Anda di halaman 1dari 21

KOMPETENSI PENDAMPING

PEMBANGUNAN DESA
Padang, 6 Oktober 2016

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

DITERBITKAN OLEH
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Sanksi Pelanggaran Pasal 72:
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat
(1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KOMPETENSI PENDAMPING
PEMBANGUNAN DESA

PROSIDING SEMINAR NASIONAL


PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Padang, 6 Oktober 2016

DITERBITKAN OLEH
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang

Prosiding Seminar Nasional


Pendidikan Luar Sekolah 2016
Kompetensi Pendamping Pembangunan Desa

Penulis, Jamaris, dkk.


Editor, Syafruddin Wahid
Padang, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (2016)
x & 257 hlm; 15,5 x 23 cm

Copyright@2016
by Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang
Padang, Sumatera Barat

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


Oleh Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang
Cetakan pertama, Oktober 2016

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan


Universitas Negeri Padang
Jl. Prof. Dr. Hamka, Kampus UNP Air Tawar,
Air Tawar Barat, Padang Utara, Padang
Sumatera Barat

ISBN 978-602-60486-0-8

Hak cipta dilindungi undang-undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga prosiding hasil Seminar Nasional Pendidikan Luar
Sekolah 2016 dapat terselesaikan.
Target pemberdayaan masyarakat desa merupakan tanggung jawab bersama
antara seluruh komponen bangsa, baik pemerintah ataupun masyarakat desa. Terkait
itu, pemerintah melalui Kementerian Desa PDT mengonsep adanya tenaga
pendamping desa. Pendampingan Desa merupakan dimaksudkan untuk memfasilitasi
dan mendampingi masyarakat desa dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Fasilitasi
pendampingan masyarakat desa dilakukan melalui berbagai pelatihan dan beragam
kegiatan pengembangan kapasitas yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat
sebagai bagian dari proses belajar masyarakat (community learning proccess).
Para tenaga pendamping profesional bertugas untuk mensosialisasikan
maksud dan tujuan UU tentang Desa dan mendampingi masyarakat dalam peningkatan
daya tawar untuk mengakses sumberdaya lokal yang dibutuhkan demi kepentingan
pembangunan. Pendampingan dilakukan sebagai proses penguatan (empowering
society) sebagai masyarakat yang memiliki pemerintahannya sendiri (self governing
community), dan bukan berbasis pada mobilisasi partisipasi masyarakat yang lebih
bersifat top down.
Demi upaya mewujudkan desa sebagai self governing community, para
tenaga profesional Pendamping Desa diarahkan untuk memfasilitasi dan mendampingi
masyarakat untuk mampu mengorganisir dan mengkonsolidasikan seluruh potensi
yang selanjutnya akan direkrut, dilatih dan dibentuk menjadi kader-kader desa.
Prosiding ini disusun sebagai tindak lanjut kegiatan seminar yang telah
dilaksanakan pada Oktober 2016.Seminar diikuti oleh peserta baik peneliti, dosen,
praktisi maupun pemerhati pendidikan. Partisipasi aktif dari semua stakeholder
diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata pada sinergi kinerja di bidang
pendidikan luar sekolah. Semua makalah yang dimuat dalam prosiding ini telah
melalui peer review.
Materi prosiding dikelompokkan mendasarkan bidang kajian.
Pengelompokkan mendasarkan bidang ini mungkin tidak dapat dilakukan secara tepat
karena keterkaitan antar bidang ilmu dalam beberapa makalah, namun redaksi
mengelompokkan mendasarkan dominasi kandungannya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi pada kegiatan seminar dan penyusunan prodising ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pembangunan pendidikan luar sekolah di
Indonesia.

Padang, Oktober 2016


Redaksi

vi
DAFTAR ISI

PENYIAPAN SARJANA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


SEBAGAI TENAGA PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA

1. PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN KOMPETENSI


PENDAMPING PENDIDIKAN MASYARAKAT DESA oleh
Jamaris (Guru Besar Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri
Padang) ……………………………............................................... 1

2. SARJANA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN


PEMBANGUNAN NAGARI oleh Syafruddin Wahid (Dosen
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang) .............................................................. 17

3. PERAN STRATEGIS SARJANA PENDIDIKAN LUAR


SEKOLAH DALAM MENDUKUNG PROGRAM
PEMBANGUNAN DESA oleh Ismaniar (Dosen Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Padang) ................................................................................. 42

4. PENGEMBANGAN PROGRAM KULIAH KERJA NYATA


UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA oleh
Alim Harun Pamungkas (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang) …………... 51

PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA BERBASIS


PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

5. PENGUATAN PENDIDIKAN KELUARGA DALAM


PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA oleh Syur’aini
(Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang) ……………………………………... 63

6. PELATIHAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN


MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN
KOMPETENSI PENDAMPING PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA oleh Dayat Hidayat (Dosen Program
Studi Pendidikan Luar Sekolah FKIP Universitas Singaperbangsa
Karawang) ………………………………………………………… 73

7. PROGRAM PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL 88


vii
BERORIENTASI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN oleh
Wirdatul Aini (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang) …………………….

8. PERAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM UPAYA


PENYIAPAN SUMBERDAYA MANUSIA UNTUK
PROGRAM PENDAMPINGAN DESA oleh Muhaimin
(Mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Program
Pascasarjana Universitas Negeri Malang) .………………………... 97

9. PENDIDIKAN NONFORMAL DALAM PEMBANGUNAN


MASYARAKAT PEDESAAN oleh Iswandi (Dosen STKIP
YPM Bangko Jambi) …..………………………………………….. 105

10. PENYULUHAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI


MASYARAKAT DESA oleh Elfi Rahmi (Dosen Fakultas
Pertanian Universitas Andalas) ………………………………….. 116

PRESPEKTIF PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA

11. MEMAHAMI MASYARAKAT SEBAGAI SUATU SISTEM


SOSIAL oleh Setiawati (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang) …………... 125

12. SURAU DAN UPAYA MEWUJUDKAN SELF GOVERNING


COMMUNITY DI SUMATERA BARAToleh MHD. Natsir
(Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Padang) ...………………………… 135

13. PROCESSING WASTE INTO ORGANIC FERTILIZER


FOR THE GROUP OF FARMERS IN BLOOMING SAIYO
KENEGARIAN TANJUNG BALIT THE DISTRICT X
KOTO DISTRICT SOLOK oleh Siti Farida F & Mas’ula
(Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Padang) ……..……………………. 144

PERAN PENDAMPING DESA DALAM PEMBANGUNAN DAN


viii
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

14. PENDEKATAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL AGEN


PERUBAHAN SEBAGAI FASILITATOR DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KASUS DESA
PALEM KAB. KEDIRI DAN DUSUN BAJULMATI KAB.
MALANG) oleh Zulkarnain (Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang) ...………… 150

15. PERANAN PENDAMPING DESA DALAM MEMBENTUK


MASYARAKAT SADAR BENCANA SEBAGAI SALAH
SATU MITIGASI BENCANA oleh Vevi Sunarti (Dosen Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Padang) …..………………………………………………... 166

16. PERAN PENDAMPING DESA DALAM RELOKASI


KORBAN ERUPSI GUNUNG SINABUNG oleh Mahfuzi Irwan
(Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta) ……………………. 183

17. PENDAMPING DESA SEBAGAI PENGGERAK


PEMBERDAYAAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN oleh Marta Dwi Ningrum (Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta) …………………………………... 198

KOMPETENSI TENAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DESA

18. URGENSI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PAMONG


BELAJAR DALAM PELAYANAN PROGRAM
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI BAGIAN
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA oleh
Tasril Bartin (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang) …………………… 210

19. PEMUDA SEBAGAI FASILITATOR PENDAMPING DESA


oleh Syamsuddin (Mahasiswa Pascasarjana Program Studi
Pendidikan Nonfomal Konsentrasi Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Negeri Yogyakarta) ………………………………… 225

KONSEP PEMBELAJARAN
ix
20. PERAN GURU PROFESIONAL DALAM PROSES
PEMBELAJARAN oleh Darnis Arief (Dosen Jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Padang) ……………………………………………………………. 238

x
PROSIDING| 238

PERAN GURU PROFESIONAL DALAM


PROSES PEMBELAJARAN

Darnis Arief
Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang

A. PENDAHULUAN
Profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi
yang bermartabat sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini karena guru dan tena-
ga kependidikan merupakan tenaga profesional yang mempunyai fung-
si, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi
pendidikan 2025 yaitu “Menciptakan Insan Indonesia Cerdas dan
Kompetitif”.
Keberadaan guru dalam proses pembelajaran memegang pera-
nan penting. Peran tersebut tak bisa tergantikan oleh teknologi
secanggih apapun. Proses pembelajaran yang berhasil mustahil dicapai
dengan alat teknologi canggih tanpa kehadiran guru. Seorang guru
diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang,
selain mendidik siswa di sekolah, guru juga berperan penting bagi
masyarakat dalam berbagai kegiatan. Ia dapat mengembangkan
kemampuannya pada bidang-bidang yang dikuasainya.
Di sekolah fungsi guru antara lain sebagai pengelola
pembelajaran, sementara siswa berperan aktif mengembangkan semua
potensi yang mereka miliki. Hal ini dimungkinkan karena, pada dasar-
nya setiap siswa memiliki potensi untuk mencapai suatu kompetensi.
Andaikan mereka tidak mencapai kompetensi, tentulah bukan karena
mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu, melainkan lebih banyak
karena belum disediakan pengalaman belajar yang cocok. Menjadi
seorang pengelola pembelajaran yang handal dituntut guru pembelajar
yang senantiasa mengembangkan pengetahuan dan keterampilan setiap
saat sehingga tidak ketinggalan jaman.
Proses pembelajaran yang melibatkan pendidik dan siswa akan
memunculkan berbagai tingkah laku, baik tingkah laku yang berterima
ataupun tingkah laku yang tidak berterima. Tingkah laku yang tidak
berterima dapat muncul akibat dari suasana pembelajaran yang tidak
kondusif. Suasana tidak kondusif disebabkan oleh berbagai faktor
seperti materi pembelajaran yang tidak menarik, materi terlalu sulit.
SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
239 | PROSIDING

Ataupun pemilihan metode yang kurang tepat dan tidak bervariasi.


Selain itu, suasana tidak kondusif dapat muncul jika guru lebih
terfokus perhatiannya pada materi pembelajaran dengan tujuan supaya
siswa mampu menjawab soal ujian dengan baik.
Untuk mampu membelajarkan siswa baik aspek pengetahuan,
sikap, dan keterampilan seorang guru dituntut memiliki kompetensi.
Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial.

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan usaha sadar dari
seorang guru untuk membelajarkan siswanya, atau mengarahkan inter-
aksi siswa dengan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai
tujuan. Banyak faktor yang menyebabkan tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran. Di antaranya adalah bagaimana pembelajaran itu diren-
canakan dan dilaksanakan. Proses pembelajaran yang tidak menarik
akan membuat siswa bosan, akibatnya siswa menjadi malas dan tidak
tertarik terhadap materi yang disampaikan. Oleh karena itu penting
bagi guru untuk mengaplikasikan kegiatan pembelajaran yang menarik
di kelas.
Kenyatan di lapangan adalah siswa sering yang dipersalahkan
ketika tidak mampu menyerap pembelajaran. Untuk itu, berbagai label
pun diberikan kepada siswa misalnya pemalas, nakal, bodoh, dan lain-
lain. Padahal boleh jadi penyebab ketidakmampuan siswa dalam
menyerap pembelajaran bermula dari proses pembelajaran yang tidak
menarik dan tidak menantang. Mengutip pendapat Andi Wira
Gunawan dalam buku “Genius Learning Strategy”, bahwa
sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada
adalah guru yang membosankan, suasana belajar yang membosankan.
Hal ini terjadi antara lain karena proses pembelajaran berlangsung
secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga
tanpa variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian
informasi satu arah, siswa pasif menerima materi pelajaran. Oleh
sebab itu sudah saatnya guru merubah paradigma mengajar yang
masih bersifat teacher-centred menjadi stundent-centred yang
menyenangkan. Apalagi hal tersebut sudah diamanatkan Undang-
undang No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah
No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional. Undang-undang No. 20

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
PROSIDING| 240

pasal 40 ayat 2 berbunyi “guru dan tenaga kependidikan berkewajiban


menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis, dan dialogis”. Di samping itu, Peraturan Pemerintah
No. 19 pasal 19 ayat 1 berbunyi “proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenang-
kan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberi-
kan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandiri-
an sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologi
siswa”.

2. Hakikat Kompetensi Guru


Menurut Wina (2009) guru memegang peranan penting dalam
proses pembelajaran. Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa, pendidik (guru) merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-
bingan dan pelatihan. Dalam hal ini, guru berperan aktif mengembang-
kan proses pembelajaran dalam rangka membimbing siswa agar ber-
kembang seoptimal mungkin.
Di samping mengembangkan proses pembelajaran, guru se-
bagai pendidik berfungsi memotivasi siswa agar mereka dapat me-
mecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tan-
tangan, serta membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif.
Motivasi erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab motivasi muncul
karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu, guru dituntut kreatif mem-
bangkitkan motivasi belajar siswa dengan berbagai cara.
Untuk dapat berperan aktif dalam membimbing, memfasilitasi,
dan memotivasi siswa belajar, guru dituntut memiliki kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompeten-
si profesional. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam
mengelola pembelajaran. Kemampuan tersebut meliputi pemahaman
wawasan kependidikan, pemahaman terhadap siswa, kemampuan
dalam pengembangan kurikulum/silabus. Selanjutnya, kemampuan
merancang pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran
yang dialogis, kemampuan memanfaatkan teknologi pembelajaran, dan
kemampuan mengevaluasi pembelajaran.
Merencanakan pembelajaran dimulai dengan menganalisis ke-
butuhan, menganalisis kompetensi dasar, dan menyusun program pem-
belajaran (Mulyasa, 2007). Menyusun pecanaan yang efektif membu-

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
241 | PROSIDING

tuhkan kemampuan untuk menetapkan materi pembelajaran yang rele-


van, media yang menunjang pencapaian materi. Selain itu, dibutuhkan
pula kemampuan guru dalam menentukan metode dan strategi pembe-
lajaran yang tepat. Di samping itu yang tidak kalah penting adalah
kemampuan guru dalam menyusun penilaian pembelajaran.
Perencanaan yang disusun diimplementasikan dalam pembe-
lajaran di kelas. Pelaksanaan pembelajaran pada dasarnya terdiri dari
kegiatan pendahuluan yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi
siswa dalam mengikuti kegiatan inti pembelajaran. Begitu semua siswa
siap baik fisik maupun mental kegiatan dilanjutkan dengan inti
pembelajaran dengan membimbing siswa untuk mengkonstruk penge-
tahuannya. Selanjutnya adalah kegiatan penutup pembelajaran, yang
antara lain berisi bimbingan pada siswa untuk mengambil kesimpulan
pembelajaran serta memberikan tindak lanjut pembelajaran.
Kompetensi berikutnya adalah kompetensi kepribadian.
Kompetensi ini sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak
mulia, serta mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan sebagai bagian dari masya-
rakat. Kompetensi sosial meliputi kemampuan berkomunikasi baik
lisan maupun tertulis, menggunakan teknologi informasi, bergaul se-
cara efektif dengan siswa, sesama guru, dan orang tua serta masyarakat
secara santun.
Kompetensi profesional menyangkut kemampuan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Penguasaan materi
amat penting bagi guru. Bila guru tidak menguasai materi, mustahil
mereka mampu membimbing siswa memiliki suatu kompetensi. Salah
satu tugas guru adalah mengajar. Menurut Wina (2009), mengajar
dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar
menyampaikan materi pembelajaran, melainkan juga dimaknai sebagai
proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Guru perlu member-
dayakan semua potensi siswa untuk menguasai kompetensi yang
diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian
kompetensi dan prilaku khusus, supaya setiap individu mampu menjadi
pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar.
Komponen kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepri-
badian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa,
berakhlak mulia. Kompetensi sosial, meliputi kemampuan berkomu-

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
PROSIDING| 242

nikasi baik lisan maupun tulisan, bergaul secara efektif dengan siswa,
sesama guru, dan orang tua secara santun.

3. Pembelajaran yang Kondusif


Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah
laku perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Tingkah laku tersebut dapat dikategorikan men-
jadi tingkah laku yang berterima dan tingkah laku yang tidak ber-
terima. Kenyataan dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah,
tingkah laku siswa kurang mendapat perhatian dari guru. Guru lebih
terfokus perhatiannya pada penguasaan siswa terhadap materi pelaja-
ran, bagaimana siswa memahami materi dengan baik sehingga mampu
menjawab soal ujian dengan baik.
Sebagai pengelola pembelajaran, guru berperan menciptakan
iklim yang memungkinkan siswa belajar dengan nyaman. Pengelolaan
pembelajaran meliputi mengelola tempat, materi, kegiatan pembelaja-
ran, siswa, dan mengelola sumber belajar.
Pembelajaran bukanlah bersifat penyampaian informasi berupa
fakta, konsep, ataupun prinsip, melainkan siswa berperan aktif dalam
proses menemukan fakta, kosep, ataupun suatu prinsip. Hal ini sejalan
dengan pendapat Suparno (2007) yang mengemukakan bahwa,
pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun
secara sosial. Siswa harus berbuat, karena pengetahuan tidak bisa
dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa
menalar. Selanjutnya dijelaskan bahwa, guru berperan sebagai fasilita-
tor, menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi penge-
tahuan siswa berjalan mulus.
Pembelajaran yang efektif haruslah menyenangkan, untuk itu
siswa lebih diarahkan memiliki motivasi tinggi dalam belajar dengan
menciptakan situasi yang menyenangkan dan menggembirakan.
Menurut Mulyasa, pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction)
merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu
kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa
atau tertekan. Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola
hubungan baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran.
Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal
tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya.
Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis dan tidak ada
beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
243 | PROSIDING

(Rusman, 2011). Pembelajaran dikatakan menyenangkan apabila di


dalamnya terdapat suasana yang rileks, bebas dari tekanan, aman,
menarik, bangkitnya minat belajar, adanya keterlibatan penuh, perha-
tian peserta didik tercurah, lingkungan belajar yang menarik, ber-
semangat, perasaan gembira, konsentrasi tinggi. Sementara sebaliknya
pembelajaran menjadi tidak menyenangkan apabila suasana tertekan,
perasaan terancam, perasaan menakutkan, merasa tidak berdaya, tidak
bersemangat, malas/tidak berminat, jenuh/bosan, suasana pembelajaran
monoton, pembelajaran tidak menarik (Indrawati dan Wawan, 2009).
Konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi kelas
tidak nyaman. Oleh karena itu pengaturan lingkungan belajar sangat
diperlukan agar siswa mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan
kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis mem-
beri kebebasan kepada siswa untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan
belajar dan akan mendorong siswa untuk terlibat secara fisik, emosio-
nal dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memuncul-
kan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif (C. Asri, 2005).)
Demikian pula sebaliknya, prakarsa siswa untuk belajar akan
mati bila kepadanya dihadapkan berbagai aturan yang tak ada kaitan-
nya dengan belajar. Banyaknya aturan yang sering kali dibuat oleh
guru dan harus ditaati oleh siswa akan menyebabkan mereka selalu
diliputi rasa takut. Lebih jauh lagi, siswa akan kehilangan kebebasan
berbuat dan melakukan control diri. Apa yang terjadi bila siswa selalu
dikuasai oleh rasa takut. Mereka akan mengembangkan pertahanan diri
(defence mechanism), sehingga yang dipelajari bukanlah pesan-pesan
pembelajaran, melainkan cara-cara untuk mempertahankan diri meng-
atasi rasa takut. Siswa yang demikian tidak akan mengalami growth in
learning, dan akan selalu menyembunyikan ketidakmampuannya (Asri,
2005).
Sebagian guru atau sekolah masih terperangkap dalam tradisi
yang menghambat kreatifitas siswa. Seperti kebiasaan yang selalu di-
lakukan oleh suatu sekolah ketika guru masuk kelas, dimana ketua
kelas memberikan aba-aba dengan kata-kata duduk yang rapi, tangan
di meja, dan lain-lain. Memang sepintas kebiasaan tersebut terlihat
baik karena suasana kelas menjadi tenang, tetapi suasana tersebut
mempengaruhi keleluasaan siswa dalam berekspresi dan mengemuka-
kan pendapat. Siswa menjadi takut dan lebih banyak menerima dari
guru ketimbang aktif mencari.

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
PROSIDING| 244

Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan


baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Tercipta
suasana yang demokratis dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa
dalam melakukan proses pembelajaran. di dalamnya terdapat suasana
yang rileks, bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat
belajar, adanya keterlibatan penuh, perhatian peserta didik tercurah,
lingkungan belajar yang menarik, bersemangat, perasaan gembira,
konsentrasi tinggi. Sementara sebaliknya pembelajaran menjadi tidak
menyenangkan apabila suasana tertekan, perasaan terancam, perasaan
menakutkan, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat, malas/tidak
berminat, jenuh/bosan, suasana pembelajaran monoton, pembelajaran
tidak menarik bagi siswa.
Untuk itu selalu awali kegiatan pembelajaran dengan memberi-
kan sapaan hangat kepada siswa, misalnya “anak-anak senang bertemu
ananda hari ini, ananda adalah anak-anak bapak atau/ibu yang hebat”.
Karena sapaan hangat dan raut wajah cerah memantulkan energi positif
yang dapat memengaruhi semangat para siswa. Kita dapat bayangkan
jika seorang guru ketika memulai pembelajaran dengan raut muka
ruwet, tidak senyum, penampilan kusut, tentu saja suasana kelas men-
jadi menegangkan dan menakutkan.
Ciptakanlah lingkungan yang rileks, yaitu dengan menciptakan
lingkungan yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi tempat duduk
secara berkala sesuai keinginan siswa. Bisa memakai format “U”, ling-
karan, Cevron, dan lain-lain. Selain itu, ciptakanlah suasana kelas
dimana siswa tidak takut melakukan kesalahan. Untuk menanamkan
keberanian kepada siswa dalam mengemukakan pendapat atau menja-
wab pertanyaan, katakan kepada siswa jawabannya salah katakan “kan
lagi belajar”. Karena sedang belajar, maka kesalahan adalah suatu yang
lumrah dan tidak berdosa.
Adanya dorongan dalam diri individu untuk belajar bukan
hanya tumbuh dari dirinya secara langsung, tetapi bisa saja karena
rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus model pembelajaran
yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri siswa yang
akan belajar. Respon yang baik tersebut, akan berubah menjadi sebuah
motivasi yang tumbuh dalam dirinya, sehingga ia merasa terdorong
untuk mengikuti proses pembelajaran dengan penuh perhatian dan
antusias.
Apabila dalam diri siswa telah tumbuh respon, hingga termoti-
vasi untuk belajar, maka tujuan belajar akan lebih mudah dicapai. Sis-

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
245 | PROSIDING

wa yang antusias dalam proses pembelajaran memiliki kecenderungan


berhasil lebih besar dibanding mereka yang mengikuti proses dengan
terpaksa atau asal-asalan.
Kebanyakan guru mengajar hanya untuk mengejar target tanpa
memperdulikan pemahaman siswa. Padahal belajar adalah suatu ben-
tuk aktivitas manusia yang memerlukan adanya motivasi untuk menca-
pai tujuan. Semakin tinggi motivasi yang didapat siswa maka semakin
tinggi pula keberhasilan yang akan dicapai. Banyak cara dalam mem-
berikan motivasi kepada siswa antara lain dengan membuat yel-yel
berupa kata-kata afirmasi seperti: Apa Kabar?.
Individu adalah makhluk yang unik memiliki kecenderungan,
kecerdasan, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Setidaknya, terdapat
empat gaya belajar siswa seperti yang diungkapkan Howard Gardner
yaitu Auditory, Visual, Reading dan Kinesthetic. Guru perlu menyadari
bahwa siswa dalam satu kelas memiliki gaya belajar yang berbeda-
beda. Oleh karena itu, untuk mengakomodir semua siswa belajar
dengan latar belakang yang berbeda tersebut guru dapat menggunakan
metode yang bervariasi.

4. Pengembangan Karakter
Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri
peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter dirinya, menerapkan nila-nilai tersebut dalam kehidupan,
sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang relegius, nasio-
nalis, produktif, dan kreatif (Kemendiknas, 2010).
Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa di
sekolah dasar (SD) tidak merupakan satu bidang kajian tersendiri,
melainkan diintegrasikan dengan setiap pembelajaran, termasuk baha-
sa Indonesia. Untuk bahasa Indonesia pengintegrasian dapat dilakukan
dalam kompetensi dasar sastra, baik melalui mendengarkan atau mem-
baca. Pembelajaran sastra di SD mulai kelas satu sampai kelas enam,
terdiri dari pembelajaran prosa, puisi, dan drama. Pelaksanaan pem-
belajaran prosa, puisi, ataupun drama dilakukan melalui kegiatan
menyimak, berbicara, membaca, atau menulis. Pembelajaran sastra
lebih menekankan pada apresiasi ketimbang belajar teori sastra. Siswa
mengapresiasi sastra melalui mendengarkan cerita dan atau membaca-
nya. Mendengarkan pembacaan puisi dan atau menggubah puisi. Selain

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
PROSIDING| 246

itu mengapresiasi drama dengan menonton pertunjukan drama,


mementaskan drama sederhana dan atau menulis naskah drama.
Sastra sarat nilai positif, di antaranya nilai pendidikan. Nilai-
nilai tersebut digali dan dipupuk melalui pembelajaran di kelas. Pada
kegiatan eksplorasi, guna mengaktifkan skemata siswa, kepada mereka
dipertanyakan berbagai cerita yang pernah mereka kenal. Selanjutnya,
pada kegiatan elaborasi siswa akan membaca atau mendengarkan
cerita. Dengan membaca atau mendengarkan cerita, siswa mendapat
pengalaman dan pemahaman baru tentang berbagai hal yang dapat
memerluas cakrawala pandang mereka. Pengalaman baru diperoleh
melalui peristiwa yang disajikan dalam alur dan tokoh dengan berbagai
karakternya. Mengenal berbagai karakter tokoh dalam cerita dengan
mendengarkan, kemudian dilanjutkan dengan mendiskusikan karakter
yang baik, atau buruk serta dampaknya dalam kehidupan, merupakan
sarana dalam mengembangkan karakter yang baik yang sesuai dengan
norma-norma yang diyakini dan disepakati.
Di dalam suatu cerita, biasanya ada konflik atau masalah, baik
masalah antartokoh, maupun masalah dalam diri sang tokoh yang
disebut konflik pribadi. Membaca atau mendengarkan cerita, siswa
didik akan memeroleh pengalaman melalui bagaimana tokoh meng-
hadapi dan mengatasi masalah. Selain itu, melalui berbagai masalah
yang dialami sang tokoh, siswa akan berpikir bahwa bukan hanya
mereka yang mempunyai masalah, orang lain juga, bahkan mungkin
lebih rumit. Bagaimana sang tokoh bermasalah, kemudian mampu ke
luar dari masalah, dapat membentuk karakter siswa yang gigih dan
tidak mudah menyerah.
Melalui latar cerita, yang antara lain terdiri dari tempat dengan
budayanya, memungkinkan siswa memeroleh wawasan baru tentang
adat dan budaya yang beragam, sehingga dapat menumbuhkan
apresiasi atas keanekaragaman budaya. Dengan demikian diharapkan
tumbuh kesadaran kolektif sebagai sesama anak bangsa, mesti memili-
ki latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda (Masnur,
2011). Selanjutnya, mengetahui keanekaragaman budaya, siswa akan
memperdalam pengertian terhadap orang lain, mereka akan belajar
menghargai dan memahami orang lain walaupun dengan budaya yang
berbeda.

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016
247 | PROSIDING

C. SIMPULAN
Banyak faktor yang menyebabkan tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran. Di antaranya adalah bagaimana pembelajaran itu diren-
canakan dan dilaksanakan. Proses pembelajaran yang tidak menarik
akan membuat siswa bosan, akibatnya siswa menjadi malas dan tidak
tertarik terhadap materi yang disampaikan. Oleh karena itu penting
bagi guru untuk mengaplikasikan kegiatan pembelajaran yang menarik
di kelas. Para guru hendaknya menyadari bahwa pembelajaran yang
menyenangkan dapat meningkatkan keberhasilan dalam proses pem-
belajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam setiap proses pembelajaran. Beberapa cara
yang dapat dipakai guru untuk menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan antara lain dengan menambahkan ice bereaking dalam
proses pembelajaran, metode yang bervariasi, menciptakan suasana
yang rileks, memotivasi siswa, dan menyapa peserta dengan santun.
Pembentukan akhlak mulia perlu menjadi perhatian semua
pihak yang terkait. Hal ini dapat dilakukan melalui proses pembelaja-
ran yang mendidik dan pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa. Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa untuk
SD, dilakukan dengan mengintegrasikan pada mata-mata pelajaran,
salah satu di antaranya pembelajaran bahasa Indonesia dalam kompe-
tensi sastra.

DAFTAR RUJUKAN
Sadiman, Arief S. dkk., 1990, Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: CV. Rajawali
Asri Budiningsih, C., 2005, Belajar dan Pembelajaranta. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mulyasa, Enco. 2007. Kurilum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Indrawati & Setiawan, Wawan. 2009. Modul Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan. PPPPTKIPA: Rasail Media Group.
Muslich, Masnur. 2008. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar)
Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran, Jakarta : Rajawali PRES.
Suparno 2007. Keterampila Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wina Sanjaya. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Media Group.

SEMINAR NASIONAL
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
“KOMPETENSI PENDAMPING PEMBANGUNAN DESA”
Kamis/ 6 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai