Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhikeis, Inggris cataract, dan Latin
cataracta yang berarti air terjun. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau bisa
terjadi akibat kedua-duanya. Kekeruhan dapat mengenai kedua mata dan berjalan
progresif, biasanya pada salah satu mata kekeruhannya akan lebih parah. (Ilyas, 2014).

Katarak merupakan penyakit usia lanjut, namun dapat diakibatkan oleh


kelainan kongenital, kelainan metabolik sistemik atau penyakit mata menahun.
Kelainan metabolik sistemik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes melitus,
galaktosemia, dan distrofi miotonik. Sedangkan penyakit mata yang dapat
menyebabkan katarak adalah uveitis, glaucoma, retinitis pigmentosa, dan ablasi. (Ilyas,
2014).

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak tujuh belas


juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh katarak dan dijangka
menjelang tahun 2020, angka ini akan meningkat menjadi empat puluh juta. Katarak
senilis merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan dimana 90 % dari seluruh
kasus katarak adalah katarak senilis.

Katarak yang merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan di dunia


diperkirakan jumlah penderita kebutaan katarak di dunia saat ini sebesar 17 juta orang
dan akan meningkat menjadi 40 juta pada tahun 2020. Katarak terjadi 10% orang
Amerika Serikat dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50% untuk mereka yang
berusia antara 65 dan 74 tahun. Dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia
lebih dari 75 tahun (Soehardjo, 2004).

1
Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia adalah
sebesar 0,9% dengan penyebab utama katarak. Dilaporkan pula bahwa telah terjadi
peningkatan prevalensi nasional kasus katarak (1,8%) dibandingkan dengan data
SKRT 2001 (1,2%). Usia lanjut merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
perkembangan katarak. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan katarak adalah
riwayat keluarga dengan katarak, adanya diabetes mellitus, penggunaan tembakau
(rokok), dan paparan sinar matahari berkepanjangan.

Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

Sampai saat ini terapi terbaik bagi penderita katarak hanya berupa operasi,
karena belum ditemukan terapi medikamentosa yang dapat menghilangkan katarak.
Dalam referat ini akan dibahas mengenai macam-macam terapi, tindakan persiapan
sebelum operasi, teknik-teknik operasi, dan komplikasi post operasi.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah pembentukan
katarak, namun beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses
bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak. (Ilyas, 2014).

Dalam hal ini dalam penatalaksanaan katarak dapat di lakukan terapi medikamentosa
dan non medikamentosa yang sesuai dengan indikasi dan stadium dari katarak.

2.1.1 Terapi Medikamentosa


Tujuan dari terapi medikamentosa antara lain :
1. Untuk memperlambat kecepatan progresifitas kekeruhan (mencegah
rusaknya protein dan lemak penyusun lensa, misalnya dengan
menstabilkan molekul protein dari denaturasi) sehingga pasien dapat
lebih lama menikmati tajam penglihatan sebelum proses opasitas
memburuk.
Contoh: obat iodine yang memiliki efek antioksidan seperti potassium
iodine.
2. Untuk menjaga kondisi elemen mata misalnya pembuluh darah dan
persyarafan mata. Contoh:
a. Suplemen vitamin A (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi
retina), contoh : vitamin A 6000 IU, beta carotene (pro-vitamin A)
12.000 IU.
b. Suplemen vitamin B (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi
syaraf), contoh : vitamin B-2 (riboflavin) 20 mg, vitamin B-6
(pyridoxine hydrochloride) 11 mg, vitamin B complex, dll.

3
c. Vitamin C (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi pembuluh
darah), contoh : ascorbic acid 600 mg.
d. Vitamin E.
Untuk menjaga kondisi imunitas tubuh, contoh: suplemen vitamin.

2.1.2 Terapi non medikamentosa


Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila
telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer,
2000). Dalam bedah katarak, lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa)
dengan beberapa prosedur.

Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa atau


remaja adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular dilanjutkan dengan
penanaman lensa intraokular. Lalu teknik ekstraksi katarak insisi kecil.
Saat ini, fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak yang paling
sering digunakan. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam
untuk mengancurkan nukleus yang keras. Selanjutnya, ekstraksi katarak
intrakapsular, suatu tindakan mengangkat seluruh lensa beserta
kapsulnya, kini jarang dilakukan lagi Karena tingginya komplikasi.
(Shahsuvaryan, 2016).

2.2 Persiapan Pre Operasi

2.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat penyakit mata ditujukan untuk mendapatkan informasi


mengenai permasalah dari mata pasien dan efeknya terhadap kualitas hidup.
Perbedaan morfologi katarak berefek pada keluhan yang berbeda. Katarak
nuklear akan menyebabkan pandangan jauh menjadi kabur dibanding
pandangan dekat, dan sulitnya melihat pada malam hari dikarenakan nighttime

4
glare. Katarak posterior subcapsular akan lebih mempengaruhi pandangan jarak
dekat dibanding jarak jauh. Jika ada mata merah, nyeri, dan visus turun
mendadak harus diperkirakan adanya diagnosis lain. (Rajwasthya, 2018).

Adanya penyakit mata penyerta seperti glaukoma, penyakit retina,


gangguan refraksi, keratitis, harus dievaluasi. Semua pengobatan jika ada
penyakit mata sebelumnya harus dicatat karena dapat mempengaruhi prognosis
setelah operasi katarak. (Rajwasthya, 2018).

Edukasi pada pasien sebelum dilakukan operasi katarak agar tidak


memiliki ekspektasi tinggi setelah dilakukan operasi juga penting, Karena visus
tidak hanya dipengaruhi oleh kekeruhan lensa tapi juga oleh faktor-faktor yang
lain. (Rajwasthya, 2018).

Riwayat penyakit jantung, paru-paru harus dievaluasi. Operasi akan


menimbulkan stres pada pasien walaupun hanya menggunakan anestesi topikal.
Diabetes melitus dan hipertensi merupakan permasalah yang umum pada pasien
pasien dengan katarak, kedua kondisi ini dapat memperburuk prognosis selama
operasi dan post operasi. Pasien dengan asma, dan batuk kronik sapat
menghambat penyembuhan karena resiko perdarahan. (Rajwasthya, 2018).

2.2.2 Pemeriksaan Fisik

Visus harus dievaluasi untuk jarak jauh dan dekat. Pasien dengan
sklerosis nuklear yang mengalami gangguan lebih parah pada jarak baca dekat
dibanding jarak jauh haris dipikirkan adanya disfungsi pada makula.
(Rajwasthya, 2018).

Tentukan posisi mata, cover-uncover test untuk menentukan apa ada


disfungsi otot mata, kemungkinan ambliopia dan strabismus. Abnormalitas
kelopak, folikel rambut yang salah posisi, adanya blefaritis atau meibomitis,
lalu mengecek tersumbat atau tidaknya saluran air mata sebelum dilakukan

5
operasi. Perlu diinvestigasi lebih lanjut jika ada congesti konjungtiva atau
bahkan menunda operasi jika perlu. (Rajwasthya, 2018).

Keadaan kornea sangat penting untuk menentukan tipe operasi yang


sesuai dan respon dari mata setelah operasi. Adanya pigmen pada kornea atau
keratitis presipitat pada permukaan endotel, perlu dicurigai adanya glaukoma
atau uveitis, yang perlu diatasi dahulu sebelum dilakukan operasi katarak.
(Rajwasthya, 2018).

Adanya distrofi fuch akan mempengaruhi tipe operasi yang dilakukan.


Kedalaman bilik mata depan cukup penting, karena pada teknik phaco dan
SICS sangat sulit dilakukan dalam keadaan bilik mata depan yang dangkal
terutama jika belum berpengalaman. (Rajwasthya, 2018).

Jika memungkinkan kondisi fundus harus dievaluasi, terutama dengan


ophtalmoskop, untuk menyingkirkan adanya abnormalitas, kelainan degenerasi
dari retina dan kelainan nervus optikus untuk memperkirakan prognosis setelah
operasi. (Rajwasthya, 2018).

Tekanan intraokuler harus dicatat sebelum dilakukan operasi. Ketika


ditemukan tekanan intraokuler yang tinggi, harus ditentukan tipe glaukoma dan
diatasi terlebih dahulu, Setelah melewati seluruh pemeriksaan okular, perlu
dilakukan penentuan ketajaman visus setelah dilakukan operasi. Prinsip
pemeriksaan ini adalah menggunakan alat yang diproyeksikan melalui lensa
katarak menuju retina. Dua tipe instrumen tersedia untuk pemeriksaan ini.
Salah satunya adalah Guyton-Minkowski potensial acuity meter (PAM). Alat
ini ditempelkan pada slit lamp dan akan meproyeksikan snellen chart yang
diperkecil melalui are pinhole di lensa menuju makula. (Rajwasthya, 2018).

6
2.2.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan lab sederhana seperti gula darah, tes urin, dan ekg akan
menentukan apakah beberapa pasien memiliki penyakit sistemik yang tidak
diketahui sebelumnya dan berpengaruh terhadap operasinya.

Pasien dalam kondisi fit dan sudah harus dalam penggunaan antibiotik
tetes (spektrum luas 4 kali sehari) selama 4 hari sebelum operasi. Peran dari
antibiotik sistemik masih kontroversial tetapi karena biayanya rendah dan efek
samping yang minimal, antibiotik spekrum luas seperti ciprofloxacin yang
memiliki penetrasi yang baik dapat digunakan 1 hari sebelum operasi.
(Rajwasthya, 2018).

Pada suatu penelitian yang membandingkan antara empat jenis


perlakuan yaitu antibiotik injeksi bersama antibiotik tetes mata, antibiotik
injeksi tanpa antibiotik tetes mata, antibiotik tetes mata saja, tetes mata plasebo.
Menemukan bahwa antibiotik injeksi yaitu cefuroxime pada akhir operasi
menurunkan resiko endoftalmitis. Penggunaan antibiotik tetes mata antara
levofloxacin atau kloramfenikol disertai dengan antibiotik injeksi (cefuroxime
atau penisilin) dapat mengurangi resiko endoftalmitis dibanding digunakan
secara tunggal. Penambahan antibiotik dalam cairan irigasi tidak menurunkan
resikoendoftalmitis. (Gower & Lindsley, 2017).

2.3 Indikasi Operasi

Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika


penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan
kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak

7
tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Adapun indikasi
operasi :
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan dari tajam penglihatan pasien telah menurun hingga
mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
(Mutiarasari & Handayani, 2011).
2. Indikasi Sosial
Apabila visus pada pasien belum < 3/60 akan tetapi telah menganggu
profesi atau pekerjaan dan juga aktivitas pasien sehari-hari.
3. Indikasi Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis bila ada kecurigaan kelainan pada segmen
posterior yang belum dapat dipastikan oleh karena tertutup katarak.
4. Indikasi Terapetik
Untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Misalnya pada kasus
glaukoma.
5. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima,
misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan
hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun pengelihatan tidak
akan kembali. (Mutiarasari & Handayani, 2011).

8
2.4 Teknik Operasi dan Koreksi Afakia

2.4.1 Teknis Operasi

 Intra Capsular Cataract Extraction


ICCE adalah teknik operasi yang membuang lensa dan kapsul secara
keseluruhan dengan menyisakan vitreus dan membran Hyaloidea. IOL dapat
diletakan di bilik mata anterior dengan resiko infeksi kornea. Selain itu tidak
ada yang membatasi antara segmen anterior dan segmen posterior yang dapat
meningkatkan kemungkinan kompilkasi lainnya seperti vitreus loss dan
endoftalmitis.

Gambar 2.1 Teknik operasi ICCE

Indikasi Operasi ICCE :


Sebelum adanya bedah katarak ekstrakapsular modern, ekstraksi
katarak intrakapsular merupakan teknik bedah yang disukai. Dengan

9
perkembangan jaman ICCE mulai ditinggalkan dan beralih ke ECCE karena
dianggap lebih baik dan dapat meminimalisir terjadinya penyulit pasca operasi.
ICCE bermanfaat terutama pada kasus-kasus dimana lensa subluksasi dan
hipermatur. Bila fiksasi zonula tidak cukup kuat untuk dilakukan manipulasi
bedah pada nukleus dan korteks lensa dengan teknik ECCE, lebih disukai
teknik ICCE. pada ICCE lensa di ekstraksi secara utuh.

Kontraindikasi :
Kontraindikasi ICCE adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul
karena trauma, miopia tinggi, katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke COA
(Camera Okuli Anterior).

Keuntungan ICCE dibandingkan dengan ECCE :


a. Tidak memerlukan operasi tambahan karena membuang seluruh kapsul
dan lensa tanpa meninggalkan sisa.
b. Menggunakan peralatan yang lebih sederhana.
c. Pemulihan penglihatan segera karena menggunakan kacamata +10
dioptri.

Kerugian ICCE dibandingkan ECCE :


a. Penyembuhan luka yang lama.
b. Pencetus astigmatisma.
c. Dapat menimbulkan prolaps iris dan vitreus .
d. Insiden ablatio retina lebih tinggi dibanding ECCE.

Adapun teknik operasi sebagai berikut:

a. Lepaskan konjungtiva bulbi sampai ke limbus (1/2 lingkaran limbus)


b. Buat 3 preplaced suture yang menghubungkan kornea dan sclera

10
c. Potong limbus dengan keratom, luka dilebarkan dengan gunting
sampai dengan ½ lingkaran limbus
d. Lakukan iridektomi perifer untuk memperkecil kemungkinan prolapse
badan kaca dan untuk mempermudah pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan sesudah operasi

 Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular


Pada teknik ini, bagian kapsul anterir diambil, korteks dari lensa dan
nukleus diekstraksi menyisakan kapsul anterior, kapsul posterior dan zonula
zinii. (Rajwasthya, 2018).
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau
temporal. Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior, dan nukleus serta korteks
lensanya diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada "kantung
kapsular" yang sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh. (Eva
& Whitcher, 2010).
Pada ekstraksi katarak ekstrakapsular bentuk ekspresi nukleus, nukleus
lensa dikeluarkan dalam keadaan utuh, tetapi prosedur ini memerlukan insisi
yang relatif besar. (Eva & Whitcher, 2010).

11
Gambar 2.2 Teknik operasi ECCE

Gambar 2.3 Penempatan Bridle Suture untuk fiksasi Bola Mata

12
Gambar 2.4 Peritomi Konjungtiva

Gambar 2.5 Insisi Sklera

13
Gambar 2.6 Can-Opener Capsulotomy

Indikasi :
ECCE diindikasikan pada katarak dengan lensa mata yang sangat keruh
sehingga sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi, pada katarak dengan
zonula zinii yang cukup kuat untuk dilakukan manipulasi bedah dan yang akan
dilakukan implantasi IOL.

Kontraindikasi :
ECCE memerlukan integritas zonular untuk pengangkatan nukleus dan
kortek, maka kontraindikasi untuk kasus dimana integritas zonular tidak kuat atau
rapuh, pada penderita uveitis anterior kronik yang aktif.

Keuntungan :
a. Insisi lebih kecil sehingga astigmatisma lebih kecil daripada ICCE
b. menimbulkan luka yang lebih stabil atau lebih kecil.
c. Dapat dilakukan implantasi IOL di COP

14
d. Jarang terjadi ablatio retina

Kerugian :
a. Dapat terjadi ruptur kapsul posterior
b. Prolaps corpus vitreous
c. Kerusakan sel endotel tinggi

Adapun teknik operasi sebagai berikut:

a. Briddle Suture
b. Conjungtival Peritomy
c. Cauter
d. Incision ~ Groove, Tunnel, Enter Anterior Chamber
e. Viscoelastic Injection
f. Capsulotomy ~ Can Opener
g. Enlarge the wound
h. Nucleus Removal ~ Lift and Extract/ Manual Expression
i. Suture Placement
j. Cortex Removal
k. Wound Closure
l. Removal of Viscoelastic
m. Injection ~ Antibiotic
(Henderson, 2007)

 Ekstraksi Katarak Insisi Kecil (SICS)


Operasi katarak modern menargetkan penyembuhan paska operasi yang cepat
dengan komplikasi minimal. Hal ini dapat terjadi dengan mengecilkan ukuran
insisi. Pada operasi ekstrakapsular insisi sekitar 10-12 mm, 5,5 - 7.0 mm pada SICS
dan 3-5.5 mm pada phacoemulsification. Phacoemulsification memerlukan

15
instrumentasi yang mahal sedangan SICS hanya memerlukan instrumen yang
minimum (Rajwasthya, 2018).
SICS dapat dilakukan pada hampir semua tipe katarak, dimana phacoemulsifikasi
sulit dilakukan pada katarak morgagni dan katarak traumatik. Data-data terbaru
menunjukkan bahwa komplikasi selama operasi seperti ruptur kapsul posterior
cukup sering terjadi pada phacoemulifikasi dibanding SICS. Phacoemulsifikasi
bergantung dengan mesin, dan gangguan pada mesin dapat menyebabkan
konsekuensi serius selama operasi. Pada SICS, kemampuan dokter memiliki peran
yang signifikan terhadap hasil, dan SICS memiliki durasi operasi yang lebih singkat
dan memungkinkan untuk dilakukan operasi dengan jumlah yang banyak.
(Rajwasthya, 2018). Adapun tahap operasi sebagai berikut:
a. Capsulorhexis
b. Limbal peritomy
c. Frown incision
d. Luxation of the nucleus into anterior chamber
e. Injection of viscoelastics behind the nucleus
f. Rotation of the nucleus into the anterior chamber
g. Extraction of the nucleus
h. Irigation & Aspiration
i. Implantation of an IOL
j. Suturing of frown incision and conjunctiva
(Spandau & Scharioth, 2014)

16
Gambar 2.7 Teknik operasi SICS

17
Gambar 2.8 Insisi Frown

Gambar 2.9 Parasentesis dan Capsulorhexis

18
Gambar 2.10 Mengait lensa dengan fish hook

Gambar 2.11 Ekstraksi nucleus lensa

 Phacoemulsification
Pada Phacoemulsification (disintegrasi ultrasonic dari nukleus)
dilakukan insisi kecil pada kapsul anterior sebesar 2,5-3 mm untuk

19
mengeluarkan lensa dan kemudian dimasukan IOL yang dapat dilipat
atau foldable. Teknik ini memerlukan jarum yang diarahkan dengan
gelombang ultrasonik ke arah nukleus untuk mengaspirasi substrat lensa
.
Teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling sering
digunakan. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam unruk
menghancurkan nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan
korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3mm.

Adapun teknik operasi sebagai berikut:


a. Paracentesis incisions at 10:30 o’clock and 1:30 o’clock
b. Intracameral lidocaine and viscoelastics
c. Corneal tunnel incision at 9 o’clock
d. Capsulorhexis
e. Hydrodissection and hydrodelineation
f. Phacoemulsification
g. Irrigation and aspiration (I/A)
h. IOL implantation
i. Removal of viscoelastics
j. Hydration of corneal incisions
k. Intracameral cefuroxime

20
Gambar 2.12 Teknik operasi phacoemulcification

Gambar 2.13 Parasentesis di jam 1

21
Gambar 2.14 Parasentesis di jam 10

Gambar 2.15 Insisi Tunnel pada Cornea

22
Gambar 2.16 Capsulorhexis

Keuntungan :
a. Insisi kecil, penyembuhan cepat
b. Astigmatisma lebih minimal
c. Komplikasi dan inflamasi pasca bedah lebih minimal

Kerugian :
a. Dapat terjadi robekan pada kapsul posterior dan kemudian material lensa bisa
bercampur dengan vitreous.
b. Dapat terjadi kerusakan pada iris akibat getaran pada jarum.

 Femtosecond Laser Assisted Cataract Surgery (FLACS)


Dengan berkembangnya teknologi yang jauh lebih maju kini operasi
katarak tak perlu lagi dengan pisau atau sayatan, melainkan dengan teknologi
operasi katarak laser yang digunakan untuk pembedahan katarak laser. Operasi
katarak laser adalah pengangkatan lensa mata yang telah mengembangkan
kekeruhan yang disebut sebagai katarak dengan bantuan sinar laser dalam insisi

23
katarak yang dikendalikan dengan sistem komputer, sehingga proses penyembuhan
jauh lebih cepat dengan hasil yang tepat dan jauh lebih baik tanpa jahitan.
Perbedaan teknologi tersebut pada saat pembuatan sayatan kornea dan pada
saat pembelahan kataraknya. Jika pada Fakoemulsifikasi mengunakan sayatan
manual dengan pisau khusus yang disebut keratome, dan pembelahan masa lensa
dengan teknik mekanik menggunakan ultrasound, sedangkan pada Femtosecond
Laser Assisted Cataract Surgery (FLACS) semua prosedur tersebut menggunakan
laser. Dengan laser maka sayatan dan pembelahan katarak akan lebih presisis dan
aman.

Femtosecond Laser Assisted Cataract Surgery

2.4.2 Koreksi Afakia

1. IOL (Intra Ocular Lens)

Perkembangan IOL dimulai pada tahun 1949 oleh Harold Ridley dengan

lensa berbentuk diskus dipasang pada COP (Capsule Okuli Posterior)

setelah dilakukan ECCE.

24
IOL memiliki banyak jenis, tetapi sebagian besar desain terdiri atas

sebuah optik bikonveks di sentral dan dua buah kaki (atau Haptik) untuk

mempertahankan optik pada posisinya. Posisi lensa yang optimal adalah

didalam kantung kapsular setelah dilakukan ECCE. Lensa bilik mata

belakang yang paling baru terbuat dari bahan yang lentur, seperti silikon

dan polimer akrilik atau disebut lensa foldable. Kelenturan ini

memungkinkan lensa tanam untuk dilipat sehingga ukuran insisi yang

dibutuhkan dapat dikurangi. Desain lensa yang menggabungkan optik

multifokal juga telah dibuat. Tujuan desain ini adalah untuk memberikan

pengelihatan yang baik dekat maupun jauh tanpa kacamata. Desain

monofokal saat ini belum bisa melakukan itu (Riordan P, 2007).

Gambar 2.5 Jenis IOL

Implantasi IOL pada COP :

IOL pada COP bisa diletakan pada capsular bag atau didepan kapsul posterior

pada sulkus siliaris.

25
Indikasi :

Implantasi IOL adalah cara untuk koreksi afakia karena operatif, juga

meningkatkan fungsi visual penderita secara alami dan merupakan metode yang

paling memuaskan untuk koreksi afakia. Merupakan indikasi mutlak pada

katarak monokular, kesulitan memakai lensa kontak, manula, diperlukan visus

yang baik.

Kontraindikasi :

Implantasi IOL tidak dilakukan pada keadaan dimana penderita menolak IOL,

penderita lebih menyukai kacamata atau lensa kontak, glaukoma yang tidak

terkontrol, rubeosis iridis, uveitis yang tidak terkontrol. Kontraindikasi relatif

yaitu pada penderita diabetes militus dan kelainan retina.

2. Kacamata Afakia

Menggunakan lensa +10 Dioptri

Kekurangan :

a. Lapang pandang terbatas

b. Secara kosmetik kurang menarik

c. Distorsi besar

3. Lensa Kontak

Lensa kontak terutama bermanfaat pada penderita dengan unilateral katarak,

sebab tanpa kontak lensa penderita tidak dapat melihat dengan binocular vision.

Keuntungan dari lensa kontak ini adalah penderita dapat melihat dengan normal

tanpa adanya distorsi.

26
2.5 Follow-up Post Operasi

Jika digunakan teknik SICS, masa penyembuhan pascaoperasi biasanya


lebih pendek dibanding jenis operasi yang lain . Pasien umumnya boleh pulang
pada hari operasi, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan
menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan.
Matanya dapat dibalut pada hari operasi. Perlindungan pada malam hari dengan
pelindung logam sering kali disarankan selama beberapa hari pascaoperasi.
Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi
kebanyakan pasien dapat melihat cukup baik melalui lensa intraokular sambil
menunggu kacamata permanen. (Eva & Whitcher, 2010).

2.6 Komplikasi

Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi:
 Intraoperation
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior
mungkin akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat
dari keseimbangan solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran
akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif
pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal. (Mutiarasari &
Handayani, 2011).
 Post Operation
Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication Post
Operation dan Late Complication Post Operation.
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan
selama operasi maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik

27
anterior, yang merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi
pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu
instrument yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi).
(Mutiarasari & Handayani, 2011)
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada
periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap
pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan. (Mutiarasari
& Handayani, 2011).
3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius
namun jarang terjadi. Pasien datang dengan :
- Mata merah yang terasa nyeri.
- Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari
setelah pembedahan.
- Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
4. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan
jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini
dilakukan sebelum pengukuran kacamata baru namun setelah luka
insisi sembuh. (Mutiarasari & Handayani, 2011)
5. Ablasio retina. Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak
dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat
komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
(Mutiarasari & Handayani, 2011).
6. Edema macular sistoid. Makula menjadi edema setelah
pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat
sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan yang berat. (Mutiarasari & Handayani, 2011).
7. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan
kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah

28
pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui
permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan
rasa silau. (Mutiarasari & Handayani, 2011).

29
BAB 3

KESIMPULAN

Katarak merupakan suatu kekeruhan pada lensa yang sering terjadi pada usia tua,
namun juga dapat terjadi pada usia muda. dapat terjadi akibat hidrasi(penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau bisa terjadi akibat kedua-duanya.
Kekeruhan dapat mengenai kedua mata dan berjalan progresif, biasanya pada salah satu
mata kekeruhannya akan lebih parah.

Tatalaksana katarak ada yang berupa medikamentosa dan non medikamentosa. Namun,
sampai saat ini terapi terbaik pada katarak adalah berupa non medikamentosa Operasi.
Teknik operasi ada bermacam-macam, yaitu SICS, Phacoemulsifikasi, dan ECCE.
Pemilihan teknik operasi memerlukan banyak pertimbangan seperti, kematangan
katarak lensa, fasilitas yang dimiliki, dan keahlian dari ahli bedah.

Komplikasi yang dapat terjadi pada operasi katarak berupa hilangnya vitreus, kolaps
iris, endoftalmitis, ablasio retina, edema macular sistoid, dan opasifikasi kapsul
posterior.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arimbi, A. T. (2014). Jurnal: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Katarak


Degeneratif Di RSUD Budhi Asih.13-17.
Eva, P., & Whitcher, J. (2010). Vaughan & Asbury Ophtalmology Umum. Jakarta:
EGC.

Gower, E., & Lindsley, K. (2017). Antibiotics at the time of cataract surgery to prevent
bacterial infection of the eye.

Henderson, B. (2007). Essential in Cataract Surgery. SLACK Incorporated.

Ilyas, S. (2014). Ilmu Penyakit Mata. Depok: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia.

Mutiarasari, D., & Handayani, F. (2011). Katarak Juvenil. INSPIRASI, 37-50.

Rajwasthya. (2018, February 6). Retrieved from Rajwasthya: www.rajswasthya.nic.in

Shahsuvaryan, M. (2016). The Management of Cataract: Where are We? EC


Ophtalmology, 304-308.

Soehardjo. (2004). Jurnal: Kebutaan Katarak: Faktor-Faktor Risiko, Penanganan Klinis


dan Pengendalian.

Spandau, U., & Scharioth, G. (2014). Complications during and after Cataract
Surgery. Springer.

31

Anda mungkin juga menyukai