Anda di halaman 1dari 15

JSA DAN INSPEKSI K3 SEBAGAI LANGKAH AWAL

KESELAMATAN KERJA PEMESINAN DI


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas K3

DISUSUN OLEH :
Nama : Priyan Aras Sandi
NIM : 131211081
Kelas : 1MC

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Parongpong,
Bandung Barat, Bandung,
Jawa Barat, Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat
menyelesaikan makalah berjudul “ JSA Dan Inspeksi K3 Sebagai Langkah
Awal Keselamatan Kerja Pemesinan di Politeknik Negeri Bandung” ini.
Dan juga saya berterima kasih kepada Bpk Ating Sudrajat Dosen Pembimbing
mata kuliah K3 yang telah memberikan tugas ini .

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Penulis memohon kepada Bapak/Ibu dosen
khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau
kekurangan dalam karya tulis ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua
pembaca demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang.

Bandung, 18 Desember 2013

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja
menderita penyakit akibat kerja, kematian 2,2 juta serta kerugian finansial sebesar
1,25 triliun USD. Di Indonesia menurut data PT. Jamsostek dalam data terakhir
pada 2011 tercatat sebanyak 99.491 kasus kecelakaan kerja atau rata-rata 414
kasus per hari, dengan pembayaran jaminan mencapai Rp 504 miliar (DK3N,
2007).

Berbagai potensi bahaya di tempat kerja senantiasa dijumpai. Mengenai


potensi bahaya industri merupakan langkah awal dalam upaya pencegahan
kecelakaan kerja, sedang tindakan represif berupa upaya menghindari terulangnya
kejadian kecelakaan kerja perlu dilakukan melalui penyelidikan dan analisis
dalam kasus tersebut. Potensi bahaya atau sering disebut juga sebagai hazard
merupakan sumber risiko yang potensial mengakibatkan kerugian baik material,
lingkungan maupun manusia.

Untuk membedah identifikasi bahaya keselamatan dan upaya


pengendaliannya pada proses pengelasan di Laboratorium Pengelasan Politeknik
Negeri Bandung dan risiko terjadinya kecelakaan kerja . Maka, akan saya bahas
dalam uraian didalam makalah berikut ini.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana JSA dan inspeksi K3 mengendalikan kondisi bahaya di


laboratorium pemesinan Politeknik Negeri Bandung ?

1.3. Ruang Lingkup

Dalam kegiatan ini mahasiswa dapat mengetahui gambaran identifikasi


potensi bahaya dan upaya penanggulangannya dengan menggunakan metode Job
Safety Analysis (JSA), observasi dan pengambilan data terhadap proses pemesinan.
Kegiatan ini dilakukan selama di laboratoium pemesinan Politeknik Negeri Bandung
1.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan tugas ini,


penulis menggunakan metode sebagai berikut :

a. Metode Studi Pustaka. Metode yang dilakukan dengan membaca buku-buku


serta referensi-referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam
tugas ini. Penulis membaca beberapa buku yang berkaitan dengan materi
b. Metode Browsing Internet, yaitu metode yang dilakukan dengan mencari
referensi-referensi yang berkaitan dengan materi
c. Metode Observasi, yaitu penulis meninjau langsung tempat dan proses kerja

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


International Labour Organization (ILO) (1996) mendefinisikan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu disiplin ilmu yang luas dengan
banyak spesialisasi yang diterapkan, sebagai upaya pemeliharaan dan
peningkatan derajat fisik, mental dan sosial pekerja pada setiap jenis pekerjaan,
mencegah munculnya dampak buruk terhadap kesehatan pekerja yang disebabkan
kondisi kerja terhadap pekerja.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tentang definisi keselamatan


dan kesehatan kerja, menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja terdiri
dari dua komponen, yaitu keselamatan yang merupakan keselamatan yang
berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan dan kesehatan kerja yang
merupakan penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan 97
kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktifitas kerja yang
optimal.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh pekerjaan.

2.1.1. Keselamatan Kerja

Teori keselamatan kerja pertama kali dicetuskan oleh HW Heinrich pada tahun
1931.menurutnya pemikiran keselamatan kerja harus dilakukan seperti halnya
perusahaan memikirkan dan dan menekankan pentingnya biaya produksi, kualitas
produk, dan pengendalian mutu.

Menurut Suma’mur (1981) keselamatan kerja adalah sarana utama untuk


pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja juga diartikan sebagai suatu usaha guna melaksanakan suatu
pekerjaan tanpa timbulnya kecelakaan, dengan kata lain membuat suasana kerja
bebas dari segala macam bahaya dengan tercapai hasil yang menguntungkan
(Pasiak, 1999).

Prinsip yang harus diketahui supaya pekerjaan dapat dilakukan dengan aman
sehingga keselamatan kerja dapat tercapai antara lain (Pasiak, 1999):
a. Mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan.

b. Mengetahui bahaya-bahaya yang bisa timbul dari pekerjaan yang akan


dilakukan.
2.1.2. Kecelakaan Kerja

2.1.2.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan, dimana dalam
peristiwa tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan, terlebih lagi dalam bentuk
perencanaan (Suma’mur, 1981). Sedangkan menurut PERMENAKER NO.
03/MEN/1998 kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Dipandang dari sudut epidemiologi menurut Kodim (1999) kecelakaan adalah
suatu kejadian sebagai akibat dari interaksi 3 komponen, yaitu agent (penyebab),
host (penerima), dan environment (lingkungan).
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan
kerja pada perusahaan. Hubungan Kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan
adalah akibat langsung dari pekerjaan atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan
tersebut sedang dilakukan (Suma’mur, 1981).

2.1.2.2. Model Teori Kecelakaan kerja

Dalam keselamatan di Industri, ada dasar pemikiran bahwa sebenarnya


kecelakaan dapat dicegah yang kemudian dituangkan ke dalam berbagai program
pencegahan kecelakaan, sebelum memahami bagaimana kecelakaan itu dapat
dicegah, terlebih dahulu kita harus memahami urutan bagaimana kecelakaan
terjadi dan penyebabnya. Colling (1990) telah mencatat teori-teori kecelakaan
sebagai berikut:

1) Teori Domino Heinrich

Dalam buku the Origin of Accident (1928) Heinrich mengemukakan bahwa


terdapat rangkaian lima faktor penyebab kecelakaan. Kunci agar kecelakaan
dapat dicegah yaitu dengan cara menghilangkan faktor utama yakni tindakan
tidak aman dan bahaya mekanik dan atau fisik yang berkontribusi 98%
terhadap terjadinya kecelakaan.

2) Human Error Model

Teori ini didasarkan pada teori domino Heinrich dimana 88% kecelakaan
disebabkan oleh tindakan tidak aman, sehingga menjadi logis jika kesalahan
ada pada faktor manusia (human error). Ferell mengemukakan kecelakaan
diakibatkan oleh sebuah rantai penyebab dengan faktor pendahulu. Ada 3
faktor pendahulu yang mendasari teori human error model tersebut:
(1) Over load, yaitu ketidakseimbangan beban kerja dengan kapasitas yang
dimiliki manusia pada saat melakukan pekerjaan.

(2) Respon yang tidak sesuai dari pekerjaan terhadap situasi yang berlaku.

(3) Aktivitas yang tidak sesuai.

3) Teori Kecelakaan Model Petersen

Teori ini mengadopsi teori Ferell yang menyertakan kesalahan sistem disamping
kesalahan manusia. Teori ini mengkategorikan tiga 100 kelompok besar penyebab
kecelakaan yaitu overload (sama dengan teori Ferell), ergonomic, dan
pengambilan keputusan yang salah. Teori ini mengemukakan bahwa pengambilan
keputusan yang salah pada suatu kondisi yang disadari atau tidak bertindak tidak
aman.

4) Model Epidemiologi

Teori ini dikembangkan oleh Suchman dan dikembangkan oleh Surry dimana
terdapat hubungan kausal antara penyakit dengan faktor lingkungan atau
kombinasi dengan karakteristik situasional termasuk risk assessment yang dapat
menjadi penyebab atau pengendali terjadinya kecelakaan.

5) Loss Causation Model

Loss Causation Model berisikan petunjuk yang memudahkan penggunanya untuk


memahami bagaimana menemukan faktor penting dalam rangka mengendalikan
meluasnya kecelakaan dan kerugian termasuk persoalan manajemen. Bird dan
Germain (1990) menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan oleh
serangkaian faktor-faktor yang berurutan seperti yang terdapat dalam Loss
Causation Model, yang terdiri dari:

(1) Lack of Control (kurang kendali)

Pengendalian adalah salah satu faktor penting dalam mencegah terjadinya


kecelakaan. Penyebab lack of control yaitu:
(a) Inadequate programe
101 Hal ini dikarenakan program yang tidak bervariasi yang berhubungan dengan
ruang lingkup.
(b) Inadequate programe standards

Tidak spesifiknya standar, standar tidak jelas atau standar tidak baik.
(c) Inadequate compliance with standards

Kurangnya pemenuhan standar merupakan penyebab yang sering terjadi.

(2) Basic Causes (penyebab dasar)

Penyebab dasar terjadinya kecelakaan disebabkan oleh:


(a) Personal factor, faktor kepemimpinan atau kepengawasan. (b) Job factor,
tidak sesuainya design engineering. (3) Immediate Causes Suatu kejadian yang
secara cepat memicu terjadinya kecelakaan bila kontak dengan bahaya.
Immediate causes meliputi faktor sub-standard dan faktor kondisi. Faktor sub-
standard diantaranya tindakan tidak aman seperti mengoperasikan unit tanpa ijin,
faktor kondisi seperti kebisingan, ventilasi iklim kerja dan lain-lain. Gambar 2.1.
Loss Causation Model Bird & Germain (1990). 102

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Job Safety Analisis
Job safety analisis merupakan salah satu aspek K3 yang didalamnya berisi
tentang pengendalian keselamatan kerja khususnya di Laboratorium Pemesinan,
Pengelasan, dan Fabrikasi Politeknik Negeri Bandung. JSA dimulai dari sebelum
pengoperasian mesin, pengoperasian mesin, dan akhir pengoperasian mesin.
Setiap mesin memerlukan penanganan bahaya yang berbeda-beda. oleh karena
itu, JSA sangatlah dibutuhkan untuk mengatasi bahaya pada setiap mesin yang
digunakan mahasiswa khususnya di Politeknik Negeri Bandung.
Setelah pembuatan JSA terhadap setiap mesin di Laboratorium pemesinan
Politeknik Negeri Bandung dan dipelajari oleh mahasiswa yang hendak
melakukan operasi mesin.
JSA memberikan pengaruh yang bagus, terlihat kecelakaan kerja dapat
terminimalisir saat operasi mesin berlangsung. Hal ini dikarenakan mahasiswa
menjadi mengetahui setiap kondisi bahaya yang dapat terjadi pada setiap mesin
dan berusaha mengendalikan bahaya tersebut.

Adapun JSA yang saya teliti yaitu :


3.1.1 Laboratorium pemesinan
1. Pedestal Grinding
2. Mesin Sekrap
3. Mesin Frais ( milling )
4. Mesin Bubut

3.1.2 Laboratorium pengelasan


1. Pedestal Grinding
2. Mesin Sekrap

3.1.3 Laboratorium fabrikasi


1. Kerja Bangku
2. Kerja Plat
3.2 Inspeksi K3
Inspeksi K3 adalah tindakan menganalisis kekurangan dan kerusakan
khususnya di laboratorium Politeknik Negeri Bandung. Identifikasi hasil dari
inspeksi K3 dapat menjadi acuan sebuah instansi untuk melengkapi dan
memperbaiki lingkungan tempat bekerja dan mensin yang digunakan.
Inspeksi K3 menjadi acuan layak atau tidaknya tempat bekerja, APD ( alat
pelindung diri ) yang digunakan , dan mesin yang dioperasikan. Sehingga
kecelakaan kerja dapat dihindari dan menghasilkan kondisi kerja yang lebih
aman.
Adapun Inspeksi yang saya lakukan di laboratorium Politeknik Negeri
bandung adalah sebagai berikut :

CHECK POINT
1.1.1 Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko yang telah dilakukan terhadap kegiatan pengelasan listrik
lain :
1. sebelum bekerja Dosen Pembimbing melakukan safety talk terhadap pekerja
2. Alat pelindung diri yang digunakan antara lain: safety gloves (sarung tangan
kulit), face shield (kedok las), safety shoes (sepatu pengaman), dan apron (jaket
kulit).
3. Pemasangan pengaman pada peralatan kerja seperti safety line berupa cat
berwarna sebagai pembatas setiap kegiatan dalam workshop bengkel pabrik, Lock
Out Tag Out (LOTO), exhaust fan, pemasangan warning sign dan penyediaan
APD untuk pekerja

1.1.2 Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Pengendalian Pengelasan Listrik


Identifikasi bahaya keselamatan dan pengendalian pengelasan listrik di tempat
kerja yang dilaksanakan di Laboratorium Pengelasan meliputi tahap-tahap
Pekerjaan. Tahapan pekerjaan terdiri dari tahap persiapan dan tahap pengerjaan
yaitu:
1) Tahap Persiapan:
a. Menyiapkan material
b. Menyambung arde (ground) ke benda kerja
c. Mangaktifkan unit dari power listrik (panel box) pengelasan dan menyesuaikan
ampere.
d. Membersihkan material.
2) Tahap Pengerjaan
a. Melakukan pengelasan dengan mesin las listrik.
b. Mendinginkan material sesaat.
c. Memberihkan material dengan palu terak.
d. Memberihkan material dengan sikat kawat.
e. Memutuskan hubungan unti arus dengan sumber arus power listrik (panel box).
f. Memindahkan material yang sudah dilas.
g. Membersihkan area kerja dari potongan atau serpihan material.
Bahaya potensial yang mungkin terjadi pada kegiatan pengelasan dengan
las listrik yaitu: terbentur benda kerja, kejtuhan benda kerja, terpeleset, tergores,
tersengat arus listrik, terjepit, terjatuh, terkena percikan api, terpukul, terpotong
dan tertimpa.

1.1.3 Hasil Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Pengendalian Pengelasan Listrik


Tahap Persiapan
Dari bahaya potensial yang telah diidentifikasi, bahaya keselamatan yang
terdapat pada proses pengelasan di bengkel umum menurut kelompoknya sesuai
tahapan dapat dibedakan menjadi:

1) Bahaya mekanik (mechanical hazard) yaitu: terbentur benda, terjatuh, tergores,


terpeleset dan terkena serpihan material pada mata. Bahaya-bahaya ini
diakibatkan oleh benda bergerak dan proses yang bergerak.
2) Bahaya elektrik (electrical hazard) yaitu: terkena sengatan listrik. Bahaya berasal
dari arus listrik yang digunakan pada pekerjaan persiapan pengelasan dengan
mesin las listrik.
Pada tahap persiapan pengelasan, pekerja melakukan rincian kegiatan yaitu:
a. Menyiapkan material.
Dalam rincian kegiatan ini pekerja menyiapkan material yang akan dilas
dan pada saat dalam kondisi tempat kerja yang tidak rapih maka potensi bahaya
yang akan terjadi adalah terbentut kerja pada kaki. Pengendalian yang dilakukan
adalah pekerja menggunakan APD (safety helmet, safety shoes). Untuk
perlindungan yang lain maka sebaiknya material bahan kerja dapat
dipasang/diletakkan di tempat yang sesuai. Selain itu, juga dipasang warning
sign, safety line bila diperlukan.

b. Menyambung arde (ground) ke benda kerja.


Rincian ini pekerja menyatukan arde pada benda kerja dimana secara
mekanik pada saat posisi memasang kabel tidak rapih sehingga dapat
menyebabkan pekerja terkena sengatan listrik sebesar 30-80 AC/DC pada tangan
dan pengendalian yang ada adalah pekerja berhati-hati disertai penggunaan APD
(safety gloves). Diperlukan pengendalian yang lain seperti pengesetan las dengan
material harus disesuaikan standar material.

c. Mengaktifkan unit dari power listrik (panel box) pengelasan dan menyesuaikan
ampere.
Pada rincian ini pekerja dapat memiliki potensi bahaya terkena sengatan
listrik pada kondisi kabel yang tidak terawat (terkelupas), kemudian kaki terjatuh
apabila posisi kabel tidak beraturan juga pekerja dapat terpeleset jika area kerja
Basah dan licin. Pengendalian yang dilakukan pekerja adalah
menggunakan APD dan bekerja berhati-hati. Upaya pengendalian yang lain dapat
dilakukan adalah dengan mengatur posisi kabel agar tidak menghalangi jalur
lintasan pekerja, material kerja dapat ditempatkan pada letak yang sesuai serta
rapih dan dipasang papan sebagai tempat pijakan yang basah atau safety line dan
warning sign bila diperlukan.

d. Membersihkan material.
Pada membersihkan material pada benda yang kasar maka pekerja dapat
tergores pada tangan dan terkena serpihan pada mata. Pengendalian yang
dilakukan adalah pekerja tetap menggunakan APD secara lengkap. Upaya
pengendalian yang lain adalah pekerja dapat mengatur jarak aman antara benda
kerja dengan tangan atau wajah pada saat membersihkan material.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai