Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatomikosis superfisialis merupakan jenis infeksi yang paling sering


terjadi, dimana telah mengenai 20-25% populasi dunia. Penyebab utama
dermatomikosis superfisialis adalah dermatofit. Dermatofit merupakan kelompok
jamur yang menginvasi stratum korneum kulit. Meskipun banyak orang
menghiraukan dermatomikosis, dermatomikosis memiliki efek psikologis yang
besar dan morbiditas yang tinggi.
Namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa dermatomikosis dapat
mengancam jiwa pada pasien dengan imunitas rendah. Kejadian dermatomikosis
di Indonesia cukup banyak. Hal ini disebabkan Indonesia beriklim tropis dan
mempunyai kelembaban yang tinggi. Penelitian di RSUD dr.Soetomo Surabaya
memunjukkan angka kejadian baru dermatomikosis superfisialis pada tahun 2005
sebesar 13,5%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kelainan kulit akibat jamur atau dermatomikosis umumnya digolongkan


menjadi 2 kelompok, yakni : nondermatofitosis dan dermatofitosis. Mikosis
superficial disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis
yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih
dalam. Bentuk yang paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur
yang diklasifikasikan menjadi 3 genus Epidermophyton, Microsporum dan
Trychopyton.

I. NON –DERMATOFITOSIS
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang
paling luar (kulit, kuku, rambut). Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat
mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang
lapisan kulit yang paling luar.

A. PITYRIASIS VERSICOLOR/TINEA VERSICOLOR


DEFINISI
Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi superficial kronik
yang disebabkan oleh Malasezia furfur. Ditandai oleh bercak putih sampai coklat
yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang
terlihat di ketiak, sela paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala
yang berambut.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah
beriklim panas. Di Indonesia frekuensinya tinggi. Penularan panu terjadi bila ada
kontak dengan jamur penyebab oleh karena itu kebersihan pribadi sangat penting.
PATOGENESIS
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal.
Organisme ini merupakan "lipid dependent yeast" fase spora dan miselium. Faktor

2
predisposisi menjadi patogen dapat secara endogen (defisiensi imun) dan eksogen
(faktor suhu, kelembaban udara, keringat dan matahari).

GAMBARAN KLINIS
Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal bila
berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh
karena malu oleh adanya bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang
terjadi tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit
pucat maka lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas lesi
terdapat sisik halus.
Folikulitis merupakan bentuk klinis yang lebih berat, Malasezia furfur
dapat tumbuh dalam jumlah banyak pada folikel rambut dan kelenjar sebasea.
Pada pemeriksaan histologis organisme tersebut terlihat di lubang folikel bagian
infudibulum saluran sebasea dan sering disekitar dermis. Folikel berdilatasi akibat
sumbatan dan terdiri dari debris keratin.
Secara klinis lesi terlihat eritem, papula folikular atau pustula dengan
ukuran 2-4 mm, distribusinya dipunggung, dada kadang-kadang dibahu, dengan
leher dan rusuk. Bentuknya yang lebih berat disebut Acneifonn folliculitis.
Malasezia furfur dapat membentuk koloni pada kelenjar lakrimalis,
menyebabkan pembengkakan dan obstruksi (Dakriosis Obstruktif). Pada beberapa
kasus terbentuk dakriolit, terjadi inflamasi dan mengganggu produksi air mata.

DIAGNOSIS
Selain ditegakkan dari gambaran klinis, diagnosa pitiriasis versikolor
harus dibantu dengan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%.

3
Bahan-bahan kerokan kulit di ambil dengan cara mengerok bagian kulit
yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%,
lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-
lempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH
10% yang diberi tinta Parker biru hitam, dipanaskan sebentar, ditutup dengan
gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang
jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan
jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang
bersambung seperti kalung. Pada pitiriasis versikolor hifa tampak pendek-pendek,
lurus atau bengkok dengan banyak spora kecil berkelompok memberikan
gambaran “spaghetti and meatballs”.
2) Pemeriksaan dengan lampu Wood
Dari pemeriksaan dengan lampu Wood dapat memberikan perubahan
warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah
yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna emas sampai oranye.

DIAGNOSA BANDING
Penyakit ini harus dibedakan dari, sifilis stadium II, pitiriasis rosea,
vitiligo, Morbus Hansen dan hipopigmentasi pasca peradangan.

PENGOBATAN
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara topical atau sistemik. Pengobatan topikal
terutama ditujukan untuk penderita dengan lesi minimal. Obat golongan senyawa
azol (antara lain ketokonazol, bifonazol, tiokonazol) dalam bentuk krim selama 2
sampai 3 minggu cukup efektif untuk pengobatan PV. Kesulitan pemakaian krim
adalah pada lesi yang luas.
Pemakaian ketokonazol 2% dalam bentuk sampo dilaporkan lebih efektif
dengan pemakaian yang lebih mudah. Hal tersebut didukung dengan adanya efek
antimikotik sampo ketokonazol 2% yang lebih poten dibanding selenium sulfid
ataupun seng pirition. Sampo dioles di seluruh badan, lengan dan tungkai,

4
dibiarkan selama 10-15 menit kemudian dicuci. Pengobatan dilakukan 2-3 kali per
minggu selama 2-4 minggu.
Obat topikal lain adalah selenium sulfida 1,8% dalam bentuk sampo yang
juga dipakai seluruh badan, sebelum tidur dan segera dicuci pada pagi harinya.
Pemakaian 1-2 kali per minggu selama 2-4 minggu. Cara lain dengan
menggunakannya setelah mandi selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Dapat
pula digunakan solusio sodium tiosulfas 20%. Sampo selenium sulfid dan sodium
tiosulfas 20% menyebabkan bau kurang sedap serta kadan bersifat iritatif
sehingga sering menyebabkan pasien kurang ta’at dalam mengobati.
Pengobatan sistemik menggunakan ketokonazol atau itrakonazol juga
sangat efektif untuk PV. Dosis untuk ketokonazol bervariasi antara 200mg/hari
selama 7-10 hari atau dosis tunggal 400 mg. Itrakonazol disarankan untuk kasus
kambuhan atau tidak responsif dengan cara pengobatan lain, dengan dosis 200
mg/hari selama 5-7 hari. Kesembuhan umumnya masih dengan gejala sisa
hipopigmentasi yang menghilang perlahan sehingga pemeriksaan mikroskop
KOH membantu memaastikan kesembuhan.

PROGNOSIS
Prognosis PV dalam hal kesembuhan baik, tetapi persoalan utama adalah
kekambuhan yang sangat tinggi. Menghadapi persoalan ini, lebih baik dilakukan
pengobatan ulang setiap kali kambuh atau pengobatan pencegahan daripada
memperpanjang satu periode pengobatan.

II. DERMATOFITOSIS
Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut "
Dermatofitosis ". Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena
mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini
dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneurm sampai
dengan stratum basalis.

5
ETIOLOGI
Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari
tiga genus yaitu genus: Mikrosporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Dari 41
spesies dermafito yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7
spesies Mikrosporon dan 1 spesies Epidermafiton.
Cara penentuan dermatofitosis terlihat pada gambaran lesi dan lokasi.
Selain sifat keratinofilik ini, setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas
terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang,
dan kadang-kadang menyerang manusia. Misalnya : Microsporum canis dan
Trichophyton verucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di
tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya
Mikrosporon gipsium.

GAMBARAN KLINIS
Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik
pada manusia bersifat akut dan sedang namun lebih mudah sembuh. Dermatofita
yang antropofilik terutama menyerang manusia, karena memilih manusia sebagai
hospes tetapnya. Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit
menjadi menahun dan residif , karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.
Contoh jamur yang antropofilik ialah: Microsporum audoinii dan Trichophyton
rubrum.

CARA PENULARAN
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung
melalui 3 cara anthropofilik (penyebaran dari manusia ke manusia), zoofilik
(penyebaran dari hewan ke manusia) dan geofilik (penyebaran dari tanah, air dan
udara ke manusia). Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-
rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah.
Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur,
barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut
diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor:

6
1. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur
Antropofilik, Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur
ini berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun
bagian-bagian dari tubuh Misalnya : Trichophyton rubrum jarang menyerang
rambut, Epidermatophyton floccosum paling sering menyerang lipat pada bagian
dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih sulit untuk terserang jamur.
3. Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah,
penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang
lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi
jamur di sela-sela jari dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan
pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor
perlindungan tubuh (topi, sepatu dan sebagainya), serta pemakaian pakaian yang
serba nilon, dapat mempermudah penyakit jamur ini.

LOKASI
Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit
yang ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar
oleh karena harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang
agak lama dan tidak praktis. Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat
disebabkan oleh beberapa jenis spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran

7
klinis dapat disebabkan oleh beberapa spesies dermatofita sesuai dengan lokalisasi
tubuh yang diserang.
Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan
dibubuhi tempat bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian
dermatofitosis sebagai berikut:
1. Tinea kapitis : bila menyerang kulit kepala clan rambut
2. Tinea korporis : bila menyerang kulit tubuh yang berambut (globrous
skin).
3. Tinea kruris : bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus
dapat meluas sampai ke daerah gluteus, perot bagian
bawah dan ketiak atau aksila
4. Tinea manus dan tinea pedis : Bila menyerang daerah kaki dan tangan,
terutama telapak tangan dan kaki serta sela-sela jari.
5. Tinea Unguium : bila menyerang kuku
6. Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan
kumis.
7. Tinea Imbrikata : bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi
gambaran klinik yang khas.

GEJALA KLINIK
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas
yaitu bercak-bercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain,
sehingga memberikan kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang
aktif serta berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang .
Gejala objektif ini selalu disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang
gatal ini digaruk maka papula-papula atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga
menimbulkan daerah yang erosit dan bila mengering jadi krusta dan skuama.
Kadang-kadang bentuknya menyerupai dermatitis (ekzema marginatum), tetapi
kadang-kadang hanya berupa makula yang berpigmentasi saja (Tinea korporis)
dan bila ada infeksi sekunder menyerupai gejala-gejala pioderma (impetigenisasi).

8
TINEA KAPITIS
(Scalp ring worm ;Tinea Tonsurans)
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan
melalui binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.
Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :
1. Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papula merah kecil yang melebar ke
sekitarnya dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna
rambut jadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari
akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat.
Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flouresensi kekuning-kuningan
pada rambut yang sakit melalui batas "Grey pacth" tersebut. Jenis ini biasanya
disebabkan spesies Microsporum dan Trichophyton.

2. Black dot ring worm


Terutama disebabkan oleh T. tonsurans, T. violaseum, mentagrofites.
infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang
menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut
tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna kelabu
sehingga tarnpak sebagai gambaran ” back dot". Biasanya
bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut
sekitar lesi juga jadi tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena
infeksi penyebab utama adalah T. tonsusurans dan T.violaseum.

9
3. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat
yang bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang
berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini
putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu
daerah yang botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama
disebabkan oleh Mikosporon kanis, M. gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.

4. Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk
cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus "moussy odor".
Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi.
Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang permanen.
Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. gipsum.
Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit
yang menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan
penyakit-penyakit bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis
seboroika.

TINEA KORPORIS
(Tinea circinata=Tinea glabrosa)
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti
kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta
kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota
gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.
Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong
dengan tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak
bisa melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau
sirsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya
papula-papula dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang.
Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya

10
hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-
kelainan ini dapat terjadibersama-sama dengan Tinea kruris.
Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. M.
gipseum, M. kanis, M. audolini. penyakit ini sering menyerupai:
1. Pitiriasis rosea
2. Psoriasis vulgaris
3. Morbus hansen tipe tuberkuloid
4. Lues stadium II bentuk makulo-papular.

TINEA KRURIS
(Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch")
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun,
bertambah hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul
dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran
yang berupa makula yang eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi
ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif.
Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya
makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang
khas adalah lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah
perineum dan sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot
bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke aksila.
Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, T. rubrum dan T.
mentografites.
Diagnosa Banding:
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma
3. Psoriasis vulgaris
4. Pitiriasis rosea.

11
TINEA MANUS DAN TINEA PEDIS
Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot".
Penyakit ini sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat
basah seperti tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap
hari harus memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan
subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan
nyeri bila ada infeksi sekunder.
Ada 3 bentuk Tinea pedis:
1. Bentuk intertriginosa/ interdigitalis
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-
celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di
celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun
dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi dapat
menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala umum.
2. Bentuk hiperkeratosis
Terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan
punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-fisura yang
dalam pada bagian lateral telapak kaki.
3. Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari,
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan
bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat.
Bila vesikel-vesikel ini memecah akan meninggalkan skuama melingkar yang

12
disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan memperberat
keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk yang terdapat pada Tinea
pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang
tangan. Penyebab utamanya ialah : T .rubrum, T .mentagrofites, dan
Epidermofiton flokosum.
Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan dengan:
1. Dermatitis kontak akut alergis
2. Skabiasis
3. Psoriasispustulosa

TINEA UNGUIUM
(Onikomikosis = ring worm of the nails)
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab
dan permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari
pangkal kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia
trikofita bila di mulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak
mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku
tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur.
Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita
minta pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama,
karena penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak
sakit. Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya
sudah terkena penyakit.
Penyebab utama adalah : T. rubrum, T. mentagrophytes
Diagnosis banding adalah kandidiasis kuku, psoriasis yang menyerang kuku,
akrodermatitis persisten

13
TINEA BARBAE
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot,
jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2
bentuk yaitu superfisialis dan kerion
1) Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-
mula kecil selanjutnya meluas ke arah luar dan memberi gambaran polisiklik,
dengan bagian tepi yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea
korporis.
2) Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta
atau abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi. Tinea barbae ini
didiagnosa banding dengan Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus),
karbunkel.

TINEA IMBRIKATA
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan
oleh Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous
dengan skuama yang melingkar.
Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada
umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih
tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini
sering menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga menyerupai eritrodemia,
pemfigus foliaseus, iktiosis yang sudah menahun.

14
Diagnosis
Pemeriksaan mikologik dapat membantu dalam menegakan diagnosis.
Pemeriksaan dalam menentukan diagnosis infeksi dermatofitosis terdiri dari
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan.

Pemeriksaan langsung
Pengambilan spesimen
Pengambilan specimen dimulakan dengan membersihkan lokasi lesi
dengan alcohol/spiritus 70%. Untuk pengambilan specimen pada kulit tidak
berambut (kulit glabrosa) pengerokan dilakukan dari bagian tepi lesi sampai ke
bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit menggunakan skapel tumpul steril.
Untuk pengambilan spesimen di kulit berambut, rambut pada kulit yang
mengalami kelainan dicabut dan kulit di bagian itu dikerok untuk mengumpulkan
sisik kulit dan pus. Dalam pengambilan specimen di kuku, spesimen diambil dari
permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai
seluruh tebal kuku dan bahan di bawah kuku diambil.

Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dimulai dengan penyediaan slide, bahan
diletakan di atas gelas alas kemudian di tambah 1-2 tetes larutan KOH.
Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10%, untuk kulit 20% dan
untuk kuku 30%. Setelah sediaan dicampurkan dengan larutan KOH, sediaan
ditunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepatkan proses
pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah dia atas api kecil sehingga
berlaku penguapan. Untuk melihat elemen jamur ditambahkan zat pewarna pada
sediaan KOH, tinta parker blue-black. Elemen jamur dapat diperhatikan di bawah
mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x.
Pada sediaan kuku dan kulit dapat dilihat hifa sebagai garis sejajar
terbahagi oleh sekat lengkap dan bercabang. Terlihat juga spora berderet
(artrospora). Pada sediaan rambut terlihat spora kecil (mikrospora) dan spora
besar (makrospora). Spora yang kelihatan bisa tersusun di luar rambut (ektotriks)

15
atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat hifa pada sediaan
rambut.

Pemeriksaan dengan pembiakan


Pemeriksaan pembiakan dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan
sediaan langsung dan menentukan spesies dermatofita.Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menanam bahan klinis dalam media buatan, medium agar dekstrosa
Sabouraud. Pada medium ditambahkan antibiotic, Kloramfenikol untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.

PENGOBATAN

Pengobatan Pencegahan :
1.) Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika
faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan
lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus
dikeringkan betul dan diberi bedak pengering atau bedak anti jamur.
2.) Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
3.) Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun
yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau
bahan sintetis.
4.) Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air
panas.

Terapi lokal
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah
jenggot,
telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal saja.
1.) Lesi-lesi yang meradang akut dengan vesikula dan eksudat harus dirawat
dengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau terus
menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.

16
2. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol,
ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan
konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam
waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki
memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan keratolitik
seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan
mengelupas. Obat-obat keratolitik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga
perlu hati-hati kalau menggunakannya.
4. Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai
kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis misalnya
dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian
haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa menolong. Pencabutan kuku jari
kaki dengan operasi, bersamaan dengan terapi griseofulvin sistemik, merupakan
satu-satunya pengobatan yang bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.

Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin.
Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies
penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis.
Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan apabila diberi bersama-
sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total
setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum
bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan.
Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan
dilakukan 4 x sehari, 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5
mg per kg berat badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol
dapat diberikan 2 x sehari dalam waktu 14 hari.
PROGNOSIS
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau

17
memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat
dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.

KANDIDIASIS
DEFINISI

Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut


disebabkan oleh jamur intermediate Candida sp., biasanya oleh spesies Candida
albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, dengan
berbagai manifestasi klinisnya yang bisa berlangsung akut, kronis atau episodik,
kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia, endokarditis atau meningitis.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik
laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat
sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui
data-data penyebarannya dengan tepat.

ETIOLOGI

Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat


diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal.
Sebagai penyebab endokarditis kandidiasis ialah C. parapsilosis dan penyebab
kandidiasis septicemia adalah C. tropikalis.

Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval.


Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari
semua spesies yang ditemukan pada manusia, C.albicans lah yang paling
pathogen. Candida sp. memperbanyak diri dengan membentuk blastospora
(budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan bertambah panjang
sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif
daripada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga
lebih sulit difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-

18
titik blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen
infeksius yang ada lebih besar.

Sel jamur kandida berbentuk bulat, lonjong, dengan ukuran 25µ x 36 µ


hingga 25 µ x 528,5 µ Spesies-spesies kandida dapat dibedakan berdasarkan
kemampuan fermentasi dan asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakarosa,
galaktosa dan laktosa. Jamur kandida dapat hidup sebagai saprofit tanpa
menyebabkan kelainan apapun di dalam berbagai alat tubuh baik manusia maupun
hewan.

Gambar 1: Candida albicans

KLASIFIKASI

Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk. (1971), mambaginya


sebagai berikut:

1. Kandidiasis selaput lendir


a. Kandidiasis oral (thrush)
b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidiasis mukokutan kronik
f. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidiasis kutis
a. Lokalisata
 daerah intertriginosa
 daerah perianal

19
b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa
3. Kandidiasis sistemik
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
4. Reaksi id (kandidid)
PATOGENESIS

Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai


saprofit terdapat dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik
subyektif maupun obyektif. Dapat dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran
pencernaan, saluran pernafasan, vagina dan kuku. Kandida sebagai jamur dapat
menimbulkan infeksi primer maupun sekunder dari kelainan yang telah ada.
Beberapa faktor predisposisi dapat mengubah sifat saprofit kandida menjadi
patogen.

Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen.

1. Faktor endogen
a. Perubahan fisiologik:
 Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
Kondisi vagina selama masa kehamilan menunjukkan kepekaan
yang tinggi terhadap infeksi kandida, hal ini tampak dengan
ditemukannya kolonisasi candida spp yang tinggi pada masa ini
sejalan dengan tingginya simtomatik vaginitis. Keluhan ini
paling sering timbul pada usia kehamilan trimester ketiga.
Bagaimana mekanisme hormon-hormon reproduksi dapat
meningkatkan kepekaan vagina terhadap infeksi kandida masih
belum jelas.

20
 Kegemukan, karena banyak keringat
 Debilitas
 Iatrogenik
 Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit
Pada penderita diabetes mellitus juga ditemukan kolonisasi
candida spp dalam vagina mungkin karena peningkatan kadar
glukosa dalam darah, jaringan dan urin. Akan tetapi
mekanismenya juga tidak diketahui.

 Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan


keadaan umum yang buruk.
b. Umur
Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.

c. Imunologik: penyakit genetik.


2. Faktor eksogen
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

GEJALA KLINIS

Kandidiasis selaput lendir

1. Thrush
Biasanya mengenai bayi, tampak pseudomembran putih coklat
muda kelabu yang menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan
permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak
seperti kepala susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari
dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.

21
Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik
atau lesi berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak
putih tidak tampak jelas bila penderita sering merokok.

Gambar 2: Oral Thrush

2. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi,
erosi, basah, dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisnya ialah
defisiensi riboflavin.

Gambaer 3: Perleche

3. Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena
kadar gula darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena
penimbunan glikogen dalam epitel vagina.

Keluhan yang paling sering adalah rasa gatal pada daerah vulva
dan adanya duh tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air
sampai tebal dan homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang
sekret tampak seperti susu yang disertai gumpalan-gumpalan putih
sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak berbau. Akan tetapi

22
lebih sering sekret hanya minimal saja. Pada yang berat terdapat pula rasa
panas, nyeri sesudah miksi, dan dispaneuria.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan


pada labia dan vulva, juga dapat ditemukan lesi papulopustular di
sekitarnya. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia di labia
menora, introitus vagina, dan vagina terutamanya 1/3 bagian bawah.
Servik tampak normal sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan.
Sering pula terdapat kelainan yang khas bercak-bercak putih kekuningan.
Bila ditemukan keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH vagina < 4,5
dapat diduga adanya infeksi kandida.

Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia menora
dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia menora dan sekitar introitus
vaginal.

Fluor albus pada kandidosis vagina bewarna kekuningan. Tanda


yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu bewarna
putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari massa yang terlepas dari
dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel, dan
jamur.

Gambar 4: Kandidiasis Vulvovaginitis

4. Balanitis atau balanopostitis


Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan
wanitanya yang menderita vulvovaginitis, lesi berupa erosi, pustula

23
dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus
koronarius glandis.

Gambar 5: Kandidasis Balanitis

5. Kandidiasis mukokutan kronik


Penyakit ini timbul karena adanya rendahnya imun atau sistem
hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-macam
defisiensi yang bersifat genetik, umumnya terdapat pada anak-anak.
Gambaran klinisnya mirip penderita dengan defek poliendokrin.

Kandidiasis kutis

1. Kandidiasis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat
payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa
bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa.

Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan


pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang
erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.

24
Gambaer 6: Kandidiasis Intertriginosa

2. Kandidiasis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit
ini menimbulkan pruritus ani.

Gambaer 7: Kandidiasis Perianal

3. Kandidiasis kutis generalisata


Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara,
intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan
paronikia.

Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul.


Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita
kandidosis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik.

25
4. Paronikia dan Onikomikosis
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaanya berhubungan
dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan,
pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan
berlekuk-lekuk, kadang-kadang bewarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap
berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea
unguium.

5. Diaper-rash
Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang
diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita
neonatus sebagai gejala sisa dermatisis oral dan perianal.

Gambar 8: Diaper-rash

6. Kandidiasis granulomatosa
HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahawa penyakit ini sering
menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal
bewarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini
dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering
terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan farings.

Kandidiasis sistemik

1. Endokarditis
Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi
penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita
sesudah operasi jantung.

26
2. Meningitis
Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama
dengan meningitis tuberkulosis atau karena bakteri lain.

Reaksi id (kandidid)

Reaksi id terjadi karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupa


vesikel-vesikel yang bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian
badan yang lain, mirip dermatofitid. Di tempat tersebut tidak ada elemen jamur.
Bila lesi kandidosis diobati, kandidid akan menyembuh. Jika dilakukan uji kulit
dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil positif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis klinis kandidiasis dibuat berdasarkan keluhan penderita,


pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun gram
dan pemeriksaan biakan jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina
untuk kandidiasis vulvovaginalis.

1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10%
atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa
semu.

2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk
mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar
atau lemari suhu 37°C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast
like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan
tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

3. Pemeriksaan pH vagina
Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,0-4,5
bila ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya
bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran.

27
DIAGNOSIS BANDING

Kandidiasis kutis lokalisata

 Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada
satelit, pemeriksaan dengan sinar Wood positif bewarna merah bata.
 Dermatitis intertriginosa
 Dermatofitosis (tinea)
Kandidiasis kuku

 Tinea unguium
Kandidiasis vulvovaginitis

 Trikomoniasis vaginalis
 Gonore akut
 Leukoplakia
 Liken planus
PENATALAKSANAAN

Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian


secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun kronik.
Kecenderungan saat ini adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal
jangka pendek dengan dosis tinggi. Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal
tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim, lotion, vaginal tablet dan
suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan bentuk obat topikal.
Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum memilih
bentuk yang lebih nyaman untuk pasien. Untuk keradangan pada vulva yang
ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim. Hendaklah
mengingatkan pasien untuk menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.

Topikal:

 Larutan ungu gentian ½ - 1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit,


dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
 Nistatin: berupa krim, salap, emulsi

28
 Grup azol antara lain:
i. Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
ii. Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
iii. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
iv. Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
v. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas
Sistemik:

 Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,


obat ini tidak diserap usus.
 Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
 Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per
vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg
selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
 Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang
dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.

PROGNOSIS

Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi


kelima: Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2007
2. Daili, E.S.S., Menaldi S.L. dan Wisnu, I.M., 2005, Penyakit Kulit Yang
Umum Di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar, PT Medical Multimedia
Indonesia, Jakarta
3. Fitzpatrick et al. Atlas of Dermatology.
4. Richard B., William D. dan Timothy G. Andrews’ Diseases of the Skin
Clinical Dermatology. 9th Ed. W.B. Saunders Company. New York. 2000.
5. Siregar, R.S., 2005, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta

30

Anda mungkin juga menyukai