
dalam lumen usus.(Sjamsuhidayat, 2005). Ileus obstruksi adalah gangguan
(apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus intestinal (Price &
Wilson, 2007). Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada
usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).

Berdasarkan bebera pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Ileus


obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik yang menghambat pasase cairan, flatus, dan
makanan.

1.2 Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1.2.1 Mekanis
Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada
usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis,
striktur, perlekatan (adhesi), hernia dan abses

1
2

1.2.2 Fungsional
muskulator usus tidak mampu mendorong isisepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)

1.3 Tanda dan Gejala


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Menurut Winslet,(2002),gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung


kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok


hypovolemik, pireksia,septikemia, penurunan respirasi dan
peritonitis.Terhadapsetiappenyakit yang dicurigai ileusobstruktif, semua
kemungkinan hernia harus diperiksa. (Winslet, 2002)Nyeri abdomen
biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudianmenjadi bersifat kolik.Ia
sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat padadinding usus melawan
obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul
setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai
20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dariileus obstruktif usus
halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanyatampil dengan nyeri
intaumbilikus.Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas
menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya
berhenti.Pada saat ini nyeri mereda dan diganti olehpegal generalisata
menetap di keseluruhan abdomen.Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi
baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileusobstruksi strangulata
harus dicurigai.(Sabiston, 1995).
3

Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi


yangmemuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga
diikutioleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s,
2001).Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif.Jika ileus obstruktif
usushalus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga
tak terlihat distensi.Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
konstipasi absolut(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif
(dimana hanya gas yangbisa keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan
mengerluarkan gas dan feses perrektum juga suatu gambaran khas ileus
obstruktif.Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai
petanda (Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia.Nyeri tekanabdomen


yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau
sudahterjadi.Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi.
(Winslet,2002),

1.4 Patofisiologi
Ileus non mekanis dapat disebabkan oleh manipulasi organ abdomen,
peritonitis, sepsis dll, sedang ileus mekanis disebabkan oleh perlengketan
neoplasma, benda asing, striktur dll.Adanya penyebab tersebut dapat
mengakibatkan passage usus terganggu sehingga terjadi akumulasi gas dan
cairan dlm lumen usus. Adanya akumulasi isi usus dapat menyebabkan
gangguan absorbsi H20 dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan
kehilangan H20 dan natrium, selanjutnya akan terjadi penurunan volume
cairan ekstraseluler sehingga terjadi syok hipovolemik, penurunan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan, hipotensi dan asidosis metabolik.
Akumulasi cairan juga mengakibatkan distensi dinding usus sehingga
timbul nyeri, kram dan kolik.Distensi dinding usus juga dapat menekan
kandung kemih sehingga terjadi retensi urine.Distensi juga dapat menekan
diafragma sehingga ventilasi paru terganggu dan menyebabkan sulit
4

bernafas.Selain itu juga distensi dapat menyebabkan peningkatan tekanan


intralumen.Selanjutnya terjadi iskemik dinding usus, kemudian terjadi
nekrosis, ruptur dan perforasi sehingga terjadi pelepasan bakteri dan toksin
dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistem. Pelepasan
bakteri dan toksin ke peritoneum akan menyebabkan peritonitis septikemia.

Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus juga dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi komplet sehingga gelombang peristaltik dapat berbalik
arah dan menyebabkan isi usus terdorong ke mulut,keadaan ini akan
menimbulkan muntah-muntah yang akan mengakibatkan dehidrasi. Muntah-
muntah yang berlebihan dapat menyebabkan kehilangan ion hidrogen &
kalium dari lambung serta penurunan klorida dan kalium dalam darah, hal
ini merupakan tanda dan gejala alkalosis metabolik.
Dari penjelasan diatas masalah yang muncul yaitu :
PK : asidosis metabolik, nyeri akut, retensi urinarius, pola nafas tak efektif,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko kekurangan volume
cairan.
PK : alkalosis metabolic

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Pemeriksaan radiologi
1.5.5.1 Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral
dekubitus)memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus
disertai adanya batas antaraair dan udara atau gas (air-
fluid level) yang membentuk pola bagaikantangga.
1.5.5.2 Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan
obstruksi usus halus. Pengujian Enema Barium terutama
sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang
tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada
anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan
enemabarium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga
mungkin sebagai terapi.
5

1.5.5.3 CT – Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto
polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT– Scan
akan mempertunjukkan secara lebihteliti adanya
kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus,
danperitoneum. CT– Scan harus dilakukan dengan
memasukkan zat kontras ke dalam pembuluh darah.Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi.
1.5.5.4 USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan
penyebabdari obstruksi.

1.5.2 Pemeriksaan laboratorium


Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada
urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi.Analisa gas darah dapat
mengindikasikanasidosis atau alkalosis metabolic.
( Brunner and Suddarth, 2002 )

1.6 Komplikasi
Menurut Brunner and Suddarth, (2001), komplikasi yang mungkin terjadi
pada ileus obstruksi adalah:
1.6.1 Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
1.6.2 Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
1.6.3 Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
1.6.4 Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.

1.7 Penatalaksanaan Medis


Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi,mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
6

obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali


normal.

1.7.1 Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu di perhatikan adalah mengawasi tanda –
tanda vital, dehidrasi dan syok.Pasien yang mengalami ileus
obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit
sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer
laktat.Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda -
tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan
intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT).
NGT di gunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
1.7.2 Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagaiprofilaksis.Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mualmuntah.
1.7.3 Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder.Operasi diawali dengan laparotomi
kemudiandisusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selamalaparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukanoperasi: jika obstruksinya
berhubungan dengan suatu simple obstruksi atauadhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasimaka
reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4
macamcara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
a. Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarceratanon-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau
pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus
baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya
pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
7

c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari


tempatobstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan
kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi
ileus, kadang-kadang dilakukan tindakanoperatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus
dananastomosis. (Sabara, 2007)

II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Fraktur Femur


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1 Anamnesis : (Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis)
2.1.1.2 Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan
singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan
keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan
kesehatan.
2.1.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari obstruksi ileus, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut Mengungkapkan
hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST:
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang,
timbul atau terus-menerus (menetap)
8

R : Di daerah mana gejala dirasakan


S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numeric1 s/d 10
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang
memperberat dan memperingan keluhan
2.1.1.4 Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya
riwayat Apakah klien sebelumnya pernah mengalami
penyakit pada sistem pencernaan, atau adanya riwayat
operasi pada sistem pencernaan.
2.1.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
yang samadengan klien.
2.1.1.6 Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik: Data fokus


2.1.2.1 Primer survey
a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa
adanya sumbatan atau obstruksi,
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat,
pola napas teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas
cuping hidung,dan suara napas vesikuler,
c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt,
tekanan darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat
oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah
perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila
ada perdarahan.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon
pupil anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang
berdampak pada medulla spinalis.
9

2.1.2.2 Secondary survey


a. Fokus Asesment
1. Kepala:Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak,
mata, telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap
kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon
terhadap cahaya ?
2. Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis,
otot-otot leher bagian belakang. Temuan yang
dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
3. Dada: Lihattampilan fisik, tulang rusuk,
penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan dada,
suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka
terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan
gerakan dada para doksikal, suara paru hilang atau
melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola
napas yang tidak adekuat (disertai dengan
penggunaaan otot-otot asesoris).
4. Abdomen:
a. Inspeksi: Pada abdomenharus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa
abdomen.Terkadang dapat dilihat gerakan
peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan
mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan
muntah.Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston,
1995; Sabara, 2007).
b. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi
terdengar kehadiran episodic gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’)
diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa
hari dalam perjalanan penyakit dan usus di
atas telah berdilatasi, maka aktivitas
10

peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa


tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya
nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulate
(Sabiston, 1995).
c. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda
iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang
mencakup defance musculair involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal (Sabiston, 1995: Sabara, 2007).
5. Pelvis dan rektum:
Bagian akhir yang diharuskan dari
pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan
massa atau tumor serta tidak adanya feses di
dalam kubah rektum menggambarkan ileus
obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik
atau feses postif banyak ditemukan di dalam
rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus
obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di
dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi
rektum menyemprot;penyakit Hirdchprung
(Anonym, 2007).

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola napas (00032)
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberi ventilasi adekuat
2.2.2 Batasan karakteristik
a. Penurunan tekanan ekspirasi
b. Penurunan tekanan inspirasi
c. Penurunan ventilasi semenit
d. Penggunaan otot bantu pernafasan
e. Pola nafas abnormal (mis. Irama, frekuensi, kedalaman)
11

f. Takipnea
g. Pernafasan cuping hidung
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Nyeri
b. Ansietas
c. Posisi tubuh
d. Keletihan
e. Hiperventilasi
f. Keletihan otot pernafasan

Diagnosa 2: Kekurangan volume cairan (00027)


2.2.4 Definisi
Penurunan cairan intravaskuler, interstitial, dan/atau intaseluler, ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubah pada
natrium
2.2.5 Batasan karakteristik
1. Perubahan status mental
2. Perubahan tekanan darah
3. Perubahan tekanan nadi
4. Penurunan volume nadi
5. Penurunan turgor kulit
6. Penurunan haluaran urine
7. Penurunan pengisian vena
8. Membrane mukosa kering
9. Peningkatan hematokrit
10. Peningkatan suhu tubuh
11. Peningkatan frekuensi nadi
12. Kelemahan
2.2.6 Faktor Resiko
1. Kehilangan cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme regulasi
12

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola napas (00032)
2.3.2 Tujuan Dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit pola
nafas dalam batas normal, dengan kriteria:
1. Memiliki pola nafas dan frekuensi dalam batas normal
2. Kepatenan jalan nafas adekuat
3. Status tanda-tanda vital dalam batas normal
2.3.3 Intervensi keperawatan
1. Kaji pucat, sianosis dan saturasi oksigen
Rasional: Hipoksia dapat diindikasikan dengan adanya pucat dan
sianosis
2. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
Rasional: agar kebutuhan oksigen terpenuhi dan frekuensi nafas
dalam batas normal
3. Auskultasi suara nafas, ada/tidaknya bunyi nafas tambahan
Rasional: Crackels mengindikasikan komplikasi sistem
pernafasan.
4. Kaji bising usus pasien
Rasional: Berkurangnya/hilangnya bising usus menyebabkan
terjadi distensi abdomen sehingga mempengaruhi pola nafas.
5. Posisikan pasien dengan semi fowler
Rasional: Posisi supine meningkatkan resiko obstruksi jalan
nafas oleh lidah, bila dimiringkan maka pasien akan mengalami
aspirasi. Semi fowler adalah pilihan yang tepat untuk
kenyamanan, pengembangan ekspansi paru yang optimal,
menghindari aspirasi.
6. Pantau terapi oksigen.
Rasional:Menjaga status pernapasan klien agar tetap optimal,
memberikan terapi sesuai yang dibutuhkan klien. Terapi oksigen
dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan
pengambilan oksigen.
13

Diagnosa 2 : kekurangan volume cairan (00027)


2.3.4 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, volume cairan
tidak mengalami kekurangan. Dengan kriteria hasil:
1. Intake dan output seimbang
2. Turgor kulit baik

2.3.5 Intervensi keperawatan dan rasional


1. Pantau tanda-tanda vital dan observasi kesadaran serta
gejalasyok
Rasional:Takikardi dan hipotensi dapat mengindikasikan syok
hipovolemi. Perubahan ortostatik (tekanan darah menurun 10
mmhg atau lebih dan nadi meningkat 20 kali/menit atau lebih)
mengindikasikan hipovolemik.
2. Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit
jelek, kulit dan membrane mukosa kering, pucat. Kaji juga
kehausan, khususnya pada lansia
Rasional: Turgor kulit jelek, kulit dan membrane mukosa kering,
peningkatan kehausan dapat mengindikasikan hipovolemia
sehingga terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler.
3. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan
perbandingkan. Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-
4 jam. Laporkan sebagai berikut :
- Urine output lebih dari 200ml/jam selama 2 jam
- Urine output kurang dari 30ml/jam selama 2 jam
Rasional: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan
dapat menimbulkan kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan
perbandingannya dapt mendeteksi kekurangan.
- Urine output lebih dari 200ml/jam biasanya menunjukan
diabetes insipidus. Pasien dengan peningkatan TIK.Diabetes
insipidus dihasilkan dari kegagalan gland pituitary dalam
mensekresi ADH karena kerusakan hipotalamus.Seperti
gangguan karena neurosurgery, tapi hal itu juga dapat terjadi
sebagai sekunder dari lesi vaskuler atau trauma kepala berat.
- Indikasi adanya deficit volume cairan.
14

4. Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan


penambahan potassium klorida jika serum potassium rendah.
Pantau akses IV , antisipasi peningkatan pemberian cairan jika
hipertermia atau adanya infeksi.
Rasional: Penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan
penurunan kardiak output menunjukan preload
insuffisiensi.Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk
kehilangan cairan tubuh. Produk darah, koloid, atau albmin,
dapat digunakan untuk peningkatan MAP. Monitor digunakan
untuk mencegah overload volume cairan. Cairan dengan
potassium harus dipantau dengan seksama karena potassium
mengiritasi vena dan infus potassium yang cepat dapat
menyebabkan hiperkalemia.Hipertermia dan infeksi terjadi
akibat kehilangan cairan karena peningkatan metabolic,
peningkatan keringat dan ekskresi cairan melalui pernafasan.
5. Pantau cairan perenteral dengan elektrolit, antibiotic, dan
vitamin.
Rasional: Pengawasan akurat intake output menandakan
keseimbangan pemberian sehingga tidak terjadi syok
hipovolemik.
15

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart.2002 . Buku Ajar Keperawatan .Edisi 3. Jakarta: EGC.

Heather, H.T. 2014.Nanda Internasional DIAGNOSA KEPERAWATAN Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Inayah, iin.2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. Jakarta: EGC.

Price &Wilson.2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,


Volume1. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Beda. Jakarta: EGC.

www.academia.edu (diakses pada 10 November 2016)

Banjarmasin, Oktober 2018

Preseptor Akademik, Preseptor Klink,

(Dessy Hadrianti, Ns., M.Kep) (Lola Hamika, S.Kep., Ns)

Anda mungkin juga menyukai