Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 TEORI UMUM


Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan
dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang
dilakukan tersebut dapat meliputi: perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta
pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari sumber air dan membagi air
tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan membuangnya
melalui drainase.
Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu:
a. Tujuan langsung, yaitu irigasi yang mempunyai tujuan untuk membasahi
tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah
sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk
pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut.
b. Tujuan tidak langsung, yaitu irigasi yang mempunyai tujuan yang meliputi:
mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun,
mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan
muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara
mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain
sebagainya.
Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah
ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang
berguna bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman
melalui air hujan. Secara alamiah lainnya, adalah melalui genangan air akibat
banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah selama musim hujan,
sehingga tanah yang ada siap ditanami pada musim kemarau secara buatan ketika
penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang
cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan (artificial irrigation).

1
1.2 PENGERTIAN IRIGASI
Irigasi adalah berkenaan dengan pengaturan pembagian pengaliran air yang
menggunakan suatu sistem tertentu dengan tujuan untuk mengairi sawah dan
kepentingan lainnya, seperti untuk mengairi perkebunan, pertenakan, dan
perikanan. Dalam definisi irigasi menurut KKBI Daring Edisi III ialah Pengaturan
pembagian pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah dan sebagainya.
Pengertian ini mencakup pengertian yang sangat luas karena mencangkup maksud
dan tujuan selain bidang pertanian.

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT IRIGASI


Tujuan pembuatan suatu bangunan air di sungai adalah sebagai upaya
manusia untuk meningkatkan faktor yang menguntungkan dan memperkecil atau
menghilangkan faktor yang merugikan dari suatu sumber daya air terhadap
kehidupan manusia.
Manfaatnya adalah untuk membantu manusia dalam kelangsungan
hidupnya, dalam upaya penyediaan makanan nabati dan memperbesar rasa aman
dan kenyamanan hidup manusia terutama yang hidup di lembah dan ditepi sungai.
Tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya untuk penyediaan dan
pengaturan air untuk menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang
memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Adapun manfaat suatu sistem irigasi adalah:
a. Untuk membasahi tanah, yaitu membantu pembasahan tanah pada daerah
yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.
b. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksudkan agar daerah
pertanian dapat di airi sepanjang waktu, baik pada musim kemarau maupun
musim penghujan.
c. Untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung
lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur-unsur
penyubur.
d. Untuk Kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawa) dengan
endapan lumpur yang dikandung oler air irigasi.

2
e. Untuk penggelontoran air di kota, yaitu dengan menggunakan air irigasi,
kotoran/sampah di kota digelontor ke tempat yang telah disediakan dan
selanjutnya dibasmi secara alamiah.
f. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi
daripada tanah, dimungkinkan untuk mengadakan pertanian juga pada
musim tersebut.

1.4 JARINGAN IRIGASI


Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. (Sumber: Undang‐undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Bab I pasal
1). Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional
pokok, yaitu:
a. Bangunan‐bangunan utama (headworks) di mana air diambil dari
sumbernya, umumnya sungai atau waduk,
b. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak‐
petak tersier,
c. Petak‐petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif, air irigasi dibagi‐bagi dan dialirkan kesawah–sawah dan kelebihan
air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier;
d. Sistem pembuang berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang
kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran‐saluran alamiah.
Sedangkan menurut Kriteria Perencanaan (KP) Irigasi Kementrian
Pekerjaan Umum 1986, yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah “seluruh
bangunan dan saluran irigasi.” Berdasarkan pengertian tersebut, jaringan irigasi
terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu bangunan irigasi, dan saluran irigasi. Sedangkan
saluran irigasi terdiri dari saluran primer dan saluran sekunder.

3
Gambar 1.1 Contoh Saluran Sekunder dan Primer
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01 )

1.5 SISTEM JARINGAN IRIGASI


Sistem jaringan dapat dipilahkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Sistem irigasi sederhana
b. Sistem irigasi semi teknis
c. Sistem irigasi teknis
Ciri – ciri ketiga sistem irigasi tersebut adalah sebagai berikut:

1.5.1 Sistem Jaringan Irigasi Sederhana


Sistem jaringan irigasi digolongkan ke dalam irigasi sederhana karena,
fasilitas (bangunan) yang ada tidak permanen dan fungsinya masih sangat
sederhana sekali. Apabila sistem irigasi tersebut mengambil air dari air sungai
biasanya bangunan tersebut terbuat dari tumpukan batu dan batang kayu maka
membutuhkan perhatian yang sangat tinggi untuk menjaga kelanjutannya.
Karenanya kesederhanaannya sistem irigasi ini dapat dikelola oleh
sekelompok masyarakat tanpa pernanan pemerintah. Didalam kinerja
pengelolaanya tidak efisien karena keterbatasan alat (fasilitas) maupun tempat
(daerah) yang terletak didesa.

4
Gambar 1.2 Sistem Jaringan Irigrasi Sederhana
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01 )

1.5.2 Sistem Irigasi Semi Teknis


Sistem irigasi semi teknis ini sudah lebih maju karena fasilitasnya sudah
lengkap serta bangunannya juga sudah permanen tetapi sistem jaringan
pembagian airnya masih serupa dengan sistem irigasi sederhana. Dalam sistem
irigasi semi teknis ini pemerintah sudah terlibat dalam pengelolaannya, seperti
dalam melakukan operasi dan juga pemeliharaan bangunannya.

Gambar 1.3 Saluran Irigrasi Semi Teknis


(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01 )

5
1.5.3 Sistem Irigasi Teknis
Dalam sitem jaringan irigasi teknis ini bangunannya sudah buat lebih
lengkap agar dapat memenuhi keempat fungsinya. Salah satu prinsip sistem irigasi
teknis adalah pemisahan sistem jaringan pembawa dan sistem jaringan pemutus.
Sistem jaringan irigasi teknis ini disebut juga manajemen gabungan antara
pemerintah dan petani. Karena pemerintah bertanggung jawab didalam sistem
jaringan utama dimulai dari bangunan pengambilan sampai dengan saluran tersier
sepanjang 50 m dihilir bangunan sadap tersier, sedangkan petani bertanggung
jawab atas sistem jaringan di dalam petak tersier.

Gambar 1.4 Sistem Irigrasi Teknis


(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01 )

1.6 ASPEK IRIGASI


Menjelaskan tentang Aspek Engineering dan Aspek Agricultural.
a. Aspek Engineering menyangkut :
1. Penyimpanan, penyimpangan, dan pengangkutan.
2. Membawa air ke lading pertanian.
3. Pemakaian air untuk persawahan.
4. Pengeringan air yang berlebihan.
5. Pembangkit tenaga air.

6
b. Aspek Agrikultural, menyangkut :
1. Kedalaman pemberian air.
2. Distribusi air secara seragam dan berkala.
3. Kapasitas dan aliran yang berbeda.
4. Reklamasi tanah tandus dan tanah alkaline.

1.7 LAY OUT SALURAN IRIGASI


Hal – hal yang harus dilakukan dalam kegiatan ini adalah:
a. Merencanakan jaringan irigasi pada peda kontur dengan skala 1:25000
b. Membuat nomenklatur, berisi tentang pemberian nama petak, nama saluran,
nama bangunan.
Rencana lay out saluran irigasi di daerah kembaran dan pengiringan yaitu
sebagai berikut:
a. Perencanaan jaringan irigasi pada kontur dengan skala 1:25000
b. Rencana nomenklatur di daerah kembaran dan pengiringan, yang berisi
mengenai pemberian nama petak, nama saluran, dan nama bangunan.
Daerah irigasi direncanakan sesuai dengan nama daerah setempat atau desa
penting di daerah tersebut, yang biasanya terletak dekat jaringan bangunan utama
atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi. Untuk pemberian nama –
nama utama berlaku peraturan yang sama.
Bendung baru merupakan salah satu dari bangunan – bangunan di sungai
wariangin. Bangunan – Bangunan tersebut melayani daerah kembaran dan
pengiringan, keduanya diberi nama sesuai dengan nama – nama desa utama di
daerah tersebut.
a. Untuk mengairi sawah di daerah kembaran dan pegiringan, sistem saluran
irigasi dibagi menjadi 2, yaitu irigasi Suekarto Kiri (Intake kiri) dan saluran
irigasi saluran Ahmad Dahlan Kanan (Intake kanan).
b. Setiap saluran irigasi dibagi menjadi beberapa ruas, Misalnya KB adalah
saluran irigasi Kembaran dan PGB adalah saluran irigasi Pegiringan B.
c. Bangunan pengelak atau bagi adalah bangunan terakhir disuatu ruas.
Bangunan itu diberi nama sesuai dengan ruas hulu. Misalnya A adalah
bangunan bagi di ruas PGB 1.

7
d. Bangunan – bangunan yang ada diantara bangunan – bangunan bagi sadap
(gorong – gorong, jembatan, talang bangunan terjun dan sebagainya) diberi
nama sesuai dengan ruas dimana bangunan tersebut terletak juga mulai
dengan huruf B (bangunan).
Catatan: Untuk gambar teknis rencana dilampirkan.

1.8 DATA CURAH HUJAN


Data pencatatan curah hujan kadang dijumpai adanya pencatatan data hujan
yang hilang atau tidak tercatat karena suatu sebab. Oleh karena itu untuk dapat
menghasilkan hasil analisis yang baik atau dengan hasil yang tidak biasa, maka
sangat diperlukan perkiraan untuk pengisian data hujan yang hilang. Kekosongan
data dapat terjadi akibat ketidakhadiranpengamat atau kerusakan alat. Jumlah
hujan dihitung dari pengamatan di ketiga stasiun terdekat dan sedapat mungkin
berjarak sama terhadap stasiun yang kehilangan data (data terlampir).

1.9 DATA TEMPERATUR UDARA


Data pengukuran temperatur udara dirata – rata setiap bulan – bulan yang
sama, Misalnya rata – rata temperature pada bulan Januari 2007 s/d Desember
2016 (data terlampir).

1.10 DATA PENYINARAN MATAHARI


Data perhitungan data penyinaran matahari sama dengan perhitungan
temperatur udara (data terlampir).

1.11 DATA KECEPATAN ANGIN


Data perhitungan data penyinaran matahari sama dengan perhitungan
temperature udara dan data penyinaran matahari (data terlampir).

1.12 DATA KELEMBABAN UDARA


Keterangan: (data terlampir)

8
1.13 DATA KOEFISIEN
Keterangan: (data terlampir)

1.14 DATA DEBIT


Keterangan: (data terlampir)

9
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 TEORI UMUM


Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum
Masehi. Hal ini dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional
maupun sejarah dunia. Keberadaan bangunan tersebutdisebabkan oleh adanya
kenyataan bahwa sumber makanan nabati yang disediakan oleh alam sudah tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis dari persoalan
pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling sederhana sampai yang
paling sulit
Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui
saluran – saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan air
irigasi dengan cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang cukup
memadai.
Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas- batas yang
dapat dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia menggambarkan ilmu alam,
ilmu fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda cair.
Semua ini membuat pengetahuan tentang irigasi bertambah lengkap.

2.2 SISTEM IRIGASI DAN KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI


Dalam Perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
2.2.1 Irigasi Sistem Gravitasi
Irigasi gravitasi merupakan system irigasi yang telah lama dikenal dan
diterpakan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil
dari air yang ada di permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan danau di
dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak- petak yang
membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.

2.2.2 Irigasi Sistem Pompa


Sistem irigasi dengan pompa bias dipertimbangkan, apabila pengambilan
secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi maupun teknik.

10
Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerlukan biaya exploitasi
yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi dapat diambil
dari sungai, misalnya Stasiun Pompa Gambarsari

2.2.3 Irigasi Pasang Surut


Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang surut adalah suatu tipe irigasi
yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang surut air
laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat
pengaruh langsung dari peristiwa pasng surut air laut.

2.3 SISTEM JARINGAN


Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengukuran aliran
air dan fasilitasnya dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu :

2.3.1 Jaringan irigasi Sederhana


Di dalam jaringan irigasi sederhana pembagian air tidak diukur atau diatur
sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya
berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Oleh karena itu
hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air.
Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki
kelemahankelemahan serius yakni :
a. Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di
daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai
daerahrendah yang subur.
b. Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari
penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilansendiri-
sendiri.
c. Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen,
makaumumya pendek.

2.3.2 Jaringan Irigasi Semi Teknis

11
Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di sungai
lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya.
Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun dijaringan
saluran. Sistim pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana.
Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas
dari pada daerah layanan jaringansederhana.

2.3.3 Jaringan Irigasi Teknis


Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan
antarasaluran irigasi/pembawa dan saluran pembuanglpematus. Ini berarti bahwa
baik salura pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan
saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke saluran
pembuang.Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.
Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang
umumnya berkisar antara 50 - 100 ha kadang-kadang sampai 150 ha. Jaringan
saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung
didalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarterdan selanjutnya
dialirkan ke jaringan pembuang sekunder dan kuarter.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan
Klasifikasi Jaringan
Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan Bangunan Permanen Bangunan
1 Bangunan Utama
Permanen atau Semi Permanen Sementara
Kemampuan
Bangunan Dalam
2 Baik Sedang Jelek
Mengukur dan
Mengatur Debit
Sal. irigasi dan
Sal. irigasi dan Saluran irigasi dan
3 Jaringan Saluran pembuang tidak
pembuang terpisah pembuang jadi satu
sepenuhnya terpisah
Belum dikembangkan
Belum ada jaringan
4 Dikembangkan atau densitas
Petak Tarsier terpisah yang
. Sepenuhnya bangunan tersier
dikembangkan
jarang
Efisiensi secara
5 50-60% 40-50% <40%
keseluruhan
Lanjutan Tabel 2.1
6. Ukuran Tak ada batasan Sampai 2000 ha <500 ha

12
Sumber: http://slideplayer.info/slide/11117124//, diakses pada tanggal 19
November 2018.
2.3.4 Cara Pemberian Air Irigasi
Untuk mengalirkan dan membagi air irigasi, dikenal 4 cara utama,yaitu :
a. Pemberian air irigasi lewat permukaan tanah, yaitu pemberian air irigasi
melalui permukaan tanah.
b. Pemberian air irigasi melalui bawah permukaan tanah, yaitu pemberian air
irigasi yang menggunakan pipa dengan sambungan terbuka atau berlubang-
lubang, yang ditanam 30 - 100 em di bawah permukaan tanah.
c. Pemberian air irigasi dengan pancaran,. yaitu cara pemberian air irigasi
dalam bentuk pancaran dari suatu pipa berlubang yang tetap atau berputar
pada sumbu vertikal.Air dialirkan ke dalam pipa dan areal diairi dengan cara
pancaran seperti pemancaran pada waktu hujan. Alat pancar ini kadang-
kadang diletakkan di atas kereta dan dapat dipindah-pindahkan sehingga
dapat memberikan penyiraman yang merata. Pemberian air dengan cara
pancaran untuk keperluan irigasi semacam ini, belum lazim digunakan di
Indonesia.
d. Pemberian air dengan eara tetesan, yaitu pemberian air melalui pipa, dimana
pada tempat-tempat tertentu diberi perlengkapan untuk jalan keluarnyaair
aga menetes pada tanah. Cara pemberian air irigasi semacam inipun belum
lazim di Indonesia.
Cara pemberian air irigasi yang termasuk dalam cara pemberian air
lewatpermukaan, dapat disebut antara lain :
1. Wild flooding: air digenangkan pada suatu daerah yang luas pada waktu
banjir cukup tinggi sehingga daerah akan cukup sempurna dalam
pembasahannya; cara ini hanya cocok apabila cadangan dan ketersediaanair
cukup banyak.
2. Free flooding: daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa bagian/petak;
air dialirkan dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah.
3. Check flooding: air dari tempat pengambilan (sumber air) dimasukkan
kedalam selokan, untuk kemudian dialirkan pada petak-petak yang

13
kecil;keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air tidak dialirkan pada
daerahyang sudah diairi.
4. Border strip method: daerah pengairan dibagi-bagi dalam luas yang
keeildengan galengan berukuran l0x 100 m² sampai 20 x 300 m², air
dialirkanke dalam tiap petak melalui pintu-pintu.
5. Zig-zig method: daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak
berbentukjajaran atau persegi panjang; tiap petak dibagi lagi dengan bantuan
galengandan air akan mengalir melingkar sebelum mencapai lubang
pengeluaran.Cara ini menjadi dasar dari pengenalan perkembangan teknik
dan peralatanirigasi.
a) Bazin method: eara ini biasa digunakan di perkebunan buah-buahan.
Tiapbazin dibangun mengelilingi tiap pohon dan air dimasukkan ke
dalarnnya melalui selokan lapangan seperti pada ehek flooding.
b) Furrow method: cara ini digunakan pada perkebunan bawang dan
kentangserta buah-buahan lainnya. Tumbuhan tersebut ditanam pada
tanah gundukan

2.3.5 Faktor-Faktoryang mempengaruhikebutuhan air tanaman


a. Topografi: Keadaan topografi mempengaruhi kebutuhan air tanaman. Untuk
lahan yangmiring membutuhkan air yang lebih banyak dari pada lahan yang
datar, karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan
hanya sedikit yang mengalami infiltrasi, dengan kata lain kehilangan air di
lahan miring akan lebih besar.
b. Hidrologi: Jumlah contoh hujan mempengaruhi kebutuhan air makin banyak
curah hujannya, maka makin sedikit kebutuhan air tanaman, hal ini di
karenakan hujan efektif akan menjadi besar.
c. Klimatologi: Keadaan cuaca adalah salah satu syarat yang penting untuk
pengelolaanpertanian.Tanamantidak dapat bertahan dalam keadaan cuaca
buruk. Denganmemperhatikan keadaan cuaca dan cara pemanfaatannya,
maka dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang tepat untuk periode
yang tepat dan sesuai dengan keadaan tanah. Cuaca dapat digunakan untuk
rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan evapotranspirasi, hal ini sangat

14
bergantung pada jumlah jam penyinaran mataharid an radiasi matahari.
Untuk penentuan tahun/periode dasar bagi rancangan irigasi harus
dikumpulkan data curah hujan dengan jangka waktu yang sepanjang
mungkin. Disamping data curah hujan diperlukan juga penyelidikan
evapotranspirasi, kecepatan angin, arah angin, suhu udara, jumlah jam
penyinaran matahari, kelembaban.
d. Tekstur tanah: Selain membutuhkan air, tanaman juga membutuhkan
tempat untuk tumbuh, yang dalam tehnik irigasi dinamakan tanah. Tanah
yang baik untuk usaha pertanian ialah tanah yang mudah dikerjakan dan
bersifat produktif serta subur. Tanah yang baik tersebut memberi
kesempatan pada akar tanaman untuk tumbuh de~gan mudah, menjamin
sirkulasi air dan udara serta baik pada zona perakaran dan secara relatif
memiliki persediaan hara dankelembaban tanah yang cukup. Tanaman
membutuhkan air. Oleh karena itu, pada zone perakaran perlu tersedia
lengas tanah yang cukup. Tetapi walaupun kelembaban tanah perlu
dipelihara, air yang diberikan tidak boleh berlebih. Pemberian air harus
sesuai dengan kebutuhan dan sifat tanah serta tanaman.

2.4 ASPEK PENTING PERENCANAAN


2.4.1 Lay Out Saluran Irigasi
Hal-hal yang harus dilakukan dalam kegiatan ini adalah :
a. Merencanakan jaringan irigasi pada peta kontur dengan skala 1:25000
b. Membuat nomenlaktur berisi tentang pemberian nama petak, nama saluran,
nama bangunan. Rencana layout saluran irigasi di daerah Yogyakarta yaitu
sebagai berikut :
1. Perencanaan jaringan irigasi pada peta kontur sdengan skala 1 :25000
2. Rencana Nomenlaktur di daerah Yogyakarta yang berisi mengenai
pemberian nama petak, nama saluran, nama bangunan
Dengan irigasi direncanakan sesuai dengan nama daerah setempat atau desa
penting di daerah tersebut yang biasanya terletak dekat dengan jaringan utama
atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi. Untuk pemberian nama-
nama utama berlaku peraturan yang sama.

15
Bendung baru merupakan salah satu dari bangunan-bangunan utama di
Sungai Yogyakarta. Bangunan-bangunan tersebut melayani daerah Bantul dan
Sleman yang diberi nama sesuai dengan daerah terdekat.
Setiap saluran irigasi dibagi menjadi beberapa ruas. Bangunan pengelak
atau pembagi adala bangunan terakhir disuatu ruas dan diberi nama sesuai dengan
ruas terkhir. Bangunan bagi sadap terdiri dari gorong- gorong, jembatan, talang,
bangunan terjun dan sebagainya dengan diberi nama sesuai ruas letak bangunan
tersebut.

2.4.2 Data Curah Hujan


Dalam pencatatan curah hujan kadang dijumpai adanya pencatatan daya
hujan yang hilang atau tidak tercatat karena suatu sebab, oleh karena itu untuk
dapat menghaasilkan analisa yang baik atau hasil yang tidak biasa, maka sangat
diperlukan perkiraan untuk pengisian data hujan yang hilang. Kekosongan data
dapat terjadi akibat ketidakhadiran pengamat atau kerusakan alat. Jumlah hujan
dihitung dari pengamatan di ketiga stasiun terdekat dan sedapat mungkin berjarak
sama terhadap stasiun yang kehilangan data.

2.4.3 Data Temperatur Udara


Suhu atau temperatur udara adalah salah satu variabel yang mempengaruhi
besarnya hujan, evaporasi dan transpirasi. Yang biasa disebut suhu udara atau
temperatur adalah suhu yang diukur dengan termometer yang diletakan pada
sangkar meteorologi. Data temperatur udara dinyatakan dalam derajat celcius
(°C). Derajat Fahrenheit (°F) atau derajat absolut yang merupakan data temperatur
rata-rata harian.

2.4.4 Data Penyinaran Matahari


Jumlah jam selama matarhri bersinar disebut jam penyinaran matahari.
Jumlah jam penyinaran yang terjadi dalam sehari adalah tetap yang tergantung
pada musim dan jrak lingtang ke kutub. Lama penyinaran relatif suns shine adalah
perbandingan antara jumlah jam dengan jam penyinran yang terjadidalam satu
hari. Makin besar harga perbandingan ini, makin baik keadaan cuaca. Lama

16
penyinaran matahri dapat diukur dengan menggunakan alatyang disebut sebagai
Camphell Stokes Recorder atau Suns Shine Recorder. Dalam pengukuran data
lama penyinaran matahari biasanya dinyatakan dalam persen (%).
2.4.5 Data Kecepatan Angin
Yang disebut arah angin adalah arah dari manaangin tertiup. Untuk
penentuan arah angin ini digunakan lingkaran arah angin dan pencatat angin.
Angin sebagai udara yang bergerak merupakan faktor yang sangat berpengaruh
dalam proses-proses hidrometeorologi. Angin cukup berpengaruh dalam proses
penguapan dan dalam memproduksi hujan. Kecepatan angin diukur dengan
anemometer dimana kecepatan anginnya dinyatakan dalam km/jam,mil/jam,m/dt
atau knots.

2.4.6 Data Kelembaban Udara


Udara sangat mudah menyerap air dalam bentuk uap air, hal ini tergantung
dari temperatur udara dan airnya. Temperatur udara makin besar maka makin
banyak yang dapat mengisi udara dan hal ini akan berlangsung Universitas
Sumatera Utara terus menerus sampai terjadi suatu keseimbangan dimana udar
jeniuh air, dan penyerapan air tidak banyak. Adanya air yang terkandung dalam
udara inilah yang disebut kelembaban udara. Alat yang digunakan untuk
mengukur kelembaban uudara dan hasil pengukuran dinyatakan dalam persen
(%). Kelembaban udara yang mutlak jarang dijumpai, yang adaadalah kelembaban
udara nisbi atau relatif yang merupakan perbandingan antara tekanan uap air dan
tekanan uap jenuh.

2.4.7 Data Debit


Perhitungan debit adalah perhitungan yang berkaitan dengan besaran atau
peristiwa-peristiwa ekstrim (hujan, banjir, kekeringan, dan sebagainya) yang
berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi
kemungkinan.

2.5 PERENCANAAN SALURAN


2.5.1 Curah Hujan Efektif

17
Curah hujan efektif adalah curah hujan andalan yang jatuh di suatu daerah
dan digunakan tanaman untuk pertumbuhan. Penentuan curah hujan efektif di
dasarkan atas curah hujan bulanan dengan urutan data mulai dari terkecil ke
terbesar, yaitu menggunakan R80 atau R50 Nilai tersebut didepan dari urutan data
dengan rumus Harza :
n
R80  1
5 ........................................................................................................(2.1)
n
R50  1
z ........................................................................................................(2.2)
Berdasarkan perhitungan Re 80 dan Re 50, data ke –3 dan data ke – 6. Dari
kedua data di tahun tersebut selanjutnya kita membagi data curah hujan ke dalam
hitungan tengah bulanan. Dari jumlah hari per bulan dibagi 2 bagian, 15 hari dan
16 hari untuk jumlah 31 hari, serta masing-masing 15 hari untuk jumlah hari 30
hari dan masing-masing 14 hari untuk jumlah hari 28 hari.
Besarnya curah hujan efektif untuk tahunan padi/palawija diambil 70% dari
curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahunan (
Perencanaan Jaringan Irigasi,KP-01,1986,165),dengan persamaan sebagai berikut:
R80
Re padi  0,7 
n' ..........................................................................................(2.3)

R50
Re palawija  0,7 
n' ....................................................................................(2.4)

Keterangan :
M80 = Rangking data dari urutan terkecil untuk tanaman padi
M50 = Rangking data dari urutan terkecil untuk tanaman palawija
n = Jumlah tahun pengamatan
Re padi = Curah hujan efektif untuk tanaman padi (mm/hr)
Re palawija = Curah hujan efektif untuk tanaman palawija (mm/hr)
R80 = Curah hujan kemungkinan tidak terpenuhi 20% (mm/hr)
R50 = Curah hujan kemungkinan tidak terpenuhi 50% (mm/hr)
n’ = Jumlah hari pada tengah bulan
Untuk menghitung Eto (Evapotranspirasi)
a. Menghitung es
Terdapat data dalam tabel sehingga harus diinterpolasikan

18
Suhu mm Hg
20 17.53
21 18.65
22 19.82
Menginterpolasi dengan nilai suhu.
b. Menghitung β
Terdapat data dalam tabel sehingga harus diinterpolasikan
T β
20 2.19
25 2.86
Menginterpolasi dengan nilai suhu.
c. Menghitung Lv
Lv= 597.3-0.564 x suhu˚C .......................................................................(2.5)
d. Menghitung Rh
Kelembapan(%)
Rh  ..............................................................................(2.6)
100
e. Menghitung Ed
Ed= es x Rh ..............................................................................................(2.7)
f. Menghitung E
E  0.35  (0.5  (0.54  kecepa tan( mm / dt ))  (es  Ed )
.......................(2.8)
g. Menghitung Ln

 
Ln    T 4 0,56  0,092   ed   0,1   0,9  Nn  ..........................(2.9)
  

h. Menghitung Sn
n
Sn  S o  (1   )  (0,29  (0,42  ))
N
..................................................(2.10)
i. Menghitung Rn
Rn  Sn  Ln ...........................................................................................(2.11)
j. Menghitung En
Rn
En  ............................................................................................(2.12)
 w  lv
k. Menghitung Eto

19
  En  E
Eto  ....................................................................................(2.13)
 1
2.5.2 Perkolasi
Perkolasi merupakan banyaknya air yang tergantung pada porositas tanah.
Perkiraan perkolasi dari hasil percobaan lapangan.Menurut tekstur tanah
dilapangan :

a. Tekstur berat (lempung)


b. Tekstur sedang (lempung pasiran)
c. Tekstur ringan (pasiran)

2.5.3 Kebutuhan Air Untuk Mengganti Lapisan Air


Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air ditetapkan berdasarkan Standar
Perencanaan Irigasi 1986, KP-01. Besar kebutuhan air untuk penggantian lapisan
air adalah 5 sd 10 mm/bulan

2.5.4 Kebutuhan Air Tanaman


Kebutuhan air tanaman di lahan di artikan sebagai kebutuhan air komsumtif
dengan memasukan faktor koefisien tanaman (kc). Perencanaan jaringan irigasi
memerlukan rancangan untuk pemberian kebutuhan air tanaman pada daerah
irigasi, yang didasarkan pada pola tata tanam daerah tersebut yang tercantum pada
dalam skema berikut ini :

PADI PADI PALAWIJA

Gambar 2.1. Skema Pola Tata Tanam

Pola tata tanam ini merupakan kala ulang tiap tahun untuk daerah ini,
dimana dalam satu tahun ini area persawahan daerah tersebut akan ditanami padi
jenis FAO dengan kualitas yang unggul sebanyak dua kalidan satu kali akan
ditanami palawija jenis jagung.

20
Skema pola tata tanam ini menunjukan bahwa pola tanam diawali dengan
menanam padi yang ditanam diawal bulan Juni dimana pada tengah minggu
pertama bulan Juni masih dalam tahap pengolahan lahan (Land Preparation) dan
masa akhir dari tanaman padi ini adalah dibulan September di tengan bulan
pertama. Setelah pola tanam padi selesai akan diganti ke pola tanam padi, dimana
sebelum penanaman padi dimulai terdapat jeda waktu 2 tengah bulan untuk
pengolahan lahan (Land Prepration) hal ini juga akan dilakukan pada pola tanam
selanjutnya.
Notasi dalam skema pola tata tanam ini dibuat miring-miring, artinya bahwa
dalam penanaman untuk seluruh area persawahan tidak dilakukan secara
serentak/dilakukan secara berkala, dan periode yang digunakan adalah periode
setengah bulanan atau 15 harian, dengan waktu kosong atau time lag 15 hari (1
kali setengah bulanan) sebelum pengolahan atau penyiapan lahan (Land
Preparation).
Keterangan :
1. Tentukan nilai Eto,Re,P untuk periode tengah bulanan
2. Nilai WLR dipakai 50 mm/jam.
3. Pola tata tanm dimulai dari bulan Juli dengan pola tanaman padi-padi-
palawija.
4. Jenis padi: Jenis FAO, varietas unggul.
5. Jenis palawija: Jagung
Etc  Eto  Kcr ......................................................................................(2.14)
Keterangan : Etc = Ketentuan air komsumtif (mm/hr)
Eto = Evapotransipirasi (mm/hr)
Kcr = Koefisien tanaman (mm/hr)

Tabel 2.2. Harga-Harga Koefisien Tanaman Padi


Bulan Nudco/Porosida Fao
Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul
0,5 1,2 1,2 1,1 1,1
1 1,2 1,27 1,1 1,1
1,5 1,32 1,33 1,1 1,05
2 1,4 1,3 1,1 1,05
2,5 1,35 1,3 1,1 0,95
3 1,24 0 1,05 0
3,5 1,12 0,95
4 0 0
Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985

21
Tabel 2.3. Harga-Harga Koefisien Tanaman Kacang Panjang Dan Jagung
½ Bulan Kacang Panjang Jagung
1 0,5 0,40
2 0,75 0,48
3 1,00 0,85
4 1,00 1,09
5 0,82 1,05
6 0,45 0,80
7 0,00 0,00
Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985

2.5.5 Kebutuhan Air Untuk Kebutuhan Lahan


Kebutuhan airpada waktu persiapan lahan di pengaruhi oleh faktor-faktor
antaralain waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan (T) danlapisan air yang
dibutuhkan untuk persiapan lahan(S). Besarnya kebutuhan air irigasi
selamapenyiapan lahan (IR) dapat diambil dari tabel 2.4. berdasarkan nilai
M  (1,1  Eto)  P ..........................................................................................(2.15)

dimana : P = perkolasi

Tabel 2.4. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyipan Lahan (IR)


M Eo + P T = 30 hari T = 45 hari
Mm/hari S = 250 S = 300 S = 250 S = 300
mm mm mm mm
5,0 11,1 12,7 8,4 9,5
5,5 11,4 13 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
8,5 13,3 14,8 10,8 11,8
9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

Sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/analisis-kebutuhan-air-
irigasi, diakses 20 November 2018

22
Tabel 2.5. Tabel Nilai E
E Hari S
2.718 31 300
2.718 30 300
2.718 28 300

Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985

2.5.6 Kebutuhan Air Bersih di sawah (NFR)


NFR adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
evanpontrasi, kehilangan air, dan kebutuhan air utntuk tanaman dengan
memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui curah hujan.
Rumus :
Etc  Eto  Kc
..................................................................................................(2.16)
NFR  Etc  P  Re  WLR
............................................................................(2.17)
Etc(khusus untuk persiapan lahan)  Etc  Re ................................................(2.18)

Keterangan :
NFR = Kebutuhan air bersih di sawah (mm/hari)
Etc = Kebutuhan air komsumtif (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
Re = Curah hujan efektif untuk padi/palawija (mm/hari)
WLR = Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari)

2.5.7 Kebutuhan Air Pada Saluran


Dapat dihitung dengan rumus :
Qp  α  β  K  A ...........................................................................................(2.19)

Qp
Qb  ..........................................................................................................(2.20)
y
Qb
Qe  ...........................................................................................................(2.21)
y
Qtotal n  Qen ..................................................................................................(2.22)

23
Qtotal n 1  Qtotal n  Qen 1 ..............................................................................(2.23)

Qtotal n 2  Qtotal n-1  Qen 2 ............................................................................(2.24)

Dimana:
y = Efisiensi saluran dengan Y  Y1  m  (X  X1)
(y2  y1)
m 
(x2  x1) ............................................................................................(2.25)
Qp = Debit petak (liter/dt)
Qe = Debit efektif (liter/dt)
Qtotal = Debit total pada saluran (𝑀3 /𝑑𝑡)

2.5.8 Kebutuhan Air Irigasi Pada Petak Tersier


Kebutuhan air pada petak irigasi juga menjdi hal yang harus seorang
perencana perhitungkan. Rumusan yang dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan air tersebut :
Qp  α  β  K  A ...........................................................................................(2.26)

Dimana :
Qp = debit petak (lt/det)
α = koefisien dengan nilai 1,00
β = koefisien bangunan, dapat dilihat ditabel.
A = luas petak tersier (ha)
NFRmax
K
8,64 .................................................................................................(2.27)

2.5.9 Perhitungan Pelayanan Irigasi


Kapasitas masing-masing ruas saluran baik saluran primer maupun saluran
sekunder menggunakan metode komulatif atau debit atau penjumlahan debit dari
saluran sekunder maupun saluran primer. Setiap ruas saluran mempunyai efisiensi
saluran sebagai faktor untuk mengetahui kehilangan energi pada saat pengaliran.
Rumus yang digunakan untuk menghitung pelayanan irigasi yaitu :
Qpetak
Qbangunan  .....................................................................................(2.28)
γ
Dimana :
Q petak : debit pada petak (lt/det)
Q bangunan : debit bangunan (lt/det)

24
γ : koefisien efisiensi bangunan, nilai yang ditetapkan = 0.85
Qb
Qeff  .......................................................................................................(2.29)
y
Dimana :
Q eff : debit efektif (lt/det)
Qb : debit bangunan (lt/det)
y : efisiensi saluran
Efisiensi saluran ini dapat dihitung dengan mencari persamaan garis lurus:
y  y1 x  x1
Persamaan garis lurus :  .......................................................(2.30)
y2  y1 x2  x1
Dimana :
y1 : efisiensi saluran terpendek
y2 : efisiensi saluran terpanjang
x1 : saluran terpendek (m)
x2 : saluran terpanjang (m)

2.5.10 Menentukan Dimensi Profil Saluran Irigasi


a. Penggolongan saluran
Setiap sluran digolongkan dari debit saluran yang tertinggi ke debit saluran
yang terendah. Debit yang digolongkan merupakan debit komulatif dari setiap
saluran. Penggolongan saluran ini dimagsudkan untuk selanjutnya dihitung
dimensi saluran.
b. Menentukan dimensi saluran irigasi
Saluran yang digunakan dalam pengaliran saluran irigasi yang merupakan
saluran dengan bentuk trapesium karena bentuk ini banyak digunakan sebagai
saluran irigasi dan pelaksanaan pekerjaan bentuk ini juga mudah sehingga
menjadikan saluran lebih efektif dan efisien. Perencanaan saluran trapesium ini
menggunakan kemiringan saluran dengan asumsi parameter perhitungan pada
tabel berikut ini :
Tabel 2.6. Tabel Nilai m dan F Saluran Pada Profil Trapesium
Q (𝒎𝟑 /det) m F (m)
0,15 – 0,30 1,0 0,3
0,30 – 0,50 1,0 0,4
0,50 – 0,75 1,0 0,5
0,75 – 1,00 1,0 0,5

25
1,00 – 1,50 1,0 0,5
1,50 – 3,00 1,5 0,5
3,00 – 4,50 1,5 0,5
4,50 – 5,00 1,5 0,5
5,00 – 6,00 1,5 0,5
6,00 – 7,50 1,5 0,5
7,50 – 9,00 1,5 0,5
9,00 – 10,00 1,5 0,5
10,00 – 11,00 2 0,5
11,00 – 15,00 2 0,5
15,00 – 25,00 2 0,7
25,00 – 40,00 2 1

c) Analisis Dimensi Saluran (Chezy)

m.h 2h m.h

Gambar 2.1. Dimensi Saluran


Rumus Chezy
V  c  R1 .....................................................................................................(2.31)

V  0,41 Q 0,225 ...............................................................................................(2.32)


Q
A ..............................................................................................................(2.33)
V

 
P  2 m h2  b 
......................................................................................(2.34)
A
R ..............................................................................................................(2.35)
P

  1 
C  45 Koefisien Chezy  m /det   ...............................................................(2.36)
  2 

V2
I .......................................................................................................(2.37)
R  C2
Keterangan :

26
I = Kemiringan slope saluran memanjang
V = Kecepatan aliran (m/s)
Q = Debit saluran (m/s)
A = Luas tampang basah saluran (𝑚2 )
b/h = Perbandingan antara beban dan muka air
m = Kemiringan dinding profil
F = Tinggi jagaan (m)
H = Tinggi MA pada saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
R = Radius hidraulika (m)
1
c = Koefisien chezy (m2/det)

Tabel 2.7 Tabel Steven


Q (𝑚3 /det) b/h (m)
0.00-1.50 2.0
1.50 2.5
3.00 3.0
4.50-6.00 3.5
6.00-7.50 4.0
7.50-9.00 4.5
>9.00 5.0

2.6 PERENCANAAN BENDUNGAN


2.6.1 Analisis Frekuensi
Dalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-
kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Banjir sangat mempengaruhi
bangunan-bangunan air seperti, bendung. Bangunan tersebut harus direncanakan
untuk dapat melewatkan debit banjir maksimum yang mungkin terjadi.
Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit sungai. Data yang
digunakan adalah data debit tahunan, yaitu data terbesar yang terjadi selama satu
tahun, yang telah terukur selama beberapa tahun.
a. Data awal
1 n
X   xi
n i 1 ...................................................................................................(2.38)
Keterangan :

27
n = Jumlah data

b. Uji Chi-Kudrat
K  1  3,322log n 

DK  K  R  1 ................................................................................................(2.39)
n
Ef 
k ..........................................................................................................(2.40)

Dx 
Xmax  Xmin 
n 1
......................................................................................(2.41)
Xawal  Xmin  0,5  Dx 
...........................................................................(2.42)

X 2  i 1
n Of  Ef 2
Ef
......................................................................................(2.43)
Keterangan :
k = Banyaknya kelas
Log n = Banyaknya data
R = Banyaknya parameter (Untuk Uji Chi-kuadrat adalah 2)
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya
n = Banyaknya data

c. Parameter Statik

S
1

n
X1  X rt 2
n 1 i 1
..............................................................................(2.44)

 X  X rt 
n n
Cs 
3

n  1n  2s 2 i 1 1

..............................................................(2.45)
S
Cv 
X rt
.........................................................................................................(2.46)

 X  X rt 
n n
Ck 
4

n  1n  2s 4 i 1 1

............................................................(2.47)
Keterangan :
S = Standar deviasi

28
Cs = Koefisien asimetri
Cv = Koefisien variasi
Ck = Koefisien kurtosis

d. Uji Smirnov Kolmogorov


Pengujian smirnov kolmogorov menggunakan metode grafis dengan kertas
probabilitas.
e. Penentuan Jenis Distribusi
Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data dilakukan dengan
mencocokan parameter statik dengan syarat masing-masing jenis distribusi.
Tabel 2.8. Parameter Statik Untuk menentukan Jenis Distribusi

No Ditribusi Persyaratan

( Xrt ± s) =68,27%
( Xrt ± 2s ) = 95,44%
1 Normal Cs ≈ 0
Ck ≈ 3
Cs = 𝐶𝑣 3 + 3Cv
Ck = 𝐶𝑣 8 + 6𝐶𝑣 6 + 15𝐶𝑣 4 + 16𝐶𝑣 2
2 Log Normal
+3
Cs = 1,14
3 Gumbel Ck = 5,4

4 Log Pearson Selain dari nilai diatas

f. Distribusi Normal
Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk
lonceng yang juga disebut distribusi Gauss. Distribusi normal mempunyai dua
parameter yaitu rerata μ dan deviasi standar σ dari populasi. Dalam praktek, nilai
rerata Xrt dan desiasi standar s diturunkan dari data sampel untuk menggantikan μ
dan σ.
Data yang diperlukan untuk menghitung distribusi normal yaitu :
Xt  s  k   X rt ..............................................................................................(2.48)
Keterangan :

29
Xrt = Rata-rata banyaknya data
S = Standar deviasi
k = Tabel reduksi gauss
2.7 TAHAPAN PERHITUNGAN BENDUNG
Sketsa bendung

Dalam desain hidraulika bending tetap ada beberapa tahap-tahap yang


harus dilakukan, yaitu sebagai berikut :
a. Data awal seperti debit banjir desain sungai, debit penyadapan ke intake,
keadaan hidraulika sungai, tinggi muka air sungai saat banjir, elevasi lahan
yang akan diairi telah diketahui.
b. Perhitungan untuk penentuan elevasi mercu bendung.
c. Penentun panjang mercu bending.
d. Penetapan ukuran lebar pembilas dan lebar pilar pembilas.
e. Perhitungan penentuan ketinggian elevasi muka air banjir di udik bendung.
f. Penetapan ukuran mercu bendungdan tubuh bendung.
g. Perhitungan dimensi hidraulika bangunan intake.

30
h. Penepatan dimensi hidraulika bangunan pembilas.
i. Penetapan tipe, bentuk dan ukuran bangunan peredam energy.
j. Perhitungan panjang lantai udik bendung.
k. Penepatan dimensi tembok pangkal, tembok sayap udik dan tembok sayap
hilir dan sebagainya.

2.7.1 Ambang pengambilan saluran induk primer


a. Elv. Mercu bendung = elv.muka air minimum
Ditentukan oleh elv. Sawah yang akan diairi (ambil elv. Sawah tertinggi)
dan kehiangan tinggi energi
b. Profil saluran
Q = 1,2 Q pengambilan...............................................(2.49)
c. Elv. Muka air saluran pengambilan = elv. Mercu bendung -0,15
d. Elv. Dasar saluran pengambilan = elv. Ambang – elv. Dasar sungai
(lokasi bendung).
e. Lebar ambang (ba)
Q = Cd.ba.H1 .V1 .............................................................(2.50)
Dengan
V1 = √2𝑥𝑔𝑥ℎ1................................................................(2.51)
cd = 0.8
H1 = elv. Mercu bendung - H1 - elv. Ambang.............. ...(2.52)
Q
ba = V1.Cd.H1....................................................................(2.53)

1. Pintu Air Pengambilan


Tebal lap. Air pada pintu pengambilan (H2 ) = elv. Muka air pada pintu
pengambilan – elv. Ambang
Q = Cd.bp.H2 .V2 ................................................(2.54)
V2 = √2.9,81. H2.................................................(2.55)
Cd = 0.9
Q
Bp = Cdxv2xH2.......................................................(2.56)

2. Menentukan jumlah & lebar pintu


Syarat : 1≤ Lpt ≤ 2m, Lebar pilar (L pilar) = 0.8

31
Bp ≤ (m. Lpt) dengan (m= n + 1)
Btotal pengambilan = ( m x Lpt) + (n x L pilar
Bp = m x Lpt, Lpt = 2m.............. .............. ......(2.57)
3. Saluran Pembilasan
Q2 = Q Pengambilan
Dengan V pembersian dipakai 1.5 m/s
Q2 = A x V = B pembilasan x Heff x V.............. .............(2.58)
Dengan Heff = H – 0.2
H = tebal air pada saluran pembilas
= elv. Mercu bendung – elv. Dasar sungai (lokasi
bendung)
4. Tanggul Banjir
Q = Cd x b1 x d x √𝑔 𝑥 𝑑..................................(2.59)
Q = Q banjir
b1 = lebar sungai (terbendung)
Cd = koef.debit = 1.33
d = kedalaman kritis
H = (3/2) x d
Elv. Muka Air Banjir Depan Bendung = Elv. Mercu bendung + H
Elv. Tanggul = Elv. Muka air banjir didepan bendung + Tinggi
jagaan

2.7.2 Perencanaan Bendung


(Desain hidraulik : V lughter – Sitompul / empiris)
Q = Cd x b1 x d x √𝑔 𝑥 𝑑..................................(2.60)
Q = Q banjir
d = Kedalaman kritis
H’ =H+K
𝑉2
K = 2𝑔 , v saat banjir = (Q banjir / A) ...............(2.61)

D = H’ + 1.1 x Z.............. .............. ..............(2.62)


Z = elv.muka air banjir hulu bendung – elv.muka air

32
Banjir di hilir bendung.
Elv.banjir di hilir bendung = elv.dasar saluran hilir bendung-
ketebalan air dihilir bendung (h’)
𝐴
R = 𝑃, A = Luas tampang basah.............. ..........(2.63)

B = Keliling tamapang basah


Qbanjir = A. V.............. .............. .............. .........(2.64)
Dimana :
n = kekerasan maning, asumsi sungai alam
I = kemiringan sungai
L =D
a = 0.2 x H’ x √ℎ1 /𝑍
c. Panjang rayapan
L = D x 4...................................................................(2.65)
LH = (1-LV) x 3.............................................................(2.66)
Dimana, LV dari asumsi

33
BAB 3
METODE PERANCANGAN

Perancangan jaringan irigasi melalui beberapa tahap sebagai berikut :

PERENCAAN SALURAN

DATA PERENCANAAN

DATA TOPOGRAFI DATA KLIMATOLOGI


(PETA KONTUR DAN (DATA CURAH HUJAN,
LAYOUT SALURAN) TEMPERATUR UDARA,
DATA PENYINARAN
MATAHARI, DATA
SALURAN PRIMER KELEMBABAN UDARA,
DATA KECEPATAN
ANGIN)
SALURAN SEKUNDER

SALURAN IRIGASI MENGHITUNG


PANJANG SALURAN
DAN LUAS SAWAH
PETAK SAWAH

MENGHITUNG HUJAN EFEKTIF (RE)

RE 50 RE 80

34
A

MENGHITUNG EVAPORATRASPIRASI (Eto)

MENGHITUNG KEBUTUHAN AIR (NFR)

MENGHITUNG KAPASITAS SALURAN DAN


PENGELOMPOKAN SALURAN

PERHITUNGAN PERHITUNGAN
DEBIT BANGUNAN DEBIT EFEKTIF

PENDIMENSIAN

MENGHITUNG ANALISIS FREKUENSI SALURAN

PERHITUNGAN BENDUNG DAN TERJUNAN

Ambang Pengambilan Saluran Induk Primer :


1. Pintu Air Pengambilan
2. Menentukan Jumlah Dan Lebar Pintu
3. Saluran Pembilasan
4. Tanggul Banjir

Perencanaan Dimensi Bendung Dan Perhitungan


Tampang

Perhitungan Panjang Rayapan

ANALISIS POTONGAN MEMANJANG DAN TERJUNAN

Selesai

35
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dari data-data yang diperoleh serta teori-teori yang digunakan berikut adalah
langkah-langkah perencanaan irigasi dan bangunan air :

4.1 MENGOLAH DATA HUJAN


Menentukan R₈₀ dan R50

R 50
 n : 2  1  24 : 2  1  13 (tahun 2009)

R 80
 n : 5  1  24 : 5  1  5,8 (tahun 2012)

4.2 MENGHITUNG CURAH HUJAN EFEKTIF


Menghitung R80 dan R50 menggunakan data curah hujan yang sudah dibagi
menjadi 2 dlam setiap bulannya.
Misal pada bulan januari minggu pertama (15 hari) didapat R80 sebesar 20,2 mm
dan R50 sebesar 96,1 mm , nilai tersebut diambil berdasarkan urutan tahun ke tiga
(2007)

Repadi = 0,7 x (1/15) x Tahun ke 3


= 0,7 x (1/15) x 19,7
= 0,919
Repalawija = 0,7 x (1/15) x Tahun ke 6
= 0,7 x (1/15) x 78,8
= 3,667

Perhitungan Re selanjutnya terlampir dalam tabel

4.3 MENGHITUNG KEBUTUHAN AIR TANAMAN


Menghitung ET0
Contoh Perhitungan evaportranspirasi (Et0) pada bulan Juni dengan data
sebagai berikut :
a. Lintang : 10 LU
b. Radiasi matahari global harian (So) : 905 cal/cm2

36
c. Suhu udara (T) : 21,91oC
d. Albedo (α) : 0,14
e. Tekanan air jenuh (es) : 19,76 mmHg
f. Penyinaran matahari (n/N) : 54,1 %
g. Kecepatan angin (U2) : 2,38m/s
h. Fungsi tempratur (β) : 2,75
i. Bilangan Boltzman (σ) : 1,17x10-7 cal/cm2/ht/K4
j. Kelembaban udara (RH) : 70,20 %

a. Menghitung β
Menghitung nilai β menggunakan data temperatur yang sudah diolah
dan dirata-rata dari jumlah total data temperatur selama 10 tahun. Contoh
perhitungan untuk bulan Juni.
Diperoleh data temperatur pada bulan Juni sebesar 21,91˚C, kemudian
lihat pada tabel Nilai β Fungsi Temperatur.
Tidak terdapat data dalam tabel sehingga harus diinterpolasikan
21,91  20 x  2,19

25  20 2,86  2,19
1,19 x  2,19

5 0,67
x  2,75
Sehingga diperoleh nilai β = 2,75

b. Menghitung En
Mencari nilai ed
ed  es  Rh

Nilai Rh diperoleh dari data kelembaban udara yang sudah direrata,


pada bulan Juni adalah 70% atau 0,70.
Nilai es diperoleh dari tabel nilai temperatur udara dan tekanan uap air
jenuh (es). Berdasarkan nilai temperatur pada bulan Juni yaitu sebesar
19,76˚C dan tidak terdapat di dalam tabel sehingga harus dilakukan
interpolasi.

37
21,91  20 x  18,65

22  21 19,82  18,65
0,91 x  18,65

1 1.17
x  19,76
Sehingga diperoleh nilai es = 23,786 mmHg
Jadi
ed  19,76  0,70
ed  163,87 mmHg
Terlebih dahulu adalah mencari nilai Iv dan Rn
Mencari nilai Iv
lv  597,3  0,564T
lv  597,3  (0,564  21,91)
lv  584,94cal / gr
Mencari nilai Rn
Rn  Sn  Ln
Diperlukan data dari tabel penyinaran matahari rerata pada bulan Juni
adalah sebesar 70,20% = 0,702, nilai α diperoleh dari tabel albedo
diasumsikan tanah pada daerah tersebut termasuk tanah kering sehingga
nilai α = 0,14, dan nilai S₀ yang diperoleh dari tabel nilai radiasi gelombang
pendek di tepi luar atmosfir pada 10 LU sebesar 905cal/cm²/hr.

n
Sn  So  (1   )  (0,29  (0,42  ))
N
70,20
Sn  905  (1  0,14)  (0,29  (0,42  ))
100
Sn  455,18cal / cm2 / hr

Diperlukan data σ 1,17x10⁻⁷,

38
   
  n 
Ln    T 4 0,56  0,092  ed   0,1   0,9   
  N 

   
 
Ln  1,17  10 4 0,56  0,092  13,87   0,1   0,9 
54,1  

100  
 
Ln  112,91cal / cm 2 / hr
Rn  Sn  Ln
Rn  445,18  112,91  342,57cal / cm 2 / hr
Rn
En 
 w  lv
342,57
En   10  0,59mm / hari
1 584,894
Menghitung nilai E
E  0,35  0,5  0,54  V 2  es  ed 
E  0,35  0,5  0,54  2,38  19,76  13,87 
E  2,82mm / hr

c. Menghitung nilai ET0


Nilai ET0 pada bulan Juni adalah
  En  E
ETo 
 1
2,75  0,59  2,82
ETo 
2,75  1
ETo  2,50mm / hr
Perhitungan ET0 selanjutnya terlampir (tabel Perhitungan ET0).

d. Menghitung NFR
Untuk bulan Juni ET0 adalah 2,50 mm/hari, nilai Re palawija adalah
3,667 mm/hari, P (Perkolasi) adalah 3 mm/hari.
1) Menentukan nilai WLR
Asumsi bahwa nilai WLR setiap bulan adalah sama yaitu 0 dan 1,667
mm sehingga WLR pada bulan Juni adalah
WLR= 1,667 mm/hari

39
2) Menghitung nilai Koefisien Tanaman (Kc)
Koefisien tanaman terdapat dalam tabel, pada bulan Juni nilai koefisien
tanaman terbagi menjadi dua yaitu Kc1 dan Kc2.

Kc1 = LP (Land Preparation)


Kc2 = LP (Land Preparation)
Kc1  Kc2
Dan nilai Kc merupakan rerata dari Kc 
2
Namun, dalam bulan Juni dikarenakan semua mengalami Lp (Land
Repraration).

3) Menghitung Etc
Pada bulan Juni nilai m dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
m  1,1  ETo  P
m  1,1  2,498  3  2,748
Lalu mencari nilai K
30
K  m
250
30
K  2,748   0,328
250
e k  2,7183k
e k  2,71830,328  1,390
m  e k  2,748  1,390  3,823
m  ek
IR 
ek  1
3,823
IR   9,783
1,390  1
IR  Etc
Maka nilai Etc adalah 12,568 nilai Etc dihitung per awal dan akhir
bulan di jenis-jenisnya.

4) Menghitung nilai NFR


Menghitung nilai NFR pada lahan selain LP (Land Preparation)
menggunakan rumus

40
NFR  ETc  Re Padi
NFR  9,783  0,270
NFR  9,512mm / hari
NFR  1,1009lt / dt / ha
Perhitungan NFR selanjutnya terlampir (tabel Perhitungan Kebutuhan
Air).

e. Menghitung Kebutuhan Air Irigasi Pada Petak Tersier


Untuk menghitung kebutuhan air irigasi pada petak tersier didasarkan
pada rumus sebagai berikut:
Qp      K  A

Dengan
Qp = Debit petak (lt/det)
Α = 1,00
β = koefisien bangunan (tabel)
K = NFRmaks
A = Luas petak tersier (ha)

Tabel 4.1. Koefisien Bangunan


No. Β
A 0,890
B 0,900
C 0,875
D 0,850

Dalam pengerjaan laporan ini nilai β digunakan 0,900 sebagai


ketentuan dalam perencanaan.
Menghitung Q petak
Untuk petak S.P1..P1 = 1,00 x 0,9 x 1,218 x 38,054
= 41,714 lt/det
Perhitungan debit petak selanjutnya terlampir (tabel Perhitungan
Kebutuhan Air Irigasi Pada Petak Tersier).

41
4.4 MENGHITUNG PELAYANAN IRIGASI
Perhitungan pelayanan irigasi mencakup debit perhitungan debit bangunan
dan debit efektif. Kapasitas masing-masing ruas saluran baik saluran primer
maupun sekunder menggunakan jumlah debit komulatif dari jumlah ruas saluran.
Tujuan digunakannya debit komulatif adalah agar saluran-saluran dengan debit
yang lebih besar akan memiliki dimensi yang besar pula. Setiap ruas saluran
memiliki efisiensi yang berbeda untuk mengetahui faktor kehilangan tenaga saat
pengaliran.
Menghitung debit bangunan (Qbangunan).
Qp
Qb 

Dengan :
Qb = debit bangunan (lt/det)
Qp = debit petak (lt/det)
γ = efisiensi bangunan (ditetapkan 0,865)
Perhitungan debit bangunan untuk saluran S.P1.P1
38,054
S .P1.P1 
0,855
S .P1.P1  44,508lt / det
Perhitungan debit bangunan selanjutnya terlampir (tabel Perhitungan
Kebutuhan Air Irigasi Pada Petak Tersier).
Menghitung debit efektif (Qefektif)
Qb
Qeff 

Dengan
Qeff = debit efektif (lt/det)
Qb = debit bangunan (lt/det)
y = efisiensi bangunan

42
Efisiensi saluran dihitung menggunakan persamaan garis lurus dari grafik
x,y dibawah ini:

Gambar 4.4 hubungan antara x,y

Tabel 4.4. Efisiensi Saluran


Y y1 y2
A 0,900 0,655
B 0,885 0,675
C 0,875 0,685
D 0,895 0,700

Keterangan :
y1 = efisiensi saluran terpendek (tabel)
y2 = efisiensi saluran terpanjang (tabel)
x1 = saluran terpendek (m)
x2 = saluran terpanjang (m)
Menghitung efisiensi saluran Dagadu
y1 = 0,9
y2 = 0,655=0,7
x1 = 725 m
x2 = 3250 m
y y 2  y1 0,7  0,9
m    0,00008
x x 2  x1 3250  725
Menghitung debit efektif
Qb 44,508
Qeff S .P1.P1    63,583
ef .saluran 0,855
Sehingga jumlah debit pada saluran

43
Qkumulatif = 63,853+111,132
= 174,715 lt/det
= 0,175 m3/det

Perhitungan debit efektif selanjutnya terlampir (tabel Perhitungan


Kebutuhan Air Irigasi Pada Petak Tersier). Perhitungan yang sama digunakan
untuk menghitung kapasitas saluran pada ruas masing-masing saluran sekunder.
Jumlah kumulatif kapasitas saluran dari hilir sampai ruas hulu adalah debit total
pada saluran tersebut. Kemudian total debit saluran sekunder dikomulatifkan
untuk mendapatkan debit total saluran primer.

4.5 MENGHITUNG DIMENSI SALURAN IRIGASI


PENDAHULUAN
a. Penggolongan Dimensi Saluran Irigasi
Setiap saluran digolongkan dari debit saluran tertinggi ke terendah.
Penggolongan saluran berdasarkan debit komulatif saluran dan tabel Steven.
Tabel 4.3. Steven
Q (m3/det) b/h (m)
0,00 – 1,50 2,0
1,50 – 3,00 2,5
3,00 – 4,50 3,0
4,50 – 6,00 3,5
6,00 – 7,50 4,0
7,50 – 9,00 4,5
> 9,00 5,0

b. Menentukan Dimensi Saluran Irigasi


Penampang trapesium suatu saluran irigasi merupakan penampang
saluran yang paling umum digunakan dan ekonomis. Saluran tanah sudah
umum digunakan untuk saluran irigasi karena biayanya jauh lebih murah
dibandingkan dengan saluran pasangan. Untuk merencanakan kemiringan
saluran terdapat parameter-parameter perhitungan seperti pada tabel berikut:

44
Tabel 4.4. Parameter Perhitungan untuk Kemiringan Saluran
Q (m3/det) M N K F (m)
0,15 – 3,00 1,0 1,0 35 0,3
0,30 – 0,50 1,0 1,0 – 1,2 35 0,4
0,50 – 0,75 1,0 1,2 – 1,3 35 0,5
0,75 – 1,00 1,0 1,3 – 1,5 35 0,5
1,00 – 1,50 1,0 1,5 – 1,8 40 0,5
1,50 – 3,00 1,5 1,8 – 2,3 40 0,5
3,00 – 4,50 1,5 2,3 – 2,7 40 0,5
4,50 – 5,00 1,5 2,7 – 2,9 40 0,5
5,00 – 6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5 0,5
6,00 – 7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5 0,5
7,50 – 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5 0,5
9,00 – 10,0 1,5 3,7 – 3,9 42,5 0,5
10,0 – 11,0 2,0 3,9 – 4,2 45 0,5
11,0 – 15,0 2,0 4,2 – 4,9 45 0,5
15,0 – 25,0 2,0 4,9 – 6,5 45 0,7
25,0 – 40,0 2,0 6,5 – 9,6 45 1,0

Keterangan:
k = koefisien kekasaran
m = kemiringan tal ud
n = perbandingan lebar dasar saluran dengan kedalaman air
F = tinggi jagaan
Dimensi saluran dapat dihitung dengan cara:
V = 0,51xQ0,225
dimana:
b
n
h
A  b  h  m  h 2  n  m 

P  b  2h 1  m 2  h n  2 1  m 2 
A
R
P
v2
I 2
 
c R
dengan
Q = debit rencana m3/det
V = kecepatan pengaliran m/det

45
C = 45
m = kemiringan talud
b = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi air (m)

Menghitung kecepatan aliran (V) :


V  0,45  Q0, 225
V  0,45  0,1500, 225
V  0,294m / det
Menghitung luas penampang basah saluran (A) :
Q
A
V
0,15
A
0,294
A  0,511m3
Menghitung dimensi lebar saluran (b) dan tinggi air (h)
b/h 1
b  2h
b  b  2  m  h 
A
2
2b  m  h 
A h
2
0,511  b  h  m  h 2
0,511  2h  h  1 h 2
0,511  3  h 2
0,511
h2 
3
h  0,413m
Menghitung lebar dasar saluran
b  2  1  0,413
b  0,825m
Sehingga dimensi saluran irigasi diperoleh
b  0,825m
h  0,413m

46
Menghitung keliling basah saluran

P  b  2h 1  m 2
P  0,825  20,432 1  12
P  1,992m
P
R
A
0,511
R
1,992
R  0,256m
Menghitung kemiringan rencana saluran
v2
I
c2  R
0,294 2
I 2
45  0,256
I  0,000166

4.6 MENGHITUNG BENDUNG


4.6.1 Intake Kanan Bendung
a. Data Sungai
Lebar Sungai = 25 m
Elv. Dasar Sungai = Elv. Bendung – 5
= 190 – 5
= 185 m
Elv. Sawah Tertinggi = 189 m
Q banjir = 95,745m3/det
Elv. Dasar Sungai (hilir) = Elv. Bendung – 5
= 190 - 5
= 185 m
Elv. Muka Tanah di Sekitar Bendung
= elv. Lokasi bendung + 2
= 190 + 2
= 192 m
h1 = 0,03 m

47
h2 = 0,15 m
d = 0,2 m

b. Ambang Pengambilan Saluran Induk/Primer


Elv. Mercu bendung = elv.muka air minimum
Ditentukan oleh elv. Sawah yang akan dialiri (ambil elv. sawah
tertinggi) dan kehilangan tinggi energi
= 189 + 0,15 + 0.1
= 189,25 m

Profil saluran
Q = 1,2 Qpengambilan
Qprofil = 0,771
Qpengambilan = 0,643 m3/det
Q = 1,2 x 0,643
= 0,771 m3/det
b/h = 1,5
f = 0,5
m =1
V = 0,350

48
0,350
A =
0,5
= 1,425 m2
h = 0,7551 m
b = 1,132 m
Elv. Muka air saluran pengambilan = elv. Mercu bendung – 0,15
= 189,25– 0,15
= 189,1 m
Elv. Dasar saluran pengambilan = elv. Muka air saluran pengambilan – h
= 189,1–0,7551
= 188,344 m
Elv. Ambang = elv. Dasar saluran pengambilan - d
= 188,344 - 0,2
= 188,544 m
Tinggi ambang (p) = elv. Ambang – elv. Dasar sungai (lokasi bendung)
= 188,544 – 185
= 3,544 m
Karena lebih tinggi dari 0,5 – 1,5 maka menggunakan tinggi maks = 1,5
= 1,5 m
Lebar ambang (ba)
Q = Cd.ba.H1.V1
dengan
V1 = 0,8x0,771x 0,03
= 0,215 m/det
Cd = 0,8
Tinggi muka air pada ambang (H1)
H1 = elv. Mercu bendung – h1 – elv. Ambang
= 189,25– 0,03 – 188,544
= 0,675 m
Q
ba = (V1 x Cd x H1 )
= 6,640 m

49
c. Pintu Air Pengambilan
Tebal lap. Air pada pintu pengambilan (H2) = elv. Muka air pada pintu
pengambilan – elv. Ambang
= 189,1 – 188,544
= 0,555 m

V2 = 2 x 9,81 x h 2

= 2 x 9,81 x 0,15
= 1,71552 m/det
Cd = 0,9
Q = Cd.bp.H2.V2
= 0,771
0,963
bp =
0,9 x 0,607 x 1,716
= 1,029 m
bp
1
n = lpt
= 0,8 pilar
Btotal pengambilan = ((n+1)xLpt)+(n x L pilar)
= ((1+1)x 1)+(1 x 0,8)
= 2,8 m

d. Saluran Pembilas
Q2 = Qpengambilan
= 0,771 m3/det
V = 1,715 m/det
H = tebal air pada saluran pembilas
= elv. Mercu bendung – elv. Dasar sungai (lokasi bendung)
=189,25 – 185
= 4,25 m
Heff = H – 0,2
= 4,25– 0,2
= 4,05 m

50
V
Bpembilas =
Heff
0,771
=
4,05
= 0,190
Menentukan jumlah dan lebar pintu pembilas
n = jumlah pilar, misal 0,029 pilar = 1 m
Bpembilas ≤ (m.lpt) + (n.pilar) dengan m=n+1, misal lpt=2
0,190≤ (n+1).2 + (n+1)
0,190 ≤ 2n + 2 + n
n=1

e. Tanggul Banjir
Q = 95,745 m³/det
b₁ = 25 m³/det
Cd = 1,33
95,745
d = 2
tabel 2.1
3
(1,33x 25 x 9,81)

d = 0,281 m
H = 0,422 m

Elv. Muka Air Banjir Depan Bendung = Elv. Mercu bendung + H


= 189,673 m
Elv. Tanggul = Elv. Muka air banjir didepan bendung + tinggi jagaan
= 189,673 + 0.5
= 190,173 m

4.7 MENGHITUNG BENDUNG


4.7.1 Intake Kiri Bendung
a. Data Sungai
Lebar Sungai = 25 m
Elv. Dasar Sungai = Elv. Bendung – Kedalaman sungai

51
= 190 – 5
= 185 m
Elv. Sawah Tertinggi = 186 m
Q banjir = 95,745 m3/det
Elv. Muka Tanah di Sekitar Bendung
= elv. Lokasi bendung + 2
= 190 + 2
= 192 m
h1 = 0,03 m
h2 = 0,15 m
d = 0,2 m
g = 9,81 m/dt

b. Ambang Pengambilan Saluran Induk/Primer


Elv. Mercu bendung = elv.muka air minimum
Ditentukan oleh elv. Sawah yang akan dialiri (ambil elv. sawah tertinggi)
dan kehilangan tinggi energi
= 186 + 0,15 + 0,1
= 186,25 m
Profil saluran

52
Q = 1,2 Qpengambilan
Qprofil = 0,209
Qpengambilan = 0,174 m3/det
Qprofil = 1,2 x 0,174
= 0,209 m3/det
b/h =1
f = 0,3
m =1
V = 0,312
0,350
A =
0,5
= 0,959 m2
h = 0,692 m
b = 0,692 m
Elv. Muka air saluran pengambilan = elv. Mercu bendung - 0,15
= 186,25 - 0,15
= 186,1 m
Elv. Dasar saluran pengambilan = elv. Muka air saluran pengambilan – h
=186,1 – 0,692
= 185,407 m
Elv. Ambang = elv. Dasar saluran pengambilan + d
= 185,407 + 0,2
= 185,607 m
Tinggi ambang (p) = elv. Ambang – elv. Dasar sungai (lokasi bendung)
= 185,607– 185
= 0,607 m
Karena lebih tinggi dari 0,5 – 1,5 maka menggunakan tinggi maks = 1,5
= 1,5 m
Lebar ambang (ba)
Q = Cd.ba.H1.V1
dengan
V1 = √0,209x2x0,03

53
= 0,112 m/det
Cd = 0,9
Tinggi muka air pada ambang (H2)
H2 = elv. Mercu bendung – h2 – elv. Ambang
= 186,25 – 0,15 – 185,60
= 0,492 m
Q
ba =
(V1.Cd.H1)
= 3,814 m

c. Pintu Air Pengambilan


Tebal lap. Air pada pintu pengambilan (H2) = elv. Muka air pada pintu
pengambilan – elv. Ambang
= 186,1 – 185,607
= 0,492 m
V2 = √2.9,81. h2

= √2.9,81.0,15
= 1,71551 m/det
Cd = 0,9
Q = Cd.bp.H2.V2
= 0,209658
0,384
bp = 0,9x0,49253x1,71552

= 0,19967 m
bp
n = (lpt) − 1

= 1 pilar
Btotal pengambilan = ((n+1)xLpt)+(n x L pilar)
= (1+1)x 1)+(1 x 0,8)
= 2,8 m
d. Saluran Pembilas
Q2 = Q pengambilan
= 0,209 m3/det2

54
V = 1,7155 m/det
H = tebal air pada saluran pembilas
= elv. Mercu bendung – elv. Dasar sungai (lokasi bendung)
= 186,25 – 185
= 1,25 m
Heff = H – 0,2
= 1,25– 0,2
= 1,05 m
Q
Bpembilas =
V.Heff
0,209
=
1,05

= 0,199
Menentukan jumlah dan lebar pintu pembilas
n = jumlah pilar, misal 1 pilar = 1 m
Bpembilas ≤ (m.lpt) + (n.pilar) dengan m=n+1, misal lpt=2
0,199≤ (n+1).2 + (n+1)
0,199≤ 2n + 2 + n
n=1

e. Tanggul Banjir
Q = 95,745 m³/det
b₁ = 25 m³/det
Cd = 1,33
25 = 1,33.25.d .√9,81𝑑
d = 0,2817 m
H = 0,422 m
Elv. Muka Air Banjir Depan Bendung = Elv. Mercu bendung + H
= 186,672 m
Elv. Tanggul = Elv. Muka air banjir didepan bendung + tinggi jagaan
= 186,672 + 0.3
= 186,972 m

55
f. Perencanaan Bendung
Q = Qbanjir
Q = 95,745
Q = Cd.b1.d.√𝑔. 𝑑

95,745 = 1,33 . 25. d√9,81𝑑


95,745 = 1,0142 .d2
d = 1,121 m
3
H = d
2
3
= 2 0,9455

= 1,418 m
Be = b – (2. Bpembilas)
= 25 – (2x 0,199)
= 24,6
H" = Elv. Mercu – Elv. Dasar sungai (bendung)
= 1,25 m
A = Be.H”
= 30,7508
Qbanjir
Vbanjir = A
95,745
= 30,7508

= 3,113 m/dt
K = V2.2.9,81
= 0,4941
H' =H+K
= 1,912 m
D = H'+1,1 Z
Z = elv.muka air banjir hulu bendung - elv.muka air
banjir di hilir bendung.
= 3,271 m

56
Elv.banjir di hilir bendung
= elv.dasar saluran hilir bendung-ketebalan air dihilir
bendung (h')
𝐴
R =𝑃
25h′
= 50+2h′

= 2,471123
Qbanjir = A.V
1
= (b.h’). .R2/3. 10,5
n

= 25.16,7705,33. 0.5590 R(2/3)


= 95,745
n = kekerasan maning, asumsi sungai alam(0,03)
I = kemiringan sungai, 0,0005
b = lebar sungai 25
95,745 = (25 . h' ) x ( 1/n )x R^(2/3)x I^(1/2)
95,745 = 18,663
h' = 4,440 m
Elv. Banjir di hilir bendung = 173 + 4,4
= 177,402 m
Z = 3,271
D=L = 1,8026 + 1.1 . 8,5338
= 9,402
√𝐻′
a = 0.2.H’. 𝑧
1,91
= 0.2x4,4.√3,27

= 0,6731 m
Panjang rayapan
L=Dx4 = 22,0 m
Asumsi LV = 19,5 m
LH=(L-LV)*3 = 4,254 m

57
4.8 GAMBAR TEKNIS
Gambar teknis merupakan gambar perencanaan jaringan irigasi berupa:
a. Layout
b. Skema Jaringan Irigasi
c. Potongan Saluran Sekunder dan Primer
d. Profil Saluran
e. Ambang Pengambilan
f. Bendung
Seluruh gambar teknis terlampir.

58
BAB 5
PENUTUP
1.1.Kesimpulan
Dari perencanaan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam merencanakan
bangunan irigasi hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Data curah hujan yang tersedia.
2. Faktor klimatologi alam berdasarkan kondisi geografis.
3. Luas wilayah yang akan dialiri.
4. Dimensi saluran ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan debit yang
dibutuhkan.
5. Perencanaan saluran irigasi dimulai dengan membuat Lay Out dan
skema jaringannya.
6. Saluran irigasi sekunder harus diletakkan pada kontur daerah
punggung agar mampu mengaliri air ke sawah yang berada di
sekitarnya.
7. Peletakan bendung dan bangunan intake diusahakan dapat memberikan
pelayanan untuk mengaliri sawah lebih luas.
8. Saluran irigasi harus digolongkan berdasarkan jenis, nama saluran
yang didasarkan pada daerah/desa yang menjadi daerah pelayanan,
serta digolongkan berdasarkan dimensinya.
9. Pemberian Nomenklatur harus sesuai standar dan tidak mengandung
identitas yang ambigu.
10. Pada perencanaan saluran irigasi ini total luas sawah yang dialiri ±
977,56 Ha, yang terbagi atas dua daerah pelayanan, yakni daerah
irigasi Sekunder Yoga, Sekunder Eka, Sekunder Rifan, Sekunder Ario.
11. Penggolongan tipe saluran berdasarkan dimensinya ada enam tipe.

1.2. Saran
1. Proses pengerjaan laporan ini mengharuskan kita untuk lebih teliti dalam
menghitung dan menganalisisnya.

59
2. Penggambaran layout jaringan irigasi harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan seperti elevasi kontur, daerah pengaliran ada dipunggung atau
lembah.
3. Penggambaran detail bangunan air harus sesuai dengan potongan.

60
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Munsy. 2017. https://www.slideshare.net/MunsyAfandi/sistem-irigasi-


dan-klasifikasi-jaringan-pert-5, diakses pada tanggal 28 oktober pukul 17:30
W.I.B. Yogyakarta.

ISSN. 1907-6975. Pilar Jurnal Teknik Sipil, Volume 7, No 2, September

Pergamala, Aldino. 2017. Laporan Tugas Besar Irigasi dan Bangunan Air, Dosen
Pengampu: Ratna Septi Hendrasari, S.T., M.Eng. Universitas Teknologi
Yogyakarta. Yogyakarta.

Unila. 2017. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web


&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj2gfGFiJPXAhVFLI8KHTBPDl4
QFghQMAY&url=http%3A%2F%2Fdigilib.unila.ac.id%2F7447%2F105%
2FBAB%2520II.pdf&usg=AOvVaw2OwWbiSv85GPYAK8T9gI7R,
diakses pada tanggal 28 oktober pukul 17:15. Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang. 2012. Hidrologi Terapan Hal 220. Beta Offset


Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang. 2012. Hidrologi Terapan Hal 240. Beta Offset


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai