Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian
serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan
negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang
pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa
dan negara.
Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun
internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga
meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak
badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak
penghasilan badan.
Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan
untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib
dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak
badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1
angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban
subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut
:
Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto ……………………………………………… Rp
===========
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil
dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil
dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara
fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang
dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar
dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka
waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya
adalah sbb:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun
dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai
bukunya sama dengan nilai perolehan.
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan
komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka
akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi
lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan
Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
Untuk memperoleh angka-angka dalam menghitung koreksi fiskal tersebut, harus dipahami
pengeluaran-pengeluaran/beban yang diakui secara fiskal dan pengeluaran-
pengeluaran/beban yang tidak diakui secara fiskal. Pengeluaran-pengeluaran yang
diakui/dapat dikurangkan secara fiskal diatur pada pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan
pengeluaran-pengeluaran yang tidak diakui/tidak dapat dikurangkan, diatur pada pasal 9 UU
PPh sebagai diuraikan berikut.
a Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, terma
1 Biaya Pembelian Bahan
2 Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk :
Misalnya: upah borongan, upah harian dst untuk m
Upah
lesaikan suatu pekerjaan
Imbalan atas pekerjaan yang berhubungan dengan
Gaji
perburuhan
( lihat juga psl 9 huruf f dan j )
Imbalan atas pekerjaan namun tidak ada hubungan
Honorarium perburuhan, misalnya: honorarium akuntan, honor
konsultan, imbalan jasa audit, dan jasa-jasa ahli lai
Bonus Misalnya imbalan atas prestasi kerja
Pemberian kepada pegawai karena perusahaan
Gratifikasi
memperoleh laba yang besar.
Contoh: tunjangan isteri, anak, kemahalan, tunjan
Tunjangan dalam bentuk uang
ke-sehatan, tunjangan transport, THR dsb.
3 Bunga, Sewa dan Royalty
Harus digunakan dalam rangka menjalankan usaha
Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposit
Bunga tidak dapat dikurangkan.
(SE-27/PJ.22/1986)
· Biaya langganan telepon biasa sepenuhnya da
dikurangkan;
(Kep-220/PJ/2002)
· Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rut
untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhny
dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk
kendaraan antar jemput karyawan;
Biaya pemeliharaan kendaraan
· Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan un
pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan seb
biaya sebesar 50%
(Kep-220/PJ/2002)
Listrik dan air untuk perusahaan
9 Pajak selain PPh Contoh : PBB, PKB dan pajak-pajak daerah
b Penyusutan dan Amortisasi Diatur lebih lanjut pada psl 11
Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya
c Maksudnya untuk dana pensiun karyawannya.
disyahkan oleh Menkeu
Contoh : perusahan menjual sebagian alat produks
Kerugian karena Pengalihan Harta yang dimiliki dan
d dalam hal harga jual lebih rendah dari nilai sisa bu
digunakan dalam perusahaan
fiskalnya.
Misalnya perusahaan telah meminjam dana dari LN
E Rugi Selisih Kurs yang pada saat mengembalikan kurs valasnya telah
mengalami kenaikan terhadap rupiah.
Biaya Penelitian dan pengembang-an yg dilakukan di
f
Indonesia
G Bea siswa, magang, pelatihan
Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat
Dengan syarat-syarat yang diatur dalam c. Untuk SGU sebesar 2,5% dari rata-2
Peraturan Menteri Keuangan saldo piutang ;
· Fasilitas perumahan;
Kecuali :
Telah disebutkan dimuka bahwa untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak, laporan
keuangan perlu dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal. Bagan tersebut dibawah ini menyajikan
ikhtisar koreksi fiskal tersebut, yang didasarkan pada pasal 6, pasal 9 dan pasal 11 Undang
Undang Pajak Penghasilan.
Akuntansi Koreksi
PPh/
Beda Beda
Fiskal
Uraian Komersial Tetap Waktu
I Penjualan x – – x
II Harga Pokok Penjualan
Metode FIFO x – – x
Metode Rata-rata x – – x
Metode LIFO x – k –
III Laba Bruto Usaha ( I – II ) x x
IV Beban Usaha
1 Gaji x – – x
2 Tunjangan PPh 21 x – – x
3 PPh 21 dibayar perusahaan x k – –
Tunjangan dalam bentuk uang, misalnya : tunjangan
4 isteri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, THR dsb x – – x
asal diberikan dalam bentuk uang.
Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas,
misalnya:
· Rekreasi.
Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas
yang merupakan pengecualian yang disebut diatas
(Kep-220/PJ/2002)
22 Listrik dan air untuk kepentingan perusa-haan x – – x
Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya
23 x – – x
disyahkan oleh Menkeu
Biaya penelitian dan pengembangan yang jumlahnya
wajar untuk untuk menemukan teknologi atau sistem
24 x – – x
baru asal dilakukan di Indonesia, dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bea siswa,
magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan
25 x – – x
kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan
Kerugian karena piutang yang tidak dapat ditagih
(bukan bank/SGU hak opsi)
a. Penyisihan
26 x – k –
b. Metode Langsung dengan syarat dibuat-kan daftar
nominatif, penagihannya telah dilimpahkan kepada
x – – x
BUPLN, Pengadilan;
c. Telah dipublikasikan
27 Pembagian laba dengan nama atau dalam bentuk apapun – – – –
28 Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham – – – –
Pajak pajak, termasuk : PBB, PKB, dan pajak-pajak
29 x – – x
lainnya
30 Pajak Penghasilan – – – –
Sanksi administratif perpajakan, berupa bunga, denda
31 dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda dan x x – –
kenaikan
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan
kepada pemegang saham dan yang mempunyai
32 – – – –
hubungan istimewa sebagai imbalan atas jasa yang
diberikan.
33 Sumbangan pada umumnya x k – –
Sumbangan dalam rangka penanggulangan Bencana
34 Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah; x x
Biaya pembangunan infrastruktur sesuai dengan
35 x – – X
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
36 yang dilakukan di Indonesia sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah; x X
Sumbangan untuk Fasilitas Pendidikan sesuai dengan
37 x X
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
Sumbangan dalam rangka pembinaan oleh raga sesuai
38
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
x x
39 Penyusutan Harta (diuraikan tersendiri) x – x x
40 Amortisasi (diuraikan tersendiri) x – x x
V Laba Usaha ( III – IV) x – – x
VI Penghasilan Diluar Usaha
Dividen sebagai hasil dari penyertaan modal kepada
1 x – – x
perusahaan di Dalam Negeri.
Dividen sbg hasil dari penyertaan modal kepada
perusahaan di DN, dimana penyer-taannya sebesar 25%
2 x x – –
atau lebih dari modal perusahaan tempat investasi
dilakukan.
Bunga atas deposito, tabungan lainnya pada bank-bank
3 x k – –
di Indonesia
Keuntungan atas penjualan saham perusa haan lain,
4 x – – x
yang dilakukan di luar bursa efek
Keuntungan atas penjualan saham, dan sekuritas
lainnya, transaksi derifatif, yang dilakukan di bursa
5 efek, dan penjualan saham pada perusahaan x k – –
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura.
6 Keuntungan pengalihan harta perusahaan x – – x
7 Penghasilan royalty x – – x
Penghasilan dari persewaan atas tanah dan atau
8 x k – –
bangunan, dikenakan PPh Final 10%
Penghasilan karena pengoperan harta berupa tanah dan
9
atau bangunan
x k – –
10 Keuntungan selisih kurs x – – x
11 Hadiah, penghargaan x k – –
Penerimaan hibah dari pihak yang tidak ada hubungan
12 dengan usaha, pekerjaan, misalnya hibah dari induk – – – –
perusahaan
Penghasilan Neto dari Usaha dan dari Luar Usaha ( V +
VII x k k x
VI )
Keterangan :
Terdapat kesamaan dalam perlakuan atau terdapat nilai yang sama-sama diakui walaupun
x=
jumlahnya mungkin berbeda;
Tidak terdapat angka atau jumlah yang perlu dicatat atau dibukukan atau tiidak dilakukan
–=
koreksi fiskal
Terdapat koreksi antara Laba Rugi Komersial dengan Laba Rugi Fiskal (Penghasilan
k=
Kena Pajak)
Sumbangan.
Dengan demikian sebenarnya yang harus diperhatikan adalah pada hal-hal yang berbeda saja,
sehingga tidaklah sulit untuk menghitung Laba Fiskal apabila sudah terdapat perhitungan
Laba Komersial.
Karena adanya perbedaan tersebut maka dalam menghitung Laba Fiskal setelah diketahui
adanya Laba Komersial perlu dilakukan koreksi fiskal.
Koreksi fiskal dapat merupakan Koreksi Positif atau Koreksi Negatif. Koreksi Positif adalah
koreksi fiskal atas Laba Komersial untuk mandapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba
Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial. Koreksi Negatif adalah koreksi fiskal atas Laba
Komersiel untuk mendapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih kecil dari pada
Laba Komersial.
Untuk keperluan koreksi fiskal tersebut dapat disusun suatu Daftar Rekonsiliasi antara Laba
Komersial dengan Laba Fiskal.
Setelah didapat jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak orang pribadi, dikurangkan terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini ditentukan dengan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak
secara relatif. Hal ini diatur pada pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
Penetapan jumlah PTKP ini dilakukan pada keadaan awal tahun, sehingga tambahan
tanggungan keluarga pada tahun berjalan, misalnya terdapat kelahiran anak, maka untuk
tahun tersebut belum mempengaruhi jumlah PTKP. PTKP baru disesuaikan pada tahun
berikutnya. Hal yang sebaliknya juga demikian, misalnya berkurangnya tanggungan keluarga
karena adanya kematian, maka PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.
Dimaksud sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak, cucu, ayah dan
ibu dari wajib pajak. Sedangkan dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus adalah ayah mertua dan ibu mertua. Mereka dapat menjadi bagian dari PTKP dengan
syarat menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak serta jumlahnya maksimum tiga
orang.
6. Kompensasi Kerugian
Sisa rugi fiskal 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa tersebut pada akhir tahun
2014 tidak dapat dikompensasikan lagi untuk tahun 2015 dan tahun-tahun selanjutnya.
Sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya dapat dikompensasikan
dengan laba fiskal untuk tahun 2015 dan 2016 saja, karena jangka waktu kompensasi dibatasi
untuk waktu lima tahun.
Setelah diketahui jumlah penghasilan kena pajak, proses selanjutnya dalam menghitung pajak
penghasilan adalah menerapkan tarif pajaknya. Tarif pajak penghasilan diatur pada pasal 17
Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :
5% Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% Rp100.000.000 Rp30.000.000
Jumlah Rp125.000.000
Tarif tertinggi untuk wajib pajak orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25%
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Untuk Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif tunggal sebesar 28%.
Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun 2010.
c. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang diseor diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif biasa.
d. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif biasa yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari bagian Penghasilan Bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat milyar rupiah).
9. Norma Penghitungan
Pada prinsipnya wajib pajak baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan
diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut
penghasilan kena pajak dapat dihitung. Pada kenyataannya tidak semua wajib pajak mampu
menyelenggarakan pembukuan. Untuk itu Undang Undang Pajak memberikan kemungkinan
bahwa wajib pajak boleh tidak menyelenggarakan pembukuan, namun cukup
menyelenggarakan pencatan saja, dengan syarat :
Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur
tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan, yang nantinya digunakan sebagai
dasar untuk menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang yang
didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan.
Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitung besarnya penghasilan netto yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh Penerapan Norma Penghitungan untuk menghitung Pajak Penghasilan bagi wajib
pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan namun hanya menyelenggarakan pencatatan,
dan telah mendapatkan ijin dari Dirjen Pajak.
Tahun 2010
Jumlah……………………………………………………………..…………..Rp 21.120.000
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000