Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sirkulasi

Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot jantung

melalui sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan epikardium jantung,

membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-

kecil. 4

Arteri koronaria adalah percabangan pertama sirkulasi sistemik. Arteri koronaria utama

terletak pada permukaan jantung dan arteri-arteri kecil menembus permukaan masuk dalam massa

otot jantung. Darah hampir seluruhnya melalui arteri-arteri ini sehingga jantung menerima

penyediaan darah nutritifnya. Hanya 75 sampai 100 mikrometer bagian dalam permukaan

endokardium yang dapat memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup berarti langsung dari

darah dalam ruang jantung, sehingga sumber nutrisi ini bersifat kecil sekali. Arteri koronaria kiri

terutama menyuplai bagian anterior dan lateral ventrikel kiri, sedangkan arteri koronaria kanan

menyuplai sebagian besar ventrikel kanan serta bagian posterior ventrikel kiri pada 80 sampai 90%

orang. 3
Gambar 2.1 Pembuluh coroner

Sebagian besar aliran darah vena dari ventrikel kiri meninggalkan sinus koronarius (yang

merupakan 75% dari aliran darah koroner total) dan sebagian besar darah vena dari ventrikel kanan

mengalir melalui vena kardiakus anterior kecil langsung melalui atrium kanan, tidak melalui sinus

koronarius. Sebagian kecil darah koroner mengalir kembali ke dalam jantung melalui vena thebesi

yang sangat kecil yang mengosongkan darahnya langsung ke semua ruang jantung. 3

Terdapat anastomosis antara cabang arteria yang sangat kecil dalam sirkulasi koronaria.

Walaupun saluran antar-koroner tidak berfungsi dalam sirkulasi normal, tetapi menjadi sangat

penting sebagai rute alternatif atau sirkulasi kolateral untuk mendukung miokardium melalui aliran

darah. Setelah terjadi oklusi mendadak, sirkulasi ini akan berfungsi dalam beberapa hari atau lebih

dari itu. Pada penyempitan pembuluh darah secara bertahap, akan terbentuk pembuluh darah

fungsional besar secara terus menerus di antara pembuluh darah yang mengalami penyumbatan

dan yang tidak. Pembuluh darah kolateral ini sering berperan penting dalam mempertahankan

fungsi miokardium saat terdapat oklusi pembuluh darah. 4

Aliran darah normal koroner waktu istirahat pada manusia biasa rata-rata sekitar 225

ml/menit, yaitu kira-kira 0,7 sampai 0,8 ml/gram otot jantung atau 4 sampai 5 % curah jantung

total. Pada kerja fisik yang berat, jantung seorang dewasa muda akan meningkat curah jantungnya
4-7 kali lipat, dan memompa darah ini melawan tekanan arteri yang lebih tinggi daripada normal.

Akibatnya, hasil kerja jantung pada keadaan luar biasa dapat meningkat 6-8 kali lipat. Aliran darah

koroner meningkat 3-4 kali lipat guna menyediakan makanan tambahan yang diperlukan oleh

jantung. 3

Sistem kardiovaskuler banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonom. Sistem

saraf otonom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem parasimpatis dan simpatis dengan efek

yang saling berlawanan untuk mempengaruhi perubahan pada denyut jantung. 4

Perangsangan saraf ke jantung dapat mempengaruhi aliran darah koroner baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung merupakan hasil dari kerja langsung bahan-

bahan transmiter saraf, asetil kolin dari nervus vagus dan norepinefrin dari saraf simpatis pada

pembuluh darah koroner itu sendiri. Pengaruh tidak langsung terjadi akibat perubahan sekunder

pada aliran darah koroner yang disebabkan oleh kenaikan atau penurunan aktivitas jantung. 3

Pengaruh tidak langsung memainkan peranan yang jauh lebih penting dalam pengaturan

normal aliran darah koroner. Rangsangan simpatis, yang

melepaskan norepinefrin, meningkatkan frekuensi dan kontraksi jantung maupun derajat

metabolismenya. Selanjutnya, kenaikan aktivitas jantung akan mengaktifkan mekanisme

pengaturan aliran darah lokal guna mendilatasikan pembuluh koroner, dan aliran darah meningkat

sebanding dengan kebutuhan metabolik otot jantung. Sebaliknya, perangsangan vagus, yang

melepaskan asetilkolin, akan memperlambat jantung dan memberi sedikit pengaruh penekanan

pada kontraktilitas jantung. Kedua pengaruh ini menurunkan konsumsi oksigen jantung dan secara

tidak langsung menyebabkan konstriksi koroner. 3


2.2 Definisi Sindrom Koroner Akut

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk

menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris

tidak stabil (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa

elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard

gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial

infarction/STEMI). 1

UA APTS
Tanpa elevasi
segmen-ST
Sindrom NSTEMI
Koroner Akut
Elevasi
STEMI
segmen-ST

Bagan 2.1 Ruang Lingkup Sindrom Koroner Akut

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut

Penyebab terjadinya SKA secara teoritis dapat disebabkan oleh:2

1. Trombosis koroner

Pada penelitian angiographi dan studi pasca-mati yang dilakukan pada pasien segera

setelah timbulnya keluhan menunjukkan lebih dari 85% didapatkan adalah oklusi thrombus

pada arteri penyebab. Trombus yang terbentuk merupakan campuran trombus putih dan

trombus merah.
2. Retakan plak

Trombosis koroner umumnya terjadi dihubungkan dengan retakan plak. Perubahan yang

tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard umumnya berhubungan

dengan retakan plak pada titik dimana tekanan shear stressnya tinggi dan seringkali

dihubungkan dengan plak aterosklerosis yang ringan. Plak yang mengalami robekan kemudian

merangsang agregasi trombosit yang selanjutnya akan membentuk trombus.

Faktor risiko SKA adalah sebagai berikut:

1. Aterosklerosis dengan pembentukan sumbatan trombus.

a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi. 4

1) Usia

Laki-laki berusia ≥ 45 tahun perempuan berusia ≥ 55 tahun atau menopause prematur

tanpa terapi penggantian estrogen.

2) Riwayat penyakit arteri koroner pada keluarga.

3) Infark miokard pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55 tahun, pada ibu atau

saudara perempuan sebelum berusia 65 tahun.

b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi. 4,5

1) Hiperlipidemia (LDL-C) yaitu ≥ 160 mg/dl.

2) HDL-C rendah yaitu, 40 mg/dl

3) Hipertensi

4) Merokok

5) Diabetes mellitus
6) Obesitas

7) Ketidakaktifan fisik

8) Hiperhomosisteinemia

2. Faktor-faktor nonatherosklerosis. 4,5

1) Vaskulitis

2) Emboli koronaria

3) Anomali koronaria kongenital

4) Trauma koronaria

5) Faktor-faktor yang meningkatkan pemakaian oksigen, seperti kegiatan jasmani berat,

demam atau hipertiroidisme.

6) Faktor-faktor yang menurunkan pengantaran oksigen, seperti hipoksemia pada anemia

berat.

2.4 Patofisiologi
a. Iskemia

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang

mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat

sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan serta menekan

fungsi sel miokardium. 4

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolisme aerob

menjadi metabolisme anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun

sehingga pH sel menurun. 4


Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia dan asidosis, dengan cepat

mengganggu fungsi ventrikel kiri. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah

jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Selain itu, gerakan dinding segmen yang

mengalami iskemia akan menjadi abnormal. Hal itu akan menyebabkan perubahan hemodinamika.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan

darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Ini merupakan respon kompensasi simpatis

terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa

miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus. 4

Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme

pastinya belum jelas, namun diduga reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun,

oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan

kontraksi miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-

kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang menggengam dan diletakkan di

atas sternum melukiskan pola angina klasik.

Gambar 2.2 Pola Khas Nyeri yang Dijalarkan Angina Pektoris


b. Infark

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel

irreversible serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark akan

berhenti berkontraksi secara permanen. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik

daerah tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan

bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. 4

Secara morfologis, infark miokardium dapat berupa transmural atau sub-endokardial.

Infark transmural mengenai seluruh dinding miokardium dan terjadi pada daerah distribusi suatu

arteri koroner. Sebaliknya pada infrak sub-endokadial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam

dinding ventrikel dan umumnya berbercak-bercak.

Gambar 2.3 Infark Subendokardial dan Transmural

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses

aterotrombosis. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis


merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan

seperti lipid-filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang

mengandung sel otot polos dan kolagen.

Gambar 2.4 Perjalanan penyakit SKA

Gambar (1) dan (2) merupakan inisiasi dan akumulasi lipid ekstraseluler ke intima.

Kemudian (3) berevolusi menjadi lapisan fibrofatty dan (4) lesi progresif yang melemahkan

fibrous cap. SKA terjadi ketika plak yang rentan atau berisiko tinggi pecah merusak fibrous cap

(5), kerusakan tersebut memicu terjadinya trombogenesis. Penyerapan trombus tersebut diikuti

oleh akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos (6). Mekanisme inilah yang

mengakibatkan terjadinya iskemia dan perasaan tidak nyaman pada dada.

Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu

STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi cedera vaskular, di mana cedera ini dicetuskan oleh

faktorfaktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark

terjadi jika plak aterosklerosis mengalami ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik

memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan

oklusi arteri koroner.

Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya

menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap trombolitik. Aterosklerosis

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang paling

sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri

koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen

menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah

miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan

pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian

keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak seimbang sehingga

membahayakan miokardium. Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa,

dan lesi komplikata: 1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan

dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak pada daerah fokal tunika intima.

Makrofag tersebut akan memfagosit lemak dan berubah menjadi foam cell. Sebagian endapan

lemak berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi plak fibrosa. 2. Plak fibrosa (atau plak

ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba yang

mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan

permukaan opak dan mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi.

Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang ditutupi oleh jaringan
fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Sejalan dengan semakin

matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi luminal, remodeling

vaskular, dan stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang

menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut "ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena.

3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan akibat

kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark

miokardium.

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian

tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner,

dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap

kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi

kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya. Meskipun penyempitan

lumen berlangsung progresif dan kemampuan pembuluh darah untuk berespons juga berkurang,

manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses aterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi

bermakna secara klinis yang mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya

menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Pada saat episode perfusi yang inadekuat,

kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi

mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung

menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi

total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan

berelaksasi.

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur

sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air.
Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi

asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan

fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan

dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah

kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang

ireversibel berakhir pada infark miokard. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi

trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST

(STEMI).Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam

rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya

terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa

elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.Erosi dan

ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.Pada Non

STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri

koroner.

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark

miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa

jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu

yang bersamaan.Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari

bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.

2.5 Diagnosis

Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada

yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial

yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung
terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat. Kombinasi nyeri dada substernal >30

menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.

2.5.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat

apakah nyeri dada berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada berasal

dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu

dianamnesis pula apakah ada infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain

hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress atau sakit koroner pada keluarga. 5

Nyeri dada yang sering dikeluhkan oleh pasien adalah:5

 Khas :

Dideskripsikan sebagai sensasi penekanan pada bagian substernal yang digambarkan

juga sebagai sensasi diperas, terbakar atau sensasi tertusuk-tusuk.

 Lama serangan:

Terus menerus, umumnya lebih dari 30 menit, sesuai dengan luasnya infark.

 Penjalaran :

Penjalaran nyeri ke bahu atau leher sebelah kiri

 Faktor yang memperberat dan mengurangi:


Rasa sakit bertambah dengan aktivitas dan berkurang pada saat istirahat dan

pemberian nitrogliserin.

 Gejala penyerta :

Nyeri dada disertai mual, muntah, diaphoresis, dispneu, kelelahan atau palpitasi.

Untuk membedakan nyeri dada karena SKA dengan yang lain, perlu disingkirkan gejala

khas penyakit lain, yaitu:5

 Gejala emboli pulmonal

- Sesak nafas yang datang mendadak

- Nafas cepat

- Nyeri seperti tertusuk pada bagian tengah dada dan semakin nyeri jika bernafas dalam.

 Gejala perikarditis

- Nyeri tajam dan terbakar di bagian tengah dada, makin sakit dengan nafas dalam

- Disertai dengan batuk, demam, sesak nafas dan sakit ketika menelan sebelum nyeri dada

muncul.
Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular Society (CCS)

sebagai berikut:7

 Klas I : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan lain-

lain tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan berat, berjalan cepat

serta terburu-buru berpergian.

 Klas II : Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina pektoris dapat timbul bila

melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih

dari satu lantai.

 Klas III : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas.

 Klas IV : Angina pektoris bisa timbul waktu istirahat sekalipun.

2.5.2 Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau

keluhan yang dicurigai SKA. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak

kedatangan di IGD. Pada pasien UA dan NSTEMI, adanya depresi segmen ST yang baru

menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda

iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T nonspesifik seperti depresi segmen ST

kurang dari 0,5 mm dari garis isoelektrik dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm seperti pada

gambar 2.5, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada 4 % pasien

UA dan 1-6% pasien NSTEMI memiliki gambaran EKG normal. 7


Gambar 2.5 Depresi segmen-ST

..

Pada pasien STEMI, pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan

keputusan terapi karena gambaran elevasi segmen ST lebih dari 2 mm dari garis isoelektrik seperti

gambar 2.6 mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika

pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat

kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantapan EKG 12 sandapan

secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada

pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi infark pada ventrikel

kanan. 7

Gambar 2.6 Elevasi segmen-ST


Gambar 2.7 Gambaran EKG pasien SKA

Gambar 2.8 EKG pasien STEMI

Daerah miokardium yang mengalami infark tergantung pada arteri koronaria mana yang

tersumbat dan seberapa luas aliran darah kolateralnya. Hampir semua infark miokardim

mengenai ventrikel kiri karena ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling muskuler dan

bertugas melakukan sebagian besar pekerjaan sehingga sangat rentan terhadap gangguan pasokan
darah. Beberapa infark inferior juga mengenai sebagian ventrikel kanan. Perubahan EKG khas

pada infark hanya terjadi pada sadapan-sadapan yang memonitor atau dekat infark, seperti yang

dapat dilihat sebagai berikut:4,8

 1. Infark inferior mengenai permukaan diafragma jantung. Infark ini sering

disebabkan oleh oklusi arteri koronaria kanan atau cabang desendensnya.

Perubahan EKG yang khas infark dapat ditemukan pada sadapan II, III dan aVF

inferior.

 2. Infark dinding lateral mengenai dinding lateral kiri jantung. Infark ini sering

disebabkan oleh oklusi arteri sirkumfleksa kiri. Perubahan-perubahan akan terjadi

pada sadapan I, aVL, V5, dan V6 kiri.

 3. Infark anterior mengenai permukaan anterior ventrikel kiri dan biasanya

disebabkan oleh penyumbatan arteri desendens anterior kiri. Salah satu dari

sadapan prekordial (V1 sampai dengan V6) dapat menunjukkan perubahan.

 4. Infark posterior mengenai permukaan posterior jantung dan biasanya disebabkan

oleh penyumbatan arteri koronaria kanan. Tidak ada sadapan yang memonitor

dinding posterior. Karenanya diagnosis harus dibuat dengan mencari perubahan-

perubahan resiprokal pada sadapan-sadapan anterior, terutama V1.

Gambar 2.9 Aksis EKG


2.5.3 Peningkatan biomarker kimiawi

Alat diagnostik terakhir adalah pelepasan dan peningkatan penanda biokimiawi serum pada

cedera sel jantung. Kedua penanda biokimia digunakan dalam penegakan diagnosis cedera

miokardium akut. Penanda tersebut adalah kreatinin kinase (creatinin kinase, CK) serta

isoenzimnya yaitu creatinin kinase MB (CK-MB), dan troponin yaitu cardiac-specific troponin T

(cTnT) dan cardiac-spesific troponin I (cTnI). 4

Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot dan

memiliki tiga fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB dan CK-MB. CK-BB paling banyak terdapat

pada jaringan otak. CK-MM dijumpai dalam otot skelet dan paling terbanyak dalam sirkulasi. CK-

MB paling banyak terdapat pada miokardium dan merupakan penanda cedera otot yang paling

spesifik seperti pada infark miokardium. 4

Troponin jantung-spesifik juga merupakan petunjuk adanya cedera miokardium. Troponin-

troponin ini merupakan protein regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang

diperantarai kalsium. Tidak adanya troponin saat peningkatan CK cenderung menyingkirkan

adanya cedera miokardium. Troponin-troponin ini merupakan protein regulator yang

mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang diperantarai kalsium. Tidak adanya troponin saat

peningkatan CK cenderung menyingkirkan adanya infark miokardium.


Jenis Nyeri dada EKG Enzim Jantung

Angina Angina pada waktu Depresi segmen T, Tidak meningkat

Pektoris istirahat/aktivitas ringan (CCS Inversi gelombang T,

Tidak Stabil III-IV). Cresendo angina. Hilang Tidak ada gelombang

dengan nitrat Q

NSTEMI Lebih berat dan lama (> 30 Depresi segmen ST, Meningkat

menit). Tidak hilang dengan Inversi gelombang T minimal 2 kali

nitrat, perlu opium nilai batas atas

normal

STEMI Lebih berat dan lama (> 30 Elevasi segmen T, Meningkat

menit) tidak hilang dengan nitrat, Gelombang Q, Inversi minimal 2 kali

perlu opium gelombang T nilai batas atas

normal

Tabel 2.1 Diagnosis Sindrom Koroner Akut

2.6 Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut

2.6.1 Penatalaksanaan Pra Rumah Sakit

Tujuan penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner untuk

menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan

mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar
rumah sakit sampai di rumah sakit. Diagnosis SKA dalam keadaan dini merupakan kemampuan

yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis pasien. 1

Penatalaksanaan yang bisa dilakukan sebelum sampai ke rumah sakit prinsipnya adalah

sebagai berikut : 2

 Nilai dan berikan bantuan ABC

 Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, klopidogrel dan morfin jika diperlukan

 Pemeriksaan EKG 12-sadapan dan interpretasi

 Melakukan ceklis terapi fibrinolitik

 Menyiapkan pemberitahuan sebelum sampai ke IGD.

Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan ambulan

dan fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan

oksigen nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi kepala

40 derajat dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan khusus. 1

2.6.2 Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena SKA berpacu dengan

waktu dan bila makin cepat tindakan dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah

mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan

fungsi jantung. 1

Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut : 2

1. Segera berikan oksigen 4L/menit nasal kanul, pertahankan saturasi oksigen >90%

2. Berikan aspirin 160-325 mg


3. Nitrogliserin sublingual atau semprot atau IV

4. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang

5. Monitoring tanda vital dan evaluasi saturasi oksigen

6. Pasang jalur IV

7. Kaji EKG 12-sadapan

8. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik

9. Lakukan ceklis terapi fibrinolisis, perhatikan kontraindikasi.

10. Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan evaluasi system pembekuan darah.

11. Foto toraks

2.6.3 Penatalaksanaan lanjutan di Rumah Sakit

2.6.3.1 UA/NSTEMI

Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI/UA

yaitu: 7

1. Terapi antiiskemia

Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan

terapi awal mencakup nitrogliserin (NTG) dan penyekat beta. 2

Tablet nitrogliserin diberikan sublingual 0,4 mg sampai 3 kali dengan interval 3-5 menit

jika tidak terdapat kontraindikasi. Nitrogliserin adalah venodilator dan penggunaannya harus

berhati-hati pada keadaan di bawah ini: 2,6

a. Infark inferior atau infark ventrikel kanan


b. Hipotensi dibawah 90 mmHg atau tekanan darah turun lebih dari 30 mmHg, bradikardi (<

40x per menit), atau takikardi (> 140x per menit).

c. Penggunaan obat penghambat phospodiesterase ( contoh: viagra) dalam waktu < 24 jam.

Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Jika nyeri

dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat dengan dosis 1-5

mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20 mg. 7

2. Terapi Antitrombotik

Oklusi thrombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam patogenesis

NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin

bertanggungjawab atas perkembangan klot. Oleh karena itu, terapi antiplatelet dan anti trombin

menjadi komponen kunci dalam perawatan. 7

3. Terapi Antiplatelet

a. Aspirin

Aspirin diberikan 160-325 mg dikunyah untuk pasien yang belum mendapat aspirin dan

tidak ada riwayat alergi dan tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan. Peran penting

aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari penelitian klinis sehingga

aspirin menjadi tulang punggung dalam penatalaksanaan UA/NSTEMI. 2,7

b. Clopidogrel dan ticlopidin

Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan,

dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate)

pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Clopidogrel sama efektifnya dengan
Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan

lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko

perdarahan. Clopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini pertama pada UA/NSTEMI, kecuali

mereka dengan risiko tinggi perdarahan. 10

c. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I)

Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet dan cukup kuat terhadap semua tipe

stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas

menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak

menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Guideline ACC/AHA menetapkan

pasien-pasien risiko tinggi terutama pasien dengan troponin positif yang menjalani angiografi,

mungkin sebaiknya mendapat antagonis GP IIb/IIIa. 7,10

4. Terapi Antikoagulan

a. Unfractionated Heparin (UFH)

Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman

(tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin

mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat

merangsang aktivasi platelet. 10

b. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH)

Diberikan pada UA/NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan

dibanding dengan UFH. 10


Bagan 2.2 Algoritma penatalaksanaan UA/NSTEMI

2.6.3.2 STEMI
Pada pasien nyeri dada, pemeriksaan EKG harus segera dilakukan dalam 10 menit pertama.

Jika didapatkan STEMI, keputusan apakah pasien akan diterapi dengan trombolisis atau Primary

PCI harus dibuat 10 menit berikutnya. Keberhasilan penanganan pada pasien STEMI adalah jika

dapat mencapai waktu door-to-drug yaitu 30 menit dan waktu door-to-ballon pada 90 menit. 5

Prinsip penatalaksanaan adalah : 5

1. Menyeimbangkan antara suplai oksigen dengan pemakaian untuk mencegah iskemia

berlanjut.
2. Menghilangkan rasa nyeri.

3. Mencegah dan menangani komplikasi.

Penatalaksanaan pada pasien STEMI adalah sebagai berikut: 1

1) Pasang infus intravena: dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.

2) Pantau tanda vital: setiap ½ jam sampai stabil, kemudian tiap 4 jam atau sesuai dengan

kebutuhan, catat jika frekuensi jantung < 60 kali/mnt atau > 110 kali/mnt; tekanan darah <

90 mmHg atau > 150 mmHg; frekuensi nafas < 8 kali/mnt atau > 22 kali/mnt.

3) Aktifitas istirahat di tempat tidur dengan kursi commode di samping tempat tidur dan

mobilisasi sesuai toleransi setelah 12 jam.

4). Medikamentosa :

• Oksigen nasal mulai 2 l/mnt: dalam 2-3 jam pertama; dilanjutkan jika saturasi oksigen arteri

rendah (< 90%)

• Mengatasi rasa nyeri: Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap lima menit sampai

dosis total 20 mg, atau Petidin 25-50 mg intravena, atau Tramadol 25-50 mg intravena. Nitrat

sublingual, intravena jika nyeri berulang dan berkepanjangan.

5). Terapi reperfusi (trombolitik) streptokinase atau tPa

Berdasarkan pada asumsi bahwa infark miokardium akut disebabkan oleh

trombosis koroner pada sebagian besar pasien, intervensi ditujukan untuk mengatasi

trombosis koroner segera setelah awitan infark miokardium akut untuk memulihkan

miokardium (menurunkan ukuran akhir infark). Reperfusi dilakukan dengan sekelompok

obat yang disebut fibrinolitik. Obat-obatan ini mencakup streptokinase, urokinase,


aktivator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator, TPA), dan rekombinan

reteplase. Dengan berbagai mekanisme, obat-obat ini memicu konversi plasminogen

menjadi plasmin. Melalui degradasi fibrin oleh plasmin, terjadi lisis bekuan dan aliran

darah kembali mengalir ke arteri koronaria yang mengalami oklusi secara akut. Setelah

terapi fibrinolitik, biasanya diberikan antikoagulasi dengan heparin dan terapi

antitrombotik untuk mencegah terjadinya trombosis.

6). Antitrombotik :

• Aspirin (160-325 mg hisap atau telan)

• Heparin

7). Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau intravena.

8). Obat pelunak tinja: laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml.

9).Terapi tambahan: Penyekat beta; jika tidak ada kontraindikasi. Penghambat ACE terutama

pada: IMA luas atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard.

2.7 Komplikasi

Jika tidak mendapat penatalaksanaan segera, SKA bisa mengakibatkan berbagai

komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain gagal jantung kongestif, syok

kardiogenik, disritmia dan perikarditis.


2.8 Prognosis Sindrom Koroner Akut

Klasifikasi Killip

Klasifikasi ini dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana; S3 gallop,

kongesti paru dan syok kardiogenik. 7

Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan/atau ronkhi basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok Kardiogenik 60-80

Tabel 2. Klasifikasi Killip


Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Infark Miokard Akut

dengan Elevasi ST. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

2. Rhee JW, Sabatine MS, Lilly LS. Acute Coronary Sindrome. Philadelphia: Wolters Kluwer;

2011.

3. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2012.

4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. 2013.

5. Indonesia PDSK. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 2015;3.

6. Kabo P. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler Secara Rasional. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI; 2010

7. T. R. Harrison, W. R. Resnick, M. M. Wintrobe, et al : Harrison principlein internal medicine;

2011.

8. Farissa, I.P. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST- Elevasi (STEMI) yang

Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi. Studi di RSUP Dr.Kariadi Semarang;

2012

9. Antman, Et al. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation

Myocardial Infarction Executive Summary Diakses dari

http://circ.ahajournals.org/content/110/5/588.full.pdf ; 2013

10. Hoekstra, Optimal Anti Platelet and anti thrombosic therapi in the Emergency Department

Advancing Standard of Care : Cardiovascular and Neurovascular Emergencies. Diakses dari

http://www.emcreg.org. ;2014

Anda mungkin juga menyukai