Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyebab mortalitas di bidang saraf anak,


Yang berdampak terhadap tumbuh kembang anak. Epilepsi adalah kelainan
bersifat paroksismal yang ditandai oleh bangkitan berulang, tidak terduga,spontan
dan tanpa provokasi, dengan kecenderungan diam saat muncul bangkitanyang
terjadi karena aktivitas listrik yang abnormal, berlebihan dan saling terhubung
pada kelompok-kelompok neuron di otak. Bangkitan adalah perubahan tiba-tiba
pada perilaku yang ditandai dengan perubahan persepsi sensorik, aktivitas
motorik, gangguan atau penurunan kesadaran yang episodik, gangguan psikis,
serta perturbasi sistem saraf otonom seperti gangguan fungsi defekasi dan
miksi.1,2,3,4,5

Epilepsi adalah penyakit yang melemahkan saraf pusat, yang mengenai


sekitar 1% populasi di dunia dan diderita sekitar 1 dari 26 orang. Epilepsi
mengenai lebih dari 50 juta individu di seluruh dunia. Kelainan ini merupakan
salah satu kelainan neurologis yang paling umum dengan kejadian 50/100.000
orang per tahun. Secara global, diperkirakan 2.4 juta jiwa didiagnosis menderita
epilepsi setiap tahunnya. Epilepsi merupakan masalah neurologis tersering ketiga
di dunia, yang berkontribusi sekitar 0.75% kejadian dari seluruh penyakit didunia,
dengan angka kejadian tinggi ditemukan pada negara dengan pendapatan
perkapita rendah sampai sedang. Sekitar 40 juta orang atau 80% penderita epilepsi
diasumsikan tinggal di negara berkembang.5,6,78

Di Indonesia, terdapat 700,000 sampai 1,400,000 kasus


epilepsi dengan pertambahan sebesar 70,000 kasus baru
setiap tahun yang diperkirakan 40% sampai 50% terjadi pada
anak.2 Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik, tetapi sering
juga disertai gangguan neurologi seperti retardasi mental,
2

palsi serebral dan sebagainya yang disebabkan kelainan pada


susunan saraf pusat. Di Indonesia, prevalensi penderita epilepsi berkisar antara
0.5–4% dengan rata-rata prevalensi epilepsi 8.2 per 1.000 penduduk. Bila jumlah
penduduk Indonesia sekitar 220 juta jiwa, maka diperkirakan jumlah penderita
epilepsi per tahunnya adalah 250.000 jiwa. 7,9

Bangkitan sangat menyulitkan, berbahaya bahkan fatal. Bangkitan adalah salah


satu hal tersering yang membuat orang-orang menghubungi petugas gawat
darurat. Penderita epilepsi memiliki risiko tinggi mengalami penyakit jantung,
emfisema, kanker, infertilitas, kelainan psikologis yang serius, insomnia, dan
penyakit lainnya yang berdampak pada menurunnya kualitas hidup. Banyak
penderita epilepsi mengalami gangguan sensorimotorik, kognitif, psikologis dan
sosial yang berdampak pada terganggunya kualitas hidup dan meningkatnya risiko
kematian dini. Epilepsi dapat membatasi aktivitas sehari-hari, menyebabkan
kelainan mental dan penderitanya dijauhi dari lingkungan sosial.5,10,11,12,13,14
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Epilepsi

Epilepsi adalah salah satu kelainan tertua di dunia yang diketahui, dengan
catatan tertulis yang berasal dari tahun 4000 SM. Ketakutan, kesalah pahaman,
diskriminasi dan stigma sosial telah mengelilingi penderita epilepsi selama
berabad-abad. Stigma ini terus berlanjut di banyak negara dan berdampak pada
kualitas hidup penderita epilepsi dan keluarganya.Epilepsi bersifat universal,
dapat terjadi pada segala usia, jenis kelamin, letak geografis, strata sosial, dan ras
manapun. Di Indonesia, epilepsi dikenal sebagai “ayan” atau “sawan”. Aktivitas
jaringan otak yang abnormalpada epilepsi dapat merusak kemampuan kognitif dan
neuropsikologis. 5,6

b. Definisi

Epilepsi adalah kelainan bersifat paroksismal yang ditandai oleh bangkitan


berulang, tidak terduga,spontan dan tanpa provokasi, dengan kecenderungan diam
saat muncul bangkitanyang terjadi karena aktivitas listrik yang abnormal
,berlebihan, dan saling terhubung pada kelompok-kelompok neuron di otak.
Bangkitan adalah perubahan tiba-tiba pada perilaku yang ditandai dengan
perubahan persepsi sensorik, aktivitas motorik,gangguan atau penurunan
kesadaran yang episodik, gangguan psikis, serta perturbasi sistem saraf otonom
seperti gangguan fungsi defekasi dan miksi. 1,2 3,4,5
4

Bangkitan sangat menyulitkan, berbahaya bahkan fatal. Bangkitan adalah salah


satu hal tersering yang membuat orang-orang menghubungi petugas gawat
darurat. (Osborne 2015)Definisi formal ‘bangkitan’ dan 'epilepsi' bersifat
kompleks dan kontroversial. Namun, bangkitan umumnya didefinisikan sebagai
'kejadian sementara yang tanda dan gejalanya dihasilkan akibat berlebihnya
aktivitas neuronal yang abnormal pada otak' dan epilepsi dianggap sebagai
sekelompok kondisi neurologis, yang memilki karakteristik bangkitan yang
berulang, dan terjadi secara spontan. Epilepsi dapat berupa gerakan involunter
episodik yang mengenai sebagian (parsial) atau seluruh bagian tubuh (general).4,5

Status epileptikus adalah aktivitas bangkitan yang berlanjut atau intermitten yang
berlangsung selama 30 menit atau lebih saat penderita kehilangan kesadarannya.
Status epileptikus merupakan kedaruratan neurologis, karena dapat terjadi
kerusakan saraf yang bermakna akibat aktivitas listrik abnormal dan
berkelanjutan.Status epileptikus adalah bangkitan yang berkepanjangan tanpa
pemulihan kesadaran antar ictus. 15,16

c. Klasifikasi

Klasifikasi yang sering digunakan yaitu klasifikasi berdasarkan the


International League Against Epilepsy (ILAE). Pemeriksaan Elektroensefalogram
(EEG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), evaluasi klinis dan anamnesis
digunakan untuk mengidentifikasi jenis bangkitan.Epilepsi dapat diklasifikasikan
sebagai tipe idiopatik dan tipe simtomatik.Tipe idiopatik atau esensial tidak dapat
membuktikan adanya suatu lesi sentral, sedangkan pada tipe simtomatik atau
sekunder mengindikasikan adanya kelainan otak yang menyebabkan terjadinya
respon bangkitan.16
Bangkitan diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan hilang
atau tidaknya kesadaran penderita.Bangkitan parsial merupakan bangkitan dengan
kesadaran utuh dan dimulai pada suatu daerah di otak, biasanya pada korteks
serebrum.Gejala bangkitan parsial bergantung pada lokasi fokus di otak.Bangkitan
5

parsial dibagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks
(kesadaran berubah namun tidak hilang).Pada bangkitan parsial kompleks
aktivitas listrik yang abnormal sering berasal dari lobus temporalis medial atau
lobus frontalis inferior.15,16
Bangkitan generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta
ditandai dengan awitan aktivitas bangkitan bilateral dan simetris.Pada bangkitan
generalisata, penderita kehilangan kesadaran.Bangkitan generalisata biasanya
muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu.Bangkitan generalisata dibagi
menjadi bangkitan tonik, bangkitan klonik, bangkitan tonik-klonik (grand mal),
bangkitan absence (petit mal), bangkitan mioklonik dan bangkitan atonik. Selain
itu, bangkitan dapat diklasifikasikan menurut proses yang mendasari yaitu
bangkitan beralasan (terprovokasi) atau bangkitan yang tidak beralasan (tidak
terprovokasi). Gangguan sistem saraf pusat akut, racun, atau gangguan metabolik
akut dapat memicu bangkitanterprovokasi atau beralasan.4,16 Karakteristik
bangkitan parsial dan generalisata diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Bangkitan menurut ILAE16

Klasifikasi Karakteristik

Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah. Fokus


Parsial bangkitan pada satu bagian korteks tetapi dapat menyebar
ke bagian lain
Parsial Sederhana Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral),
sensorik (merasakan, membau, mendengar sesuatu yang
abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia, takipnea,
rasa tidak enak di area epigastrium), dan psikis (disfagia,
gangguan daya ingat). Bangkitan ini biasanya berlangsung
kurang dari 1 menit
Parsial Kompleks Dimulai sebagai bangkitan parsial sederhana dan
berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai
6

oleh gejala motorik (mengecap-ngecapkan bibir,


mengunyah, menarik-narik baju). Bangkitan ini biasanya
berlangsung 1-3 menit
Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral,
Generalisata
simetris, dan tanpa aura
Tonik-Klonik Spasme tonik-klonik otot, inkontinensia urin,
inkontinensia alvi dan menggigit lidah
Absence Tatapan kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak
hilang, dan berlangsung beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa
otot atau tungkai dan cenderung singkat
Atonik Hilangnya tonus otot secara mendadak disertai lenyapnya
postur tubuh (drop attacks)
Klonik Gerakan menyentak, repetitif, lambat, tunggal atau
multipel pada lengan dan tungkai
Tonik Peningkatan tonus otot mendadak (kaku, kontraksi) wajah
dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai.
Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, dan dapat
menyebabkan henti napas

d. Epidemiologi

Epilepsi adalah penyakit yang melemahkan saraf pusat, yang mengenai sekitar 1%
populasi di duniadan diderita sekitar 1 dari 26 orang. Epilepsi mengenai lebih dari
50 juta individu di seluruh dunia. 6
Epilepsi merupakan masalah neurologis tersering ketiga di dunia, yang
berkontribusi sekitar 0.75% kejadian dari seluruh penyakit didunia, dengan angka
kejadian tinggi ditemukan pada negara dengan pendapatan perkapita rendah
sampai sedang. Sekitar 40 juta orang atau 80% penderita epilepsi diasumsikan
tinggal di negara berkembang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
7

prevalensi epilepsi secara global berada pada kisaran 5-8 per 1000jiwa.
(Satishchandra 2004)Di negara-negara berpenghasilan tinggi, kasus baru tahunan
adalah antara 30-50 kasus per 100.000 jiwa, sedangkan di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah, angkanya dua kali lebih tinggi.5
Epilepsi merupakan penyakit neurologis ke empat tersering di Amerika
Serikat.(Price 2016)Epilepsi mengenai 2.3 juta jiwa di Amerika Serikat (AS).Satu
dari 26 orang di AS menderita epilepsi seumur hidupnya. Insiden epilepsi di AS
berkisar antara 15 sampai 71/100.000 jiwa per tahun.Diperkirakan setengahnya
mempunyai gangguan fisik dan keterbatasan fungsional.Hampir 40% mempunyai
gangguan mental yang berat seperti autisme dan retardasi mental.(Kaiboriboon
2013)Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru epilepsi di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Studi berbasis populasi di AS menunjukkan bahwa hingga 36% orang
dewasa yang menderita epilepsi tidak pernah menemui dokter ahli saraf atau ahli
epilepsi dan sebanyak 26% penderitayang onsetbangkitannya masih awal tidak
mengonsumsi obat untuk mengendalikan bangkitan. 5,11
Epilepsi adalah penyakit yang melemahkan dan mahal. Epilepsi biasanya
mengenai individu dengan status sosioekonomi rendah dan dapat mengenai semua
usia. Di Amerika Serikat, epilepsilebih sering terjadi dibandingkan gabungan
kejadian antara autisme, cerebral palsy, multipel sklerosis, dan penyakit
parkinson. Kemungkinan kematian dini meningkat pada beberapa jenis epilepsi,
terutama jika bangkitan tidak terkontrol dengan baik. Epilepsi juga mengenai
sekitar 70.000 jiwa di Ontario, Kanada.17,18
Lebih dari separuh jumlah penderita epilepsi di seluruh dunia diperkirakan
terdapat di Asia. Prevalensi penderita epilepsi seumur hidup di Asia bervariasi di
tiap negara mulai dari 1.5 sampai 14.0 per 1000 penderita. Epilepsi merupakan
masalah neurologi tersering di China setelah migrain dan stroke. Di benua Afrika
diperkirakan minimal terdapat sekitar 10 juta kasus epilepsi. Suatu studi yang
dilakukan di Eropa melaporkan bahwa setengah dari 6 juta penduduk Eropa yang
menderita epilepsi merasa dirinya cacat dan dijauhi dari kehidupan sosial.Selain
itu, suatu studi pada 6.000 orang dewasa dari 10 negara Eropa, menyatakan lebih
dari setengahnya merasa dirinya cacat karena epilepsi yang dideritanya.18,19
8

Di Indonesia, prevalensi penderita epilepsi berkisar antara 0.5–4% dengan


rata-rata prevalensi epilepsi 8.2 per 1.000 penduduk. Bila jumlah penduduk
Indonesia sekitar 220 juta jiwa, maka diperkirakan jumlah penderita epilepsi per
tahunnya adalah 250.000 jiwa. 9
Anak-anak dengan kondisi neurologis merupakan bagian terbesar dari populasi
rawat inap anak. Epilepsi merupakan penyebab morbiditas neurologis utama pada
anak, dengan 40% insiden kasus epilepsi terjadi sebelum usia 15 tahun. Namun,
penyebab dari 55-75% epilepsi masih idiopatik.Bangkitan pada bayi prematur dan
bayi baru lahir merupakan masalah neurologi yang sering ditemukan pada ICU
neonatal. Tingkat operasi epilepsi pediatrik meningkat secara signifikan dari 0.85
operasi epilepsi per 1.000 anak-anak dengan epilepsi pada tahun 1997 menjadi
1.44 operasi epilepsi per 1.000 anak-anak dengan epilepsi pada tahun 2009. 18,20
Masyarakat dengan sosioekonomi rendah memiliki insiden yang tinggi terhadap
beberapa penyakit, termasuk epilepsi.Minimnya kemampuan masyarakat dalam
mengakses layanan kesehatan yang memadai merupakan hal yang mempengaruhi
tingginya kejadian epilepsi dan gangguan neurologis lainnya pada masyarakat
sosioekonomi rendah. Risiko kematian dini pada penderita epilepsi 3 kali lebih
tinggi daripada populasi umum, dengan tingkat tertinggi ditemukan di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah.Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh meningkatnya risiko kondisi endemik seperti malaria atau neurocysticercosis,
insiden kecelakaan lalu lintas yang lebih tinggi,luka yang berhubungan dengan
kelahiran, variasi infrastruktur medis, buruknya pelayanan kesehatan, serta
meningkatnya insiden yang berhubungan dengan infeksi susunan saraf pusat
(SSP). 5,12
\
9

e. Etiologi

Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 3 kelompok :

1. Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi ± 50% dari


penderita epilepsi anak umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan
biasanya pada usia > 3 tahun. Biasanya tidak menunjukkan manifestasi
cacat otak dan juga tidak bodoh.Umumnya faktor genetik lebih berperan
pada epilepsi idiopatik. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin
kecil21,22
2. Epilepsi simptomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh
berbagai kelainan intracranial maupun ekstrakranial. Penyebab intracranial
misalnya anomaly congenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia,
ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab yang bermula
ekstrakranial dan kemudian juga mengganggu fungsi otak misalnya gagal
jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolism (hipoglikemia,
hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi
obat, gangguan hidrasi. 21,22
3. Epilepsi kriptogenik dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut
dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati
difus21,22
10

f. Patofisiologi

Aktivitas bangkitan bergantung pada lokasi lepas muatan listrik yang


berlebihan.Lesi pada diensefalon, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan
besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak
umumnya tidak memicu bangkitan. (Lombardo, 2015) Patofisiologiyang
mendasaribangkitan ditandai oleh pelepasan impuls listrik abnormal neuron
kortikal yang disebabkan oleh ketidakseimbangan pada membran sel neuron. Pada
neurofisiologi normal, membran sel neuron tetap stabil karenagradien
elektrokimia pada seluruh membran sel dan regulasi mediator penghambat seperti
asam gamma-aminobutirat (GABA). Beberapa proses patologis (seperti infeksi,
toksin, atau ketidakseimbangan elektrolit) dapat mempengaruhi keseimbangan
membran sel neuron kortikal dan memicu bangkitan. Sebagian besar obat yang
digunakan untuk mengobati bangkitan bekerja pada reseptor subtipe GABAA. 4

Pada tingkat neuronal, berkurangnya hambatan dan meningkatnya eksitasiterjadi


selama aktivitas bangkitan berlangsung.Ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit dapat mengganggu homeostasis kimiawi
sel neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.Gangguan keseimbangan
tersebut menyebabkan peningkatan neurotransmitter eksitatorik dan deplesi
neurotransmitter inhibitorik. 4,16

Kelainan polarisasi (hiperpolarisasi, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam


repolarisasi) dapat terjadi akibat kelebihan asetilkolin atau difisiensi
GABA.Aktivitas bangkitan yang menetap terjadi akibat penurunan dan degradasi
reseptor GABAA secara berangsur-angsur. Proses tersebut menyebabkan
berkurangnya inhibisi GABAergik secara endogen. Inhibisi
GABAergikmenghasilkan aktivitas bangkitan epilepsi yang berkelanjutan. (Teran
2015, Lombardo 2015)Beberapa fenomena kimiawi lainnya seperti instabilitas
membran sel saraf serta neuron-neuron hipersensitif dapat menjadi awal mula
terjadinya bangkitan. (Lombardo 2015)Sebuah studi terbaru menjelaskan bahwa
11

sel glia melepaskan molekul neuromodulator seperti glutamat, ATP, dan sitokin,
yang berperan pada saat bangkitan. 4,5

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah bangkitan


disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron.
Aliran darah ke otak meningkat, demikian juga respirasi dan proses glikolisis
jaringan. (Lombardo 2015) Bangkitan menghasilkan sejumlah konsekuensi
fisiologis, termasuk peningkatan suhu tubuh, peningkatan glukosa serum, dan
asidosis laktat. Peningkatan laktat terjadi dalam 60 detik setelah mengalami
kejang dan kembali normal 1 jam setelah iktus.Peningkatan jumlah white blood
cell perifer juga sering dijumpai.4

Gangguan autoimun seperti lupus sistemik, vaskulitis, multipel sklerosis, dan


sindrom paraneoplastik dapat menyebabkan bangkitan berulang. Epilepsi
katastropik dapat terjadi akibat proses autoimun pada otak, seperti pada
Rasmussen’s enchephalitis. Epilepsi katastropik dikaitkan dengan gangguan
dimana autoantibodi menyerang jaringan otak. Kelainan ini meliputi ensefalitis
limbik paraneoplastik dan ensefalitis limbik nonparaneoplastik yang berhubungan
dengan antibodi terhadap reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). 4,5

Mekanisme molekular epileptogenik pada tumor otak belum diketahui secara


pasti.Diperkirakan hipoksia otak, perubahan neurotransmitter, dan gangguan
sawar darah otak merupakan faktor yang berperan.Glioma merupakan kelainan
patologis yang sering ditemukan pada penderita epilepsi yang berhubungan
dengan tumor. 6,16

g. Gambaran Klinis

Epilepsi adalah kelainan neurologis kronis ketiga terbanyak yang ditandai dengan
kecenderungan mengalamibangkitan, disfungsi emosional dan kognitif. (Vezzani
2012) Karakteristik bangkitan bervariasi dan bergantung pada lokasi terjadinya
gangguan di otak dan seberapa jauh penyebarannya. Gejala sementara yang dapat
terjadi seperti kehilangan kesadaran, gangguan pergerakan (kejang, spasme otot),
12

sensasi (termasuk penglihatan, pendengaran dan rasa), mood, perilaku yang aneh,
gangguan fungsi kognitif, gangguan otonom seperti sekresi berlebihan air liur,
inkontinensiaurin, dan inkontinensia alvi. Konvulsi atau kejang mengacu secara
khusus pada manifestasi motorik dari aktivitas listrik abnormal di otak.
Manifestasi klinis bangkitan sangat luas dan mencakup aktivitas motorik fokal
atau umum, perubahan status mental, pengalaman sensorik atau psikis, dan
gangguan otonom.Biasanya sangat singkat, berlangsung beberapa detik sampai
beberapa menit. 4,5
Satubangkitan tidak menandakan suatu penyakit epilepsi (sekitar 10% individu di
seluruh dunia mengalami satu kalibangkitan selama hidupnya). Epilepsi dianggap
sebagai kelainan otak yang didefinisikan oleh salah satu dari kondisi berikut: 4,5
1) Setidaknya terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi (refleks) terjadilebih dari 24
jam
2) Sebuah bangkitan tanpa provokasi (refleks) muncul setelah dua bangkitan
tanpa provokasi yang terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu, dengan
risikomengalami bangkitan selanjutnya yang serupa mencapai 60%
3) Didiagnosis adanya sindrom epilepsi.
Epilepsi dianggap sembuh pada individu yang tidak lagi menderita bangkitan
selama 10 tahun terakhir, dengan 5 tahun terakhirnya tanpa pengobatan epilepsi.
(Fisher 2014). Pada bangkitan parsial sederhana penderita dapat menyadari saat
bangkitan mulai terjadi.Kontraksi otot yang dirasakan sangat nyeri serta penderita
tetap sadar selama bangkitan. (Nakasato 2016) Pada bangkitan parsial kompleks,
sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunter yang
terkoordinasi.Kejadian ini dikenal sebagai perilaku otomatis (automatic
behavior).Contoh dari perilaku tersebut yaitu menarik-narik baju, bertepuk
tangan, mengecap-ngecap bibir atau mengunyah berulang-ulang. Penderita dapat
mengalami perasaan seperti mimpi dan tetap sadar selama serangan namun
umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. Bangkitan parsial kompleks
merupakan gejala utama pada epilepsi lobus temporal.Bangkitan ini didahului
dengan atau tanpa aura dan dapat berlangsung beberapa menit.Sering terjadi
13

kebingungan pasca iktal dan penderita tidak dapat mengingat kejadian saat terjadi
bangkitan. 16

Epilepsi tipeabsence ditandai dengan hilangnya kesadaran dan terhentinya


gerakan secara singkat dan berlangsung beberapa detik. Epilpepsi tipe absence
merupakan epilepsi yang paling sering terjadi pada masa kanak-kanak. Biasanya
penderita tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, berkedip-kedip
dengan cepat, serta tidak berespon terhadap panggilan.16

Bangkitan tonik-klonik diawali hilangnya kesadaran dengan cepat.Penderita


kehilangan kemampuan berdiri.Penderita mengalami gerakan tonik kemudian
klonik disertai disfungsi otonom (inkontinensia urin, inkontinensia alvi).Pada fase
tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh dapat berubah.Fase tonik
berlangsung beberapa detik.Pada fase klonik kelompok-kelompok otot bergantian
berkontraksi secara berlawanan dan melemas sehingga terjadi gerakan
menyentak.Jumlah kontraksi berkurang secara bertahap namun kekuatannya tidak
berubah. Bangkitan tonik-klonik umum biasanya didahului bangkitan absencedan
mata penderita tetap terbuka. Bangkitan mioklonik biasanya terjadi saat bangun
tidur dan dapat bersifat unilateral atau bilateral.Bangkitan ini sering tidak
dianggap sebagai epilepsi.Tanda yang sering ditemukan yaitu terjatuhnya benda-
benda yang dipegang oleh penderita secara tidak sengaja.16,17
Dalam beberapa kasus epilepsi, sangat jarang akan berlanjut sebagai "status
epileptikus", yaitu bangkitan yang berlangsung selama lebih dari 30 menit atau
bangkitan berulang tanpa adanya kesadaran diantara bangkitan. (Satishchandra
2004)Data klinis menunjukkan bahwa kerusakan neuron permanen dapat terjadi
setelah 30 menit aktivitas bangkitan epilepsi, bahkan dengan tekanan darah,
pernapasan, dan suhu tubuh yang terkontrol. 4,5
Status epileptikus dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu generalized convulsive
status epilepticus (GCSE) dannonconvulsive status epilepticus (NCSE). GCSE
adalah kegawatdaruratan medis, biasanya ditandai kejang dengan aktivitas tonik
atau tonik-klonik. Status epileptikus nonkonvulsif (NCSE) secara klinis
digambarkan sebagai perubahan pada perilaku yang berkaitan dengan
14

bentukepilepsi yang berkepanjangan yang diamatimenggunakan


electroencephalogram (EEG).Perubahan status mental yang hampir tidak dapat
diamati hingga koma, serta tanda-tanda motorik halus seperti kedutan, kedipan
mata, deviasi mata, afasia persisten, atau gangguan somatosensori dapat
ditemukan pada status epileptikus nonkonvulsif.Pada pasien koma dengan etiologi
yang belum diketahui, dugaan NCSE dapat dipertimbangkan. 4,5

h. Diagnosis

Anamnesis

Mengenai bangkitan kejang yang timbul perlu diketahui mengenai pola

serangan, keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan, lama serangan,

frekuensi serangan, waktu serangan terjadi atau keadaan yang dapat

memprovokasi atau menimbulkan serangan. Perlu diusahakan agar diperoleh

gambaran lengakp mengenai pola serangan, agar dapat diketahui fokus serta

klasifikasinya. Ditanyakan apakah ada gejala prodromal, aura, keadaan selama

serangan (dimana atau bagaimana kejang mulai, bagaimana perjalanannya)

dan keadaan sesudah kejang (parase Todd, nyeri kepala, segera sadar,

mengacau, keadaan menurun).22

1. Ditanyakan pula lama (“duration”) masing-masing keadaan tersebut,

waktu serangan (pagi, siang, malam, waktu mau tidur, sedang tidur, mau

bangun, sedang bangun). Apakah ada rangsang tertentu yang dapat


15

menimbulkan (provokasi) serangan, misalnya melihat televisi, bernafas

dalam, lapar, letih, menstruasi, obat-obat tertentu dan sebagainya.22

2. Riwayat keluarga

Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang, penyakit

saraf dan penyakit lainnya. Hal ini misalnya perlu untuk mencari adanya

faktor hereditas. 21

3. Riwayat masa lalu (”past history”). Ditanyakan mengenai keadaan ibu

waktu hamil (riwayat kehamilan), misalnya penyakit yang dideritanya,

perdarahan pervaginam, obat yang dimakan. Secara teliti ditanyakan pula

mengenai riwayat kelahirang penderita, apakah lekuk kepala, letak

sungsang mudah atau sukar, apakah digunakan cunam atau vakum

ekstraksi atau seksio kaeser, apakah terdapat perdarahan anterpertum,

ketuban pecah dini, asfiksia. Penyakit apa saja yang pernah diderita

(trauma kapatis, radang selaput otak atau radang otak, ikterus, reaksi

terhadap imunisasi, kejang demam). Bagaimana perkembangan

(‘milestones’) kecakapan mental dan motorik.22


16

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gold standar pada penyakit epilepsy adalah EEG atau
ElektroEnsefaloGram.21,22
Elektroensefalogram (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang
informatif yang dapat memasukkan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola
EEG yang bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun di luar
serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku
lambat.21,22

Pola-pola EEG yang khas untuk epilepsi dengan berbagai etiologi ialah
sebagai berikut:23

A. Disritmia bilateral sinkron dengan pola klasik yang terdir dari kompleks
gelombang runcing –lambat, yang khas untuk grand mal.
B. Disritmia derajat 3 dengan gelombang tajam fokal yang mengarah kepada
epilepsi fokal, akibat lesi atrofik.
C. Disritmia derajat 1 atau 2 dengan gelombang delta fokal, yang mungkin
menunjuk kepada lesi neoplasmatik.
D. Pola kompleks gelombang runcing-lambat 3 spd, yang khas untuk petit
mal.
E. Pola hipsaritmia dengan gelombang tajam dan runcing yang menyeluruh.
F. Disritmia dengan munculnya gelombang runcing lambat yang tidak khas
dengan letupan yang terdiri dari dari gelombang-gelombang runcing, yang
mengarah ke miklania epileptik
17

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk
bangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan
pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan
utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang
timbul.22,23
Antikonvulsan Utama 22,23
1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari
18

Tipe Bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua


Bangkitan parsial Fenitoin, karbamasepin Acetazolamide,
(sederhana atau (terutama untuk CPS), clobazam, clonazepam,
kompleks) asam valproat ethosuximide, felbamate,
gabapentin, lamotrigine,
levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone
Karbamasepin, phenitoin,
asam valproat Idem diatas
Bangkitan umum
sekunder

Karbamazepin,
phenytoin, asam Acetazolamide,
Bangkitan umum tonik valproat, phenobarbital clobazam, clonazepam,
klonik ethosuximide, felbamate,
gabapentin, lamotrigine,
levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
pirimidone
Asam valproat,
ethosuximide ( tidak
Bangkitan lena tersedia di Indonesia) Acetazolamide,
clobazam, clonazepam,
lamotrigine,
Asam valproat phenobarbital, pirimidone

Bangkitan mioklonik
Clobazam, clonazepam,
ethosuximide,
lamotrigine,
phenobarbital,
pirimidone, piracetam
19

Penderita epilepsy umumnya cenderung untuk mengalami kejang secara


spontan tanpa factor provokasi yang kuat atau yang nyata. Tidak dapat diramalkan
kapan kejang akan timbul. 1 Timbulnya serangan kejang ini harus dicegah, karena
hal itu dapat menimbulkan cedera atau kecelakaan, di samping kejang itu sendiri
dapat mengakibatkan kerusakan pada otak.1 Untuk maksud ini, pada penderita
epilepsy diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Dosis serta macam
antikonvulsan yang digunakan bersifat individual, bergantung kepada hasil
pengobatan. Sebaiknya mulai dengan 1 macam antikonvulsan dengan dosis
rendah. Bila hasilnya kurang memuaskan dapat ditinggikan.21,22,23

Penatalaksanaan kejang untuk pertama kali kejang :21,22


20

Pronosis
Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, pada
70–80% kasus bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama.
Setelah bangkitan epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan
pasien dapat menghentikan OAE.22,23
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai
berikut:21,22,13
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya
pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
21

Daftar Pustaka

1. Bowen JM, Snead OC, Chandra K, Blackhouse G, Goeree R. Epilepsy care in


Ontario: an economic analysis of increasing access to epilepsy surgery.
Ontario [serial online] 2012 Jul [20 juni 2018]; 12(18):7,13. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3428718/pdf/ohtas-12-
41.pdf

2. Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, Cross JH, Elger CE, et al.
A practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia [serial online] 2014 Jan
[cited 20 juni 2018]; 55(4):1. Available from:
URL:http://www.ilae.org/Visitors/Centre/documents/Definition2014-
RFisher.pdf

3. Berkowitz A. Lecture notes patofisiologi klinik. Tangerang: Binarupa Aksara;


2013. Disease Info Search. Epilepsy [online]. [cited 20 juni 2018]; Available
from: URL:http://www.diseaseinfosearch.org/result/2593

4. Teran F, Harper-Kirksey K, Jagoda A, Huff JS, McMullan J. Clinical decision


making in seizures and status epilepticus. EB Medicine [serial online] 2015
Jan [cited20 juni 2018]; 17(1):1-10. Available from:
URL:http://www.ebmedicine.net/media_library/files/0115%20Seizures%20A
nd%20SE%20STORE.pdf

5. World Health Organization. Epilepsy. [Online]. 2017 Feb [cited 20 juni


2018];[5 screens]. Available from:
URL:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/

6. Englot DJ, Chang EF, Vecht CJ. Epilepsy and brain tumors. Handb Clin
Neurol [serial online] 2017 Jan [cited 20 juni 2018]; 134:267. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4803433/pdf/nihms-
767060.pdf

7. Pittau F, Mégevand P, Sheybani L, Abela E, Grouiller F, Spinelli L, et al.


Mapping epileptic activity: sources or network for the clinicians? Fneur [serial
online] 2014 Nov [cited 20 juni 2018]; 5(218):1,13. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4220689/pdf/fneur-05-
00218.pdf

8. Wagner RG, Bottomley C, Ngugi AK, Ibinda F, Gómez-Olivé FX, Kahn K, et


al. Incidence, remission and mortality ofconvulsive epilepsy in rural Northeast
South Africa. Plos One [serial online] 2015 Jun [cited 20 juni 2018];
22

10(6):1,2,4. Available from:


URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4459982/pdf/pone.0129
097.pdf

9. Setiaji A. Pengaruh pemberian penyuluhan epilepsi pada anak terhadap


peningkatan pengetahuan orang tua. [Online]. 2014 [cited 20 juni 2018]p.2.
Available from:
URL:http://eprints.undip.ac.id/44421/2/ADRIAN_SETIAJI_22010110130154
_Bab1KTI.pdf

10. Osborne A, Taylor L, Reuber M, Grunewald RA, Parkinson M, Dickson JM.


Pre-hospital care after a seizure: evidence base and United Kingdom
management guidelines. Elsevier [serial online] 2015 [cited 20 juni 2018];
Seizure 24:82-3. Available from: URL:http://ac.els-
cdn.com/S1059131114002428/1-s2.0-S1059131114002428-
main.pdf?_tid=780f3bae-4db2-11e7-91f3-00000a

11. Cui W, Zack MM, Kobau R, Helmers SL. Health behaviors among people
with epilepsy—results from the 2010 National Health Interview survey.
Epilepsy Behav [serial online] 2016 Mar 01 [cited 20 juni 2018]; 44:122.
Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4580240/pdf/nihms-
722089.pdf

12. Kariuki SM, Matuja W, Akpalu A, Kakooza-Mwesige A, Chabi M, Wagner


RG, et al. Clinical features, proximate causes, and consequences of active
convulsive epilepsy in Africa. Epilepsia [serial online] 2014 [cited 20 juni
2018]; 55(1):77-8,81-3. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4074306/pdf/epi0055-
0076.pdf

13. Rosenberg EC, Tsien EW, Walley BJ, Devinsky O. Cannabinoids and
epilepsy. Neurotherapeutics [serial online] 2015 Aug 18 [cited 20 juni 2018];
12:747. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4604191/pdf/13311_20
15_Article_375.pdf

14. Kobau R, Cui W, Kadima N, Zack MM, Sajatovic M, Kaiboriboon K, et al.


Tracking psychosocial health in adults with epilepsy—estimates from the
2010 National Health Interview survey. Epilepsy Behav [serial online cited 20
juni 2018]; 41:67. Available from:
23

URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4564055/pdf/nihms694
349.pdf

15. Englot DJ, Hinkley LB, Kort NS, Imber BS, Mizuiri D, Honma SM, et al.
Global and regional functional connectivity maps of neural oscillations in
focal epilepsy. Brain [serial online] 2015 May 16 [cited 20 juni 2018];
138:2250,2260. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4840946/pdf/awv130.p
df

16. Lombardo MC. Gangguan kejang. In: Price SA, editor. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit. 6th Ed. Vol 2. Jakarta: EGC; 2015. p. 1157-66.

17. Fountain NB, Ness PCV, Bennett A, Absher J, Patel AD, Sheth KN, et al.
Quality improvement in neurology epilepsy update quality measurement set.
AAN [serial online] 2015 Apr 07 [cited 20 juni 2018]; 84:1483-4. Available
from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4395888/pdf/NEUROL
OGY2014619486.pdf

18. Knight EMP, Schiltz NK, Bakaki PM, Koroukian SM, Lhatoo SD,
Kaiboriboon K. Increasing utilization of pediatric epilepsy surgery in the
United States between 1997 and 2009. Epilepsia [serial online] 2016 Mar 01
[cited 20 juni 2018]; 56(3):375. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4363272/pdf/nihms647
414.pdf

19. Baulac M, de Boer H, Elger C, Glynn M, Kalviainen R, Little A, et al.


Epilepsy priorities in Europe: a report of the ILAE-IBEepilepsy advocacy
Europe task force. Epilepsia [serial online] 2015 [cited 20 juni 2018];
56(11):1688-93. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5019256/pdf/EPI-56-
1687.pdf

20. Thibault DP, Mendizabal A, Abend NS, Davis KA, Crispo J, Willis AW.
Hospital care for mental health and substance abuse in children with epilepsy.
Epilepsy Behav [serial online] 2017 Apr [cited 20 juni 2018]; 57 (Pt
A):2,6,13. Available from:
URL:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5347535/pdf/nihms758
790.pdf

21. PERDOSSI, standar pelayanan medik epilepsi, perdossi 2016


24

22. IDAI. Buku ajar neurologi. Jakarta : IDAI; 2011


23. A.D.A.M.Medical Encylopedia. Epilepsy [online]. 2014,
AvailableSSSSfromhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH000
1714/

Anda mungkin juga menyukai