Anda di halaman 1dari 7

LO

Eritropoiesis
Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan balik. Ia dihambat
oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Ia juga dirangsang oleh
hipoksia dan peningkan aklimatisasi ke tempat tinggi. Eritropoiesis dikendalikan oleh suatu
hormon glikoprotein bersirkulasi yang dinamai eritropoietin yang terutama disekresikan oleh
ginjal. Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit baru tiap hari melalui proses eritropoiesis
yang kompleks dan teratur dengan baik.
Eritropoiesis berjalan dari sel induk menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama
kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru
tua, dengan inti ditengah dan nucleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas
menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui sejumlah
pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung sejunlah hemoglobin yang makin banyak (yang
berwarna merah muda) dalam sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan
hilangnya RNA dan apparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi makin
padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut didalam sumsum tulang dan menghasilkan
stadium retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis
hemoglobin. Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam
sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur, terutama
berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya.
Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya, adalah cakram bikonkaf tak berinti. Satu
pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas)
tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi diluar sumsum tulang (eritropoiesis
ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak
ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi
dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat.Proses
ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan
vitamin B tertentuStimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone
eritropoetin dan hormon glikoprotein.Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2),
ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin yang akan merangsang sumsum tulang untuk
mempercepat eritropoiesis.

Tahapan Eritropoesis
1. Sel punca pluripoten berdiferensiasi menjadi sel punca myeloid
2. Sel punca myeloid berdiferensiasi menjadi eritroblas yang masih memiliki inti dan organel
3. Nukleus pada eritroblas di keluarkan sehingga akan tersisa organel, tahap ini disebut retikulosit
4. Retikulosit akan mengeliminasi organel-organel sehingga tidak tersisa organel pada sel yang
akan membentuk eritrosit

HEMOPOIESIS
A. PROSES HEMOPOIESIS
Hemopoiesis atau Hematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati)
dan perkembangan sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi,
maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan
peningkatan atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent
menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel darah,
sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat
khusus yang berbeda-beda.
Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia :
1. Embrio dan Fetus
a. Stadium Mesoblastik, Minggu ke 3-6 s/d 3-4 bulan kehamilan : Sel-sel
mesenchym di yolk sac. Minggu ke 6 kehamilan produksi menurun diganti organ-
organ lain.
b. Stadium Hepatik, Minggu ke 6 s/d 5-10 bulan kehamilan : Menurun dalam waktu
relatif singkat. Terjadi di Limpa, hati, kelenjar limfe
c. Stadium Mieloid, Bulan ke 6 kehamilan sampai dengan lahir, pembentukan di
sumsum tulang : Eritrosit, leukosit, megakariosit.
2. Bayi sampai dengan dewasa. Hematopoiesis terjadi pada sumsum tulang, normal tidak
diproduksi di hepar dan limpa, keadaan abnormal dibantu organ lain.
a. Hematopoiesis Meduler (N)
Lahir sampai dengan 20 tahun : sel sel darah → sumsum tulang. Lebih dari 20
tahun : corpus tulang panjang berangsur – angsur diganti oleh jaringan lemak
karena produksi menurun.
b. Hematopoiesis Ekstrameduler (AbN)
Dapat terjadi pada keadaan tertentu, misal: Eritroblastosis foetalis, An.Peniciosa,
Thallasemia, An.Sickle sel, Spherositosis herediter, Leukemia. Organ – organ
Ekstrameduler : Limpa, hati, kelenjar adrenal, tulang rawan, ginjal, dll (Erslev
AJ, 2001)
Macam – Macam Hematopoiesis
1. Seri Eritrosit (Eritropoesis)
Perkembangan eritrosit ditandai dengan penyusutan ukuran (makin tua makin kecil),
perubahan sitoplasma (dari basofilik makin tua acidofilik), perubahan inti yaitu
nukleoli makin hilang, ukuran sel makin kecil,kromatin makin padat dan tebal,
warna inti gelap.
Tahapan perkembangan eritrosit yaitu sebagai berikut :
a. Proeritroblas
Proeritroblas merupakan sel yang paling awal dikenal dari seri eritrosit.
Proeritroblas adalah sel yang terbesar, dengan diameter sekitar 15-20μm. Inti
mempunyai pola kromatin yang seragam, yang lebih nyata dari pada pola
kromatin hemositoblas, serta satu atau dua anak inti yang mencolok dan
sitoplasma bersifat basofil sedang. Setelah mengalami sejumlah pembelahan
mitosis, proeritroblas menjadi basofilik eritroblas.
b. Basofilik Eritroblas
Basofilik Eritroblas agak lebih kecil daripada proeritroblas, dan diameternya
rata-rata 10μm. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar,
dan anak inti biasanya tidak jelas. Sitoplasmanya yang jarang nampak basofil
sekali.
c. Polikromatik Eritroblas (Rubrisit)
Polikromatik Eritoblas adalah Basofilik eritroblas yang membelah berkali-kali
secara mitotris, dan menghasilkan sel-sel yang memerlukan hemoglobin yang
cukup untuk dapat diperlihatkan di dalam sediaan yang diwarnai. Setelah
pewarnaan Leishman atau Giemsa, sitoplasma warnanya berbeda-beda, dari
biru ungu sampai lila atau abu-abu karena adanya hemoglobin terwarna merah
muda yang berbeda-beda di dalam sitoplasma yang basofil dari eritroblas. Inti
Polikromatik Eritroblas mempunyai jala kromatin lebih padat dari basofilik
eritroblas, dan selnya lebih kecil.
d. Ortokromatik Eritroblas (Normoblas)
Polikromatik Eritroblas membelah beberapa kali secara mitosis. Normoblas
lebih kecil daripada Polikromatik Eritroblas dan mengandung inti yang lebih
kecil yang terwarnai basofil padat. Intinya secara bertahap menjadi piknotik.
Tidak ada lagi aktivitas mitosis. Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-
sama dengan pinggiran tipis sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan
oleh makrofagmakrofag yang ada di dalam stroma sumsum tulang
e. Retikulosit
Retikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang kehilangan inti selnya, dan
mengandung sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih
dapat mensintesis hemoglobin. (Child, J.A, 2010 ; Erslev AJ, 2001) Retikulosit
dianggap kehilangan sumsum retikularnya sebelum meninggalkan sumsum
tulang, karena jumlah retikulosit dalam darah perifer normal kurang dari satu
persen dari jumlah eritrosit. Dalam keadaan normal keempat tahap pertama
sebelum menjadi retikulosit terdapat pada sumsung tulang. Retikulosit terdapat
baik pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam sumsum tulang
memerlukan waktu kurang lebih 2 – 3 hari untuk menjadi matang, sesudah itu
lepas ke dalam darah. (Bell dan Rodak, 2002)
f. Eritrosit
Eritrosit merupakan produk akhir dari perkembangan eritropoesis. Sel ini
berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Pada manusia,
sel ini berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Jumlah normal
pada tubuh laki – laki 5,4 juta/μl dan pada perempuan 4,8 juta/μl. setiap eritrosit
memiliki diameter sekitar 7,5 μm dan tebal 2 μm. (Ganong, William F.1998)
Perkembangan normal eritrosit tergantung pada banyak macammacam faktor,
termasuk adanya substansi asal (terutama globin, hem dan besi). Faktor-faktor
lain, seperti asam askorbat, vitamin B12, dan faktor intrinsic (normal ada dalam
getah lamung), yang berfungsi sebagai koenzim pada proses sintesis, juga
penting untuk pendewasaan normal eritrosit.(Djunaedi Wibawa, 2011) Pada
sistem Eritropoesis dikenal juga istilah Eritropoiesis inefektif, yang dimaksud
Eritropoiesis inefektif adalah suatu proses penghancuran sel induk eritroid yang
prematur disumsum tulang. Choi, dkk, dalam studinya bahwa pengukuran radio
antara retikulosit di sumsum tulang terhadap retikulosit di darah tepi merupakan
ukuran yang pentng untuk bisa memperkirakan beratnya gangguan produksi
SDM. (Choi JW. 2006)
2. Seri Leukosit
a. Leukosit Granulosit / myelosit
Myelosit terdiri dari 3 jenis yaitu neutrofil, eosinofil dan basophil yang
mengandung granula spesifik yang khas. Tahapan perkembangan myelosit
yaitu :
1. Mieloblas
Mieloblas adalah sel yang paling muda yang dapat dikenali dari seri
granulosit. Diameter berkisar antara 10-15μm. Intinya yang bulat dan
besar memperlihatkan kromatin halus serta satu atau dua anak inti.
2. Promielosit
Sel ini agak lebih besar dari mielobas. Intinya bulat atau lonjong, serta
anak inti yang tak jelas.
3. Mielosit
Promielosit berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi mielosit. Pada
proses diferensiasi timbul grnula spesifik, dengan ukuran, bentuk, dan
sifat terhadap pewarnaan yang memungkinkan seseorang mengenalnya
sebagai neutrofil, eosinofil, atau basofil. Diameter berkisar 10μm, inti
mengadakan cekungan dan mulai berbentuk seperti tapal kuda.
4. Metamielosit
Setelah mielosit membelah berulang-ulang, sel menjadi lebih kecil
kemudian berhenti membelah. Sel-sel akhir pembelahan adalah
metamielosit. Metamielosit mengandung granula khas, intinya berbentuk
cekungan. Pada akhir tahap ini, metamielosit dikenal sebagai sel batang.
Karena sel-sel bertambah tua, inti berubah, membentuk lobus khusus dan
jumlah lobi bervariasi dari 3 sampai 5. Sel dewasa (granulosit bersegmen)
masuk sinusoid-sinusoid dan mencapai peredaran darah. Pada masing-
masing tahap mielosit yang tersebut di atas jumlah neutrofil jauh lebih
banyak daripada eosinophil dan basofil.
b. Leukosit non granuler
1. Limfosit
Sel-sel precursor limfosit adalah limfoblas, yang merupakan sel berukuran
relatif besar, berbentuk bulat. Intinya besar dan mengandung kromatin
yang relatif dengan anak inti mencolok. Sitoplasmanya homogen dan
basofil. Ketika limfoblas mengalami diferensiasi, kromatin intinya
menjadi lebih tebal dan padat dan granula azurofil terlihat dalam
sitoplasma. Ukuran selnya berkurang dan diberi nama prolimfosit. Sel-sel
tersebut langsung menjadi limfosit yang beredar.

2. Monosit
Monosit awalnya adalah monoblas berkembang menjadi promonosit. Sel
ini berkembang menjadi monosit. Monosit meninggalkan darah lalu
masuk ke jaringan, disitu jangka hidupnya sebagai makrofag mungkin 70
hari.
3. Seri Trombosit (Trombopoesis)
Pembentukan Megakariosit dan Keping-keping darah Megakariosit adalah sel
raksasa (diameter 30-100μm atau lebih). Inti berlobi secara kompleks dan
dihubungkan dengan benang-benang halus dari bahan kromatin. Sitoplasma
mengandung banyak granula azurofil dan memperlihatkan sifat basofil setempat.
Megakariosit membentuk tonjolantonjolan sitoplasma yang akan dilepas sebagai
keping-keping darah. Setelah sitoplasma perifer lepas sebagai keping-keping
darah, megakariosit mengeriput dan intinya hancur. (Nadjwa Zamalek D, 2002 ;
Indranila KS, 1994)

Anda mungkin juga menyukai