TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot jantung
melalui sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan epikardium jantung,
membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-
kecil. 4
Arteri koronaria adalah percabangan pertama sirkulasi sistemik. Arteri koronaria utama
terletak pada permukaan jantung dan arteri-arteri kecil menembus permukaan masuk dalam massa
otot jantung. Darah hampir seluruhnya melalui arteri-arteri ini sehingga jantung menerima
penyediaan darah nutritifnya. Hanya 75 sampai 100 mikrometer bagian dalam permukaan
endokardium yang dapat memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup berarti langsung dari
darah dalam ruang jantung, sehingga sumber nutrisi ini bersifat kecil sekali. Arteri koronaria kiri
terutama menyuplai bagian anterior dan lateral ventrikel kiri, sedangkan arteri koronaria kanan
menyuplai sebagian besar ventrikel kanan serta bagian posterior ventrikel kiri pada 80 sampai 90%
orang. 3
Gambar 2.1 Pembuluh coroner
Sebagian besar aliran darah vena dari ventrikel kiri meninggalkan sinus koronarius (yang
merupakan 75% dari aliran darah koroner total) dan sebagian besar darah vena dari ventrikel kanan
mengalir melalui vena kardiakus anterior kecil langsung melalui atrium kanan, tidak melalui sinus
koronarius. Sebagian kecil darah koroner mengalir kembali ke dalam jantung melalui vena thebesi
yang sangat kecil yang mengosongkan darahnya langsung ke semua ruang jantung. 3
Terdapat anastomosis antara cabang arteria yang sangat kecil dalam sirkulasi koronaria.
Walaupun saluran antar-koroner tidak berfungsi dalam sirkulasi normal, tetapi menjadi sangat
penting sebagai rute alternatif atau sirkulasi kolateral untuk mendukung miokardium melalui aliran
darah. Setelah terjadi oklusi mendadak, sirkulasi ini akan berfungsi dalam beberapa hari atau lebih
dari itu. Pada penyempitan pembuluh darah secara bertahap, akan terbentuk pembuluh darah
fungsional besar secara terus menerus di antara pembuluh darah yang mengalami penyumbatan
dan yang tidak. Pembuluh darah kolateral ini sering berperan penting dalam mempertahankan
Aliran darah normal koroner waktu istirahat pada manusia biasa rata-rata sekitar 225
ml/menit, yaitu kira-kira 0,7 sampai 0,8 ml/gram otot jantung atau 4 sampai 5 % curah jantung
total. Pada kerja fisik yang berat, jantung seorang dewasa muda akan meningkat curah jantungnya
4-7 kali lipat, dan memompa darah ini melawan tekanan arteri yang lebih tinggi daripada normal.
Akibatnya, hasil kerja jantung pada keadaan luar biasa dapat meningkat 6-8 kali lipat. Aliran darah
koroner meningkat 3-4 kali lipat guna menyediakan makanan tambahan yang diperlukan oleh
jantung. 3
Sistem kardiovaskuler banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonom. Sistem
saraf otonom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem parasimpatis dan simpatis dengan efek
Perangsangan saraf ke jantung dapat mempengaruhi aliran darah koroner baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung merupakan hasil dari kerja langsung bahan-
bahan transmiter saraf, asetil kolin dari nervus vagus dan norepinefrin dari saraf simpatis pada
pembuluh darah koroner itu sendiri. Pengaruh tidak langsung terjadi akibat perubahan sekunder
pada aliran darah koroner yang disebabkan oleh kenaikan atau penurunan aktivitas jantung. 3
Pengaruh tidak langsung memainkan peranan yang jauh lebih penting dalam pengaturan
pengaturan aliran darah lokal guna mendilatasikan pembuluh koroner, dan aliran darah meningkat
sebanding dengan kebutuhan metabolik otot jantung. Sebaliknya, perangsangan vagus, yang
melepaskan asetilkolin, akan memperlambat jantung dan memberi sedikit pengaruh penekanan
pada kontraktilitas jantung. Kedua pengaruh ini menurunkan konsumsi oksigen jantung dan secara
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard
gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial
infarction/STEMI). 1
UA APTS
Tanpa elevasi
segmen-ST
Sindrom NSTEMI
Koroner Akut
Elevasi
STEMI
segmen-ST
1. Trombosis koroner
Pada penelitian angiographi dan studi pasca-mati yang dilakukan pada pasien segera
setelah timbulnya keluhan menunjukkan lebih dari 85% didapatkan adalah oklusi thrombus
pada arteri penyebab. Trombus yang terbentuk merupakan campuran trombus putih dan
trombus merah.
2. Retakan plak
Trombosis koroner umumnya terjadi dihubungkan dengan retakan plak. Perubahan yang
tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard umumnya berhubungan
dengan retakan plak pada titik dimana tekanan shear stressnya tinggi dan seringkali
dihubungkan dengan plak aterosklerosis yang ringan. Plak yang mengalami robekan kemudian
1) Usia
3) Infark miokard pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55 tahun, pada ibu atau
3) Hipertensi
4) Merokok
5) Diabetes mellitus
6) Obesitas
7) Ketidakaktifan fisik
8) Hiperhomosisteinemia
1) Vaskulitis
2) Emboli koronaria
4) Trauma koronaria
berat.
2.4 Patofisiologi
a. Iskemia
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang
mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan serta menekan
menjadi metabolisme anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah
jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Selain itu, gerakan dinding segmen yang
mengalami iskemia akan menjadi abnormal. Hal itu akan menyebabkan perubahan hemodinamika.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan
darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Ini merupakan respon kompensasi simpatis
terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa
miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus. 4
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme
pastinya belum jelas, namun diduga reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun,
oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan
kontraksi miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-
kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang menggengam dan diletakkan di
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel
irreversible serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik
daerah tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan
Infark transmural mengenai seluruh dinding miokardium dan terjadi pada daerah distribusi suatu
arteri koroner. Sebaliknya pada infrak sub-endokadial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses
seperti lipid-filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang
Gambar (1) dan (2) merupakan inisiasi dan akumulasi lipid ekstraseluler ke intima.
Kemudian (3) berevolusi menjadi lapisan fibrofatty dan (4) lesi progresif yang melemahkan
fibrous cap. SKA terjadi ketika plak yang rentan atau berisiko tinggi pecah merusak fibrous cap
(5), kerusakan tersebut memicu terjadinya trombogenesis. Penyerapan trombus tersebut diikuti
oleh akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos (6). Mekanisme inilah yang
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi cedera vaskular, di mana cedera ini dicetuskan oleh
faktorfaktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark
terjadi jika plak aterosklerosis mengalami ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan
Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang paling
sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri
koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen
menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah
miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan
pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian
keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak seimbang sehingga
membahayakan miokardium. Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa,
dan lesi komplikata: 1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan
dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak pada daerah fokal tunika intima.
Makrofag tersebut akan memfagosit lemak dan berubah menjadi foam cell. Sebagian endapan
lemak berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi plak fibrosa. 2. Plak fibrosa (atau plak
ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba yang
mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan
permukaan opak dan mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi.
Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan
fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Sejalan dengan semakin
matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi luminal, remodeling
vaskular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang
menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut "ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena.
3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan akibat
kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark
miokardium.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner,
dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap
kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi
kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya. Meskipun penyempitan
lumen berlangsung progresif dan kemampuan pembuluh darah untuk berespons juga berkurang,
manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses aterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi
bermakna secara klinis yang mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya
menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Pada saat episode perfusi yang inadekuat,
kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi
mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi
total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan
berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur
sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air.
Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi
asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan
fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan
dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah
kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi
trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST
(STEMI).Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam
rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya
terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa
elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.Erosi dan
ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri
koroner.
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa
jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu
yang bersamaan.Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari
2.5 Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada
yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial
yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung
terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat. Kombinasi nyeri dada substernal >30
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat
apakah nyeri dada berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada berasal
dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain
hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress atau sakit koroner pada keluarga. 5
Khas :
Lama serangan:
Terus menerus, umumnya lebih dari 30 menit, sesuai dengan luasnya infark.
Penjalaran :
pemberian nitrogliserin.
Gejala penyerta :
Nyeri dada disertai mual, muntah, diaphoresis, dispneu, kelelahan atau palpitasi.
Untuk membedakan nyeri dada karena SKA dengan yang lain, perlu disingkirkan gejala
- Nafas cepat
- Nyeri seperti tertusuk pada bagian tengah dada dan semakin nyeri jika bernafas dalam.
Gejala perikarditis
- Nyeri tajam dan terbakar di bagian tengah dada, makin sakit dengan nafas dalam
- Disertai dengan batuk, demam, sesak nafas dan sakit ketika menelan sebelum nyeri dada
muncul.
Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular Society (CCS)
sebagai berikut:7
Klas I : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan lain-
lain tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan berat, berjalan cepat
Klas II : Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina pektoris dapat timbul bila
melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai SKA. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
kedatangan di IGD. Pada pasien UA dan NSTEMI, adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda
iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T nonspesifik seperti depresi segmen ST
kurang dari 0,5 mm dari garis isoelektrik dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm seperti pada
gambar 2.5, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada 4 % pasien
..
Pada pasien STEMI, pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan
keputusan terapi karena gambaran elevasi segmen ST lebih dari 2 mm dari garis isoelektrik seperti
gambar 2.6 mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat
kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantapan EKG 12 sandapan
secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada
pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi infark pada ventrikel
kanan. 7
Daerah miokardium yang mengalami infark tergantung pada arteri koronaria mana yang
tersumbat dan seberapa luas aliran darah kolateralnya. Hampir semua infark miokardim
mengenai ventrikel kiri karena ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling muskuler dan
bertugas melakukan sebagian besar pekerjaan sehingga sangat rentan terhadap gangguan pasokan
darah. Beberapa infark inferior juga mengenai sebagian ventrikel kanan. Perubahan EKG khas
pada infark hanya terjadi pada sadapan-sadapan yang memonitor atau dekat infark, seperti yang
Perubahan EKG yang khas infark dapat ditemukan pada sadapan II, III dan aVF
inferior.
2. Infark dinding lateral mengenai dinding lateral kiri jantung. Infark ini sering
disebabkan oleh penyumbatan arteri desendens anterior kiri. Salah satu dari
oleh penyumbatan arteri koronaria kanan. Tidak ada sadapan yang memonitor
Alat diagnostik terakhir adalah pelepasan dan peningkatan penanda biokimiawi serum pada
cedera sel jantung. Kedua penanda biokimia digunakan dalam penegakan diagnosis cedera
miokardium akut. Penanda tersebut adalah kreatinin kinase (creatinin kinase, CK) serta
isoenzimnya yaitu creatinin kinase MB (CK-MB), dan troponin yaitu cardiac-specific troponin T
Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot dan
memiliki tiga fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB dan CK-MB. CK-BB paling banyak terdapat
pada jaringan otak. CK-MM dijumpai dalam otot skelet dan paling terbanyak dalam sirkulasi. CK-
MB paling banyak terdapat pada miokardium dan merupakan penanda cedera otot yang paling
troponin ini merupakan protein regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang
mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang diperantarai kalsium. Tidak adanya troponin saat
dengan nitrat Q
NSTEMI Lebih berat dan lama (> 30 Depresi segmen ST, Meningkat
normal
normal
menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan
mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar
rumah sakit sampai di rumah sakit. Diagnosis SKA dalam keadaan dini merupakan kemampuan
yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis pasien. 1
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan sebelum sampai ke rumah sakit prinsipnya adalah
sebagai berikut : 2
Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan ambulan
dan fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan
oksigen nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi kepala
40 derajat dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan khusus. 1
Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena SKA berpacu dengan
waktu dan bila makin cepat tindakan dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan
fungsi jantung. 1
1. Segera berikan oksigen 4L/menit nasal kanul, pertahankan saturasi oksigen >90%
6. Pasang jalur IV
10. Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan evaluasi system pembekuan darah.
2.6.3.1 UA/NSTEMI
Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI/UA
yaitu: 7
1. Terapi antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan
Tablet nitrogliserin diberikan sublingual 0,4 mg sampai 3 kali dengan interval 3-5 menit
jika tidak terdapat kontraindikasi. Nitrogliserin adalah venodilator dan penggunaannya harus
c. Penggunaan obat penghambat phospodiesterase ( contoh: viagra) dalam waktu < 24 jam.
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Jika nyeri
dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat dengan dosis 1-5
2. Terapi Antitrombotik
Oklusi thrombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam patogenesis
NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin
bertanggungjawab atas perkembangan klot. Oleh karena itu, terapi antiplatelet dan anti trombin
3. Terapi Antiplatelet
a. Aspirin
Aspirin diberikan 160-325 mg dikunyah untuk pasien yang belum mendapat aspirin dan
tidak ada riwayat alergi dan tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan. Peran penting
aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari penelitian klinis sehingga
dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate)
pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Clopidogrel sama efektifnya dengan
Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan
lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko
perdarahan. Clopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini pertama pada UA/NSTEMI, kecuali
Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet dan cukup kuat terhadap semua tipe
stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas
menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak
pasien-pasien risiko tinggi terutama pasien dengan troponin positif yang menjalani angiografi,
4. Terapi Antikoagulan
Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman
(tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin
mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat
2.6.3.2 STEMI
Pada pasien nyeri dada, pemeriksaan EKG harus segera dilakukan dalam 10 menit pertama.
Jika didapatkan STEMI, keputusan apakah pasien akan diterapi dengan trombolisis atau Primary
PCI harus dibuat 10 menit berikutnya. Keberhasilan penanganan pada pasien STEMI adalah jika
dapat mencapai waktu door-to-drug yaitu 30 menit dan waktu door-to-ballon pada 90 menit. 5
berlanjut.
2. Menghilangkan rasa nyeri.
2) Pantau tanda vital: setiap ½ jam sampai stabil, kemudian tiap 4 jam atau sesuai dengan
kebutuhan, catat jika frekuensi jantung < 60 kali/mnt atau > 110 kali/mnt; tekanan darah <
90 mmHg atau > 150 mmHg; frekuensi nafas < 8 kali/mnt atau > 22 kali/mnt.
3) Aktifitas istirahat di tempat tidur dengan kursi commode di samping tempat tidur dan
4). Medikamentosa :
• Oksigen nasal mulai 2 l/mnt: dalam 2-3 jam pertama; dilanjutkan jika saturasi oksigen arteri
• Mengatasi rasa nyeri: Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap lima menit sampai
dosis total 20 mg, atau Petidin 25-50 mg intravena, atau Tramadol 25-50 mg intravena. Nitrat
trombosis koroner pada sebagian besar pasien, intervensi ditujukan untuk mengatasi
trombosis koroner segera setelah awitan infark miokardium akut untuk memulihkan
menjadi plasmin. Melalui degradasi fibrin oleh plasmin, terjadi lisis bekuan dan aliran
darah kembali mengalir ke arteri koronaria yang mengalami oklusi secara akut. Setelah
6). Antitrombotik :
• Heparin
7). Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau intravena.
9).Terapi tambahan: Penyekat beta; jika tidak ada kontraindikasi. Penghambat ACE terutama
pada: IMA luas atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard.
2.7 Komplikasi
komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain gagal jantung kongestif, syok
Klasifikasi Killip
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Infark Miokard Akut
2. Rhee JW, Sabatine MS, Lilly LS. Acute Coronary Sindrome. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2011.
3. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2012.
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. 2013.
2011.
8. Farissa, I.P. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST- Elevasi (STEMI) yang
Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Studi di RSUP Dr.Kariadi Semarang;
2012
9. Antman, Et al. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation
http://circ.ahajournals.org/content/110/5/588.full.pdf ; 2013
10. Hoekstra, Optimal Anti Platelet and anti thrombosic therapi in the Emergency Department
http://www.emcreg.org. ;2014