Anda di halaman 1dari 20

Koreksi Fiskal | @tanyaPAJAK

Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian
serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan
negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang
pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa
dan negara.

Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun
internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga
meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak
badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak
penghasilan badan.

Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus membuat pembukuan
untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam perpajakan, pembukuan juga wajib
dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk badan untuk mempermudah menghitung pajaknya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak
badan dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.

Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1
angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban
subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Penghasilan menurut UU Pajak Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang


diterima atau diperoleh WP, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang
dapat dipakai untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaan yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun.

Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut
:

Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto ……………………………………………… Rp

-/- Retur ……………………………………………………….. Rp (-)

Penjualan Netto ………..….……………………………….. Rp

Harga Pokok Penjualan:

Persediaan awal tahun ….… Rp__________

Pembelian ……………… Rp _ (+)

Tersedia untuk dijual ……. Rp _

Persediaan akhir tahun … Rp (-)

Harga Pokok Penjualan ……………………………………. Rp (-)

Laba Bruto Usaha ………………………………………… Rp____________

Biaya administrsi dan Umum …………………………… Rp (-)

Penghasilan Netto Usaha ………………………………… Rp____________

Penghasilan Di Luar Usaha ………… Rp…………………..

Biaya Di Luar usaha …………………… Rp……… ………..

Penghasilan netto luar usaha ………………………….. Rp …………………_

Jumlah Penghasilan Neto (Komersial).………………… Rp

===========

Dari jumlah penghasilan neto komersial tersebut, kemudian dilakukan penyesuaian-


penyesuaian (adjust-ment), yang didasarkan pada aturan-aturan perpajakan untuk
memperoleh penghasilan neto fiskal, yakni penghasilan neto yang didasarkan pada
perhitungan yang diakui secara fiskal. Penyesuaian-penyesuaian tersebut disebut KOREKSI
FISKAL. Koreksi fiskal ada dua macam, yakni koreksi fiskal POSITIF dan koreksi fiskal
NEGATIF.

Pengertian Rekonsiliasi Fiskal


Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil
dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi
fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut
ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi
fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi
penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial dengan laba/rugi menurut
SPT Tahunan (perpajakan).
Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak
yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur
penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi
fiskal dilakukan terhadap :
1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final
2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak
3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan
(pasal 9 UU PPh)
4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi
metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal
5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan
pendapatan yang telah dikenakan PPh final
Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi
positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal
bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan
laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.

a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil
dari pada Rugi Komersial).

Contoh:

Uraian Komersial Fiskal Keterangan


Pemberian sembako untuk pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi
Pemberian fasilitas rekreasi u/ pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi
Pemberian fasilitas tempat tinggal u/pegawai diakui Tidak diakui Harus dikoreksi

Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil
dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara
fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang
dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.

b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang
menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar
dari pada Rugi Komersial).

Contoh:

Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka
waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya
adalah sbb:

Harga perolehan Rp100.000.000


Penyusutan tahun pertama 20% Rp20.000.000

Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun
dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:

Harga perolehan Rp100.000.000


Penyusutan tahun pertama 25% Rp25.000.000

Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai
bukunya sama dengan nilai perolehan.

Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan


tampak sebagai berikut:

Uraian Komersial Fiskal Keterangan


Penyusutan Rp20.000.000 Rp25.000.000 Harus dikoreksi sebesar Rp5.000.000

Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan
komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka
akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi
lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif.

Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan
Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:

Penghasilan Neto Komersial …………………. Rp………………….

Koreksi Positif …………… Rp…………………..

Koreksi Negatif …………. Rp…………………..

Saldo Koreksi ……………………………………… Rp………………….. + (-)

Laba/Rugi Fiskal …………………………………. Rp…………………..

Untuk memperoleh angka-angka dalam menghitung koreksi fiskal tersebut, harus dipahami
pengeluaran-pengeluaran/beban yang diakui secara fiskal dan pengeluaran-
pengeluaran/beban yang tidak diakui secara fiskal. Pengeluaran-pengeluaran yang
diakui/dapat dikurangkan secara fiskal diatur pada pasal 6 UU Pajak Penghasilan, sedangkan
pengeluaran-pengeluaran yang tidak diakui/tidak dapat dikurangkan, diatur pada pasal 9 UU
PPh sebagai diuraikan berikut.

1. Pengeluaran Yang dapat Dikurangkan (Pasal 6 UU-PPh)

Besarnya Penghasilan Kena Pajak WP DN dan BUT ditentukan berdasarkan Penghasilan


Bruto dikurangi :

a Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, terma
1 Biaya Pembelian Bahan
2 Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk :
Misalnya: upah borongan, upah harian dst untuk m
Upah
lesaikan suatu pekerjaan
Imbalan atas pekerjaan yang berhubungan dengan
Gaji
perburuhan
( lihat juga psl 9 huruf f dan j )
Imbalan atas pekerjaan namun tidak ada hubungan
Honorarium perburuhan, misalnya: honorarium akuntan, honor
konsultan, imbalan jasa audit, dan jasa-jasa ahli lai
Bonus Misalnya imbalan atas prestasi kerja
Pemberian kepada pegawai karena perusahaan
Gratifikasi
memperoleh laba yang besar.
Contoh: tunjangan isteri, anak, kemahalan, tunjan
Tunjangan dalam bentuk uang
ke-sehatan, tunjangan transport, THR dsb.
3 Bunga, Sewa dan Royalty
Harus digunakan dalam rangka menjalankan usaha
Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposit
Bunga tidak dapat dikurangkan.

(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)


Misalnya sewa gudang, sewa tempat usaha, sewa a
alat berat dsb.
Sewa
Tidak termasuk:sewa sewa rumah untuk pegawai.
Royalty Contoh: imbalan atas pemakaian merk dsb
Dalam rangka menjalankan tugas perusahaan misa
4 Biaya perjalanan
tiket pesawat, biaya hotel dsb.
Misalnya biaya untuk mengelola limbah mercuri u
5 Biaya pengelolaan limbah bidang usaha pertambangan emas, agar mengurang
dampak negatif terhadap lingkungan.
Untuk asuransi yang berkaitan dengan usaha. conto
asuransi kebakaran, asuransi kerugian, asuransi ken
6 Premi assuransi raan perusahaan dsb.

Lihat psl 9 huruf d


7 Biaya Promosi dan Penjualan Diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keua
8 Biaya administrasi Contoh: alat tulis, kantor dsb
Rincian tersebut diatas merupakan contoh, karena disebutkan termasuk, berarti ada pengurangkan lain ya
diakui secara fiskal, misalnya:
Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan
usaha dengan syarat dibuatkan daftar nominatif ya
Biaya representasi/intertainment, jamuan tamu dilampirkan dalam SPT PPh.

(SE-27/PJ.22/1986)
· Biaya langganan telepon biasa sepenuhnya da
dikurangkan;

· Biaya langganan telepon seluler atau biaya pu


Telepon
telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya d
dikurangkan sebesar 50%.

(Kep-220/PJ/2002)
· Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rut
untuk kendaraan operasional perusahaan seluruhny
dapat dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk
kendaraan antar jemput karyawan;
Biaya pemeliharaan kendaraan
· Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan un
pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan seb
biaya sebesar 50%

(Kep-220/PJ/2002)
Listrik dan air untuk perusahaan
9 Pajak selain PPh Contoh : PBB, PKB dan pajak-pajak daerah
b Penyusutan dan Amortisasi Diatur lebih lanjut pada psl 11
Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya
c Maksudnya untuk dana pensiun karyawannya.
disyahkan oleh Menkeu
Contoh : perusahan menjual sebagian alat produks
Kerugian karena Pengalihan Harta yang dimiliki dan
d dalam hal harga jual lebih rendah dari nilai sisa bu
digunakan dalam perusahaan
fiskalnya.
Misalnya perusahaan telah meminjam dana dari LN
E Rugi Selisih Kurs yang pada saat mengembalikan kurs valasnya telah
mengalami kenaikan terhadap rupiah.
Biaya Penelitian dan pengembang-an yg dilakukan di
f
Indonesia
G Bea siswa, magang, pelatihan
Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam perhitungan


L/R Komer-sial;

b. Harus disertai Daftar Nominatif yang diserahkan


h kepada DJP.

c. Penagihannya telah diserakan

kpd Pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang


mena-ngani piutang negara, atau adanya perjanjian
tertulis ten-tang penghapusan piutang
Sumbangan dalam rangka penang-gulangan Bencana
i Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah;
Sumbangan dalam rangka peneli-tian dan
j pengembangan yang dila-kukan di Indonesia, sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Peme-rintah;
Biaya pembangunan infrastruktur sosial sesuai
k
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya
l
diatue dengan Peraturan Pemerintah.
M Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga,
sesuai de-ngan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah;

2. Pengeluanan Yang Tidak Dapat Dikurangkan (psl 9 UU PPh)

Uraian, contoh dan pengaturan lebih


Uraian
lanjut
a Pembagian Laba Contoh : dividen, SHU Koperasi
Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang Contoh: biaya service mobil pribadi
b
saham pemegang saham
Contoh: pencadangan untuk piutang tak
c Pembentukan/pemupukan dana cadangan tertagih misalnya dalam hal terjadi
penjualan kredit

Kecuali untuk: a. Untuk bank umum besarnya cadangan


yang dapat dikurangkan sebagai biaya
· Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha adalah:
bank, Badan Usaha lain yang usahanya
menyalurkan kredit, SGU dng hak opsi, peru- § 50% dari kredit yang digolongkan
sahaan pembiayaan konsumen, perusahaan anjak diragukan, setelah dikurangi anggunan;
piutang.
§ 100% dari kredit yang digolongkan
macet, setelah dikurangi nilai anggunan.
b. Untuk bank perkreditan rakyat,
besarnya cadangan yang dapat
dikurangkan sebagai biaya adalah:
· Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk
cadangan untuk ban-tuan sosial yang dibentuk § 0.5% dari kredit yang digolongkan
Jam-sostek. lancar;

· Cadangan penjaminan untuk Lembaga § 3% dari kredit yang digolongkan


Penjamin Simpanan. kurang lancar, setelah dikurangi dengan
nilai anggunan yang dikuasai;
· cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan; § 50% dari kredit yang digolongkan
diragukan, setelah dikurangi dengan nilai
· Cadangan untuk biaya penana-man kembali anggunan yang dikuarai;
usaha kehutanan;
§ 100% dari nilai kredit yang
· Cadangan biaya penutupan dan digolongkan macet, yang masih tercatat
pemeliharaan tempat pembuang-an limbah dalam pembukuan, setelah dikurangi
industri. dengan nilai anggunan yang dikuasai.

Dengan syarat-syarat yang diatur dalam c. Untuk SGU sebesar 2,5% dari rata-2
Peraturan Menteri Keuangan saldo piutang ;

d. Besarnya cadangan cadangan premi


untuk menutup klaim yang jatuh tempo
ditentukan oleh perhitungan aktuaria dan
mendapatkan pengesahan oleh Badan
Pengawasan Modal dan Lambaga
Keuangan.

(Kep MK-80/95, jo Kep MK-68/1999, jo


Kep MK-204/2000, jo. Per Men-03/2006)
Premi assuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa,
Bandingkan dengan asuransi pada uraian
d dwiguna yang dibayar sendiri oleh Wajib
pasal 6.
Pajak.Orang Pribadi.
Bila asuransi dibayar oleh pemberi kerja
Kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan dihitung
maka premi tersebut dapat dikurangkan
sebagai penghasilan bagi pegawai ybs.
sebagai biaya.
Contoh:

· Pengobatan cuma-cuma untuk untuk


pegawai, dimana perusahaan langsung
e membayar kepada RS/ klinik

· Pemberian beras, gula dsb.

· Fasilitas perumahan;
Kecuali :

· makan/minum bagi semua kar-


yawan/pegawai;
Daerah tertentu dimaksud adalah daerah
· antar jemput karyawab;
terpencil yang layak dikembangkan
· imbalan dalam bentuk natura di daerah
Contoh: pakaian kerja yang berkaitan
tertentu;
dengan keselamatan kerja, seragam
satpam, seragam pabrik, pakaian proyek
· berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
dsb.
Yang diatur lebih lanjut berdasar-kan Peraturan
Menteri Keuangan.
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayar
f kpd pemegang saham, dan yg mempunyai
hubungan istimewa
g Hibah, bantuan, sumbangan dan warisan
Kecuali:

· Zakat yang diterima oleh badan amil zakat


atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disyah-kan oleh pemerintah atau

· Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib


bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh Lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah,

Yang ketentuannya diatur berdasar-kan Peraturan


Pemerintah.
h Pajak Penghasilan
Biaya untuk kepentingan pribadi WP dan Contoh: biaya bahan bakar dan servis
i
keluarganya mobil pribadi WP.OP
Dalam hal WP berbentuk firma atau CV
Gaji yang dibayarkan kpd anggota persekutuan,
tidak atas saham-saham, maka pemberian
j firma, CV yang modalnya tidak terbagi atas
imbalan kepada anggota persekutuan
saham
tidak boleh dikurangkan.
Sanksi bunga, denda, kenaikan serta sanksi Contoh: sanksi bunga atas keterlambatan
k
pidana pajak menyetor PPh, sanksi denda dsb

3. Rincian Koreksi Fiskal dan Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan Komersial


dengan Laporan Keuangan Fiskal

Telah disebutkan dimuka bahwa untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak, laporan
keuangan perlu dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal. Bagan tersebut dibawah ini menyajikan
ikhtisar koreksi fiskal tersebut, yang didasarkan pada pasal 6, pasal 9 dan pasal 11 Undang
Undang Pajak Penghasilan.

Akuntansi Koreksi
PPh/
Beda Beda
Fiskal
Uraian Komersial Tetap Waktu
I Penjualan x – – x
II Harga Pokok Penjualan
Metode FIFO x – – x
Metode Rata-rata x – – x
Metode LIFO x – k –
III Laba Bruto Usaha ( I – II ) x x
IV Beban Usaha
1 Gaji x – – x
2 Tunjangan PPh 21 x – – x
3 PPh 21 dibayar perusahaan x k – –
Tunjangan dalam bentuk uang, misalnya : tunjangan
4 isteri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan, THR dsb x – – x
asal diberikan dalam bentuk uang.
Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas,
misalnya:

· Pengobatan cuma-cuma untuk untuk pegawai,


5 dimana perusahaan langsung membayar kepada RS/ x k – –
klinik

· Pemberian beras, gula dsb.


· Fasilitas perumahan;

· Rekreasi.
Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan atau fasilitas
yang merupakan pengecualian yang disebut diatas

· makan/minum bagi semua karyawan;

7 · antar jemput pegawai perusahaan; x – – x

· imbalan dalam bentuk natura di daerah tertentu;

· berkaitan dengan pelaksanaan peker-jaan


misalnya : seragam pabrik, sera-gam proyek.
Bunga, dengan syarat : digunakan dalam rangka
8 x – – x
menjalankan usaha.
Bunga atas pinjaman yang tertanam dalam deposito
tidak dapat dikurangkan.
9 x k – –
(SE-46/PJ.04/95; tgl 5-10-1995)
10 Sewa : misalnya sewa gudang, sewa tem-pat usaha dsb. x – – x
11 Sewa rumah untuk ditempati pegawai x k
12 Royalty, misalnya imbalan atas pemakaian merek. x – – x
Biaya perjalanan dalam rangka menjalan-kan tugas
13 x – – x
perusahaan.
Biaya pengelolaan limbah, misalnya biaya untuk
14 x – – x
mencegah pencemaran lingkungan
Premi asuransi yakni asuransi yang berkaitan dengan
15 usaha wajib pajak misalnya : asuransi kebakaran, x – – x
asuransi kerugian, asuransi kendaraan perusahaan dsb
Premi asuransi kesehatan, asuransi kece-lakaan,
16 asuransi jiwa, asuransi dwiguna yang dibayar sendiri – – – –
oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Biaya representasi/ intertainment, jamuan tamu.

17 Dapat dikurangkan asal dalam rangka menjalankan x – – x


usaha dengan syarat dibuat-kan daftar nominatif yang
dilampirkan dalam SPT PPh. (SE-27/PJ.22/1986)
Biaya langganan telepon biasa untuk per-usahaan,
18 x – – x
sepenuhnya dapat dikurangkan;
Biaya langganan telepon seluler atau biaya pulsa
19 telepon seluler untuk pegawai karena jabatannya dapat x k x
dikurangkan sebesar 50%. (Kep-220/PJ/2002)
Biaya pemeliharaan kendaraan, perbaikan rutin untuk
kendaraan operasional perusahaan seluruhnya dapat
20 x – – x
dibebankan sebagai biaya, termasuk untuk kendaraan
antar jemput karyawan;
21 Biaya pemeliharaan, perbaikan mobil sedan untuk x k – x
pegawai tertentu perusahaan dapat dibebankan sebagai
biaya sebesar 50%

(Kep-220/PJ/2002)
22 Listrik dan air untuk kepentingan perusa-haan x – – x
Iuran kepada Dana Pensiun, yang pendiriannya
23 x – – x
disyahkan oleh Menkeu
Biaya penelitian dan pengembangan yang jumlahnya
wajar untuk untuk menemukan teknologi atau sistem
24 x – – x
baru asal dilakukan di Indonesia, dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan bea siswa,
magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan
25 x – – x
kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan
Kerugian karena piutang yang tidak dapat ditagih
(bukan bank/SGU hak opsi)

a. Penyisihan
26 x – k –
b. Metode Langsung dengan syarat dibuat-kan daftar
nominatif, penagihannya telah dilimpahkan kepada
x – – x
BUPLN, Pengadilan;

c. Telah dipublikasikan
27 Pembagian laba dengan nama atau dalam bentuk apapun – – – –
28 Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham – – – –
Pajak pajak, termasuk : PBB, PKB, dan pajak-pajak
29 x – – x
lainnya
30 Pajak Penghasilan – – – –
Sanksi administratif perpajakan, berupa bunga, denda
31 dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda dan x x – –
kenaikan
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan
kepada pemegang saham dan yang mempunyai
32 – – – –
hubungan istimewa sebagai imbalan atas jasa yang
diberikan.
33 Sumbangan pada umumnya x k – –
Sumbangan dalam rangka penanggulangan Bencana
34 Nasional sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah; x x
Biaya pembangunan infrastruktur sesuai dengan
35 x – – X
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
36 yang dilakukan di Indonesia sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah; x X
Sumbangan untuk Fasilitas Pendidikan sesuai dengan
37 x X
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
Sumbangan dalam rangka pembinaan oleh raga sesuai
38
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah;
x x
39 Penyusutan Harta (diuraikan tersendiri) x – x x
40 Amortisasi (diuraikan tersendiri) x – x x
V Laba Usaha ( III – IV) x – – x
VI Penghasilan Diluar Usaha
Dividen sebagai hasil dari penyertaan modal kepada
1 x – – x
perusahaan di Dalam Negeri.
Dividen sbg hasil dari penyertaan modal kepada
perusahaan di DN, dimana penyer-taannya sebesar 25%
2 x x – –
atau lebih dari modal perusahaan tempat investasi
dilakukan.
Bunga atas deposito, tabungan lainnya pada bank-bank
3 x k – –
di Indonesia
Keuntungan atas penjualan saham perusa haan lain,
4 x – – x
yang dilakukan di luar bursa efek
Keuntungan atas penjualan saham, dan sekuritas
lainnya, transaksi derifatif, yang dilakukan di bursa
5 efek, dan penjualan saham pada perusahaan x k – –
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura.
6 Keuntungan pengalihan harta perusahaan x – – x
7 Penghasilan royalty x – – x
Penghasilan dari persewaan atas tanah dan atau
8 x k – –
bangunan, dikenakan PPh Final 10%
Penghasilan karena pengoperan harta berupa tanah dan
9
atau bangunan
x k – –
10 Keuntungan selisih kurs x – – x
11 Hadiah, penghargaan x k – –
Penerimaan hibah dari pihak yang tidak ada hubungan
12 dengan usaha, pekerjaan, misalnya hibah dari induk – – – –
perusahaan
Penghasilan Neto dari Usaha dan dari Luar Usaha ( V +
VII x k k x
VI )

Keterangan :

Terdapat kesamaan dalam perlakuan atau terdapat nilai yang sama-sama diakui walaupun
x=
jumlahnya mungkin berbeda;
Tidak terdapat angka atau jumlah yang perlu dicatat atau dibukukan atau tiidak dilakukan
–=
koreksi fiskal
Terdapat koreksi antara Laba Rugi Komersial dengan Laba Rugi Fiskal (Penghasilan
k=
Kena Pajak)

4. Rangkuman Hubungan antara Perhitungan L/R Komersial dengan Perhitungan


L/R Rugi Fiskal
Sebenarnya perhitungan Laba Rugi Fiskal itu didasarkan pada perhitungan Laba Rugi
Komersial sesuai dengan standar Akuntansi Keuangan, namun terdapat penyesuaian-
penyesuaian terbatas untuk hal-hal tertentu. Kesamaan maupun perbedaan diantara keduanya
yang dapat dikelompokkan/diklasifikasi sebagai berikut:

NoKalsifikasi Penjelasan atau Contoh


Pengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal sama/mengikuti keten-
tuan/ pengaturan umum dalam menghitung Laba Rugi Komersial.

Untuk menghitung Laba Fiskal,

Dapat Dikurangkan: beban gaji, upah, biaya promosi, sewa ruangan,


1 Kesamaan Pengaturan biaya listrik, air, telepon, alat tulis/kantor, perjalanan dinas, jasa-jasa
yang terkait dengan usaha, pemeliharaan mobil, pemeliharaan mesin,
dsb.

Tidak Dapat Dikurangkan: pengeluaran untuk kepentingan pribadi bagi


WP perorangan, pengeluaran-pengeluran yang tidak ada hubungannya
dengan usaha WP.
2 Perbedaan Pengaturan
Pengaturan dalam Menghitung Laba Rugi Fiskal berbeda dengan
ketentuan/pengaturan dalam menghitung Laba Rugi Komersial.

Untuk menghitung Laba Fiskal,

Tidak dapat dikurangkan beban-beban untuk pegawai:

yang diberikan dalam bentuk natura misalnya: pemberian sembako,


bingkisan lebaran.
a Perbedaan Prinsip
imbalan dalam bentuk fasilitas-fasilitas, misalnya fasilitas:
kesehatan, perumahan, pajak, yang ditanggung perusahaan.

Sumbangan.

Catatan : terdapat pengecualian, misalnya seragam satpam/kerja, makan


untuk semua pegawai ditempat kerja, sumbangan-sumbangan tertentu
misalnya: sumbangan dalam rangka penanggualangan bencana nasional,
sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sumbangan dalam
rangka penelitian dan pengembangan, dapat dikurangkan.
Dalam hal penyusutan, Fiskal hanya mengenal metode Garis Lurus dan
Metode Saldo Menurun. Fiskal tidak mengenal penyusutan lainnya
misalnya: Metode Penyusutan berdasarkan jam Jasa, Metode Penyusutan
Keterbatasan pilihan berdasarkan Hasil Produksi. Demikian juga tidak dikenal adanya nilai
dalam menentukan residu dalam hal penyusutan fiskal.
b
metode Pembukuan/
Akuntansi Dalam hal penilaian persediaaan/harga pokok, Fiskal hanya mengenal
metode FIFO dan Metode Rata-rata. Fiskal tidak mengenal metode
lainnya misalnya: metode LIFO, Lower Cost or Market dsb.
Dalam hal terdapat kerugian karena adanya piutang tak tertagih, fiskal
hanya mengenal pembebanan secara langsung dengan syarat-syarat
tertentu. Pada dasarnya Fiskal tidak mengenal metode pencadangan
untuk hal tersebut.
Pengeluaran tertentu dapat diakui sebagai biaya apabila dipenuhi sya-
Diakui sebagai biaya
c ratnya. Misalnya biaya entertaintment dapat dikurangkan sebagai biaya
dengan syarat
apabila disertai dengan daftar nominatif.
Tidak sepenuhnya
Penyusutan mobil sedan dan pemeliharaannya, pulsa telepon seluler,
d diakui sebagai beban
hanya diakui sebagai beban sebesar 50% dalam perhitungan Laba Fiskal.
usaha
Terdapat penghasilan Penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenakan PPh Final, baik peng-
e tertentu yang hasilan maupun biayanya dipisahkan dari penghasilan lainnya. Misalnya
dipisahkan. penghasilan dari bunga deposito, hasil dari sewa ruko.

Dengan demikian sebenarnya yang harus diperhatikan adalah pada hal-hal yang berbeda saja,
sehingga tidaklah sulit untuk menghitung Laba Fiskal apabila sudah terdapat perhitungan
Laba Komersial.

Karena adanya perbedaan tersebut maka dalam menghitung Laba Fiskal setelah diketahui
adanya Laba Komersial perlu dilakukan koreksi fiskal.

Koreksi fiskal dapat merupakan Koreksi Positif atau Koreksi Negatif. Koreksi Positif adalah
koreksi fiskal atas Laba Komersial untuk mandapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba
Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial. Koreksi Negatif adalah koreksi fiskal atas Laba
Komersiel untuk mendapatkan Laba Fiskal dimana hasilnya Laba Fiskal lebih kecil dari pada
Laba Komersial.

Untuk keperluan koreksi fiskal tersebut dapat disusun suatu Daftar Rekonsiliasi antara Laba
Komersial dengan Laba Fiskal.

5. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Setelah didapat jumlah penghasilan neto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak orang pribadi, dikurangkan terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini ditentukan dengan jumlah tanggungan keluarga wajib pajak
secara relatif. Hal ini diatur pada pasal 7 Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :

Sd 2004 2005 2006s.d 2008 Mulai 2009 Mulai 2013


Diri wajib Rp2.880.000,0 Rp12.000.000,0 Rp13.200.00 Rp15.840.00 Rp24.300.00
a
pajak 0 0 0 0 0
Tambahan
untuk wajib Rp1.440.000,0
b Rp1.200.000,00 Rp1.200.000 Rp1.320.000 Rp2.025.000
pajak yang 0
kawin
Tambahan
untuk seorang
Rp2.880.000,0 Rp12.000.000,0 Rp13.200.00 Rp15.840.00 Rp24.300.00
c isteri yang
0 0 0 0 0
penghasilanny
a digabung
dengan
penghasilan
suami
Tambahan
untuk setiap
anggota
keluarga
sedarah dan
keluarga
semenda
dalam garis Rp1.440.000,0
d Rp1.200.000,00 Rp1.200.000 Rp1.320.000 Rp2.025.000
keturunan 0
lurus serta
anak angkat,
yang menjadi
tanggungan
sepenuhya,
paling banyak
3 orang

Penetapan jumlah PTKP ini dilakukan pada keadaan awal tahun, sehingga tambahan
tanggungan keluarga pada tahun berjalan, misalnya terdapat kelahiran anak, maka untuk
tahun tersebut belum mempengaruhi jumlah PTKP. PTKP baru disesuaikan pada tahun
berikutnya. Hal yang sebaliknya juga demikian, misalnya berkurangnya tanggungan keluarga
karena adanya kematian, maka PTKP baru disesuaikan pada tahun berikutnya.

Dimaksud sebagai keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak, cucu, ayah dan
ibu dari wajib pajak. Sedangkan dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus adalah ayah mertua dan ibu mertua. Mereka dapat menjadi bagian dari PTKP dengan
syarat menjadi tanggungan sepenuhnya bagi wajib pajak serta jumlahnya maksimum tiga
orang.

6. Kompensasi Kerugian

Sebagaimana disebutkan dimuka setelah diperoleh jumlah penghasilan neto, untuk


mendapatkan penghasilan kena pajak dikurangi terlebih dahulu dengan kerugian tahun-tahun
sebelumnya apabila ada, yang lazim disebut kompensasi kerugian. Untuk lebih memudahkan
memahaminya dibawah ini disajikan sebuah contoh sebagai berikut :

PT ABC pada tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000.

Dalam lima tahun berikutnya diperoleh laba fiskal sebagai berikut :

Tahun 2010 laba fiskal Rp200.000.000,00

Tahun 2011 rugi fiskal Rp300.000.000,00

Tahun 2012 laba fiskal Nihil

Tahun 2013 Laba fiskal Rp100.000.000,00


Tahun 2014 Laba fiskal Rp800.000.000,00

Kompensasi kerugian dihitung sebagai berikut :

2009 Rugi Fsikal (Rp1.200.000.000,00)


2010 Laba Fiskal Rp200.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
2011 Rugi Fiskal (Rp300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
2012 Laba Fiskal Nihil
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
2013 Laba fiskal Rp100.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp900.000.000,00)
2014 Laba fiskal Rp800.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp100.000.000,00)

Sisa rugi fiskal 2009 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa tersebut pada akhir tahun
2014 tidak dapat dikompensasikan lagi untuk tahun 2015 dan tahun-tahun selanjutnya.
Sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 hanya dapat dikompensasikan
dengan laba fiskal untuk tahun 2015 dan 2016 saja, karena jangka waktu kompensasi dibatasi
untuk waktu lima tahun.

7. Menghitung Pajak Penghasilan/Penerapan Tarif PPh

Setelah diketahui jumlah penghasilan kena pajak, proses selanjutnya dalam menghitung pajak
penghasilan adalah menerapkan tarif pajaknya. Tarif pajak penghasilan diatur pada pasal 17
Undang Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut :

Sampai dengan tahun 2008

a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


1 Sampai dengan Rp25.000.000,00 5%
2 Diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000,00 10%
3 Diatas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 15%
4 Diatas Rp100.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,00 25%
5 Diatas Rp200.000.000,00 35%

b. Untuk Wajib Pajak Badan

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


1 Sampai dengan Rp50.000.000,00 10%
2 Diatas 50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 15%
3 Diatas Rp100.000.000,00 30%

Mulai tahun 2009


a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


1 Sampai dengan Rp50.000.000 5%
2 Diatas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 15%
3 Diatas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 25%
4 Diatas Rp500.000.000 30%

Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak orang pribadi

Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp600.000.000

5% Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% Rp200.000.000 Rp30.000.000
25% Rp250.000.000 Rp62.500.000
30% Rp100.000.000 Rp30.000.000
Jumlah Rp125.000.000

Tarif tertinggi untuk wajib pajak orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25%
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b. Untuk Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif tunggal sebesar 28%.

Contoh penerapan tarif untuk wajib pajak badan

Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp1.250.000.000. Peredaran Bruto sebesar


Rp51.000.000.000.

PPh terutang 28% x Rp1.250.000.000 = RpRp350.000.000.

Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun 2010.

c. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang diseor diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif biasa.

d. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif biasa yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari bagian Penghasilan Bruto sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat milyar rupiah).

Contoh Penerapan Tarif

Peredaran Bruto Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh Terutang


1 4.500.000.000 562.500.000 14% 78.750.000
2 25.000.000.000 3.125.000.000
2a 4.800.000.000 600.000.000 14% 84.000.000
2b 20.200.000.000 2.525.000.000 28% 707.000.000
791.000.000

9. Norma Penghitungan

Pada prinsipnya wajib pajak baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan
diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan pembukuan tersebut
penghasilan kena pajak dapat dihitung. Pada kenyataannya tidak semua wajib pajak mampu
menyelenggarakan pembukuan. Untuk itu Undang Undang Pajak memberikan kemungkinan
bahwa wajib pajak boleh tidak menyelenggarakan pembukuan, namun cukup
menyelenggarakan pencatan saja, dengan syarat :

WP dimaksud adalah WP Orang Pribadi;

Peredaran brutonya dalam satu tahun tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00

WP memberitahukan sebelumnya kepada Kantor Pelayanan Pajak.

Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur
tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan, yang nantinya digunakan sebagai
dasar untuk menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang yang
didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan.

Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitung besarnya penghasilan netto yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Sebagaimana disebutkan dimuka, Norma Penghitungan digunakan untuk menghitung pajak


terhadap wajib pajak yang diijinkan untuk hanya mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi
disamping diperuntukkan bagi wajib pajak yang diijinkan hanya menyelenggarakan pencatan,
Norma Penghitungan diterapkan juga terhadap WP yang seharusnya menyelenggarakan
pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, tidak
bersedia menunjukkan pembukuan, bukti-bukti pembukuan pada saat dilakukan pemeriksaan
pajak. Penerapan Norma Penghitungan yang terakhir ini disertai dengan pemberian sanksi
administrasi. [psl 14 (5) PPh].

Contoh Penerapan Norma Penghitungan untuk menghitung Pajak Penghasilan bagi wajib
pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan namun hanya menyelenggarakan pencatatan,
dan telah mendapatkan ijin dari Dirjen Pajak.

Tahun 2010

Peredaran usaha WP Orang Pribadi pedagang Tekstil …….. Rp4.000.000.000.

Penghasilan Netto 30%……………………………………………….. Rp1.200.000.000.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Kawin dengan 3 anak

Diri WP ……………………… Rp.15.840.000


Tambahan karena kawin Rp 1.320.000

Tambahan 3 anak ……… Rp 3.960.000

Jumlah……………………………………………………………..…………..Rp 21.120.000

Penghasilan Kena Pajak ……………………………………………… Rp1.178.880.000

Pajak Penghasilan terutang:

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp250.000.000 = Rp 30.000.000

25% x Rp250.000.000 = Rp 62.500.000

30% x Rp678.880.000 = Rp203.664.000

Jumlah ……………………………… Rp298.664.000

[ pasal 14 PPh jo Kep-536/PJ/2000 ]

Fasilitas perpajakan diberikan untuk memberikan kemudahan bagi sektor-sektor usaha


tertentu dengan pertimbangan tertentu, misalnya daya saing, penyerapan lapangan kerja dan
perlindungan kepentingan umum. Adapun berbagai fasilitas dan insentif perpajakan bagi
wajib pajak badan, sebagai berikut :
1. Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan tarif pajak
a. Fasilitas tarif pasal 17 ayat (2B) UU PPh
Dimana fasilitas ini diberikan kepada WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan
terbuka dan paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor, diperdagangkan
dibursa efek Indonesia. Fasilitas bagi perseroan yang memenuhi persyaratan dapat
memperoleh tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
b. Fasilitas tarif pasal 31E ayat (1) UU PPh
Fasilitas ini diberikan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif PPh Pasal 17 yang dikenakan
atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)

2. Fasilitas perpajakan yang berkaitan dengan non tarif atau insentif


Fasilitas ini dapat berupa pajak dibebaskan, tidak dipungut, atau ditanggung pemerintah.
a. Fasilitas PPh untuk penanaman modal dibidang usaha tertentu dan atau didaerah-daerah
tertentu.
Pihak yang berhak mendapat fasilitas ini adalah wajib pajak badan dalam negeri berbentuk
perseroan terbatas dan koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, serta
melakukan penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada pada bidang
usaha tertentu dan daerah tertentu. Fasilitas yang diberikan yaitu :
1) Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang dilakukan,
2) Penyusutan dan maortisasi yang dipercepat,
3) Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun,
4) Pengenaan PPh atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar
10% atau tarif lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.

b. Fasilitas untuk PPN atau PPnBM


Dalam bidang PPN terdapat dua fasilitas yaitu pajak terutang tidak dipungut dan pembebasan
dari pengenaan pajak yang dapat berlaku sementara atau selamanya. Jadi pihak-pihak yang
memiliki usaha dan membantu kehidupan bangsa akan mendapat fasilitas perpajakan.
Misalnya kegiatan yang sifatnya untuk menyendiakan alat-alat TNI, POLRI, dll. Dan
kegiatan yang meningkatkan kecerdasan bangsa seperti buku-buku pelajaran, dll.

3. Fasilitas yang membutuhkan surat keterangan bebas (SKB)


SKB dapat diajukan oleh WP kepada kantor pajak yang terkait dengan kewajiban PPh pasal
21, PPh pasal 22 misal atas impor emas batangan untuk ekspor emas batangan, PPh pasal 23
atas pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, SKB terkait PPN.

4. Fasilitas perpajakan terkait kondisi-kondisi tertentu


a. Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
Fasilitas ini berkaitan dengan pengembalian kelebihan pajak yang mana wajib pajak yang
memenuhi kriteria tertentu didahulukan daripada wajib pajak lainnya. Melalui penelitian
tanpa pemeriksaan dengan jangka waktu tiga bulan untuk PPh dan satu bulan untuk PPN.
b. Pengurangan PPh pasal 25 karena keadaan perubahan usaha
c. Fasilitas perpajakan karena pengecualian terkait kondisi tertentu

Anda mungkin juga menyukai