Disusun oleh :
031500442
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................4
1.3. Batasan Masalah ....................................................................................5
1.4. Tujuan Penelitian...................................................................................5
1.5. Manfaat Penelitian.................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. State Of The Art Penelitian ...................................................................7
2.2. Alumunium............................................................................................8
2.3. Teknik DC Sputtering ........................................................................10
2.4. Titanium Nitrida .................................................................................13
2.5. Uji Kekerasan .....................................................................................14
2.6. Uji Laju Korosi....................................................................................15
2.7. Uji X-Ray Diffraction .........................................................................17
2.8. Hipotesis .................................................................................................
ii
3.3.1. Studi Literatur ......................................................................22
3.3.2. Persiapan Alat dan Bahan ....................................................22
3.3.3. Preparasi Sampel ..................................................................22
3.3.4. Proses Sputtering ..................................................................22
3.3.5. Pengujian Kekerasan ............................................................23
3.3.6. Pengujian Laju Korosi .........................................................23
3.3.7. Pengujian Struktur Kristal XRD ..........................................24
3.3.8. Analisis Data ........................................................................24
3.4. Jadwal Penelitian ..................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................26
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Korosi merupakan kerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh
lingkungannya. Proses korosi yang terjadi disamping oleh reaksi kimia juga
diakibatkan oleh proses elektrokimia. Lingkungan yang berpengaruh dapat berupa
lingkungan asam, embun, air tawar, air laut, air danau, air sungai, dan air tanah
(Camberlain, 1991). Selain itu, korosi dapat diidentifikasikan sebagai perusakan
suatu material (terutama logam) karena bereaksi dengan lingkungannya. Ketika
bereaksi dengan lingkungan, sebagian logam akan menjadi oksida, sulfida, senyawa
lain yang dapat larut dalam lingkungannya (Suherman, 1999).
Aluminium dan paduannya adalah material logam ke dua terbanyak yang
digunakan setelah baja. Aplikasi aluminium dan paduannya sangat beragam, mulai
dari bangunan, bodi kendaraan, komponen mesin, komponen pada kapal, hingga
aplikasi pada pesawat. Pada umumnya aplikasi aluminium menitikberatkan pada
karakternya yang ringan dan tahan korosi. Kekuatan dan kekerasan paduan
aluminium tergolong tinggi. Sebagai contoh aluminium A206 yang mengandung
unsur paduan utama berupa Cu, Mn, dan Mg, mempunyai kekuatan tarik 436 Mpa
dan kekerasan 137 HV. Aluminium A360 atau ADC 3 yang mengandung unsur
paduan utama berupa Si dan Mg mempunyai kekuatan tarik 325 Mpa. Aluminium
paduan jenis tersebut mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik, kekuatan tinggi,
serta mampu tuang yang baik (Properties and Selection Nonferrous Alloy and
Special - Purpose Materials, 1992).
Kepadatan rendah paduan aluminium ( ̴ B2700 kgm3) membuatnya
menarik untuk aplikasi teknik kelautan seperti pada kapal laut. Namun, ketahanan
korosi cukup bervariasi tergantung pada komposisi paduan dan perlakuan panas
(Phull and Abdullahi, 2017). Paduan aluminium yang banyak digunakan untuk
pembuatan kapal adalah seri 5xxx (Al-Mg-Mn) dan 6xxx (Al-Mg-Si) (Ferraris and
Volpone, 2005). Seri 5xxx dipilih karena mempunyai sifat ketahanan korosi yang
sangat baik, sedangkan seri 6xxx dipilih karena kekuatannya. Meskipun paduan
aluminium memiliki ketahanan terhadap korosi yang baik karena lapisan oksida
alami yang dimiliki aluminium, tetapi pada lingkungan yang korosif lapisan ini
menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan ini menjadikan paduan aluminium juga dapat
terserang korosi, seperti pada industri pembuatan kapal aluminium (Wahyudianto
et al., 2016).
2
Berdasarkan uraian di atas, aluminium secara umum banyak digunakan
dalam berbagai aspek kehidupan di era modern ini. Aluminium memiliki banyak
kelebihan dan kekurangan sehingga perlu dilakukan usaha dalam meningkatkan
ketahanan sifat material terhadap korosi dan kekerasan. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa ada beberapa cara untuk meningkatkan sifat korosif dan sifat
mekanis pada material seperti Heat Treatment dan Surface Treatment. Terdapat
beberapa metode Surface Treatment yaitu nitridasi plasma, implantasi ion, dan
sputtering. Salah satu metode dalam pengembangan karakterisasi pada material
aluminium adalah DC sputtering.
Sputtering adalah proses penguapan atau produksi fase gas dari bahan
terkondensasi dengan menggunakan dampak partikel berkecepatan tinggi seperti
ion yang dipercepat. Oleh karena itu sangat mungkin mengevaporasi suatu bahan
terkondensasi pada temperatur 0 K jika menggunakan sputtering karena transfer
momentum tidak dipengaruhi oleh temperatur pada bahan terkondensasi. Bahan
kondensasi pada teknologi sputtering dinamakan target (Kinbara, 2003). Suatu
permukaan bahan padat ketika ditembaki oleh partikel-partikel berenergi tinggi,
maka atom-atom pada permukaan bahan memperoleh energi yang cukup untuk
melepaskan diri dan terhambur dari permukaan, peristiwa inilah yang disebut
proses sputtering. Metode DC Sputtering menggunakan tegangan DC dalam
penggunaannya, oleh karena itu metode ini hanya dapat digunakan pada benda yang
bersifat konduktor atau semikonduktor (Brady, 2006).
Beberapa jenis senyawa yang dapat ditumbuhkan melalui metode sputtering
antara lain TiO2, TiN, dan yang lain. Salah satunya adalah titanium nitrida (TiN).
TiN merupakan suatu senyawa yang bersifat keras dan sering digunakan untuk
pelapisan pada suatu bahan untuk meningkatkan sifat mekanik bahan tersebut. TiN
digunakan untuk peralatan kedokteran seperti pisau bedah dan ortopedi karena tidak
beracun. TiN memiliki titik oksidasi pada atmosfer normal 800ºC sehingga stabil
pada temperatur kamar dan memiliki titik lebur 2930ºC (pierson, 1996).
Keunggulan metode sputtering dibanding dengan metode yang lain adalah
proses lebih cepat dan bersih karena proses dilakukan di ruang vakum, dapat
menghasilkan lapisan tipis dari bahan yang mempunyai titik leleh tinggi, hampir
semua bahan padat seperti semikonduktor, logam, logam paduan dan keramik dapat
3
ditumbuhkan, mempunyai daya lekat yang lebih kuat, sehingga dapat
memperpanjang umur pemakaian komponen yang dibuat, dan ketebalan lapisan
dapat dikontrol dengan tepat (Sujitno, 2014).
Rukmana pada tahun 2017 melakukan penelitian yang berjudul
“Penumbuhan Lapisan Tipis Titanium Nitrida (TiN) Pada Permukaan SS 316L
Dengan Teknik Sputtering” berdasarkan penelitian tersebut, ditemukan bahwa
lapisan tipis TiN yang didapatkan pada penelitian ini terbukti meningkatkan
ketahanan aus, kekerasan, serta ketahanan terhadap korosi. Variasi pada penelitian
tersebut hanya terletak pada lamanya proses sputtering sementara parameter seperti
tekanan, jarak elektroda, dan perbandingan gas campuran dibuat konstan
(Rukmana, 2017). Prama pada tahun 2017 dalam penelitian yang berjudul ‘Deposisi
Lapisan Tipis TiN pada Stainless Steel 316 Mengunakan DC Sputtering’
menyatakan bahwa perbandingan gas campuran antara gas argon dan gas nitrogen
dapat meningkatkan ketahanan laju korosi pada suatu material (Prama, 2017).
Berdasarkan uraian di atas, metode sputtering dapat melindungi dan
memperbaiki sifat korosi dari material. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan
dikaji pengaruh deposisi TiN pada Al 5086 untuk meningkatkan kekerasan dan
ketahanan korosi menggunakan proses DC sputtering. Proses penumbuhan lapisan
tipis TiN dengan target titanium dan menggunakan gas campuran Argon dan
Nitrogen. Pada proses sputtering akan dilakukan variasi perbandingan gas Argon
dan Nitrogen serta waktu proses sputtering di mana parameter lain seperti arus,
tegangan, tekanan, dan temperatur akan dibuat tetap. Dengan teknologi sputtering
diharapkan terjadi peningkatan kekerasan dan ketahanan korosi serta dapat
dilakukan analisis struktur kristal menggunakan pengujian XRD.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka dapat
diidentifikasi permasalahan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh variasi perbandingan gas argon dan gas nitrogen
terhadap ketahanan korosi dan kekerasan Al 5086 ?
2. Bagaimana perbandingan laju korosi terhadap bahan Al 5086 yang telah
dilakukan proses sputtering dengan raw material ?
4
3. Bagaimana perbandingan kekerasan terhadap bahan Al 5086 yang telah
dilakukan proses sputtering dengan raw material ?
4. Bagaimana perubahan struktur kristal terhadap bahan Al 5086 yang telah
dilakukan sputtering dengan raw material ?
1.3. Batasan Masalah
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam penelitian ini permasalahan
dibatasi sebagai berikut :
1. Perlakuan dilakukan dengan teknik DC Sputtering.
2. Menumbuhkan lapisan TiN dengan titanium sebagai target.
3. Proses dilakukan dengan memvariasi perbandingan gas argon dan nitrogen
yang setting ke dalam tabung plasma yaitu sebesar 50Ar:50N, 60Ar:40N,
70Ar:30N, 80Ar:20N dan 90Ar:10N.
4. Jenis pengujian untuk mengetahui hasil perlakuan adalah uji kekerasan
vickers, uji laju korosi dengan teknik salt spray, dan uji XRD.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh variasi perbandingan gas argon dan gas nitrogen
terhadap ketahanan korosi dan kekerasan material Al 5086.
2. Mengetahui perbandingan laju korosi terhadap bahan Al 5086 yang telah
dilakukan proses sputtering dengan raw material
3. Mengetahui perbandingan kekerasan terhadap bahan Al 5086 yang telah
dilakukan proses sputtering dengan raw material.
4. Mengetahui perubahan struktur mikro terhadap bahan Al 5086 yang telah
dilakukan sputtering dengan raw material.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, antara lain :
1. Dapat dihasilkan peningkatan kekerasan, ketahanan korosi hasil dari proses
DC Sputtering pada material Al 5086.
2. Berguna untuk memberikan informasi dan sumbangan riset khususnya bagi
pengembangan IPTEK nuklir dalam bidang teknlogi akselerator dan
pengembangan IPTEK dalam bidang ilmu material.
5
3. Infromasi hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut terkait deposisi TiN pada Al 5086 untuk
meningkatkan kekerasan dan ketahanan korosi menggunakan proses DC
sputtering.
4. Memberikan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang surface treatment
khususnya dengan teknik DC sputtering.
5. Meningkatkan hubungan kerja sama antara Pusat Sains dan Teknologi
Akselerator dengan Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
yang diperoleh sebesar 145 VHN dengan faktor koreksi sebesar 0,995. Nilai laju
korosi terkecil adalah sebesar 0,12 mpy dimana terjadi peningkatan 700 % dari raw
material (Andriyanti and Prama, n.d.).
Penelitian lain yang terkait adalah penelitian dengan judul “Karakterisasi
Biomaterial Stainless Steel 316L Terhadap Hasil Campuran Gas Argon Dan Gas
Nitrogen dengan Teknik DC Sputtering” yang dilakukan oleh Ravendianto pada
tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki karakteristik material
stainless steel 316L yang meliputi kekerasan dan ketahanan korosi. DC sputtering
dilakukan dengan parameter variasi campuran gas argon dan gas nitrogen.
Perlakuan dilakukan selama 90 menit dengan tekanan tabung pada orde 10-2 serta
arus tabung maksimal adalah 20 mA. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa
kekerasan optimum diperoleh pada campuran gas 70Ar:30N yaitu sebesar 179,32
VHN dan ketahanan korosi optimal diperoleh pada campuran gas 60Ar:40N dengan
nilai laju korosi sebesar 3,198 mpy. Melalui photomicro SEM diketahui bahwa telah
terjadi penumbuhan lapisan tipis pada permukaan cuplikan dengan ketebalan
sekitar 744 nm namun tidak homogen pada seluruh bidang permukaan
(Ravendianto, 2018).
Penelitian terbaru yang terkait adalah penelitian yang dilakukan oleh Aziz
Aljabbar pada tahun 2018 yang berjudul “Pengaruh Implantasi Ion Nitrogen Pada
Aluminium Terhadap Kekerasan, Laju Korosi, dan Struktur Kristal”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan potensi alumunium 5086 terhadap kekerasan, laju
korosi, dan struktur kristal. Implantasi ion dilakukan dengan energi 60 keV dan arus
75 µA. Waktu implantasi dilakukan selama 44 menit, 54 menit, 64 menit, 74 menit,
dan 84 menit. Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa implantasi ion
nitrogen pada waktu 54 menit mampu meningkatkan kekerasan sebesar 100,53%
atau menjadi 37,5 VHN. Laju korosi pada kondisi implantasi ion nitrogen 54 menit
adalah sebesar 0,011 mmpy atau menurun sebesar 8,3% (Aljabbar, 2018).
2.2. Aluminium
Aluminium merupakan salah satu logam yang paling banyak aplikasinya
pada kehidupan di era modern saat ini. Aluminium dan paduannya adalah material
logam ke dua terbanyak yang digunakan setelah baja. Aluminium dan paduan
aluminium termasuk logam ringan yang memiliki kekuatan tinggi, dan tahan
8
terhadap karat. Aplikasi aluminium dan paduannya sangat beragam, mulai dari
bangunan, bodi kendaraan, komponen mesin, komponen pada kapal, hingga
aplikasi pada pesawat. Pada umumnya aplikasi aluminium menitikberatkan pada
karakternya yang ringan dan tahan korosi. Kekuatan dan kekerasan paduan
aluminium tergolong tinggi (Properties and Selection Nonferrous Alloy and Special
- Purpose Materials, 1992).
Aluminium seri 5XXX memiliki paduan berupa magnesium dan digunakan
dalam industri perkapalan. Aluminium ini secara khusus banyak digunakan pada
lambung kapal, papan tangga, tangki bahan bakar dan produk lain yang terpapar
dengan lingkungan laut. Dalam izin desain penggunaan saat ini, aluminium pada
kapal laut dapat menghemat sekitar 50% berat bila dibandingkan dengan desain
serupa yang menggunakan baja. Pada kecepatan yang sebanding, kapal yang lebih
ringan akan mengurangi penggunaan bahan bakar. Selain itu, dengan modulus
elastisitas yang relatif lebih rendah, penggunaan aluminium pada lambung kapal
dapat dilakukan tanpa menggunakan sambungan (Davis, 1999).
Unsur paduan utama dalam paduan seri 5xxx adalah magnesium. Ketika
digunakan sebagai elemen paduan utama atau dengan mangan, hasilnya adalah
paduan workhardenable berkekuatan sedang hingga tinggi. Magnesium jauh lebih
efektif daripada mangan sebagai pengeras, sekitar 0,8% Mg sama dengan 1,25%
Mn, dan dapat ditambahkan dalam jumlah yang jauh lebih tinggi. Paduan dalam
seri ini memiliki karakteristik pengelasan yang baik dan ketahanan yang baik
terhadap korosi di atmosfer laut. Namun, batasan-batasan tertentu harus
ditempatkan pada jumlah kerja dingin dan suhu operasi yang aman memungkinkan
untuk magnesium yang lebih tinggi paduan (lebih dari ~ 3,5% untuk suhu operasi
di atas ~ 65 ° C, atau 150 ° F) untuk menghindari kerentanan terhadap korosi retak
tegang. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara beberapa paduan yang lebih
umum digunakan dalam seri 5xxx (Davis, 1999)
9
Gambar 2.1. Hubungan antara paduan yang umum digunakan dalam seri 5xxx
(Al-Mg). Kekuatan tarik (TS) dan kekuatan luluh (YS) berada dalam satuan ksi
(Davis, 1999).
Aluminium 5086 memiliki nilai kekerasan Brinell sebesar 65 sampai 100
kgf/mm2, modulus elastisitas sebesar 68 GPa, elongasi sebesar 1,7% sampai 20%,
dan kekuatan fatik sebesar 88 MPa sampai 180 MPa. Adapun komposisi dari
aluminium 5086 yang merupakan salah satu jenis aluminium seri 5xxx antara lain
diyunjukkan pada tabel 2.1
No. Unsur Penyusun Kandungan (%berat)
1. Si Maksimal 0,40
2. Fe Maksimal 0,50
3. Cu Maksimal 0.10
4. Mn 0,20 – 0,70
5. Mg 3,5 – 4,5
6. Cr 0,05 – 0,25
7. Zn Maksimal 0,25
8. Ti Maksimal 0,15
9. Lainnya, per unsur Maksimal 0.05
10. Lainnya, total unsur Maksimal 0.15
11. Aluminium Menyesuaikan
10
2.3. Teknik DC Sputtering
Suatu permukaan bahan padat ketika ditembaki oleh partikel-partikel
berenergi tinggi, maka atom-atom pada permukaan bahan memperoleh energi yang
cukup untuk melepaskan diri dan terhambur dari permukaan, peristiwa inilah yang
disebut proses sputtering. Metode DC Sputtering menggunakan tegangan DC
dalam penggunaannya, oleh karena itu metode ini hanya dapat digunakan pada
benda yang bersifat konduktor atau semikonduktor (Brady, 2006). Sputtering
adalah proses penguapan atau produksi fase gas dari bahan terkondensasi dengan
menggunakan dampak partikel berkecepatan tinggi seperti ion yang dipercepat.
Bahan kondensasi pada teknologi sputtering dinamakan target (Kinbara, 2003).
Pada sistem DC sputtering digunakan dua buah elektroda yang biasanya
berupa plat dioda. Kedua buah elektroda nantinya dipasang di atas dan di bawah
tabung saling berhadapan. Elektroda bagian atas dihubungkan ke anoda atau kutub
positif, sedangkan elektroda bawah dihubungkan ke katoda atau kutub negatif.
Substrat ditempatkan pada anoda dan target ditempatkan pada katoda. Sistem
pemanas juga dipasang di bawah substrat yang berfungsi untuk memanaskan
permukaan substrat agar atom-atom material target hasil sputtering dapat
menempel dengan baik. Pada DC sputtering, proses penumbuhan lapisan film tipis
suatu material dimulai dengan memasang material target yang akan dideposisikan
pada katoda dan substrat pada anoda. Kemudian proses dilanjutkan dengan proses
pemvakuman tabung vakum. Udara dalam tabung vakum dipompa keluar hingga
tekanan mencapai orde 10-2 mbar. Setelah tekanan yang ditargetkan tercapai, gas
argon dialirkan ke dalam tabung vakum selama beberapa detik. Tabung vakum
kembali divakumkan dengan memompa keluar udara dan gas argon yang ada. Hal
ini dilakukan agar gas dalam tabung vakum menjadi lebih bersih dan hanya terdapat
gas argon saja di dalamnya (Brady, 2006).
Setelah tabung vakum terisi argon, kemudian katoda dan anoda alat DC
sputtering diberi tegangan listrik searah atau DC. Tegangan listrik DC yang
diberikan ini berfungsi untuk membentuk medan listrik diantara anoda dan katoda.
Saat anoda dan katoda diberi tegangan listrik DC, anoda akan bermuatan listrik
positif dan katoda akan bermuatan listrik negatif. Medan listrik kemudian terjadi
11
antara keduanya yang arahnya dari katoda dan anoda. Saat tegangan listrik
diperbesar, maka medan listrik yang timbul juga semakin besar hingga pada suatu
saat elektron dari katoda terlepas. Elektron yang terlepas ini akan mengalami
percepatan gerak dikarenakan adanya medan listrik ke arah anoda. Saat bergerak
menuju anoda, elektron menumbuk atom gas argon sehingga menimbulkan proses
ionisasi pada atom gas argon. Saat tumbukan itu terjadi, energi elektron diserap
oleh atom gas argon. Energi tersebut digunakan untuk melepaskan elektron terluar
atom gas argon sehingga menghasilkan ion argon yang bermuatan positif dan
elektron yang bermuatan negatif. Elektron yang dihasilkan kemudian akan
mengionisasi atom-atom gas argon lainnya secara berantai sampai dihasilkan ion
positif argon dan elektron yang jumlahnya seimbang yang disebut plasma (Brady,
2006).
Ion positif argon akan dipercepat oleh medan listrik dari anoda menuju katoda.
Ion positif argon tersebut bergerak menuju katoda dan membombardir material target
yang dipasang. Ikatan atom-atom pada target akan terputus dan menyebabkan atom-
atom tersebut terlepas dari target. Selain atom-atom yang terlepas dari target, terbentuk
pula elektron sekunder dari hasil tumbukan tersebut. Elektron sekunder ini
menyebabkan ionisasi lanjutan pada gas argon. Atom-atom target yang terlepas akan
membentuk lapisan tipis pada substrat yang dipasang pada anoda Proses inilah yang
disebut dengan proses sputtering (Brady, 2006)
Gambar 2.2. Representasi skematik dari beberapa proses yang mengikuti dampak
ion selama sputtering (Brady, 2006).
12
Komponen utama alat ini adalah ruang vakum, pompa vakum, sistem gas
dan sumber tegangan DC. Skema dari alat DC Sputtering dapat ditunjukan pada
gambar berikut :
13
Paduan titanium nitrida banyak digunakan karena keunggulan sifat yang
dimiliki yaitu sifat mekanik dan kimia yang baik, seperti nilai kekerasan yang
tinggi, ketahanan korosi dan ketahanan aus yang tinggi. Titanium nitrida banyak
digunakan sebagai bahan pelapis material untuk meningkatkan sifat pada
permukaan logam (subramanian et al., 2011). Karakteristik Titanium Nitrida pada
temperatur 20 ̊ C dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :
Karakteristik Keterangan
Komposisi TiN0,6 – TiN1,1
Berat molekul 64,95
Warna Keemasan
Masa jenis 5,4 g/cm3
Titik leleh 2950 ̊ C
Kalor spesifik (Cp) 33,74 J/mol.K
Thermal expansion 9,35 x 10-6/ ̊ C
Modulus elastisitas 251 Gpa
Tabel 2.2 Karakteristik titanium nitirida (pierson, 1996).
2.5. Pengujian Kekerasan
Uji kekerasan mikro diartikan sebagai tingkat ketahanan material terhadap
deformasi plastis lokal seperti dent atau scratch. Kedalaman atau ukuran dari hasil
indentasi diukur dan diubah menjadi nilai kekerasan suatu material. Semakin lunak
material maka semakin besar dan dalam pula hasil indentasi yang terbentuk serta
semakin rendah nilai kekerasan yang dihasilkan. Uji kekerasan mikro dilakukan
karena murah dan tidak diperlukan spesimen yang khusus dan uji ini tidak merusak
karena hanya indentasi kecil yang terbentuk atau bisa dianggap deformasi. Ada
beberapa jenis uji kekerasan mikro diantaranya Rockwell, Brinell dan Vickers
(Callister, 2007).
Vickers atau disebut diamond pyramid menggunakan indentor yang sangat
kecil dan memiliki bentuk seperti piramid untuk mengindentasi permukaan benda
uji. Beban standar yang digunakan jauh lebih kecil dari uji Brinell dan Rockwell
yaitu antara 1 gram hingga 1000 gram. Hasil indentasi diamati lewat mikroskop dan
diukur, kemudian hasilnya diubah menjadi nilai kekerasan Vickers. Preparasi
14
spesimen dibutuhkan untuk membuat hasil pengukuran akurat. Uji ini cocok
digunakan untuk mengukur kekerasan untuk area yang kecil saja (Callister, 2007).
Di mana :
P = Beban yang diberikan pada material (KgF)
di = Panjang diagonal hasil uji Vickers (mm)
2.6. Laju Korosi
Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan material akibat reaksi kimia
oleh senyawa disekitar lingkungannya. Sebagian besar korosi material mengacu
pada reaksi kimia pada logam yang paling sering terjadi akibat reaksi elektrokimia,
karena logam memiliki elektron bebas yang mampu mengikat sel elektrokimia
dengan logam itu sendiri. Sebagian besar logam terkorosi sampai batas tertentu oleh
air dan atmosfer. Logam juga bisa terkorosi oleh reaksi kimia langsung dari larutan
kimia dan bahkan dari logam cair. Karena korosi disebabkan oleh reaksi kimia, laju
korosi terjadi akan bergantung pada tingkat tertentu pada temperatur dan
15
konsentrasi reaktan dan produk. Faktor lain seperti stress mekanik dan erosi juga
dapat menyebabkan korosi (Smith, 1996).
Reaksi elektrokimia merupakan salah satu reaksi korosi yang melibatkan
transfer elektron dalam prosesnya, reaksi ini sering mewakili dalam proses korosi
yang terjadi pada logam. Proses korosi dapat terjadi bila ada formasi ion dan
pelepasan elektron pada permukaan anoda dimana terjadi oksidasi atau reduksi.
Elektron ini dapat digunakan untuk menetralkan ion positif seperti ion Na+. Proses
elektrokimia menggunakan prinsip reaksi redoks dimana besi dioksidasi menjadi
𝐹𝑒2+ dan 2 elektron. Proses oksidasi ini terjadi di anoda dan permukaan besi yang
terkena larutan merupakan anoda sedangkan larutan NaCl sebagai medium. Proses
korosi berlangsung dimana 𝐹𝑒2+ yang teroksidasi akan berikatan dengan 𝐶𝑙−
sehingga terbentuk FeCl yang merupakan produk dari korosi. 𝐹𝑒2+ yang berikatan
akan meninggalkan 2 elektron di permukaan besi sehingga semakin negatif nilai E
corr yang terjadi atau semakin besar nilai I maka semakin besar pula laju korosi
yang terjadi. Contoh proses elektrolisis dapat dilihat pada gambar di bawah dimana
reaksi Zn dengan udara sebagai medium.
Gambar 2.5. Reaksi elektrokimia yang terkait dengan korosi seng dalam larutan
asam (Fontana, 1986).
Jika arus terbentuk dari reaksi anoda maka nilai arus ini dapat diubah ke
massa ekuivalen benda yang hilang karena korosi dimana hal ini sesuai dengan
hukum faraday tentang elektrolisis. Menurut Hukum Faraday arus korosi dapat
diubah menjadi laju korosi dengan persamaan berikut :
16
𝑎𝑖
𝑟 =𝐾 (2.2)
𝑛𝐷
Di mana :
r = Laju korosi (mpy)
K = Konstanta
a = Berat ekuivalen
i = Arus korosi (μA/cm2)
n = Luasan yang terkorosi (cm2)
D = Densitas material (g/cm3)
Untuk konversi dari arus korosi menuju laju korosi ditunjukkan pada tabel 2.3 di
bawah ini :
mA cm-2 mm y-1 mpy g m-2 day-1
mA cm-2 1 3.28 M/nd 129 M/nd 8.95 M/n
mm y-1 0.306 nd/M 1 39.4 2.74 d
Mpy 0.007777 nd/M 0.0254 1 0.0694 d
g m-2 day-1 0.112 n/M 0.365/d 14.4/d 1
Tabel 2.3. Konversi dari arus korosi menjadi laju korosi (Pierre, 2008).
17
Di mana :
n = Bilangan bulat 1,2,3,4 dst
λ = Panjang gelombang
d = Jarak antar bidang kisi
θ = Sudut difraksi
Kristal merupakan tumpukan bidang kisi, dimana dengan menganggap
bidang kisi sebagai cermin yang dapat memantulkan setiap radiasi yang datang.
Pada Gambar 2.5 terlihat bahwa jarak antar atom adalah d, dan setiap sinar yang
datang mengenai atom pada kristal akan dipantulkan dengan sudut sebesar 𝜃
sehingga untuk kedua sinar pada gambar memiliki selisih sebesar 2d sin 𝜃. Apabila
gelombang yang dipantulkan sefasa dan saling menguatkan maka selisih panjang
gelombang merupakan kelipatan bilangan bulat (Callister, 2007).
18
Gambar 2.7. Skema difraktometer (Callister, 2007)
Sinar-x yang dihasilkan dari tabung sinar-X mempunyai panjang
gelombang tertentu. Prinsip kerja dari alat ini adalah sinar-X ditembakkan pada
sampel dan akan mengakibatkan terjadinya hamburan sinar-X. Hamburan sinar-X
akan ditangkap oleh detektor dan kemudian akan diperoleh informasi langsung
berupa grafik antara sudut hamburan dan intensitas.
2.8. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas hipotesa yang dapat diambil adalah penumbuhan
lapisan TiN menggunakan teknik DC sputtering dengan variasi perbandingan gas
argon dan gas nitrogen pada Al 5086 dapat meningkatkan kekerasan serta
meningkatkan ketahanan korosi material tersebut.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
19
9. Mesin Ultrasonic Cleaner
Alat ini digunakan untuk membersihkan kotoran pada benda uji.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Substrat Al 5086, dimensi sampel ditunjukkan pada gambar 3.1
Gambar 3.1. Dimensi sampel material (a) tampak atas (b) tampak
samping
2. Gas nitrogen (N2) dan gas argon (Ar)
3. Target titanium
4. Kertas amplas (ukuran 240, 320, 800, 1000, 1500, 2000, 3000 dan
5000 mesh) untuk menghaluskan permukaan sampel.
5. Autosol untuk memoles sampel.
6. Plastik klip dan kertas tisu untuk pembungkus sampel
7. Deterjen untuk membersihkan sampel dari sisa kotoran
8. Cairan resin dan pengeras resin untuk mempermudah pemolesan atau
pengamplasan sampel.
20
3.3. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian Tugas Akhir dilakukan mengikuti diagram alir seperti
yang ditunjukkan pada gambar 3.2.
21
3.3.1. Studi Literatur
Studi literatur pada penelitian tugas akhir ini dilakukan dengan mencari
sumber-sumber buku dan jurnal yang terkait dengan teori sputtering dan juga
pengujian yang akan dilakukan. Pustaka yang diacu juga berasal dari penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya dan berkaitan dengan penelitian tugas akhir.
3.3.2. Persiapan Alat dan Bahan
Pada tahap ini dilakukan penentuan bahan dan alat yang dibutuhkan untuk
melaksanakan penelitian. Pengumpulan bahan dilakukan setelah dikonsultasikan
bersama pembimbing. Setelah bahan dan alat terkumpul selanjutnya dilakukan
proses persiapan alat dan bahan yang digunakan untuk proses DC sputtering
terutama dalam pembuatan benda uji.
3.3.3. Preparasi Sampel
Pada tahap ini dilakukan pembuatan benda uji dengan ukuran diameter 14
mm dengan tebal 5mm. Dalam pembuatan benda uji ini digunakan water jet untuk
pemotongan benda uji. Untuk memudahkan proses pemolesan atau pengamplasan
maka dilakukan pengecoran resin pada benda uji. Proses pengecoran dengan resin
dilakukan dengan meletakkan benda uji didalam cetakan paralon yang telah
dipasang kaca dengan menggunakan double tape dan didiamkan selama 24 jam.
Kemudian benda uji diamplas dengan kertas abrasive 240, 320, 800, 1000, 1500,
2000, 3000, 5000 mesh dan kain bludru. Pengamplasan dilakukan dari kertas
abrasive (amplas) bernomor rendah hingga kertas abrasive (amplas) bernomor
tinggi. Selanjutnya benda uji bersihkan menggunakan deterjen untuk
membersihkan sisa kotoran yang menempel pada saat pengamplasan. Selanjutnya
benda uji diberi autosol hingga mengkilap. Benda uji dicuci dengan menggunakan
ultrasonic cleaner, kemudian benda uji dibungkus menggunakan tisu dan
dimasukkan dalam plastik kedap udara. Benda uji siap digunakan dalam penelitian.
3.3.4. Proses Sputtering
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses sputtering adalah sebagai
berikut :
1. Proses penghampaan dilakukan untuk menghampakan udara yang ada di
dalam reaktor hingga mencapai tekanan 10-4 Torr.
22
2. Apabila sudah mencapai tekanan vakum tersebut dilanjutkan dengan
mengalirkan gas nitrogen dan argon dengan cara membuka valve tabung
gas nitrogen dan argon yang telah tersambung ke dalam reaktor sputtering,
laju aliran gas diatur dengan menggunakan flow meter sehingga mencapai
tekanan operasi pada tabung reaktor sputtering diikuti dengan menaikkan
tegangan perlahan-lahan hingga mencapai sekitar 1 s/d 2,5 kV dan arus
sekitar 40 s/d 50 mili Ampere, maka proses sputtering akan terjadi dalam
tabung reaktor sputtering yang dapat terlihat melalui jendela tabung reaktor.
3. Kemudian tegangan dan arus di dalam tabung diatur yaitu 2 kV dan 10 mA.
Dengan pengaturan ini maka tekanan di dalam tabung akan mencapai
tekanan yang konstan yaitu sekitar 4,2×10-2 Torr. Selama proses pelapisan
ini tekanan dijaga agar tetap 4,2×10-2 Torr dan apabila tekanan lebih atau
kurang dari 4,2×10-2 Torr dapat diatur dengan cara mengatur tegangan
4. Proses deposisi dilakukan selama 20, 30, 40, 50, 60 menit.
5. Apabila parameter sudah sesuai, maka aliran gas campuran argon dan
nitrogen akan divariasikan. Variasi perbandingan gas argon dan nitrogen
yang dialirkan ke dalam tabung plasma yaitu sebesar 50Ar:50N, 60Ar:40N,
70Ar:30N, 80Ar:20N dan 90Ar:10N.
3.3.5. Pengujian Kekerasan
Pengujian menggunakan metode Vickers yang dilakukan di Laboratorium
Bidang Fisika Partikel PSTA-BATAN Yogyakarta. Pengukuran menggunakan
kekerasan mikro dengan indentor (penindik) berbentuk trapesium sama kaki. Jejak
yang digunakan untuk mengetahui nilai kekerasan hanya di permukaan saja dan
beban yang digunakan 10 gf dengan waktu indentasi dipilih 10 detik. Pengujian
kekerasan dilakukan pada 5 titik yang berbeda di permukaan substrat dari material
Al 5086 sebelum proses sputtering, dan Al 5086 sesudah proses sputtering pada
setiap parameter.
3.3.6. Pengujian Laju Korosi
Pengujian laju korosi pada material Al 5086 dilakukan dengan mengunakan
teknik salt spray atau kabut garam. Pengujian kabut garam memakai standar ASTM
B 117-97. Sampel benda uji diposisikan 15̊ - 30̊ terhadap garis vertikal kemudian
ditempatkan pada rak atau dudukan spesimen. Larutan uji 5% natrium klorida
23
(NaCl), Temperatur uji dijaga 35̊ C (95̊ F) dan tekanan sebelum ke nozzle 3 bar
(43.5 psi). Waktu ekspose spesimen uji 48 jam secara periodik. Perhitungan
kehilangan berat (weight loss) dilakukan dengan melakukan perhitungan selisih
antara berat awal dan berat akhir.
Gambar 3.3. Alat uji salt spray ASTM B-117 (Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS)
3.3.7. Pengujian Struktur Kristal XRD
Uji difraksi sinar-X dilakukan menggunakan alat rigaku miniflex 600 milik
FMIPA UNY. Substrat yang berbentuk plat dimasukkan ke dalam alat untuk
dimulai proses penembakan dengan sumber Cu-kα dengan panjang gelombang 1,54
Å. Proses dilakukan untuk sudut 0° hingga 90° dimana kecepatan pergantian sudut
adalah 0,02° untuk tiap 10 detik. Hasil dari pengujian berupa kurva dimana sumbu
y menyatakan intensitas dan sumbu x menyatakan 2-theta.
3.3.8. Analisi Data
Data yang diperoleh dari pengujian kekerasan vickers, pengujian laju korosi
dan pengujian XRD kemudian dibuat grafik atau tabel untuk dilakukan analisis
lebih lanjut. Pengolahan data dilakukan dengan mengacu beberapa persamaan dan
pencocokan dengan kartu JCPDS standar.
24
3.4. Jadwal Penelitian
Secara garis besar jadwal kegiatan Tugas Akhir dapat dilihat ada tabel
berikut :
Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Tugas Akhir
Kegiatan Tahun (2019)
Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi
Literatur
Persiapan
Alat dan
Bahan
Preparasi
Sampel
Proses
Sputtering
Karakteri
sasi
Material
Analisis
Data
Penyusun
an
Laporan
25
DAFTAR PUSTAKA
26
Suherman, W., 1999. Ilmu Bahan II. ITS, Surabaya.
Sujitno, B.A.., 2014. Aplikasi Plasma dan Teknologi Sputtering untuk Surface
Treatment (Diktat Kuliah). PTAPB BATAN, Yogyakarta.
Wahyudianto, A., Ilman, M.., Iswanto, P.., Kusmono, 2016. PRILAKU KOROSI
SAMBUNGAN LAS FSW TAK SEJENIS ANTARA AA5083 DAN
AA6061-T6 DENGAN VARIASI PUTARAN TOOL DALAM
LARUTAN 3,5% NACL. Mekanika, Universitas Gajah Mada.
Wirjoadi, Bambang, S., Sudjatmoko, 2009. ANALISIS SIFAT MIKRO LAPISAN
TIPIS TIN PADA SUBSTRAT AL HASIL PLASMA SPUTTERING. Pus.
Teknol. Akselerator Dan Proses Bahan.
27