EFUSI PLEURA
A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapat penumpukan cairan dalam rongga
pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleura bukanlah
suatu disease entinity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat
mengancam jiwa penderita. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan: fremitus yang
menurun, perkusi yang pekak, tanda-tanda pendorongan mediastinum, suara napas yang
menghilang pada auskultasi
Efusi pleura adalah suatu akumulasi cairan yanga abnormal dalam rongga pleura.
(Mark A. Grabber, dkk, 2006)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura ( Irman Sumantri,2007)
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995)
B. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
3. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
4. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru,
lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Tekanan edema
Permiabilitas
vascular hidrostatik
Transudasi
EFFUSI PLEURA
Penumpukan Cairan
dalam rongga pleura
Eksparei paru
menurun
Sesak napas
Pola napas tidak
efektif
Nyeri dada
Nafsu makan
menurun
Gangguan pola
Gangguan
tidur
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kinik yang muncul (Tierney, 2002 dan Tucker, 1998) ) adalah
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernafas
4. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
5. Keletihan
6. Batuk
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
Ultrasonografi: USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel
malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari
tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan
paru.
Water Seal Drainage merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus), dari rongga pleura dengan menggunakan
pipa penghubung setelah tindakan tersebut selanjutnya dilakukan tindakan
pleurodesis yaitu penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi,
mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan
maupun udara dalam rongga pleura.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
H. KOMPLIKASI
1. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
2. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
3. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis)
4. Laserasi pleura viseralis
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Anamnesa
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhaberupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Adanya tindakan medis dan
perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang
kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
1) K/U
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-
35kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajat hidrasi seseorang,
B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi
pleura antara lain :
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan
Martin Tucleer, dkk, 1998).
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu
makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
(Barbara Engram, 1993).
3. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap
dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
b. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
c. Buka jalan nafas,gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
d. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
e. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
f. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
g. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
h. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
i. Pertahankan jalan nafas yang paten
j. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
serta foto thorax.
3. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik.
Tujuan :Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil: Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman
tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu
30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8.
Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan
evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.