PRAKTIKUM LIMBAH
KOAGULASI
Disusun oleh :
KOTA MALANG
2018
LAPORAN
PRAKTIKUM LIMBAH
a) Mampu menentukan jenis koagulan yang sesuai dengan air limbah yang digunakan
b) Mampu menentukan konsentrasi koagulan yang dibutuhkan untuk menjernihkan air
limbah
c) Mampu menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses koagulasi
3. Dasar Teori:
Koagulasi (Fernandes, 2014) didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid
padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus dengan suatu koagulan, sehingga akan
terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Proses pengikatan partikel koloid dengan
cara pengadukan cepat (flash mixing), yang merupakan bagian integral dari proses koagulasi.
Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat atau menyeragamkan penyebaran zat
kimia melalui air.
Pengadukan cepat akan membuat partikel-partikel padat dalam air saling berbenturan dan
bertemu sehingga terbentuk flok-flok yang halus. Koagulan yang umum dipakai adalah :
aluminium sulfat (tawas), ferri sulfat, ferro sulfat, PAC, dan CaCO3
Ion-ion positif tersebut lalu menyelubungi partikel-partikel koloid dan membentuk lapisan
rapat bermuatan didekat permukaannya. Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut
dengan lapisan kokoh. Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut
menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan
gaya tolak-menolak antar partikel.
Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan kedalam koloid target
koagulasi, maka kation tersebut akan masuk ke dalam lapisan difusi karena tertarik oleh
muatan negatif yang ada dalam permukaan partikel koloid.
Hal ini menyebabkan konsentrasi ion-ion dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya
ketebalan lapisan difusi akan berkurang.
Flokulasi (Fernandes, 2014) merupakan proses pembentukan flok yang pada dasarnya
menggunakan pengelompokkan aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan
proses pengadukkan lambat atau slow mixing).
Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran
besar. Partikel yang ukurannya besar akan lebih mudah diendapkan dari pada yang kecil.
4. Data Pengamatan
Jenis koagulan Kecepatan Konsentrasi Turbidity (NTU) Massa endapan
lambat (RPM) koagulan (ppm) (gram)
0 29,2 0,34
5. Pembahasan
(Arya Nugra B)
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui jenis koagulan, konsentrasi
koagulan serta faktor –faktor yang mempengaruhi proses koagulasi. Jenis koagulan yang
digunakan oleh kelompok kami adalah tawas dan campuran antara tawas,PAC,dan CaCO3.
Konsentrasi koagulan yang ditambahkan kedalam limbah cair adalah 10,20,30,40 mL per 1L
limbah cair.
Sebelum dilakukan penambahan koagulan, limbah cair tersebut diukur turbidity
(kekeruhan) nya, apabila limbah cair tersebut tidak dapat terbaca oleh turbiditimeter, maka
dilakukanlah pengenceran sebanyak 2-3 kali agar dapat terbaca oleh turbiditimeter. Setelah
itu diukur pH-nya dengan kertas PH universal.
Pada percobaan 1 menggunakan koagulan tawas (Al2. (SO4)3) dengan ditambahkan
konsentrasi koagulan sebesar 10-40 mL per 1L. Alasan penggunaan tawas karena selain
memiliki biaya yang murah, tawas akan bekerja paling efektif dengan kondisi pH antara 5,8-
7,4.. Artinya bahwa tawas akan bekerja ketika limbah cair pada kondisi pekat yang
diencerkan sebanyak 2 kali pengenceran. Dan selain itu karena didalam tawas terdapat unsur
yang dapat menangkap zat pengotor yaitu Al,sehingga tawas dapat dijadikan sebagai
koagulan. Dikarenakan penggunaan dosis dari tawas yang digunakan dan waktu tunggu yang
digunakan kecil(kisaran 5 menit) sehingga data yang diperoleh menunjukkan kurang
efektifnya penggunaan koagulan tawas terhadap limbah cair tersebut.
Pada percobaan kedua menggunakan perpaduan koagulan tawas,PAC ,dan CaCO3
dengan ditambahkan konsentrasi koagulan tersebut sebanyak 10-40 mL per 1 L limbah cair.
Alasan penggunaan perpaduan koagulan tersebut adalah karena didalam PAC juga terdapat
Al,sedangakan didalam tawas juga terdapat Al. Dan kelompok kami berasumsi bahwa jika
jumlah Al banyak,maka tingkat kekeruhan yang dihasilkan akan jauh berkurang bila
dibandingkan dengn percobaan 1. Dan selain itu maksud penambahan CaCO3 kedalam
campuran PAC dan tawas adalah karena Ca sendiri memiliki sifat sama sepertiAl yaitu
mampu menangkap zat pengotor. Dibutuhkan waktu tunggu selama 1 minggu untuk melihat
adanya perubahan pada limbah cair tersebut. Setelah 1 minggu didapatkan data sesuai data
pengamatan.
Menurut kelompok kami,dapat disimpulkan bahwa limbah cair yang kami gunakan
ternyata lebih efektif menggunakan koagulan perpaduan antara tawas, PAC,dan CaCO3.
Karena unsur penangkap zat pengotor yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan
menggunakan 1 jenis koagulan saja . unsur peangkap yang dimaksud adalah banyak unsur
yang memiliki muatan (+). Tetapi efek dari penggunaan koagulan campuran adalah
dihasilkan massa endapan yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan penggunaan 1
jenis koagulan. Dan waktu tunggu yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap proses
ini. Apabila waktu tunggu lama, maka tingkat kekeruhan yang dihasilkan akan berkurang.
Nama Irvan aditya prabowo
Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui jenis koagulan, konsentrasi
koagulan serta faktor –faktor yang mempengaruhi proses koagulasi. Jenis koagulan yang
digunakan oleh kelompok kami adalah tawas dan campuran antara tawas,PAC,dan CaCO3.
Konsentrasi koagulan yang ditambahkan kedalam limbah cair adalah 10,20,30,40 mL per 1L
limbah cair.
Sebelum dilakukan penambahan koagulan, limbah cair tersebut diukur turbidity
(kekeruhan) nya, apabila limbah cair tersebut tidak dapat terbaca oleh turbiditimeter, maka
dilakukanlah pengenceran sebanyak 2-3 kali agar dapat terbaca oleh turbiditimeter. Setelah
itu diukur pH-nya dengan kertas PH universal.
Pada percobaan 1 menggunakan koagulan tawas (Al2. (SO4)3) dengan ditambahkan
konsentrasi koagulan sebesar 10-40 mL per 1L. Alasan penggunaan tawas karena selain
memiliki biaya yang murah, tawas akan bekerja paling efektif dengan kondisi pH antara 5,8-
7,4.. Artinya bahwa tawas akan bekerja ketika limbah cair pada kondisi pekat yang
diencerkan sebanyak 2 kali pengenceran. Sehingga tawas dapat dijadikan sebagai koagulan.
Dikarenakan penggunaan dosis dari tawas yang digunakan dan waktu tunggu yang digunakan
kecil(kisaran 5 menit) sehingga data yang diperoleh menunjukkan kurang efektifnya
penggunaan koagulan tawas terhadap limbah cair tersebut.
Pada percobaan kedua menggunakan perpaduan koagulan tawas,PAC ,dan CaCO3
dengan ditambahkan konsentrasi koagulan tersebut sebanyak 10-40 mL per 1 L limbah cair.
Alasan penggunaan perpaduan koagulan tersebut adalah karena didalam PAC juga terdapat
Al,sedangakan didalam tawas juga terdapat Al. Dan kelompok kami berasumsi bahwa jika
jumlah Al banyak,maka tingkat kekeruhan yang dihasilkan akan jauh berkurang bila
dibandingkan dengn percobaan 1. Dan selain itu maksud penambahan CaCO3 kedalam
campuran PAC dan tawas adalah karena Ca sendiri memiliki sifat sama sepertiAl yaitu
mampu menangkap zat pengotor. Dibutuhkan waktu tunggu selama 1 minggu untuk melihat
adanya perubahan pada limbah cair tersebut. Setelah 1 minggu didapatkan data sesuai data
pengamatan.
Menurut kelompok kami,dapat disimpulkan bahwa limbah cair yang kami gunakan
ternyata lebih efektif menggunakan koagulan perpaduan antara tawas dan PAC,. Karena
unsur penangkap zat pengotor yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan
menggunakan 1 jenis koagulan saja . unsur peangkap yang dimaksud adalah banyak unsur
yang memiliki muatan (+). Tetapi efek dari penggunaan koagulan campuran adalah
dihasilkan massa endapan yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan penggunaan 1
jenis koagulan. Dan waktu tunggu yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap proses
ini. Apabila waktu tunggu lama, maka tingkat kekeruhan yang dihasilkan akan bertambah.
Pada praktikum kali ini untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil sehingga siap
untuk membentuk flok. Dalam praktikum ini jenis koagulan yang digunakan menggunakan
tawas dan campuran antara (PAC, tawas, CaCO3). Awalnya air limbah di ukur turbidity nya
terlebih dahulu, jika tidak muncul angkanya maka harus di lakukan pengenceran. Kelompok
kami melakukan pengenceran sebanyak 2-3 kali agar bisa terbaca di turbiditynya, Kemudian
diukur ph nya menggunakan kertas Ph.
Pada percobaan pertama, menggunakan koagulan tawas dengan konsentrasi 10 – 40
ml di masing masing wadahnya. Kegunaan tawas sebagai koagulan karena tawas
mengandung Al yang lebih efektif digunakan dan lebih efisien dalam mengikat zat
pengotor , tawas berbentuk Kristal atau bubuk putih. Keuntungannya relative murah. Pada
percobaan pertama kelompok kami tidak menghasilkan flokulasi dikarenakan kurang lama
waktu untuk mengendapkan.
Pada percobaan kedua, menggunakan koagulan PAC, Tawas, CaCO3 ditambahkan
konsentrasi 10-40 ml di masing masing wadahnya. kelompok kami menggunakan campuran
sebagai koagulanya karena pada masing koagulan memiliki kandungan Al yang dapat
mengikat zat pengotor lebih efektif. Pada percobaan kedua hasil flokulasi yang di dapatkan
lebih banyak dari pada percobaan pertama karena waktu untuk mengendepkan lebih lama.
Dari hasil percobaan tidak terdapat endapan, hal ini dimungkinkan karena
limbah ajinomoto ini termasuk limbah organik yang banyak mengandung protein.
Sehingga kurang sesuai jika diolah dengan metode koagulasi. Hal ini dibuktikan dari
penurunan turbiditynya yang sangat kecil.
Pada percobaan yang pertama pH akhir dari sample setelah dilakukan proses
koagulasi ternyata sama seperti pH awalnya yaitu 6. pH yang terukur masih sama
seperti pH awalnya artinya tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap pHnya.
Pada percobaan yang kedua pH awal dan pH akhirnya sama yaitu 6. Pada Beaker
glass kedua (konsentrasi 10) turbiditynya adalah 28,3 NTU (tawas 30rpm), 8,62 NTU
(Campuran/60rpm). Untuk penggunaan koagulan sebanyak 1 ml ini, penurunan
turbidity yang paling besar adalah penggunaan koagulan campuran.
6. Kesimpulan