PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhikeis, Inggris cataract, dan Latin
cataracta yang berarti air terjun. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau bisa
terjadi akibat kedua-duanya. Kekeruhan dapat mengenai kedua mata dan berjalan
progresif, biasanya pada salah satu mata kekeruhannya akan lebih parah. (Ilyas, 2014).
1
Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia adalah
sebesar 0,9% dengan penyebab utama katarak. Dilaporkan pula bahwa telah terjadi
peningkatan prevalensi nasional kasus katarak (1,8%) dibandingkan dengan data
SKRT 2001 (1,2%). Usia lanjut merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
perkembangan katarak. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan katarak adalah
riwayat keluarga dengan katarak, adanya diabetes mellitus, penggunaan tembakau
(rokok), dan paparan sinar matahari berkepanjangan.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Sampai saat ini terapi terbaik bagi penderita katarak hanya berupa operasi,
karena belum ditemukan terapi medikamentosa yang dapat menghilangkan katarak.
Dalam referat ini akan dibahas mengenai macam-macam terapi, tindakan persiapan
sebelum operasi, teknik-teknik operasi, dan komplikasi post operasi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah pembentukan
katarak, namun beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses
bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak. (Ilyas, 2014).
Dalam hal ini dalam penatalaksanaan katarak dapat di lakukan terapi medikamentosa
dan non medikamentosa yang sesuai dengan indikasi dan stadium dari katarak.
3
c. Vitamin C (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi pembuluh
darah), contoh : ascorbic acid 600 mg.
d. Vitamin E.
Untuk menjaga kondisi imunitas tubuh, contoh: suplemen vitamin.
4
glare. Katarak posterior subcapsular akan lebih mempengaruhi pandangan jarak
dekat dibanding jarak jauh. Jika ada mata merah, nyeri, dan visus turun
mendadak harus diperkirakan adanya diagnosis lain. (Rajwasthya, 2018).
Visus harus dievaluasi untuk jarak jauh dan dekat. Pasien dengan
sklerosis nuklear yang mengalami gangguan lebih parah pada jarak baca dekat
dibanding jarak jauh haris dipikirkan adanya disfungsi pada makula.
(Rajwasthya, 2018).
5
operasi. Perlu diinvestigasi lebih lanjut jika ada congesti konjungtiva atau
bahkan menunda operasi jika perlu. (Rajwasthya, 2018).
6
2.2.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan lab sederhana seperti gula darah, tes urin, dan ekg akan
menentukan apakah beberapa pasien memiliki penyakit sistemik yang tidak
diketahui sebelumnya dan berpengaruh terhadap operasinya.
Pasien dalam kondisi fit dan sudah harus dalam penggunaan antibiotik
tetes (spektrum luas 4 kali sehari) selama 4 hari sebelum operasi. Peran dari
antibiotik sistemik masih kontroversial tetapi karena biayanya rendah dan efek
samping yang minimal, antibiotik spekrum luas seperti ciprofloxacin yang
memiliki penetrasi yang baik dapat digunakan 1 hari sebelum operasi.
(Rajwasthya, 2018).
7
tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Adapun indikasi
operasi :
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan dari tajam penglihatan pasien telah menurun hingga
mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
(Mutiarasari & Handayani, 2011).
2. Indikasi Sosial
Apabila visus pada pasien belum < 3/60 akan tetapi telah menganggu
profesi atau pekerjaan dan juga aktivitas pasien sehari-hari.
3. Indikasi Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis bila ada kecurigaan kelainan pada segmen
posterior yang belum dapat dipastikan oleh karena tertutup katarak.
4. Indikasi Terapetik
Untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Misalnya pada kasus
glaukoma.
5. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima,
misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan
hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun pengelihatan tidak
akan kembali. (Mutiarasari & Handayani, 2011).
8
2.4 Teknik Operasi dan Koreksi Afakia
9
perkembangan jaman ICCE mulai ditinggalkan dan beralih ke ECCE karena
dianggap lebih baik dan dapat meminimalisir terjadinya penyulit pasca operasi.
ICCE bermanfaat terutama pada kasus-kasus dimana lensa subluksasi dan
hipermatur. Bila fiksasi zonula tidak cukup kuat untuk dilakukan manipulasi
bedah pada nukleus dan korteks lensa dengan teknik ECCE, lebih disukai
teknik ICCE. pada ICCE lensa di ekstraksi secara utuh.
Kontraindikasi :
Kontraindikasi ICCE adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul
karena trauma, miopia tinggi, katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke COA
(Camera Okuli Anterior).
10
c. Potong limbus dengan keratom, luka dilebarkan dengan gunting
sampai dengan ½ lingkaran limbus
d. Lakukan iridektomi perifer untuk memperkecil kemungkinan prolapse
badan kaca dan untuk mempermudah pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan sesudah operasi
11
Gambar 2.2 Teknik operasi ECCE
12
Gambar 2.4 Peritomi Konjungtiva
13
Gambar 2.6 Can-Opener Capsulotomy
Indikasi :
ECCE diindikasikan pada katarak dengan lensa mata yang sangat keruh
sehingga sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi, pada katarak dengan
zonula zinii yang cukup kuat untuk dilakukan manipulasi bedah dan yang akan
dilakukan implantasi IOL.
Kontraindikasi :
ECCE memerlukan integritas zonular untuk pengangkatan nukleus dan
kortek, maka kontraindikasi untuk kasus dimana integritas zonular tidak kuat atau
rapuh, pada penderita uveitis anterior kronik yang aktif.
Keuntungan :
a. Insisi lebih kecil sehingga astigmatisma lebih kecil daripada ICCE
b. menimbulkan luka yang lebih stabil atau lebih kecil.
c. Dapat dilakukan implantasi IOL di COP
14
d. Jarang terjadi ablatio retina
Kerugian :
a. Dapat terjadi ruptur kapsul posterior
b. Prolaps corpus vitreous
c. Kerusakan sel endotel tinggi
a. Briddle Suture
b. Conjungtival Peritomy
c. Cauter
d. Incision ~ Groove, Tunnel, Enter Anterior Chamber
e. Viscoelastic Injection
f. Capsulotomy ~ Can Opener
g. Enlarge the wound
h. Nucleus Removal ~ Lift and Extract/ Manual Expression
i. Suture Placement
j. Cortex Removal
k. Wound Closure
l. Removal of Viscoelastic
m. Injection ~ Antibiotic
(Henderson, 2007)
15
instrumentasi yang mahal sedangan SICS hanya memerlukan instrumen yang
minimum (Rajwasthya, 2018).
SICS dapat dilakukan pada hampir semua tipe katarak, dimana phacoemulsifikasi
sulit dilakukan pada katarak morgagni dan katarak traumatik. Data-data terbaru
menunjukkan bahwa komplikasi selama operasi seperti ruptur kapsul posterior
cukup sering terjadi pada phacoemulifikasi dibanding SICS. Phacoemulsifikasi
bergantung dengan mesin, dan gangguan pada mesin dapat menyebabkan
konsekuensi serius selama operasi. Pada SICS, kemampuan dokter memiliki peran
yang signifikan terhadap hasil, dan SICS memiliki durasi operasi yang lebih singkat
dan memungkinkan untuk dilakukan operasi dengan jumlah yang banyak.
(Rajwasthya, 2018). Adapun tahap operasi sebagai berikut:
a. Capsulorhexis
b. Limbal peritomy
c. Frown incision
d. Luxation of the nucleus into anterior chamber
e. Injection of viscoelastics behind the nucleus
f. Rotation of the nucleus into the anterior chamber
g. Extraction of the nucleus
h. Irigation & Aspiration
i. Implantation of an IOL
j. Suturing of frown incision and conjunctiva
(Spandau & Scharioth, 2014)
16
Gambar 2.7 Teknik operasi SICS
17
Gambar 2.8 Insisi Frown
18
Gambar 2.10 Mengait lensa dengan fish hook
Phacoemulsification
Pada Phacoemulsification (disintegrasi ultrasonic dari nukleus)
dilakukan insisi kecil pada kapsul anterior sebesar 2,5-3 mm untuk
19
mengeluarkan lensa dan kemudian dimasukan IOL yang dapat dilipat
atau foldable. Teknik ini memerlukan jarum yang diarahkan dengan
gelombang ultrasonik ke arah nukleus untuk mengaspirasi substrat lensa
.
Teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling sering
digunakan. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam unruk
menghancurkan nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan
korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3mm.
20
Gambar 2.12 Teknik operasi phacoemulcification
21
Gambar 2.14 Parasentesis di jam 10
22
Gambar 2.16 Capsulorhexis
Keuntungan :
a. Insisi kecil, penyembuhan cepat
b. Astigmatisma lebih minimal
c. Komplikasi dan inflamasi pasca bedah lebih minimal
Kerugian :
a. Dapat terjadi robekan pada kapsul posterior dan kemudian material lensa bisa
bercampur dengan vitreous.
b. Dapat terjadi kerusakan pada iris akibat getaran pada jarum.
23
katarak yang dikendalikan dengan sistem komputer, sehingga proses penyembuhan
jauh lebih cepat dengan hasil yang tepat dan jauh lebih baik tanpa jahitan.
Perbedaan teknologi tersebut pada saat pembuatan sayatan kornea dan pada
saat pembelahan kataraknya. Jika pada Fakoemulsifikasi mengunakan sayatan
manual dengan pisau khusus yang disebut keratome, dan pembelahan masa lensa
dengan teknik mekanik menggunakan ultrasound, sedangkan pada Femtosecond
Laser Assisted Cataract Surgery (FLACS) semua prosedur tersebut menggunakan
laser. Dengan laser maka sayatan dan pembelahan katarak akan lebih presisis dan
aman.
Perkembangan IOL dimulai pada tahun 1949 oleh Harold Ridley dengan
24
IOL memiliki banyak jenis, tetapi sebagian besar desain terdiri atas
sebuah optik bikonveks di sentral dan dua buah kaki (atau Haptik) untuk
belakang yang paling baru terbuat dari bahan yang lentur, seperti silikon
multifokal juga telah dibuat. Tujuan desain ini adalah untuk memberikan
IOL pada COP bisa diletakan pada capsular bag atau didepan kapsul posterior
25
Indikasi :
Implantasi IOL adalah cara untuk koreksi afakia karena operatif, juga
meningkatkan fungsi visual penderita secara alami dan merupakan metode yang
yang baik.
Kontraindikasi :
Implantasi IOL tidak dilakukan pada keadaan dimana penderita menolak IOL,
penderita lebih menyukai kacamata atau lensa kontak, glaukoma yang tidak
2. Kacamata Afakia
Kekurangan :
c. Distorsi besar
3. Lensa Kontak
sebab tanpa kontak lensa penderita tidak dapat melihat dengan binocular vision.
Keuntungan dari lensa kontak ini adalah penderita dapat melihat dengan normal
26
2.5 Follow-up Post Operasi
2.6 Komplikasi
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi:
Intraoperation
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior
mungkin akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat
dari keseimbangan solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran
akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif
pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal. (Mutiarasari &
Handayani, 2011).
Post Operation
Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication Post
Operation dan Late Complication Post Operation.
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan
selama operasi maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik
27
anterior, yang merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi
pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu
instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi).
(Mutiarasari & Handayani, 2011)
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap
pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan. (Mutiarasari
& Handayani, 2011).
3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius
namun jarang terjadi. Pasien datang dengan :
- Mata merah yang terasa nyeri.
- Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari
setelah pembedahan.
- Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
4. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan
jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini
dilakukan sebelum pengukuran kacamata baru namun setelah luka
insisi sembuh. (Mutiarasari & Handayani, 2011)
5. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak
dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat
komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
(Mutiarasari & Handayani, 2011).
6. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah
pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat
sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan yang berat. (Mutiarasari & Handayani, 2011).
7. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan
kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah
28
pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui
permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan
rasa silau. (Mutiarasari & Handayani, 2011).
29
BAB 3
KESIMPULAN
Katarak merupakan suatu kekeruhan pada lensa yang sering terjadi pada usia tua,
namun juga dapat terjadi pada usia muda. dapat terjadi akibat hidrasi(penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau bisa terjadi akibat kedua-duanya.
Kekeruhan dapat mengenai kedua mata dan berjalan progresif, biasanya pada salah satu
mata kekeruhannya akan lebih parah.
Tatalaksana katarak ada yang berupa medikamentosa dan non medikamentosa. Namun,
sampai saat ini terapi terbaik pada katarak adalah berupa non medikamentosa Operasi.
Teknik operasi ada bermacam-macam, yaitu SICS, Phacoemulsifikasi, dan ECCE.
Pemilihan teknik operasi memerlukan banyak pertimbangan seperti, kematangan
katarak lensa, fasilitas yang dimiliki, dan keahlian dari ahli bedah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada operasi katarak berupa hilangnya vitreus, kolaps
iris, endoftalmitis, ablasio retina, edema macular sistoid, dan opasifikasi kapsul
posterior.
30
DAFTAR PUSTAKA
Gower, E., & Lindsley, K. (2017). Antibiotics at the time of cataract surgery to prevent
bacterial infection of the eye.
Ilyas, S. (2014). Ilmu Penyakit Mata. Depok: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia.
Spandau, U., & Scharioth, G. (2014). Complications during and after Cataract
Surgery. Springer.
31