Anda di halaman 1dari 8

Pendekatan Klinis Ulkus Diabeticum ec Diabetes Melitus Tipe 2

Serlie

102016116

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Email address : yserlie105@yahoo.co.id

Pendahuluan

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya


hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relative dari kerja dan atau
sekresi insulin. Diabetes mellitus mempunyai gejala yang khas yaitu polydipsia,
polyuria, polifagia, penurunan berat badan, dan biasanya kesemutan.1 Diabetes
Melitus disebut the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ
tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit yang akan timbul antara
lain gangguan penglihatan mata, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual,
luka sulit sembuh dan membusuk/gangrene, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh
darah, stroke, dan lain-lain. Biasanya penderita DM yang sudah parah menjalani
amputasi anggota tubuh karena sudah terjadi pembusukan. Untuk menurunkan
kejadian dari Diabetes Melitus tipe 2 maka dilakukan pencegahan seperti modifikasi
gaya hidup dan pengobatan seperti obat oral hiperglikemi dan insulin.2

Diantara komplikasi yang sudah disebutkan diatas tadi, dari skenario kita
fokus terhadap dengan DM yang mengalami luka dan suka terjadi pembusukan atau
disebut dengan ulkus diabetikum. Ulkus diabetic merupakan salah satu bentuk dari
komplikasi kronik penyakit diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan
kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.3

Anamnesis

Pada skenario didapatkan hasil anamnesis pasien sebagai berikut, pasien


merupakan penderita Diabetes Melitus tipe 2. Ada luka yang disebabkan karena luka
lecet kena sepatu di jari 4 menuju jari 5. Pasien ada demam, nyeri da nada riwayat
pengobatan yang tidak terkontrol teratur, dan pernah dikasih betadine.
Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut :

 Tekanan darah : 125/80mmHg


 Nadi : 110x/menit
 Suhu : 380C
 Jari 4 dan 5 tampak luka 2x2cm
 Luka disertai pus & edem jaringan disekitarnya
 Tepi luka kehitaman

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah meliputi : Gula Darah Sewaktu < 200 mg/dl, gula
darah puasa <120 mg/dl, dan gula 2 jam post prandial <200mg/dl.3
2. Pemeriksaan HbA1C
Dengan mengukur HbA1C dapat melihat rata-rata nilai gula darah
didalam tubuh selama beberapa minggu/bulan yang dimana ketika Hba1C
meningkat hal inilah yang menggambarkan adanya peningkatan terhadap
komplikasi diabetes. Pemeriksaan HbA1C dapat menggambarkan rata-rata
gula darah selama 2-3 bulan terakhir. Nilai HbA1C terbagi menjadi 3
kategori yaitu normal, prediabetes dan diabetes. Ketika nilai HbA1C lebih
dari sama dengan 6.5%, seseorang telah dapat dikatakan mengalami
diabetes. Nilai dibawah 5.7% dikatakan normal. Nilai diantara 5.7-6.4%
dikatakan seseorang berada pada tahapan prediabetes. Pada tahapan
prediabetes ini seseorang memiliki risiko untuk terkena diabetes tipe 2.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan tes ulang setiap tahunnya.4
3. Kultur pus

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui jenis kuman pada


luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.3

Working Diagnosis

Diabetes mellitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang


paling sering terjadi yaitu kaki diabetic (diabetic foot). Ulkus diabetikum merupakan
ulkus yang terjadi pada kaki penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik
yang diakibatkan oleh penyakit diabetes itu sendiri. Kaki diabetic merupakan
gambaran secara umum dari kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada
penderita diabetes mellitus yang diawali dengan adanya lesi hingga terbentuknya
ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat yang sering disebut dengan ulkus diabetic karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob yang
pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangrene yang pada penderita
diabetes mellitus disebut dengan gangrene diabetik.5

Etiologi

a. Diabetik neuropati
Diabetik neuropati merupakan salah satu gejala dari diabetes melitus yang
dapat menyebabkan terjadinya luka diabetes. Pada kondisi ini sistem saraf
yang terlibat yaitu saraf sensori, motoric dan otonom. Neuropati perifer pada
penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motoric, sensoris dan
autonomy. Saat kerusakan terjadi pada serabut motorik dapat menimbulkan
kelemahan otot, atrofi otot, deformitas dan bersama dengan adanya neuropati
memusahkan terbentuknya kalus. Jika terjadi kerusakan serabut sensoris yang
terjadi akibat rusaknya serabut myelin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri
sehingga memudahkan terjadinya ulkus pada kaki. Kerusakan serabut
autonomy yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering
(anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan dari
serabut motoric, sensoris dan autonomy memudahkan terjadinya artropati
Charcot.3
b. Pheripheral vascular diseases
Ini terjadi karena adanya arteriosklerorsis dan arterosklerosis. Pada
arteriosclerosis terjadi penurunan elastisitas dinding arteri sedangkan pada
arterosklerosis terjadi akumulasi “plaques” pada dinding arteri yang berupa
adanya kolestrol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, fagosit, dan kalsium.3
c. Trauma
Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya
trauma akibat pemakaian alas kaki. Trauma yang kecil atau trauma yang
berulang, seperti pemakaian sepatu yang sempit menyebabkan tekanan yang
berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi pada kaki.3
d. Infeksi
Infeksi merupakan keluhan yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus.
Hiperglikemia dapat merusak respon immunologi, hal ini menyebabkan
leukosit gagal melawan patogen yang masuk, selain itu iskemia dapat
meneybabkan penurunan suplai darah yang menyebabkan antibiotic juga
efektif sampai pada luka.3

Epidemiologi

Menurut The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease,
diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes dan jutaan
diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes,
15% menderita ulkus di kaki dan 12-14% dari yang menderita ulkus dikaki
memerlukan amputasi.6 Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitar 10% dan 90%
diantaranya adalah penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetic cenderung terjadi
sekitar 1- tahun setelah menderita diabetes, sehingga kelainan kaki diabetic dan ulkus
diabetes dapat terjadi setelah waktu itu.7

Patofisiologi

Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias yaitu
iskemi, neuropati dan infeksi. Kadar glukosa darah yang tidak terkendali akan
menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motoric,
dan autonom. Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan
sensasi, sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi
posisi kaki juga hilang. Neuropati motoric mempengaruhi semua otot, mengakibatkan
penonjolan abnormal tulang, bentuk normal kaki berubah, deformitas khas seperti
hammer toe dan hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas,
sehingga dapat meningkatkan tekanan pada plantar kaki dan mudah terjadi ulkus.8
Neuropati autonomy ditandai dengan kulit yang kering, tidak berkeringat dan
peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini
dapat menimbulkan adanya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma
minimal. Penderita diabetes juga menderita kelainan vascular yaitu iskemi.
Disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis dan
arteri popliteal menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga dapat menimbulkan ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan neurovascular pada penderita
diabetes diperberat dengan arterosklerosis. Kondisi ini merupakan arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri
di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena kurangnya suplai darah,
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Peningkatan HbA1C
menyebabkan deformibilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu,
sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen yang mengakibatkan
kematian pada jaringan dan menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga
sirkulasi darah melambat dan memudahkan terbentuknya trombus pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu aliran darah ke ujung kaki.8

Gambar 1. Patofisiologi ulkus diabetikum


Klasifikasi Ulkus Diabetikum Menurut Wagner

Derajat 0 Simptom pada kaki seperti nyeri

Derajat 1 Ulkus superfisial

Derajat 2 Ulkus dalam

Derajat 3 Ulkus sampai mengenai tulang

Derajat 4 Gangren telapak kaki

Derajat 5 Gangren seluruh kaki

Gambar 2. Klasifikasi ulkus diabetikum

Diferential Diagnosis

Buerger’s Disease

Penyakit ini disebabkan karena adanya inflamasi oklusif pada pembuluh darah
arteri dan vena yang sering mengenai bagian ekstremitas, sering terkena pada perokok
berat. Dan merupakan respon autoimun terhadap nikotin. Biasanya mengenai pada
pembuluh darah kecl/sedang pada distal ekstremitas atas dan bawah. Gejala klinisnya
pasien datang dengan riwayat perokok, nyeri, klaudakasio pada kaki atau tangan saat
beraktivitas & istirahat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan Raynaud’s phenomenom
yaitu perubahan warna kulit yang menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan
dingin. Pemeriksaan yang bisa dilakukan seperti tess allen, angiogram, biopsy
vascular, histopatolog. Penanganannya sudah pasti pasien harus berhenti
mengonsumsi rokok, dan bisa juga dibantu dengan medikamentosa seperti obat
vasodilator, inhibitor platelet, antikoagulan, antiinflamasi, dll.9
Tatalaksana

a. Pengendalian infeksi

Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum


hasil kultur dan sensifitas kuman tersedia antiobiotika harus segera diberikan
secara empiris pada kaki diabetic yang terinfeksi. Pada kaki diabetika
ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram
positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat kumat biasanya lebih bersifat
polimikrobial , dimana antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan
secara injeksi. Antibiotikanya seperti ampicillin/sulbactam + aztreonam,
piperacillin/tazobactam +vancomycin. Bila ulkus disertai osteomyelitis
penyembuhan mejadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan untuk
osteomyelitis disamping pemberian antibiotika harus dilakukan reseksi bedah.

b. Debridemen
Tindakan ini merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki diabetika.
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan
jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang
memungkinkan kuman dapat berkembang. Setelah dilakukannya debridemen
luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan
dilakukan dressing (kompres).10

Prognosis

Tergantung dari usia, grade ulkus, lamanya pasien menderita diabetes melitus, adanya
infeksi yang berat atau tidak. Jika pasien sudah amputasi maka kualitas hidup
terganggu dan akhirnya sulit untuk berjalan.11

Kesimpulan

Berdasarkan hasil anamnesis,pemeriksaan fisik,pemeriksaan penunjang serta gejala


klinis pasien tersebut diduga telah menderita gangrene pedis dextra et causa DM tipe
II
Daftar Pustaka

1. Buraerah, Hakim. Analisis faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas


tanrutedong, sidenreg rappan,. Jurnal Ilmiah Nasional;2010. Diambil dari
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID= 61&src=a&id=186192 

2. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes
mellitus.2005.
3. Diakses dari
http://repository.ump.ac.id/4598/3/BAKHTIAR%20NOOR%20ABIDIN%20
BAB%20II.pdf, 30 November 2018
4. Lestari DW. Pemeriksaan akurat untuk mendeteksi dan mengevaluasi penyakit
diabetes. Surya Husada Hospital: 13 Januari 2018, diakses dari
https://suryahusadha.com/en/view-content/articles/86-what-is-hba1c.aspx
5. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/48368/3/BAB_II.PDF, 1 Desember
2018

6. Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Jun 2008. Available at : URL http
://www.emedicine.com
7. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam
Physician, Vol 66, Number 9. 2002. p 1655-62
8. Tellechea A, Leal E, Veves A, Carvalho E. In ammatory and angiogenic
abnormalities in diabetic wound healing: Role of neuropeptides and
therapeutic perspective. The Open Circulation and Vascular 2010;3:43-55.
9. Diakases dari
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/1014/89
6 , 1 Desember 2018
10. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/48368/3/BAB_II.PDF, 1 Desember
2018
11. Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai