Anda di halaman 1dari 9

BAB I

Pendahuluan

Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang pada setiap musim
tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi masalah karena produksi benih
bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan pengguna/petani. Benih dari segi
tehnologi diartikan sebgai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman
yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi.
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas
tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga
masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara
mengatasi dormansi tersebut.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada
pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya.
Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan
fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.

BAB II
Pembahasan

1. Pengertian Dormansi
Dormansi merupakan istilah yang digunakan terhadap biji-biji yanggagal dalam
berkecambahan karena disebabkan beberapa faktor dari luar. Dormansi adalah suatu proses
yang terhambatnya pertumbuhan biji walaupun lebih yang diberikan faktor lingkungan yang
cocok untuk pertumbuhan biji. Dormansi merupakan waktu tidur biji, sebelum biji segera
tumbuh menjadi tanaman baru, di mana masa-masa dormansi dari masing-masing tumbuhan
berbeda (Loveless, 1987).
Dormansi dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan metabolisme yang
terpendam, dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik atau faktor dari dalam
tumbuhan itu sendiri.
Dormansi merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan diri terhadap suhu yang
sangat rendah (membeku) pada musim dingin, atau kekeringan di musim panas yang
merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup tumbuhan tersebut. Dormansi harus
berjalan pada saat yang tepat, dan membebaskan diri atau mendobraknya apabila kondisi
sudah memungkinkan untuk memulai pertumbuhan.
Dormansi adalah suatu penundaan pertumbuhan selama periode tertentu, keadaan ini
ditemukan pada biji, tunas, umbi, atau rizom. Bagian tanaman tersebut tetap variable, terjadi
reduksi aktivitas metabolisme dan hal ini sangat erat hubungannya dengan faktor luar yang
sangat berpengaruh untuk terjadi dormansi. Faktor dalam yang mempengaruhi dormansi
antara lain adalah senyawa-senyawa tertentu yang bersifat sebagai penghambat, dalam hal ini
termasuk ABA. Pada biji, yang embrionya belum mencapai kematangan morfologis karena
tidak cukupnyanutrisi juga merupakan salah satu faktor dalam yang dapat menyebabkan
dormansi.
Ada 4 pertanyaan yang harus dijawab tentang dormansi pada tumbuhan atau organ tertentu.
Pertama, tanda-tanda lingkungan apa yang memulai proses dan bagaimana menerimanya.
Kedua, berhubungan dengan penerimaan tanda-tanda yang membawa kepada dormansi dan
membukanya kembali ke keadaan metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Ketiga,
lamanya dormansi yang menyangkut mekanisme penjadwalan (timing mechanism). Keempat,
sifat alami dormansi dan mekanisme yang membawa pada keadaan dorman.

2. Penyebab Terjadinya Dormansi


Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh :
Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
Proses respirasi tertekan / terhambat.
Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
Adapun yang menyebabkan benih tersebut mengalami Dormansi adalah :
1. Faktor Lingkungan
Salah satu faktor penting yang merangsang dormansi adalah fotoperioda (panjang hari). Hari
pendek (short day) merangsang banyak tumbuhan kayu menjadi dorman. Dalam hal respon
perbungaan, daun harus diinduksi untuk menghasilkan zat penghambat (inhibitor) atau
hormone, yang diangkut ke tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan. Penghambatan ini
dapat dihilangkan dengan induksi hari panjang (long day) atau dengan memberikan asam
giberelat.
Pada dasarnya pendinginan secara sendiri tidak penting dalam menginduksi dormansi, dan
dormansi tidak akan diinduksi dengan hari pendek apabila suhu terlalu rendah untuk
melaksanakan metabolisme aktif. Tetapi pada kenyataannya terlihat bahwa pendingin
merupakan prasyarat yang sangat penting untuk membuka dormansi.
Kurangnya air penting dalam memulai dormansi pada beberapa tumbuhan, terutama pada
dormansi untuk mempertahankan hidup pada keadaan panas dan kering. Selanjutnya,
berkurangnya nutrient terutama nitrogen, dapat merupakan penyebab terjadinya dormansi
pada beberapa tumbuhan.
2. Asam Absitat (ABA)
Ahli fisilogi Inggris, P.F.Wareing dkk, menemukan bahwa ekstrak daun Betula
pubscens yang dipelihara dalam kondisi hari pendek, yang mengandung zat yang sangat
menghambat perpanjangan koleoptil Avena. Mereka menemukan bahwa pembentukan zat
penghambat tersebut, terjadi sebelum dormansi berjalan. Pada tahun 1963, mereka berhasil
mengisolasi zat penghambat tersebut dari tanaman Acer pseudoplatanus, yang mereka sebut
dengan nama dormin. Sementara itu kelompok lain di Amerika di bawah pimpinan
F.T.Addiccot, yang mempelajari proses pentuaan, yang mereka sebut sebagai absisin II.
Secara kebetulan absisin II ini dikemukakan beberapa hari sebelum dormin, yang kemudian
diketahui ternyata kedua zat tersebut sekarang dikenal dengan nama asam absisat
(ABA). Asam absisat terjadi secara luas pada bagian tumbuhan dan terlibat dalam dormansi.
Berbagai gejala dormansi dan penuaan yang dapat diinduksi dengan pemberian ABA yaitu :
memelihara dormansi, menghambat perkecambahan, menghambat sintesis enzim pada biji
yang diinduksi giberelin, menghambat perbungaan, pengguguran tunas, pengguguran buah,
penuaan daun, dsb.

3. Interaksi ABA Dengan Zat Tumbuh Lainnya


Pemberian ABA harus terus menerus bila efek yang diinginkan tetap terpelihara, apabila
pemberian ABA dihentikan, pertumbuhan dan metabolisme yang aktif akan kembali. Hal ini
akan disebabkan oleh beberapa zat yang merangsang pertumbuhan akan mengantagoniskan
efek ABA. Banyak percobaan menunjukkan bahwa asam giberelat (GA) memberi efek
mengantagoniskan ABA. Apabila organ yang dorman, misalnya biji Lactuca yang disimpan
di tempat gelap dan diberi ABA ekstra, pemberian GA dengan konsentrasi yang tinggi
sekalipun, tidak akan menanggulangi penghambatan oleh ABA. Dalam keadaan seperti ini,
pemberian kinetin dapat melawan efek ABA, dan GA dapat merangsang perkecambahan.
Hubungan antara GA dan ABA ini sangat menarik. GA dapat merangsang tumbuhan hari
panjang (long day) berbunga, sebaliknya ABA memberikan efek kebalikannya. Meskipun
ABA dapat merangsang perbungaan hari pendek, tetapi prosesnya tidak sama dengan antesin
seperti dikemukakan oleh Chailakhyan. Dalam banyak hal kedua hormon ini memberikan
pengaruh yang berbeda dan berlawanan, tetapi tidak selamanya selalu mengantagoniskan satu
sama lain.

3. Tipe-tipe Dormansi (Klasifikasi Dormansi)


Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
A. Innate dormansi (dormansi primer)
B. Induced dormansi (dormansi sekunder)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari dua sifat: (1)
dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting perkecambahan tidak tersedia
bagi benih dan menyebabkan kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut
berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama
perkecambahan; (2) dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat
tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang berlebih pada
benih, embrio benih yang rudimenter dan sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.
Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu atau lebih
faktor penting perkecambahan. Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada
keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang
tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya
untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua
kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan
cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik yang terjadi pada kulit
biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada
saat imbibisi menjadi lebih terbatas.

Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan


mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu :
A. Dormansi Fisik, dan
B. Dormansi Fisiologis

A. Dormansi Fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji, seperti
kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air
atau gas-gas ke dalam biji. Dengan kata lain, dormansi yang mekanisme penghambatannya
disebabkan oleh organ biji itu sendiri.
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
1. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai "Benih keras" karena
mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade
berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai
lapisan lilin dan bahan kutikula.
2. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji
dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.
3. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan
oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi
oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini
terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat.
B. Dormansi Fisiologis
Dormansi Fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya
disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat maupun perangsang
tumbuh.
Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
1. Immaturity Embrio
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/ belum matang. Pada
dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga
perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada
tempe-ratur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya
terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
2. After ripening, benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu
simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan membutuhkan jangka waktu "After
Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih
selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu
penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung
dari jenis benihnya.
3. Photodormansi
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya. Tidak hanya dalam jumlah
cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

4. Cara-cara Pemecahan Dormansi


Ada beberapa cara yang telah diketahui adalah :
A. Dengan perlakuan mekanis. Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas,
melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan
untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah
untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
B. Dengan perlakuan kimia.
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada
waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi
pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan
mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit
sebelum tanam.
- Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
- Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.
Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit,
potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain:
Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).

C. Perlakuan perendaman dengan air.


Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh
benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 - 70 0C
dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel,
direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar
untuk dikecambahkan.
D. Perlakuan dengan suhu.
Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab
(Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat
menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-
bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis
tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
E. Perlakuan dengan cahaya.
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan.
Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga
intensitas cahaya dan panjang hari.

5. Penuaan dan Mati


Tumbuhan dan bagian-bagiannya berkembang terus menerus, dari mulai perkecambahan
sampai mati. Bagian akhir dari proses perkembangan, dari dewasa sampai hilangnya
pengorganisasian dan fungsi, diberi istilah senesen atau penuaan.
1. Aspek Metabolik Senesen
Pada tahap sel, penuaan berjalan dengan terjadinya penyusutan struktur dan rusaknya
membran subseluler. Diduga bahwa vakuola bertindak sebagai lisosom, mengeluarkan
enzim-enzim hidrolitik yang akan mencerna materi sel yang tidak diperlukan lagi.
Penghancuran tonoplas telah menyebabkan enzim-enzim hidrolitik dibebaskan ke dalam
sitoplasma. Sementara itu bagian dalam struktur kloroplas dan mitokondria mengalami
penyusutan sebelum membran luarnya dirusak. Proses degradasi yang terjadi pada organel,
dimulainya sama seperti yang terjadi pada sel.
Perubahan yang jelas telah terjadi dalam metabolisme dan kandungan dalam organ yang
mengalami penuaan. Telah terjadi pengurangan DNA, RNA, Protein, ion-ion anorganik dan
berbagai macam nutrien organik. Fotosintesis berkurang sebelum senesen dimulai dan ini
mungkin disebabkan menurunnya permintaan akan hasil fotosintesis. Segera setelah itu
klimakterik dalam respirasi terlihat dan nitrogen terlarut meningkat sebagai akibat
dirombaknya protein.
2. Pengaruh Faktor Pertumbuhan
Sitokinin dapat menghilangkan atau memperlambat proses penuaan. Mekanisme kerja
sitokinin dalam proses ini masih belum jelas, tetapi ada petunjuk dari percobaan Mothes yang
menunjukkan bahwa setetes sitokinin yang diberikan pada daun, telah menyebabkan
terjadinya mobilisasi nutrien organik dan anorganik menuju daerah sekitar daun yang diberi
sitokinin. Tapi masih belum jelas, apakah peningkatan nutrisi sebagai penyebab langsung
permudaan kembali atau sitokinin penyebab terjadinya beberapa peristiwa yang
menghasilkan permudaan kembali dan mobilisasi nutrisi.
Tidak semua tumbuhan memberikan respon terhadap hormon yang sama. Sitokinin lebih
efektif dalam menahan penuaan pada tumbuhan basah, sedangkan giberelin lebih efektif
menahan senesen pada Taraxacum officinale dan Fraxinus. Kadar giberelin endogen akan
turun dengan cepat selama senesen pada daun. Auksin (IAA dan 2,4 D) dapat menghalangi
senesen pada tumbuhan tertentu. Etilen adalah hormon yang secara jelas merangsang kuat
senesen pada banyak jaringan.

6. Absisi
Absisi yang terjadi pada daun dan buah merupakan contoh senesen yang jelas. Daun tidak
rontok demikian saja pada waktu mati. Suatu daerah pembelahan sel yang disebut daerah
absisi, berkembang dekat pangkal tangkai daun, sehingga sejumlah dinding sel melintang
tegak lurus terhadap sumbu panjang tangkai daun terbentuk.
Pektinase dan selulase dirangsang pembentukannya pada sel-sel di daerah absisi, dan akan
melarutkan lamela tengah dinding yang melintang tadi, sehingga tangkai daun lepas.
Hubungan ikatan pembuluh yang terputus akan tersumbat dengan dibentuknya tilosa, yaitu
suatu zat sejenis ‘gum’ dan dilapisi sel-sel gabus. Dalam proses ini dua peristiwa terlibat,
yaitu pembelahan sel dan induksi hidrolase. Kedua proses ini merupakan proses metabolisme
yang aktif dan oleh karenanya merupakan bagian yang terprogram dalam perkembangan
tumbuhan.

BAB III
Penutup

Kesimpulan
1. Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan
2. Penyebab Dormansi
- Faktor Lingkungan
- Asam Absitat (ABA)
- Interaksi ABA Dengan Zat Tumbuh Lainnya
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu :
- Innate dormansi (dormansi primer)
- Induced dormansi (dormansi sekunder)
- Enforced dormansi
Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
- Dormansi Fisik, dan
- Dormansi Fisiologi
Cara-cara Pemecahan Dormansi
- Dengan perlakuan mekanis
- Dengan perlakuan kimia.
- Perlakuan perendaman dengan air.
- Perlakuan dengan suhu.
- Perlakuan dengan cahaya.
Yang dimaksud dengan penuaan dan mati yaitu sudah tidak produktifnya lagi
pengorganisasian dan fungsi dari tumbuhan tersebut.
Yang dimaksud dengan absisi adalah proses gugurnya daun pada bagian pangkalnya karena
sudah dewasa

DAFTAR PUSTAKA

http://www.tanindo.com/abdi5/hal0401.htm
http://www.tanindo.com/abdi6/hal04.htm
http://agrica.wordpress.com/2009/01/03/dormansi-biji/
http://id.wikipedia.org/wiki/Dormansi
http://vansaka.blogspot.com/2010/04/dormansi-benih-pada-tanaman.html
http://www.scribd.com/doc/32311649/Dormansi-Makalah-Tekben-Kelompok
Loveless, A. R. 1987.Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk DaerahTr opis. PT.
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Salisbury, F.B., dan Ross, C.W., (1995), Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB, Bandung.
Diposting oleh pengetahuan alam di 04.03

Anda mungkin juga menyukai