Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Pembelajaran

1. Pengertian media

Media adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau

informasi dari pengirim kepada penerima pesan. Pengirim dan penerima pesan itu

dapat berbentuk orang atau lembaga, sedangkan media tersebut dapat berupa alat-

alat elektronik, gambar, buku dan sebagainya

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

“tengah”,“perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab adalah perantara atau

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media adalah alat yang

digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada

penerima pesan. Pengirim dan penerima pesan itu dapat berbentuk orang atau

lembaga, sedangkan media tersebut dapat berupa alat-alat elektronik, gambar,

buku dan sebagainya.

Media pembelajaran adalah segala alat dan bahan selain buku teks, yang

dapat dipakai untuk menyampaikan informasi dalam suatu situasi belajar

mengajar. Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2011) mengatakan bahwa media

apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang

membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,

keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan

6
sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses

belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat grafis, photografis, atau elektronis

untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan

verbal.

Heinich dalam Susilana dan Riyana (2008) menyatakan bahwa media

pembelajaran merupakan alat saluran komunikasi yang berfungsi sebagai medium

perantara sumber pesan ( a source ) dengan penerima pesan ( a receiver ) dimana

isi pesan tersebut bertujuan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan

demikian dapatlah dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala alat dan

bahan selain buku teks, yang dapat dipakai untuk menyampaikan informasi dalam

suatu situasi belajar mengajar. Penggunaan media secara kreatif akan

memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk belajar lebih banyak, mencamkan

apa yang dipelajarinya lebih baik, dan meningkatkan penampilan dalam

melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan pembelajaran.

Adapun pentingnya pengunaan media dalam prose pembelajaran menurut

Oemar Hamalik (2007: 67) yaitu sebagai berikut: (1) Banyak konsep-konsep

dalam bahan pelatihan yang memerlukan kesamaan persepsi bagi para pelajar. (2)

Dalam bidang-bidang studi yang disampaiakn pada pelatihan terdapat proses-

proses kerja yang sangat lambat, sehingga sulit dilihat dengan mata dan dapat

ditangkap dengan bantuan media pembelajaran. (3) Adapula hal-hal atau kejadian-

kejadian yang proses kerjanya sangat cepat sehigga sangat sulit untuk diamati

misalnya: proses pembuatan keputusan, sehingga dengan bantuan media pelatihan

seperti film strip atau slide maka proses tersebut akan mudah dipelajari. (4)

7
Banyak benda-benda yang terlampau besar sulit dibawa kedalam kelas untuk

dipelajari, sehingga dengan bantuan model tiruan barulah benda-benda tersebut

dapat dipelajari dengan mudah misalnya, arus proses produksi, dalam pabrik teh

dan sebagainya. (5) Banyak hal-hal yang abstrak ternyata sulit diamati dengn

penginderaan, misalnya proses berfikir memecahkan masalah dan ternyata lebih

mudah dipelajari dengan bantuan bagan arus atau media lainnya. (6) Peristiwa

masa lampau atau kejadian yang mungkin terjadi pada masa datang sangat sulit

diamati. (7) Banyak pula kejadia sehari-hari yang berkenaan dengan masala

manajemen yang lebih mudah dipelajari dengan bantuan media pelatihan, yang

dapat diamati langsung pada waktu atau kesempatan tertentu. (8) Banyak proses-

proses yag harus dikerjakan dalam mempelajari manajemen, yang memerlukan

media pelatihan agar menarik perhatian dan minat peserta.

Menurut Arief, dkk (2009:17) media pembelajaran mempunyai manfaat

sebagai berikut: (1) memperjelas penyajian suatu pesan agar tidak terlalu bersifat

verbalistik (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera seperti:

Obyek yang terlalu besar, dapat digantikan dengan realita, gambar, film bingkai,

film, gambar video, atau model; Obyek yang kecil dibantu dengan proyektor

mikro, film slide, gambar video atau gambar; Gerak yang terlalu lambat atau

terlalu cepat dapat dibantu dengan timelapse, highspeed photograf atau

slowmotion playback video ; Kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lalu

dapat ditampilkan lagi melalui rekaman film, video, atau foto; Obyek yang terlalu

kompleks dapat disajikan dengan model,diagram, dll; Konsep yang terlalu luas

dapat divisualkan dalam bentuk film, slide, gambar atau video. (3) dengan

8
menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi

sikap pasif (4) menimbulkan gairah belajar. (5) memungkinkan interaksi langsung

antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan. (6) memungkinkan siswa belajar

sendiri menurut minat dan kemampuannya. (7) dengan sifat yang unik pada siswa

juga dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda-beda, sedangkan

kurikulum dan materi pembelajaran yang sama untuk setiap siswa, masalah ini

dapat diatasi dengan media pembelajaran dalam kemampuannya memberikan

perangsang yang sama, menyamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi

yang sama.

Menurut Allen yang dikutip dari Suparman Atwi (1997), tinggi rendahnya

kemampuan setiap jenis media bagi pencapaian berbagai tujuan belajar dapat

digambarkan dalam Tabel 2.1.

Dari Tabel 2.1 tersebut dapat dilihat bahwa ada berbagai jenis belajar,

yaitu : (1) belajar informasi faktual, seperti mempelajari nama orang, tempat,

tanggal terjadinya peristiwa. (2) belajar pengenalan visual, seperti mengamati

bentuk dan gerak dari suatu benda atau peristiwa. (3) belajar konsep, prinsip, dan

aturan, seperti mempelajari fisika, matematika, atau hukum sosial. (4) belajar

prosedur, seperti mempelajari cara membuat tes atau membongkar pasang radio.

(5) belajar menyajikan keterampilan atau persepsi gerak, seperti mempelajari

teknik melompat tinggi atau menendang bola. (6) belajar mengembangkan sikap,

opini, dan motivasi, seperti belajar menghargai karya lukis, norma sosial suatu

bangsa atau perbedaan pendapat.

9
Setelah mengidentifikasi macam belajar yang terkandung dalam suatu

tujuan instruksional, guru dapat memilih media yang sesuai dengan macam

belajar tersebut.

Beberapa pertimbangan dalam memilih media belajar antara lain:

(1) biaya yang lebih murah, baik pada saat pembelian maupun pemeliharaan.

(2) kesesuaiannya dengan metode instruksional. (3) kesesuaiannya dengan

karakteristik siswa. (4) pertimbangan praktis. Pertimbangan praktis yang

dimaksud adalah kemudahannya dipindahkan atau ditempatkan, kesesuaiannya

dengan fasilitas yang ada di kelas, keamanan penggunaannya, daya tahannya,

kemudahan perbaikannya.

Tabel 2.1. Kemampuan Setiap Jenis Media dalam Mempengaruhi Berbagai


Macam Belajar

MACAM BELAJAR
Belajar
Menyajikan
JENIS MEDIA Belajar Belajar konsep, Mengembangkan
Belajar keterampilan
BELAJAR informasi pengenalan prinsip sikap, opini dan
prosedur persepsi
faktual visual & motivasi
gerak
aturan
Gambar diam Sedang Tinggi Sedang Sedang Rendah Rendah
Gambar hidup Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang
Televisi Sedang Sedang Tinggi Sedang Rendah Sedang
Objek dimensi 3 Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah
Rekaman audio Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang
Programmed
Sedang Sedang Sedang Tinggi Rendah Sedang
instruction
Demonstrasi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Sedang
Buku teks
Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang
tercetak
Sajian oral Sedang Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang
Sumber : Suparman Atwi (1997), halaman 178

10
Salah satu media pembelajaran yang tergolong baru di dunia pendidikan

adalah penggunaan animasi yang merupakan pengembangan dari media gambar

hidup dan sangat ideal untuk jenis belajar pengenalan visual, belajar konsep,

aturan dan prinsip serta belajar prosedur.

2. Animasi pembelajaran (Educational animation)

Teori kognitif pembelajaran multimedia dipopulerkan oleh Richard E.

Mayer dan peneliti kognitif lainnya yang berpendapat bahwa multimedia

mendukung cara otak manusia belajar. Mereka menyatakan bahwa orang belajar

lebih dalam dari kata-kata dan gambar daripada dari kata-kata saja, yang disebut

sebagai prinsip multimedia. Peneliti multimedia umumnya mendefinisikan

multimedia sebagai kombinasi teks dan gambar; dan menyarankan bahwa

pembelajaran multimedia terjadi ketika kita membangun representasi mental dari

kata-kata dan gambar ini . Kata-kata dapat diucapkan atau ditulis, dan gambar

dapat berupa bentuk citra grafis termasuk ilustrasi, foto, animasi, atau video.

Menurut Sorden (2012), landasan teoritis untuk teori kognitif

pembelajaran multimedia diambil dari beberapa teori kognitif termasuk model

kerja memori Baddeley, teori kode ganda Paivio, dan Teori Beban Kognitif

Sweller. Sebagai teori belajar kognitif, ia berada di bawah kerangka kerja ilmu

kognitif yang lebih besar dan model pemrosesan informasi kognisi. Model

pemrosesan informasi menunjukkan beberapa penyimpanan informasi (memori)

yang diatur oleh proses yang mengubah rangsangan menjadi informasi . Ilmu

kognitif mempelajari sifat otak dan bagaimana ia belajar dengan menggambar dari

11
penelitian di sejumlah bidang termasuk psikologi, neuroscience, kecerdasan

buatan, ilmu komputer, linguistik, filsafat, dan biologi. Istilah kognitif mengacu

pada mempersepsikan dan mengetahui. Para ilmuwan kognitif berusaha

memahami proses mental seperti memahami, berpikir, mengingat, memahami

bahasa, dan belajar . Dengan demikian, ilmu kognitif dapat memberikan wawasan

yang kuat ke sifat manusia, dan, lebih penting lagi, potensi manusia untuk

mengembangkan metode yang lebih efisien menggunakan teknologi instruksional.

Cognitive Theory of Multimedia Learning (CTML) menerima model yang

mencakup tiga penyimpanan memori yang dikenal sebagai memori sensorik,

memori kerja, dan memori jangka panjang. Sweller (2005) dalam Sorden (2012)

mendefinisikan memori sensorik sebagai struktur kognitif yang memungkinkan

kita untuk melihat informasi baru, memori kerja sebagai struktur kognitif di mana

kita secara sadar memproses informasi, dan memori jangka panjang sebagai

struktur kognitif yang menyimpan basis pengetahuan kita. Kami hanya sadar akan

informasi dalam ingatan jangka panjang ketika telah ditransfer ke memori kerja.

Mayer (2005) menyatakan bahwa memori sensorik memiliki memori sensorik

visual yang secara singkat menyimpan gambar dan teks tercetak sebagai gambar

visual; dan memori pendengaran yang secara singkat memegang kata-kata dan

suara yang diucapkan sebagai gambar pendengaran. Schnotz (2005) dalam Sorden

(2012) mengacu pada memori sensorik sebagai register sensorik atau saluran

sensoris dan menunjukkan bahwa meskipun kita cenderung melihat sensor kanal

ganda sebagai memori kerja mata-ke-visual dan memori kerja telinga-ke-

pendengaran, namun saluran sensorik lain dapat digunakan untuk

12
memperkenalkan informasi ke memori kerja seperti "membaca" dengan jari

melalui Braille atau orang yang tuli bisa "mendengar" dengan membaca bibir.

Memori kerja hadir, atau memilih informasi dari memori sensoris untuk diproses

dan diintegrasikan. Memori sensorik menyimpan salinan sensoris yang tepat dari

apa yang disajikan kurang dari .25 detik, sementara memori kerja menyimpan

versi yang diproses dari apa yang disajikan untuk umumnya kurang dari tiga

puluh detik dan hanya dapat memproses beberapa keping materi pada satu waktu.

(Mayer 2010 dalam Sorden,2012). Memori jangka panjang menyimpan seluruh

penyimpanan pengetahuan seseorang untuk waktu yang tidak terbatas.

Gambar 2.1 adalah representasi tentang bagaimana memori bekerja sesuai

dengan teori kognitif pembelajaran multimedia Mayer.

Gambar 2.1. Teori Kognitif Pembelajaran Multimedia Mayer (Sorden , 2012)

Mayer (2005) menyatakan bahwa ada lima bentuk representasi kata dan

gambar yang terjadi sebagai informasi yang diproses oleh memori. Setiap bentuk

mewakili tahap pemrosesan tertentu dalam tiga model penyimpanan memori dari

pembelajaran multimedia. Bentuk representasi pertama adalah kata-kata dan

13
gambar dalam presentasi multimedia itu sendiri. Bentuk kedua adalah representasi

akustik (suara) dan representasi ikonik (gambar) dalam memori sensorik. Bentuk

ketiga adalah bunyi dan gambar dalam memori kerja. Bentuk representasi

keempat adalah model verbal dan bergambar yang juga ditemukan dalam memori

kerja. Bentuk kelima adalah pengetahuan sebelumnya, atau skema, yang disimpan

dalam memori jangka panjang.

Menurut CTML, pengetahuan konten terkandung dalam skema yang

merupakan konstruksi kognitif yang mengatur informasi untuk penyimpanan

dalam memori jangka panjang. Skema mengatur elemen sederhana yang

kemudian dapat bertindak sebagai elemen dalam skema tingkat tinggi. Ketika

pembelajaran terjadi, skema yang semakin canggih dikembangkan dan prosedur

yang dipelajari ditransfer dari kontrol ke pemrosesan otomatis. Otomatisasi

membebaskan kapasitas dalam memori kerja untuk fungsi lain.

Animasi pembelajaran adalah suatu tampilan gambar bergerak dalam

wujud dua dimensi atau tiga dimensi yang dibuat untuk tujuan tertentu dalam

membantu proses penyampaian materi pembelajaran. Teknologi komputer grafis

yang telah sangat maju memungkinkan setiap orang untuk dapat membuat sendiri

animasi komputer dengan mudah dan murah. Telah dilakukan beberapa penelitian

yang bertujuan membandingkan penggunaan animasi komputer dengan gambar

statis dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi.

Karena animasi dapat menggambarkan perubahan yang terjadi dari detik

ke detik (temporary changes), maka animasi sangat ideal untuk mengajarkan

suatu proses atau suatu prosedur. Ketika animasi digunakan untuk

14
menggambarkan suatu kejadian dinamis, maka animasi dapat mencerminkan

proses perubahan posisi (translasi) dan perubahan bentuk (transformasi) dimana

kedua proses ini sangat fundamental dalam pembelajaran type materi seperti ini.

Pada gambar statis, perubahan dinamis digambarkan dengan menggunakan tanda

panah atau garis yang menghubungkan satu gambar dengan gambar lainnya

sehingga siswa harus menginterpretasikan secara tidak langsung arti dari tanda

panah atau garis tersebut sehingga siswa membutuhkan keterampilan membaca

grafis dan kemampuan mental animasi untuk dapat menerjemahkan gambar.

Sedangkan pada animasi , perubahan dinamis yang terjadi digambarkan secara

langsung dan gamblang sehingga siswa dapat memahaminya lebih mudah dan

lebih cepat.

Menurut Mayer (2003) , Animasi lebih efektif jika datambahkan teks

pada struktur yang penting dari animasi dan dibacakan/diucapkan secara simultan

untuk membangkitkan proses belajar. Fungsi dari animasi dinamik meliputi :

(1) menghasilkan interpretasi yang lebih baik terhadap hasil simulasi sehingga

siswa dapat menyaksikan secara nyata proses suatu sistem atau subsistem.

(2) menghasilkan komunikasi yang lebih efektif. (3) meningkatkan ketertarikan

siswa terhadap materi subjek. (4) meningkatkan motivasi siswa untuk

mempelajari subjek yang diajarkan.

Keempat fungsi dari animasi tersebut merupakan fungsi afektif yang juga

dimiliki oleh animasi yang diproduksi oleh perusahaan entertainment. Animasi

pendidikan (educational animation) memiliki fungsi khusus selain keempat fungsi

tersebut di atas yakni fungsi kognitif, dimana animasi pendidikan membantu

15
siswa untuk mengerti dan mengingat isi materi yang disajikan. Fungsi kognitif ini

memfasilitasi proses pembentukan pengetahuan (knowledge building) yang

merupakan hal yang fundamental untuk efektifitas pembelajaran.

Beberapa keuntungan dari penggunaan animasi dalam membantu proses

pembelajaran adalah : (1) pengajar hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk

menjelaskan suatu topik yang kompleks. Materi yang dulunya membutuhkan

waktu dua atau tiga jam untuk menjelaskannya kepada siswa sekarang dapat

disampaikan dalam waktu yang singkat sehingga pengajar dapat memberikan

materi lebih banyak dalam waktu yang sama. (2) siswa dapat lebih mudah

menggambarkan bagaimana suatu bagian dari sistem bekerja atau bagaimana

suatu reaksi kimia terjadi. Siswa dapat “melihat” berbagai konsep yang kompleks.

Guru tidak harus menggambar suatu sketsa kasar di papan tulis atau di udara agar

siswa dapat membayangkan bagaimana suatu bagian dari mesin bekerja atau

bagaimana suatu benda mengalami gerak jatuh bebas. (3) siswa dapat memutar

kembali sendiri objek yang diajarkan melalui animasi sebanyak berapa kali

mereka membutuhkan. Siswa yang ketinggalan satu tahap dari suatu proses maka

ia dapat memutarnya kembali sebanyak ia butuh.

B. Pemahaman Konsep

1. Pengertian pemahaman

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemahaman berasal dari kata

paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat,

16
pikiran, (3) aliran; pan dangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5)

pandai dan mengerti benar, apabila mendapat imbuhan me-i menjadi memahami,

berarti; (1) mengeta hui benar, (2) pembuatan, (3) cara memahami atau

memahamkan (mempelajari baik -baik supaya paham) , sehingga dapat diartikan

bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami, cara mempelajari baik-

baik supaya paham dan mengetahui banyak

Truschel J (2015) menyatakan bahwa pemahaman merupakan kesadaran

akan adanya pesan literal didalam komunikasi dan mampu menunjukkan

pemahaman tentang hubungan antara masing-masing elemen ini pada diri

sendiri.. Komponen pemahaman adalah translasi, interpretasi dan ekstrapolasi.

Bloom (1956) dalam Truschel (2015) menyatakan bahwa pemahaman

(comprehension) merupakan aspek yang mengacu pada kemampuan untuk

mengerti dan memahami suatu konsep dan memaknai arti suatu materi.

Pemahaman (comprehension) merupakan aspek yang mengacu pada kemampuan

untuk mengerti dan memahami suatu konsep dan memaknai arti suatu materi.

Anderson dan Krathwohl (dalam Aksela, 2005) menyatakan :

“ understanding is ability to make your own meaning from educational


material such as reading and teacher explanations “.

Aksela (2005) menambahkan bahwa pemahaman merupakan kemampuan

untuk membangun pengertian dari pesan-pesan dalam pembelajaran yang

mencakup lisan, tulisan dan komunikasi grafis.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman

adalah kemampuan untuk membentuk arti dari materi pembelajaran.

17
Sejak dini siswa harus sudah diajarkan untuk mempunyai pemahaman

seakurat mungkin mengenai apa yang disajikan. Kesalahan dalam pemahaman

sering kali terjadi karena guru memberikan materi terlalu banyak pada suatu

kurun waktu tertentu, atau karena observasi yang dilakukan siswa terlalu cepat

dan tidak teliti. Sekali siswa mempunyai pemahaman yang salah mengenai apa

yang disajikan maka untuk selanjutnya akan sulit untuk mengubah pemahaman

tadi.

Prinsip-prinsip umum yang perlu diketahui oleh guru mengenai

pemahaman ialah bahwa: (1) makin baik pemahaman siswa mengenai sesuatu,

makin mudah ia mengingatnya. (2) di dalam pengajaran perlu dihindari adanya

pemahaman yang salah karena ini akan memberikan pengertian yang salah

pula pada siswa tentang apa yang dipelajari. (3) apabila dalam pelajaran

diperlukan adanya sesuatu sebagai ganti benda sesungguhnyas (misalnya gambar,

foto, model dan sebagainya) maka perlu diusahakan agar pengganti benda tersebut

sangat mendekati aslinya sehingga siswa memperoleh pemahaman seakurat

mungkin.

2. Pengertian konsep

Secara umum konsep dapat didefenisikan sebagai abstraksi atau ide yang

diperoleh dari hasil rangkuman dan pengorganisasian pengetahuan (pengamatan)

atas suatu fakta/realitas yang dinyatakan dalam kata yang berlaku secara umum

dan bersifat khas. (Mustafa Z, 2009)

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti suatu rancangan.

18
Nasution (2006) mengungkapkan :

“konsep sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam


komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar, membaca,
dan lain-lain “

S. Hamid Husen (Sapriya, 2009: 43) mengemukakan bahwa: “Konsep

adalah pengabstraksian dari sejumlah benda yang memiliki karakteristik yang

sama”

More (Sapriya, 2009: 43) menyatakan bahwa “Konsep itu adalah sesuatu

yang tersimpan dalam benak atau pikiran manusia berupa sebuah ide atau sebuah

gagasan”.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep

merupakan suatu gagasan yang dibentuk seseorang dalam mengelompokkan

benda atau peristiwa

3. Pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika

Bloom (2001) menyatakan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan

menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi

yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan

interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Pemahaman konsep dapat diartikan

sebagai kemampuan mengkonstruksi makna atau pengertian suatu

konsep berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan

pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa.

Pencapaian konsep yang dinyatakan oleh Joyce dan Weil

(Suherman dan Winataputra, 1993) memiliki tiga fase kegiatan sebagai

19
berikut: 1) penyajian data dan identifikasi konsep diantaranya yaitu: (a)

guru menyajikan contoh yang sudah diberi label, (b) para pelajar

membandingkan ciri-ciri dalam bentuk contoh positif dan negatif, (c) para pelajar

membuat dan mengetes hipotesis, (d) para pelajar membuat defenisi tentang

konsep dan dasar ciri-ciri utama atau esensial. 2) Mengetes

pencapaian konsep diantaranya : (a) mengidentifikasi tambahan contoh yang

tidak diberi label dengan menjawab ya atau tidak. (b) guru menegaskan

hipotesis, nama konsep, dan menyatakan kembali defenisi konsep sesuai dengan

ciri-ciri yang esensial. 3) menganalisis strategi berpikir diantaranya : (a) para

pelajar mengungkapkan pemikirannya, (b) para pelajar mendiskusikan hipotesis

dan ciri-ciri konsep, (c) para pelajar mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.

Anderson dan Krathwohl (dalam Aksela 2005) membagi

menjadi tujuh kategori proses kognitif pemahaman, diantaranya : 1) menafsir-

kan (interpreting) , 2) memberikan contoh (exemplifying) , 3) mengklasifikas-

ikan (classifying), 4) meringkas (summarizing) , 5) menarik inferensi (inferring).

6) membandingkan (comparing) dan 7) menjelaskan (explaining).

Menurut Bloom (1956) dalam Zhou et al (2015), pemahaman dapat

dibedakan atas : 1) translasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi

atau ide yang dinyatakan dengan cara asli yang di kenal sebelumnya : (a)

menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain (b) menerjemahkan

suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau sebaliknya (c) terjemahan dari satu

bentuk perkataan ke bentuk yang lain. 2) interpretasi, yaitu kemampuan untuk

memahami suatu materi atau ide yang direkam, di ubah, atau di susun dalam

20
bentuk lain (grafik, tabel, atau diagram) : (a) kemampuan untuk memahami dan

menginterpretasi berbagai bacaan secara dalam dan jelas (b) kemampuan untuk

membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang

digambarkan oleh suatu data (c) kemampuan untuk menafsirkan berbagai data

sosial (d) kemampuan untuk membuat batasan (kualifikasi) yang tepat ketika

menafsirkan suatu data 3) ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk meramalkan

kelanjutan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan

akibat, konsekuensi, implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang

digambarkan dalam komunikasi yang ada : (a) kemampuan menarik kesimpulan

dan suatu pernyataan yang eksplisit (b) kemampuan menggambarkan

kesimpulan dan menyatakannya secara efektif (mengenali batas data tersebut,

memformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hipotesis)

(c) kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data dilihat dari

kecenderungannya (d) kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dan suatu

bentuk komunikasi yang digambarkan (e) kemampuan menjadi peka terhadap

faktor-faktor yang dapat membuat prediksi tidak akurat. (f) kemampuan

membedakan nilai pertimbangan dan suatu prediksi

Menurut Firman (2000), seorang siswa dikatakan telah memahami

suatu konsep jika memiliki kemampuan menangkap arti dari informasi yang

diterima, antara lain : 1) menafsirkan bagan, diagram atau grafik 2)

menerjemahkan suatu pernyataan verbal kedalam formula matematis 3) mem-

prediksikan berdasarkan kecenderungan tertentu (interpolasi dan ekstrapolasi)

(4) mengungkapkan suatu konsep dengan kata-kata sendiri.

21
Menurut Kokkonen T (2017), pemahaman konsep dapat juga

dievaluasi melalui peta konsep, guru dapat mengetahui konsep-konsep yang telah

dimiliki siswanya untuk mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah

ada dalam struktur kognitif siswa. Indikator pencapaian aspek pemahaman konsep

adalah: 1) menyatakan ulang sebuah konsep, 2) mengklasifikasi objek menurut

sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, 3) memberi contoh dan bukan contoh

dari konsep, 4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,

5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep 6)

menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu 7)

mengaplikasikan konsep ke dalam pemecahan masalah

Berkaitan dengan pemahaman konsep dan pemecahan masalah, menurut

Kokkonen T (2017) hasil belajar yang dinilai mencakup tiga aspek. Ketiga aspek

itu adalah pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta pemecahan

masalah. Ketiga aspek tersebut bisa dinilai dengan menggunakan penilaian

tertulis, penilaian kinerja, penilaian produk, penilaian proyek, maupun penilaian

portofolio. Adapun kriteria dari ketiga aspek tersebut adalah: 1) Pemahaman

Konsep : (a) menyatakan ulang sebuah konsep (b) mengklasifikasian objek-

objek menurut sifat-sifat tertentu (c) memberi contoh dan non contoh dari

konsep (d) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi mate-

matis (e) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep (f) meng-

gunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu (g) meng-

aplikasikan konsep dan algoritma pemecahan masalah. 2) Penalaran dan

Komunikasi : (a) menyajikan pernyataan fisika secara lisan, tertulis, gambar,

22
dan diagram (b) mengajukan dugaan (c) melakukan manipulasi matematika (d)

menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap

kebenaran solusi (e) menarik kesimpulan dari pernyataan (f) memeriksa

kesahihan dari argumen. (g) menemukan pola atau sifat dari gejala matematis

untuk membuat generalisasi. 3) Pemecahan Masalah : (a) menunjukkan

pemahaman masalah (b) mengorganisasikan data dan memilih informasi yang

relevan dalam pemecahan masalah. (c) menyajikan masalah secara matematik

dalam berbagai bentuk (d) memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah

secara tepat (e) mengembangkan strategi pemecahan masalah. (f) membuat dan

menafsirkan model matematika dari suatu masalah yang tidak rutin dalam fisika.

F. Retensi

Retensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyimpanan

atau penahanan. (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005:953). Ratna Wilis

Dahar mendefinisikan retensi sebagai bertahannya materi yang dipelajari dalam

memori dan tidak dilupakan.(Dahar,2011:124).

Soekamto T (1997) menyatakan bahwa retensi adalah apa yang tertinggal

dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu, jadi juga

merupakan kebalikan dari lupa. Seperti ingatan, retensi sangat menentukan hasil

yang diperoleh siswa dalam proses belajarnya. Apabila seseorang belajar maka

setelah beberapa waktu apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa

yang diingatnya akan berkurang jumlahnya. Penurunan jumlah materi yang

23
diingat ini akan sangat cepat pada permulaan; selanjutnyan penurunan tersebut

tidak lagi cepat. Hal ini dapat dilihat dari kurva di bawah ini :

100

80
d
i
60 20 menit, 58 %
i
n 80 menit, 44 %
g 40 1 hari, 33 %
a
t 20

5 10 15 20 25

 hari setelah belajar

Gambar 2.1. Kurva Lupa atau Retensi (Soekamto, 1997)

( Sumber : Dennis Child (1977), Psychology and the Teacher. 2nd.ed, London:
Holt, Rinehart & Winston, hal.157)

Hasil-hasil penelitian mengenai retensi menunujukkan bahwa (Thornburg,

1984 dalam Soekamto,1997) : 1) materi pelajaran yang bermakna akan lebih

mudah diingat dibandingkan yang tidak ada artinya. 2) benda yang jelas dan

konkrit akan lebih mudah diingat dibanding dengan yang bersifat abstrak.

3) retensi akan lebih baik untuk materi yang bersifat kontekstual atau serangkaian

kata-kata yang mempunyai kekuatan asosiatif dibanding dengan kata-kata yang

24
tidak mempunyai kesamaan internal. 4) tidak ada perbedaan antara retensi dari

apa yang telah dipelajari siswa yang mempunyai berbagai tingkat IQ.

Menurut Muthukumar, et al (2015) , pertumbuhan dan perkembangan dari

manusia didasarkan pada proses belajar. Kemampuan untuk memanggil kembali

apa yang telah kita pelajari sebelumnya disebut ingatan. Sesuatu hal dan

pengalamn yang telah dipelajari disimpan dalam pikiran kita sehingga mereka

dapat digunakan pada saat dibutuhkan. Dalam psikologi, belajar, retensi, recall

dan recognition ebersama-sama membentuk ingatan. Proses pembelajaran efektif

membutuhkan ingatan yang baik. Kita berpikir dengan fakta-fakta yang diingat

dan dengan bantuan persepsi kita dan kontinuitas ingatan kita. Salah satu tujuan

utama dari belajar adalah untuk memperoleh pengetahuan dan menyimpan

pengetahuan yang telah diperoleh untuk digunakan kedepan dalam menghadapi

pengalaman dan masalah yang ditemui hari demi hari. Pengalaman atau

pengetahuan yang telah dipelajari disimpan dibelakang gambaran atau batas

ingatan . Penyimpanan dari ingatan ini oleh system saraf pusat atau otak ini

dikenal sebagai retensi. Kekuatan dan kualitas dari ingatan menggambarkan

lamanya retensi. Ingatan yang tersimpan ini akan dipanggil kembali ketika

dibutuhkan. Jadi, ingatan meliputi empat tahap , yaitu mempelajari atau

mengalami sesuatu, menyimpannya (retention), menemukannya (recognition) dan

memanggil kembali (recall).

Santrock J (2017) menyatakan ingatan adalah penyimpanan informasi dari

waktu ke waktu. Ingatan tertanam dalam kontinuitas.kita tidak akan dapat

menghubungkan kejadian sebelumnya dengan apa yang terjadi saat ini. Proses

25
ingatan dimulai dengan pengodean, yakni suatu proses dimana informasi masuk

ke memori. Ketika seorang siswa mendengarkan guru, menonton film, atau

berbicara dengan seorang teman, ia sedang mengodekan informasi ke dalam

memori, setelah itu perlu menyimpan informasi tersebut.

Walgito B (dalam Ummah R, 2017) menyatakan bahwa proses ingatan

yang dialami seseorang terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1) proses mencamkan

(Encoding). Pengkodean akan menghasilkan memori yang baik bila dilakukan

dengan mencari hubungan tentang sesuatu yang harus diingat dengan hal lain

yang telah dikenal atau dapat juga dilakukan dengan memusatkan pikiran pada

pengertian sesuatu yang diingat atau melalui pemahaman 2) proses menyimpan

(Storage), pengendapan informasi yang diterima di dalam memori otak (3) proses

pengingatan kembali (Retrieval), pencarian dan penemuan kembali informasi

yang disimpan dalam strtuktur ingatan jika diperlukan. Kuat dan lemahnya

ingatan ditentukan oleh kegagalan atau keberhasilan dalam tahap pengingatan

kembali. Seseorang mengingat beberapa informasi kurang dari satu detik,

beberapa selama sekitar setengah menit, dan yang lainnya selama beberapa menit,

jam, tahun bahkan seumur hidup. Tiga jenis ingatan yang sesuai dengan kerangka

waktu yang berbeda adalah: ingatan sensorik, ingatan jangka pendek dan ingatan

jangka panjang.

1. Ingatan sensorik

Ingatan sensorik, yang menyimpan apa yang dilihat dan didengar.

Penyimpanan informasi dalam ingatan sensorik ini hanya untuk sesaat saja

26
(kurang dari setengah detik), tidak lebih lama dari waktu yang digunakan untuk

mendapatkan sensasi visual, auditori dan lainnya. Seseorang memiliki memori

sensorik untuk suara hingga beberapa detik, seperti untuk gema singkat. Namun

memori sensorik akan gambar visual hanya berlangsung selama sekitar

seperempat detik. Informasi yang penting akan disimpan untuk selanjutnya

diteruskan ke ingatan jangka pendek, sedang yang tidak penting akan dibuang.

Karena informasi sensorik hanya berlangsung sesaat, sangat penting untuk

memperhatikan informasi sensorik yang penting untuk belajar dengan cepat,

sebelum memudar.

2. Ingatan jangka pendek

Ingatan jangka pendek, yang menerima apa yang diteruskan dari ingatan

sensorik setelah disaring terlebih dahulu. Seleksi ini bergantung kepada perhatian

siswa terhadap stimulus yang datang. Di dalam ingatan jangka pendek

informasi/stimuli disimpan dalam bentuk suara. Ingatan jangka pendek ini

merupakan gudang sementara untuk informasi yang baru masuk, dan hanya

mempunyai kapasitas yang sangat terbatas. Kemampuan yang terbatas ini akan

menghambat proses belajar sesuatu yang baru, dan dinamakan rentangan ingatan.

Rentang ingatan adalah jumlah digit yang dapat dilaporkan kembali oleh individu

tanpa kesalahan. Rentangan ini diukur dari jumlah butir yang dapat diingat

kembali setelah informasi diterima. Rentang ingatan ini sangat terkait dengan

usia. Dempster dalam Santrock J (2017) menyatakan bahwa rentang ingatan

meningkat dua digit dalam usia dua tahun, sampai lima digit dalam usia tujuh

27
tahun, dan enam sampai tujuh digit pada usia duabelas tahun. Contoh dari ingatan

jangka pendek dalam pembelajaran fisika adalah ingatan akan informasi tentang

konsep fisika yang baru saja diperoleh selama proses pembelajaran.

3. Ingatan Jangka Panjang

Ingatan jangka panjang, bersifat relatif permanen dan terdiri dari

informasi-informasi penting yang diteruskan dari ingatan jangka pendek.

Informasi yang masuk ini terlebih dahulu dibandingkan dengan apa yang telah

tersimpan di dalam ingatan jangka panjang. Apabila informasi baru tersebut sama

dengan apa yang telah ada maka hal ini akan mempermudah penyimpanan.

Informasi yang ada di ingatan jangka panjang disimpan untuk jangka waktu yang

tidak terbatas lamanya.

Penyimpanan informasi dalam ingatan jangka panjang dilakukan dalam

berbagai bentuk, yaitu melalui kejadian-kejadian khusus (episodic), gambaran

(image) yang merupakan analogi langsung berdasarkan sifat-sifat perseptual

(misalnya bentuk, bau, nada), atau bentuk verbal yang bersifat abstrak. Informasi

yang disimpan dalam bentuk gambaran akan lebih mudah diingat kembali dari

pada yang disimpan dalam bentuk verbal.

Walgito B (dalam Ummah R, 2017) menyatakan bahwa proses ingatan

yang dialami seseorang terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) Proses Mencamkan

(Encoding). Tahap ini disebut sebagai tanda pengkodean terhadap sesuatu yang

akan diingat. Pengkodean akan menghasilkan memori yang baik bila dilakukan

dengan mencari hubungan tentang sesuatu yang harus diingat dengan hal lain

28
yang telah dikenal atau dapat juga dilakukan dengan memusatkan pikiran pada

pengertian sesuatu yang diingat atau melalui pemahaman. (2) Proses Menyimpan

(Storage), pengendapan informasi yang diterima di dalam memori otak. (3) Proses

Pengingatan Kembali (Retrieval), pencarian dan penemuan kembali informasi

yang disimpan dalam strtuktur ingatan jika diperlukan. Kuat dan lemahnya

ingatan ditentukan oleh kegagalan atau keberhasilan dalam tahap pengingatan

kembali.

Contoh ingatan jangka panjang dalam pembelajaran fisika adalah ingatan

akan konsep fisika yang pernah diajarkan dalam proses pambelajaran pada

pertemuan sebelumnya.

G. Pengaruh Animasi Pembelajaran Fisika Terhadap Pemahaman

Konsep dan Retensi

Tingkat Pemahaman siswa di sini dimaksudkan sebagai kemampuan siswa

untuk membangun pengertian tentang materi pembelajaran yang dinilai dari hasil

belajar siswa dan kemampuan untuk mengingat kembali konsep yang telah

diajarkan baik itu ingatan jangka pendek maupun jangka panjang.

Menurut Ausubel, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

Siswa akan belajar dengan baik bila konsep atau informasi umum yang

mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa

didefenisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Setiap

orang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya yang tertata

dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan baik bila materi

29
pelajaran yang baru, beradaptasi (bersinambung) secara “klop” dengan struktur

kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa. Struktur kognitif ini memberikan suatu

kerangka konseptual untuk mengorganisasikan materi-materi pelajaran baru

yang akan dipelajari oleh siswa.

Gambar animasi menghadirkan pandangan berbeda yang bervariasi

tentang sebuah subjek, memberikan lebih banyak informasi kepada seorang

pelajar dan membutuhkan lebih banyak interaksi mental dari pada gambar statis.

Animasi yang dihasilkan komputer merupakan medium yang sangat kuat untuk

membantu para pelajar membangun struktur kognitif (mental model) untuk

membantu proses pemahaman. Teori mental model menyatakan bahwa para

pelajar dapat dibantu untuk membangun pemahaman dengan memperlihatkan

berbagai bagian yang bervariasi serta keterkaitan antar bagian dari suatu konsep

atau ide. Animasi membantu para pelajar dapat dengan lebih mudah memperoleh

gambaran suatu materi.

Disamping itu, terdapat dugaan yang tampaknya beralasan, bahwa

memecah pembelajaran menjadi potongan-potongan terpisah seperti yang telah

dilakukan oleh para pengajar terdahulu akan menurunkan fungsi kognitif siswa.

Perlu diingat bahwa kemampuan kerja dari sistem memori itu terbatas dan harus

difokuskan pada dua hal, isi materi pembelajaran dan pengorganisasian materi.

Jika terlalu banyak waktu yang terbuang untuk memikirkan pengorganisasian

materi, maka efektifitas pembelajaran isi materi pembelajaran akan berkurang.

Olehnya itu, proses pengorganisasian materi haruslah semudah mungkin sehingga

pelajar dapat lebih menggunakan waktu untuk memahami isi materi, bukan untuk

30
mengontrol atau mengorganisasikan materi. Penyajian gambar statis dalam bentuk

potongan-potongan gambar akan menghabiskan waktu siswa untuk

mengorganisasikan potongan-potongan gambar tersebut menjadi suatu alur yang

dapat dimengerti sehingga waktu untuk memahami isi materi yang terkandung

dalam gambar akan tersita. Sedangkan penyajian materi dalam bentuk animasi

menyajikan gambar secara utuh dalam satu waktu sehingga siswa dapat langsung

memahami isi materi yang diberikan tanpa harus bersusah payah mengorganisir

memorinya untuk memahami alur cerita dari gambar.

Penelitian Hussein, et al (2015) menghasilkan temuan bahwa penggunaan

multimedia interaktif berpengaruh terhadap penguasaan konsep siswa an terhadap

keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor kelas X SMA

Negeri 1 Alas tahun ajaran 2013/2014.

Pollock, et al.(2002) dalam O’Day,D.H (2007) menyatakan bahwa animasi

lebih baik dibandingkan dengan gambar statis untuk mengajarkan suatu kejadian

dinamis. Stith (2004) dalam O’Day,D.H (2007) melaporkan bahwa nilai ujian

siswa yang diajarkan tentang proses kematian sel (apoptosis) dengan

menggunakan bantuan animasi lebih tinggi dibanding nilai ujian siswa yang

mendapat pelajaran tentang kematian sel (apoptosis) tanpa menggunakan bantuan

animasi. Mc.Clean et al (2005) dalam O’Day,D.H (2007) melakukan penelitian

lebih komprehensif dimana sekelompok siswa diberi pelajaran tentang proses

sintesis protein dengan mempertontonkan animasi komputer yang

menggambarkan proses sintesis protein, sementara kelompok siswa yang lain

diberi pelajaran tentang proses sintesis protein secara konvensional tanpa bantuan

31
animasi. Hasil akhir menunjukkan bahwa nilai ujian kelompok siswa yang

mendapatkan pelajaran mengenai proses sintesis protein melalui animasi jauh

lebih baik dibanding kelompok siswa yang tidak diperlihatkan animasi. Williams

and Abraham (2005) dalam penelitiannya yang menggunakan animasi untuk

mengajarkan pelajaran kimia melaporkan bahwa siswa yang diberi pelajaran

kimia dengan manggunakan animasi menunjukkan hasil ujian yang lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang diberi pelajaran kimia tanpa menggunakan

animasi (O’Day,D.H , 2007).

H. Kerangka Pikir

SEBAGIAN BESAR NILAI


KETERTARIKAN SISWA
SEBAGIAN BESAR KONSEP UJIAN EVALUASI FORMATIF
UNTUK BELAJAR FISIKA
FISIKA BERSIFAT ABSTRAK MAPEL FISIKA SISWA PADA
MASIH KURANG
KD SEBELUMNYA TIDAK
MENCAPAI KBM

- PEMAHAMAN KONSEP
PERLU MEDIA PEMBELAJARAN
FISIKA MENINGKAT
YANG DAPAT MEMUDAHKAN
- RETENSI TERHADAP
SISWA MEMAHAMI KONSEP ANIMASI
PELAJARAN FISIKA
FISIKA SERTA MENINGKATKAN PEMBELAJARAN FISIKA
MENINGKAT
KETERTARIKAN SISWA BELAJAR
- KETERTARIKAN BELAJAR
FISIKA
FISIKA MENINGKAT

32
I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikIr, maka hipotesis tindakan

penelitian ini adalah :

1. Penerapan media animasi pembelajaran fisika efektif dalam meningkatkan

pemahaman konsep dan retensi pada peserta didik kelas X IPA Madrasah

Aliyah Muhammadiyah Sengkang.

2. Efektivitas penerapan media animasi pembelajaran fisika dalam

meningkatkan pemahaman konsep fisika ditetapkan dengan indikator lebih

dari atau sama dengan 85 % siswa mencapai nilai KBM, yaitu skor 68.

3. Efektivitas penerapan media animasi pembelajaran fisika dalam meningkatkan

ingatan jangka pendek siswa terhadap konsep fisika ditetapkan dengan

indikator lebih dari atau sama dengan 85 % siswa dapat menuliskan kembali

sedikitnya 50 % dari keseluruhan konsep fisika yang telah diajarkan segera

setelah penayangan animasi.

4. Efektivitas penerapan media animasi pembelajaran fisika dalam

meningkatkan ingatan jangka panjang siswa terhadap konsep fisika ditetapkan

dengan indikator lebih dari atau sama dengan 85 % siswa dapat menuliskan

kembali sedikitnya 20 % dari keseluruhan konsep fisika yang telah diajarkan

pada tahap evaluasi di pertemuan terakhir.

33

Anda mungkin juga menyukai