KULTIVASI ARTIFISIAL
Oleh : Kelompok VIII
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang kultavasi artifisial.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang kultivasi artifisial ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar, terlebih mikroorganisme. Salah satunya yaitu
menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Perubahan faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba menyediakan nutrient yang
sesuai untuk kultivasinya, dan untuk menunjang pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam
persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe
mikroba, tentunya diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai. Salah satu faktor lingkungan yang
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu faktor suhu, temperatur dan faktor kimia. Mikroba ialah jasad renik
yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Jasad tersebut dapat hidup hampir di semua tempat di
permukaan bumi. Mikroba mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas,
dari lingkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba
menguntungkan dan mikroba merugikan. Faktor kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia
lainnya. Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida dan antobiotik. Semua makhluk
hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik. Makhluk- makhluk halus ini tidak dapat
sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan, sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan diri (adaptasi) kepada
pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang
bersifat sementara, tetapi ada juga perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat
fisiologik secara turun menurun. Kehidupan mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, akan tetapi juga
mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya, bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam medium tempat
tumbuhnya. Beberapa mikroba dapat pula mengubah pH dari medium tempat hidupnya, perubahan ini dinamakan perubahan
secara kimia. Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Mikroba tersebut dapat dengan cepat
menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan
faktor biotik. Berdasarkan hal tersebut, untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme maka dilakukanlah penulisan makalah
ISI
A. Kebutuhan Artifisialisasi
(Mikroorganisme, http://www.netralnews.com/foto/2017/03/19/901-mikroorganisme_a2ua.jpg)
Kebutuhan artifisialisasi merupakan sebuah kebutuhan yang diperlukan dalam proses kultivasi mikroorganisme.
Penggunaan bioteknologi pada skala industri melalui proses fermentasi mengharuskan sel mikroorganisme dikembang-biakan
pada kondisi artifisial Kondisi artifisial yang digunakan haruslah menyerupai lingkungan pertumbuhan alami sehingga sangat
mendukung pertumbuhan sel. Artifisialisasi kondisi lingkungan mengharuskan terpenuhinya persyaratan pertumbuhan dan
biosintesa sel mikroorganisme. Mikroorganisme tidak membutuhkan pasokan kondisi-kondisi yang sama
(Agustian, J)
(Agustian, J)
Karbon
Sejumlah organisme membutuhkan sejumlah karbon dalam bentuk senyawa karbon dioksida, tetapi kebanyakan
diantarannya juga membutuhkan beberapa senyawa karbon organik, seperti gula dan karbohidrat. Merupakan elemen vital dimana
hampir seluruh makhluk hidup membutuhkannya . Zat yang membentuk 3 kelompok utama struktur sel : karbohidrat, lipida, dan
protein. Disuplai dari berbagai persenyawaan organik maupun anorganik
Lemak Daging
Protein Tempe, Tahu
Tumbuhan, alga, dan beberapa kuman berklorofil membutuhkan karbon dioksida dan mengubahnya menjadi karbohidrat
melalui proses fotosintesis. Ditinjau dari segi nutrisi, semua organisme yang disebutkan diatas adalah organism ototrof. Bila
mereka memperoleh energinya dari cahaya maka disebut organisme fotoototrof, dan bila memperoleh energinya dengan cara
mengoksidasi senyawa kimia, maka disebut organisme kemoototrof. Mikroorganisme yang lain tidak dapat menggunakan karbon
dioksida sebagai sumber karbon dan hidupnya bergantung pada organisme ototrof untuk memproduksi karbohidrat dan senyawa-
senyawa organik lain yang digunakan sebagai makanan. Organisme yang membutuhkan senyawa-senyawa organik lain sebagai
sumber karbonnya disebut organissme heterotrof .
Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik menggunakan secara
khas bentuk karbon yang paling teroksidasi, CO2, sebagai satu-satunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi
unsur pokok sel organik adalah proses reduktif, yang memerlukan pemasukan bersih energi. Karena itu, di dalam golongan faali
ini, sebagian besar dari energi yang berasal dari cahaya atau dari oksidasi senyawa anorganik yang tereduksi harus dikeluarkan
untuk reduksi CO2 sampai kepada tingkat zat organik.
Semua organisme lain memperoleh karbonnya terutama dari zat gizi organik. Karena kebanyakan substrat organik
setingkat dengan oksidasi umum sebagai unsur pokok sel organik, zat-zat itu biasanya tidak usah menjalani reduksi pertama yang
berguna sebagai sumber karbon sel. Selain untuk memenuhi keperluan biosintetik akan karbon, maka substrat organik harus
memberikan keperluan energetik untuk sel itu. Akibatnya sebagian besar daripada karbon yang terdapat pada substrat organik
memasuki lintasan lintasan metabolisme yang menghasilkan energi dan akhirnya dikeluarkan lagi dari sel, sebagai CO2 (hasil
utama dalam metabolisme pernapasan yang menghasilkan energi atau sebagai campuran CO 2 dan senyawa organik). Jadi, substrat
organik biasanya mempunyai peran gizi yang lengkap. Pada waktu yang bersamaan, berguna sebagai sumber karbon dan sumber
energi. Banyak mikroorganisme dapat menggunakan senyawa senyawa organik tunggal untuk memenuhi keperluan kedua zat gizi
tersebut seluruhnya. Akan tetapi, yang lain tidak dapat tumbuh bila hanya diberi satu senyawa organik dan mereka memerlukan
bermacam-macam jumlah senyawa tambahan sebagai zat gizi. Tambahan zat gizi organik ini mempunyai fungsi biosintetik
semata-mata, yang diperlukan sebagai pelopor unsur-unsur pokok sel organik tertentu yang tidak dapat disintesis oleh organisme
tersebut. Zat itu disebut faktor tumbuh.
(Anonymous, 2010)
Mikroorganisme teramat beragam baik dalam hal macam maupun jumlah senyawa organik yang dapat mereka gunakan
sebagai sumber utama karbon dan energi. Keanekaragaman ini diperlihatkan secara nyata bahwa tidak ada senyawa organik yang
dihasilkan secara alamiah yang tidak dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh beberapa mikroorganisme. Karena
itu, tidaklah mungkin untuk memberikan secara singkat sifat-sifat kimiawi sumber karbon organik untuk mikroorganisme. Variasi
yang luar biasa mengenai keperluan akan karbon adalah salah satu segi fisiologis yang paling menarik dalam mikrobiologi.
Kebanyakan organisme yang bergantung pada sumber-sumber karbon organik memerlukan CO2 pula sebagai zat gizi
dalam jumlah yang sangat kecil, karena senyawa ini digunakan dalam beberapa reaksi biosentitik. Akan tetapi, karena CO 2
biasanya dihasilkan dalam jumlah banyak oleh organisme yang menggunakan senyawa organik, persyaratan biosintetik dapat
terpenuhi melalui metabolisme sumber karbon organik dan energi. Sekalipun demikian, peniadaan CO2 sama sekali sering kali
menangguhkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media organik, dan beberapa bakteri dan cendawan
memerlukan konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di dalam atmosfer (5-10 %) untuk pertumbuhan yang memadai dalam media
organik.
Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mengasimilasi nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) secara reduksi dengan
mengubahnya menjadi amoniak (NH3). Jalur asimilasi ini berbeda dengan jalur dissimilasi nitrat dan nitrit. Jalur dissimilasi
digunakan oleh organisme yang menggunakan ion ini sebagai elektron penerima terminal dalam respirasi, proses ini dikenal
sebagai denitrifikasi, dan hasilnya adalah gas nitrogen (N2), yang dikeluarkan ke atmosfer.
Kemampuan untuk mengasimilasi N2 secara reduksi melalui NH3, yang disebut fiksasi nitrogen, adalah sifat untuk
prokariota, dan relatif sedikit bakteri yang memiliki kemampuan metabolisme ini. Proses tersebut membutuhkan sejumlah besar
energi metabolik dan tidak dapat aktif dengan adanya oksigen. Kemampuan fiksasi nitrogen ditemukan pada beragam bakteri yang
berevolusi sangat berbeda dalam strategi biokimia untuk melindungi enzim fixing-nitrogen nya dari oksigen.
Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan NH4+ sebagai sumber nitrogen utama, dan banyak organisme memiliki
kemampuan untuk menghasilkan NH4+ dari amina (R-NH2) atau dari asam amino (RCHNH2COOH). Produksi amoniak dari
deaminasi asam amino disebut ammonifikasi. Amoniak dimasukkan ke dalam bahan organik melalui jalur biokomia yang
melibatkan glutamat dan glutamine.
Seperti nitrogen, belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang membentuk bagian struktur
beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat
digunakan oleh tumbuhan atau hewan. Namun, beberapa bakteri autotropik dapat mengoksidasinya menjadi sulfat (SO42-).
Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan sulfat sebagai sumber belerang, mereduksi sulfat menjadi hidrogen sulfida
(H2S). Beberapa mikroorganisme dapat mengasimilasi H2S secara langsung dari medium pertumbuhan tetapi senyawa ini dapat
menjadi racun bagi banyak organisme.
Kedua unsur ini yaitu belerang dan nitrogen terdapat dalam sel dalam bentuk tereduksi, sebagai gugus sulfhidril dan
amino. Sebagian besar mikroorganisme mampu menampung unsur-unsur ini dalam bentuk oksida dan mereduksi sulfat dan juga
nitrat. Sumber nitrogen yang paling lazim untuk mikroorganisme adalah garam-garam ammonium. Beberapa prokariot mampu
mereduksi nitrogen molekul (N2 atau dinitrogen). Mikroorganisme lain memerlukan asam-asam amino sebagai sumber nitrogen,
jadi yang mengandung nitrogen organik. Tidak semua mikroorganisme mampu mereduksi sulfat, beberapa diantaranya
memerukan H2S atau sistein sebagai sumber S.
Nitrogen dan belerang terdapat pada senyawa organik sel terutama dalam bentuk yang terinduksi masing-masing sebagai
gugus amino dan sulfhidril. Kebanyakan organisme fotosintetik mengasimilasi kedua unsur ini dalam keadaan anorganik yang
teoksidasi, sebagai nitrat dan sulfat, jadi penggunaan biosintetiknya meliputi reduksi pendahuluan. Banyak bakteri nonfotosintetik
dan cendawan dapat juga memenuhi keperluannya akan nitrogen dan belerang dari nitrat dan sulfat. Beberapa mikroorganisme
tidak dapat mengadakan reduksi salah satu atau kedua anion ini dan harus diberikan unsur dalam bentuk tereduksi. Keperluan akan
sumber nitrogen yang tereduksi agak umum dan dapat dipenuhi oleh persediaan nitrogen sebagai garam-garam ammonium.
Keperluan akan belerang tereduksi lebih jarang, bahan itu dipenuhi dari persediaan sulfida atau dari senyawa organik yang
mengandung satu gugus sulfhidril (misalnya sisteine).
Persyaratan akan nitrogen dan belerang sering kali juga dapat diperoleh dari zat gizi organik yang mengandung kedua
unsur ini dalam kombinasi organik yang tereduksi (asam amino atau hasil penguraian protein yang lebih kompleks, seperti
pepton). Tentu saja, senyawa-senyawa seperti itu dapat menyediakan sumber karbon organik dan energi, sekaligus memenuhi
keperluan selular akan karbon, nitrogen, belerang, dan energi.
Beberapa bakteri dapat juga memanfaatkan sumber nitrogen alam yang paling banyak, yaitu N2. Proses asimilasi
nitrogen ini disebut fiksasi nitrogen dan meliputi reduksi permulaan N2 menjadi amino.
Phospor
Fosfat (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim seperti NAD, NADP dan flavin.
Selain itu, banyak metabolit, lipid (fosfolipid, lipid A), komponen dinding sel (teichoic acid), beberapa polisakarida kapsul dan
beberapa protein adalah bergugus fosfat. Fosfat selalu diasimilasi sebagai fosfat anorganik bebas (Pi).
(Krisno,A. 2011)
Mineral
Sejumlah besar mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg 2+) dan ion ferrum (Fe2+) juga ditemukan
pada turunan porfirin yaitu: magnesium dalam molekul klorofil, dan besi sebagai bagian dari koenzim sitokrom dan peroksidase.
Mg2+ dan K+ keduanya sangat penting untuk fungsi dan kesatuan ribosom. Ca 2+ dibutuhkansebagai komponen dinding sel gram
positif, meskipun ion tersebut bebas untuk bakteri gram negatif. Banyak dari organisme laut membutuhkan Na + untuk
pertumbuhannya. Dalam memformulasikan medium untuk pembiakan kebanyakan mikroorganisme, sangatlah penting untuk
menyediakan sumber potassium, magnesium, kalsium, dan besi, biasanya dalam bentuk ion-ion (K+, Mg2+, Ca2+, dan Fe2+).
Banyak mineral lainnya (seperti Mn2+, Mo2+, Co2+, Cu2+, dan Zn2+) dibutuhkan: mineral ini kerapkali terdapat dalam air kran atau
sebagai kontaminan dari kandungan medium lainnya.
Pengambilan besi dalam bentuk hidroksida yang tak larut pada pH netral, difasilitasi pada banyak bakteri dan fungi
dengan produksi senyawa siderofor yang mengikat besi dan mendukung trasnportasinya sebagai kompleks terlarut. Semua ini
meliputi hydroxymates (-CONH2OH) yang disebut sideramines, dan turunan catechol (seperti 2,3-dihydroxybenzolyserine).
Siderofor yang dibentuk plasmid memainkan peranan utama dalam sifat invasi beberapa bakteri patogen.
(Krisno,A. 2011)
Air
Air pada organisme berfungsi untuk membantu fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya. Untuk mikroorganisme, semua
nutrient harus dalam bentuk larutan sebelum dapat memasuki selnya.
https://thumbs.dreamstime.com/x/h2o-18169210.jpg
Oksigen
Untuk sel oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO 2 dan dalam bentuk senyawa
organik. Selain itu masih banya organisme yang tergantung dari oksigen molekul (O 2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari
molekul oksigen hanya akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai sumber karbon digunakan metana atau
hidrokarbon aromatic yang berantai panjang. Menilik hubungannya dengan oksigen dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga
kelompok organisme: organisme aerob obligat yang mampu menghasilkan energi hanya melalui respirasi dan dengan demikian
tergantung pada oksigen. Organisme anaerob obligat hanya dapat hidup dalam lingkungan bekas oksigen. Untuk organisme ini O 2
bersifat toksik. Mikroorganisme anaerob fakultatif tumbuh dengan adanya O2 udara, jadi bersifat aerotoleran; tetapi organisme ini
tidak dapat memanfaatkan O2, tetapi memperoleh energi semata-mata dari peragian. Jenis bakteri anaerob fakultatif lain
(Enterobacteriaceae) dan banyak ragi dapat beralih dari peroleh energi dengan respirasi (dengan adanya O2) ke peragian (tanpa
O2).
(Krisno,A. 2011)
Trace Elements : Mg, Na, Fe, Zn, Mn, Mo, Cu, Co, Ca, K, Se, W, V
Jenisnya banyak tetapi kuantitas suplai sangat kecil :
Na dibutuhkan enzim permease dalam transportasi gula
Fe dibutuhkan sebagai kofaktor enzim sitokrom, katalase
Zn, Mn, Mo, Cu, Co elemen pengaktif enzim
Pengaturan tekanan osmotik sitoplasma
Sumber : persenyawaan anorganik (garam2x mineral)
Elemen Esensial
Molekul Prekursor
C N H O P S TE
Protein AA, TE + + + + + + +
DNA Deoksi N. + + + + + - -
RNA Nukleotida + + + + + - -
TRACE ELEMENTS
SEL BARU
Jasad fototrof yang menggunakan oksidasi senyawa kimia sebagai sumber energi.
Kelompok jasad/bakteri fototrof yaitu sianobakteri dan bakteri fotosintetik. Kedua kelompok ini mengubah energy
cahaya menjadi ATP melalui proses fotosintesis. Mikroba khemotrof mengoksidasi senyawa kimia seperti glukosa atau
ammonium, kemudian energy yang dilepaskan diubah menjadi ATP dalam proses fermentasi atau respirasi.
Jasad kemotrof yang menggunakan oksidasi senyawa kimia sebagai sumber energi.
Terlepas dari sumber energy yang digunakan, mikroba akan mengubah energy yang diperoleh menjadi senyawa
pembawa energi yaitu ATP yang dapat dipakai untuk kegiatan sel. Ada 2 kelompok bakteri fototrof yaitu sianobakteri dan
bakteri fotosintetik. Kedua kelompok ini mengubah energy cahaya menjadi ATP melalui proses fotosintesis.
(Resty Oktariani. 2015)
Mengapa energi dibutuhkan ?
Sintesis polimer
Reaksi polimerisasi monomer adalah endergonis/endoterm (reaksi yang membutuhkan energi) . Energi
disuplai/disediakan untuk menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan (biosintesa)
Pengolahan informasi
o Akuisisi informasi sekeliling (internal, eksternal)
o Penyimpanan informasi
o Penggunaan informasi
Misal : pada kasus kemotaksis. Bakteri dapat merasakan konsentrasi makanan yang tinggi. Bakteri dapat bergerak dengan adanya
energi mendekati sumber makanan tersebut
Kerja mekanis
o Pergerakan sel
o Pertumbuhan sel
o Pembelahan sel
Sumber-sumber energi :
- Energi Kimia
- Energi Cahaya
Pembentukan energi dari proses biokimia : energi yang dihasilkan sebagian saja yang digunakan oleh sel
sedangkan sisanya dibuang dalam bentuk panas ke sekeliling
Kemoautotrof Karbon Dioksida Persenyawaan Anorganik Bakteri nitrat, hidrogen, besi, sulfur
MIKROORGANISME KEMORGANOTROF
ENERGI
O2
H2O
Respirasi Anaerobik
Penerima elektron adalah persenyawaan organik atau anorganik bukan oksigen (CO2, NO3, fumarat, besi SO4, DLL)
Bakteri
ENERGI
SUMBER ENERGI
oksidasi
MOLEKUL
ENERGI
TEREDUKSI
PRODUK
AKSPETOR ELEKTRON
FERMENTASI
reduksi
- RESPIRASI
ENERGI
EA teroksidasi
MONOMERS :
SEL BARU
- FERMENTASI
ENERGI
MONOMERS :
AMINO ACIDS +
NUCLEIC ACIDS +
PRODUK
FATTY ACIDS +
TEROKSIDASI
TE
SUGARS ENERGI
SEL BARU
Tiamina (vit B1), Biotin, Piridoksina (vit B6), Kobalkamina (vit B12), Asam Folat, Niasin,
Vitamin
Asam Lipoat, Asam Pantotenat, Riboflavin, Vitamin K
(HAN G.SCHLEGEL,1994)
(HAN G.SCHLEGEL,1994)
Berdasarkan hal di atas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap mikroorganisme dapat digolongkan sebagai berikut :
Suhu minimum, di bawah suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi
Suhu optimum, suhu dimana pertumbuhan paling cepat
Suhu maksimum, di atas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tak mungkin terjadi.
Temperatur optimum (suhu dimana laju pertumbuhan paling cepat) berada pada kondisi yang mendekati suhu maksimum. Pada
suhu sangat tinggi:
Reaksi biokimia berlangsung cepat
Enzim tidak berfungsi karena denaturasi senyawa penyusunnya
Denaturasi molekul DNA kromosom
Mencairnya molekul-molekul membran sel
Klasifikasi sel: Secara umum dibagi 3 kelas.Ada beberapa jenis mikroorganisme yang hidup pada kondisiekstrim (suhu sangat
tinggi,rendah). Pyrodictium occultum (110°C),Thermococcucceler (103°C),Thermusaquaticus(160°C). Sel eukaryotik tidak bisa
hidup pada suhu>60°C sedangkan sel prokaryotik lebih tinggi toleransi suhunya. Perubahan suhu yang terjadi selama proses
artifisial dapat dicegah dengan aplikasi sistem perpindahan panas.
Pengelompokkan mikroorganisme berdasarkan reaksi pertumbuhan terhadap suhu dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Psikrofil -5 – +5 12 – 15 15 – 20
Psikrotrof -5 – +5 25 – 30 30 – 35
Mesofil 5 – 15 30 – 40 40 – 47
Thermofil 40 45 – 55 60 – 80
Thermotrof 15 42 – 46 50
Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap ketahanan hidup mikroorganisme, pemanasan atau kenaikan suhu bersifat jauh lebih
merusak dari pada pendinginan. Berdasarkan hal ini mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan :
Peka terhadap panas yaitu hampir semua sel rusak apabila dipanaskan 60 °C selama 10 – 20 menit
Tahan terhadap panas yaitu dibutuhkan suhu 100 °C selama 10 menit untuk mematikan sel
Thermodurik yaitu dibutuhkan suhu lebih dari 60 °C selama 10 – 20 menit tetapi kurang dari 100 °C selama 10 menit
untuk mematikan sel
Bakteri pembentuk spora seperti Clostridium dan Bacillus termasuk kelompok yang tahan terhadap panas.Kebanyakan
mikroorganisme yang tahan terhadap suhu rendah sampai suhu pembekuan dan walaupun pertumbuhan serta pembelahan mungkin
dihambat, sel bakteri dapat bertahan hidup untuk jangka waktu cukup lama pada suhu pendinginan ± 5 °C.Pada suhu pembekuan,
kerusakan sel terjadi tetapi tidak secepat pada suhu tinggi.
Sebagian besar mikroorganisme hidup pada pH optimum 6-8 tetapi jamur punya pH optimum 5-6s edangkan alga 4-8,5.
Hampir seluruh jenis bakteri tidak dapat hidup pada suhu asam (3-4) tetapi spesies Thiobacillus dapat hidup pada pH 0,5
Untuk menjaga perubahan pH pada kultivasi artifisial mikroorganisme,digunakan larutan penyangga (buffer solution)
kedalam media pertumbuhan agar pH tetap konstan. Perubahan pH tersebut terjadi karena akumulasi produk dan limbah
hasil metabolisme sel mikroorganisme . Sehingga pada kultivasi biomassa perlu diketahui karakteristiknya (pH menjadi
naik/turun dari kondisi awal).
pH LARUTANBUFFER
Kelembaban relatif dan aktivitas air saling terkait, sehingga kelembaban relatif pada dasarnya adalah ukuran
aktivitas air dari fase gas. Setelah mikro-organisme sudah mulai tumbuh dan menjadi aktif secara fisiologis mereka biasanya
menghasilkan air sebagai produk akhir dari respirasi, dengan cara ini mikroorganisme tersebut dapat meningkatkan aktivitas air
dari lingkungan terdekat mereka sehingga yang akhirnya mikroorganisme membutuhkan aw tinggi dapat tumbuh dan merusak
makanan yang awalnya dianggap mikrobiologis stabil.
Tidak seperti bentuk kehidupan lainnya, mikroorganisme berbeda nyata dalam kebutuhan oksigen yang digunakan
untuk metabolisme. Beberapa kelompok dapat dibedakan sebagai berikut :
Mikroorganisme aerobik yaitu tersedianya oksigen dan penggunaannya dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Mikroorganisme anaerobik yaitu tidak dapat tumbuh dengan adanya oksigen dan bahkan oksigen ini
dapat merupakan racun bagi mikroorganisme tersebut.
Mikroorganisme fakultatif anaerob yaitu oksigen akan dipergunakan apabila tersedia, kalau tidak
tersedia mikroorganisme ini tetap dapat tumbuh dalam keadaan anaerob.
Mikroorganisme mikroaerofilik yaitu mikroorganisme yang lebih dapat tumbuh pada kadar oksigen yang
lebih rendah dari pada kadar oksigen dalam atmosfer.
F. FAKTOR TEKANAN
Sel mikroorganisme tumbuh pada kondisi tekanan atmosferik
Pada kondisi tekanan yang tinggi
- Sel pada kondisi under-pressure (ditekan)
- Sel akan pecah dan mati
Pada kondisi tekanan yang rendah(vakum)
- Sel pada kondisiover-pressure (mengembang)
- Sel akan pecah dan mati
Pengaturan kondisi tekanan atmosferik sangat dibutuhkan : pembentukan jalur kontak dengan tekanan sekeliling
H. .FAKTOR RADIASI
Mikroorganisme fototrofik membutuhkan pasokan energi cahaya untuk pertumbuhannya sedangkan mikroorganisme
kemo organotrofik tidak.
Pasokan radisi UV, X menyebabkan kerusakan ikatan kimia dan mengarah ke reaksi-reaksi tertentu
Dapat mengganggu pertumbuhan sel dan mengarah ke kematian sel
https://id.scribd.com/doc/296705780/Mikrobiologi
Selama periode pertumbuhan berlangsung terjadi :
Penurunan konsentrasi bahan makanan dan nutrisi
Produksi bahan kimia beracun
Peningkatan konsentrasi biomassa dan stabil
Perubahan pH
Produksi panas
(Veranika Pratiwi, 2015)
E. FASE STASIONER.
Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi.
Dihasilkan metabolit sekunder untuk pertahanan diri bakteri. Seluruh sel tumbuh pada laju maksimum. Kecepatan
pertumbuhan adalah sama. Konsentrasi nutrisi tinggi dan mulai turun drastis,faktor lingkungan mulai berpengaruh. Kecepatan
pertumbuhan mendekati nol.
Biomassa sel cenderung mati perlahan. Pengurangan sumber nutrien serta faktor –faktor yang terkandung di dalam jasadnya
sendiri, maka sampailah puncak aktivitas pertumbuhan kepada titik yang tidak bisa dilampaui lagi, sehingga selama fase ini,
gambaran grafik seakan mendatar. Populasi jasad hidup di dalam keadaan yang maksimal stasioner yang konstan.
dX/dt = m X
= [(m S)/(KS+S)]
dimana:
= laju pertumbuhan biomassa sel
m = laju pertumbuhan spesifik maksimum
S = konsentrasi substrat
KS = konsentrasi substrat pada saat( m/2)
X = konsentrasi biomassa sel
Jika sejumlah sel mikroba (Xo) dibiakkan dalam waktu (t) pada suatu medium, maka sel akan membelah dan jumlahnya
akan bertambah menjadi Xt
Pertambahan jumlah sel berhubungan dengan laju pertumbuhan serta waktu generasi sel tersebut membelah
Kurva pertumbuhan tersebut dapat dilukiskan dengan persamaan matematika sebagai berikut :
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-
KUSNADI/KULIAH%2CKINETIKA_PERTUMBUHAN_MIKROBA.pdf
(KUSNADI. 2016)
Menurut Jutono, dkk (1980) ada 2 cara perhitungan jumlah mikrobia yaitu perhitungan secara langsung (direct
method) dan secara tidak lengsung (indirect method).
1. Perhitungan secara langsung
Perhitungan jumlah mikrobia secara langsung, dipakai untuk menentukan jumlah mikrobia keseluruhan baik yang
mati maupun yang hidup. Ada beberapa cara perhitungan antara lain:
Menurut Jutono (1980), tidak semua jumlah bakteri dapat dihitung. Ada beberapa syarat perhitungan yang harus
dipenuhi, yaitu :
1. Jumlah koloni tiap petridish antara 30-300 koloni, jika memang tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang
jumlahnya mendekati 300.
2. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petridish, koloni tersebut dikenal sebagai spreader.
3. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang bertururt-turut antara pengenceran yang lebih besar
dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2
yang dipakai jumlah mikrobia dari hasil pengenceran sebelumnya.
4. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata.
Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Pada pengenceran dengan
menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat
membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan
menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah (Hadioetomo, 1990).
Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat
dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1992).
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit
sedikit jumlah mikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam
karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi,
sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata (Waluyo, 2004).
(Anitamuina, 2013)
Perhitungan jumlah bakteri secara langsung digunakan rumus jumlah rata-rata bakteri dihitung dengan hand counter
atau koloni counter, angka 25 diperoleh dari banyaknya petak dalam hemositometer yakni perkalian antara panjang dan lebarnya 5
x 5, sedangkan untuk faktor pengenceran adalah merupakan pengenceran yang digunakan saat percobaan. Pada perhitungan
bakteri secara langsung menggunakan pengenceran bakteri 10 -3 untuk bakteri susu atau 10-4 untuk bakteri tanah karena dalam
pengenceran tersebut bakteri yang ada dalam medium dapat dihitung, populasinya tidak padat dan juga tidak sedikit. Populasi
bakteri yang padat dapat mempersulit perhitungan karena bakteri yang ada tumpang tindih dan polulasi yang sedikit kurang
mewakili jumlah bakteri yang ada secara keseluruhan. Jadi pengenceran tersebut antara suspensi yang diambil dari pengenceran
terdahulu untuk diencerkan kembali, jumlah bakteri yang ada lebih memencar satu sama lain dan mudah dihitung. Bakteri susu
dengan pengenceran 10-3 setelah penghitungan didapat hasil 9,95 x 10 11 mm3 dan untuk bakteri tanah dengan pengenceran 10 -4
dengan penghitungan didapat hasil 4,25 x 10 9 mm3.
Perhitungan jumlah bakteri secara langsung memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, adalah waktunya
yang digunakan singkat, penghitungannya lebih mudah, tidak membutuhkan bahan yang banyak. Sedangkan kekurangannya
adalah tidak dapat membedakan sel hidup dan mati dan sel yang berukuran kecil sulit dilihat dengan mikroskop.
Perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung dilakukan dengan metode plate count, yakni hanya sel yang hidup
yang dihitung dalam metode ini. Prinsipnya yaitu pengenceran dalam tiap konsentrasi diinokulasikan dalam medium agar dipetri
dengan cara spread. Perhitungan jumlah bakteri ini digunakan pengenceran 10 -3,10-4,10-5,10-6 lalu dibandingkan jumlah koloni dari
tiap konsentrasi pengenceran sehingga dengan mengikuti perhitungan dan persyaratan plate count akan didapatkan jumlah bakteri
yang ada. Beberapa syarat perhitungan dengan menggunakan metode ini adalah :
1. Tidak ada spreader.
2. Jumlah koloni mulai dari 30-300.
3. Perbandingan jumlah bakteri antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran yang lebih kecil :
1. Jika ≤ 2, hasil perhitungan dirata-rata.
2. Jika ˃ 2, dipakai hasil pengenceran yang sebelumnya.
Dari hasil perhitungan jumlah bakteri tanah secara tidak langsung, didapatkan bahwa pada pengenceran 10 -3 koloni
bakteri A dan koloni B mengalami spreader. Pada pengenceran 10-4 koloni A berjumlah 36 sedangkan koloni B spreader sehingga
diperoleh jumlah bakteri sebanyak 36 x 10 4 dengan berwarna putih dan bentuk koloni irreguler, sirkuler, curled, dan toruloid. Pada
pengenceran 10-5 koloni A berjumlah 5 dan koloni B berjumlah 66 koloni yang berwarna putih susu dan berbentuk sirkuler,
rhizoid, amoeboid, irreguler. Pada pengenceran 10-6 koloni A berjumlah 80 dan koloni B berjumlah ˃ 300 yang berwarna krem
dan berbentuk sirkuler. Pada perhitungan jumlah bakteri susu secara tidak langsung, didapatkan bahwa pada pengenceran 10 -3
koloni bakteri A berjumlah 56 sedangkan bakteri koloni B mengalami spreader tetapi diperoleh jumlah bakteri sebanyak 56 x 10 3
dengan warna koloni putih susu dan krem dan berbentuk rhizoid, irreguler dan myceloid. Pada pengenceran 10-4 pada petridish
didapat jumlah koloni bakteri A sebanyak 76 sedangkan koloni B mengalami spreader yang berwarna putih susu dan berbentuk
circulair. Pada pengenceran 10-5 koloni A berjumlah 11 dan koloni B mengalami spreader dengan warna putih susu berbentuk
circular. Pada koloni A jumlah koloni sebanyak 107 dan koloni B berjumlah 10 yang berwarna krem dan berbentuk circular dan
rhizoid.
Perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah dapat
digunakan untuk isolasi dan identifikasi bakteri, bakteri yang dihitung adalah bakteri yang hidup. Sedangkan kekurangannya
adalah perhitungannya kurang akurat karena ada kemungkinan beberapa sel bertumpuk, ada kemungkinan terjadi spreader, waktu
yang dibutuhkan cukup lama, bahan yang digunakan relatif banyak.
Pada percobaan ini spreader terjadi karena pengenceran suspensi tanah yang kurang encer sehingga bakteri yang
terikut masih sangat banyak sehingga tidak bisa dihitung dan harus diencerkan lagi. Selain faktor pengenceran, kualitas dari bahan
juga dapat menyebabkan spreader, kualitas bahan yang jelek dapat menyebabkan banyaknya mikrobia yang ada sehingga karena
faktor pengencerannya kurang bakteri yang diinokulasikan ke dalam petridish menjadi bertumpuk sehingga tidak dapat dihitung
jumlahnya dan mengalami spreader.
Perhitungan jumlah bakteri secara langsung maupun secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :
1. Faktor pengenceran, semakin tinggi pengenceran suatu suspensi maka akan semakin sedikit jumlah bakteri yang
dikandung atau tidak ada sama sekali
2. Temperatur dan pH, berkaitan dengan pertumbuhan bakteri pada suhu dan pH optimum
3. Komposisi medium, medium yang digunakan untuk penanaman harus sesuai dengan bakteri yang akan dihitung
4. Segi teknis yaitu Alat yang digunakan dan tingkat ketelitian dalam penghitungan.
(Yesaya Natanael, 2013)
Kondisi artifisial yang digunakan haruslah menyerupai lingkungan pertumbuhan alami sehingga sangat mendukung
pertumbuhan sel. Artifisialisasi kondisi lingkungan mengharuskan terpenuhinya persyaratan pertumbuhan dan biosintesa sel
MO. Persyaratan tersebut dapat terpenuhi dengan mencukupi kebutuhan :
Nutrisi sumber energi
Nutrisi sumber penyusun struktur sel
Nutrisi sumber gizi (growth factor)
Kondisi lingkungan fisik dan kimia yang tepat
Nutrisi penyusun struktur sel terdiri dari C, H, O, N, S, P serta mineral tertentu.
Berdasarkan sumber energi, mikroba dibagi atas :
Jasad fototrof yang menggunakan oksidasi senyawa kimia sebagai sumber energi
Jasad kemotrof yang menggunakan oksidasi senyawa kimia sebagai sumber energi.
Sumber gizi (growth factors) terkadang disuplai dalam jumlah yang sangat sedikit karena sel tidak dapat mensintesisnya.
Nutrisi yang dibutuhkan merupakan senyawa organik (vitamin, terkadang juga sumber protein)
Laju pertumbuhan biomassa berbanding lurus dengan konsentrasi nutrisi lingkungan
Perhitungan kuantitas sel dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu langsung dan tak langsung.
DAFTAR PUSTAKA