Anda di halaman 1dari 11

2

BAB II

2.1 Definisi HIV


HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.1

2.2 Epidemiologi
Penularan HIVterjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melaui hubungan seksual, baik homoseksual mau pun heteroseksual, jarum
suntik pada pengunaan narkoba, trasfusi komponen darah dan dari ibu yang
terinfeksiHIV ke bayi yang di lahirkannya.2
Sejak 1985 sampai 1996 kasus AIDS masih amat jarang di temukan di
indonesia. Kemudian jumlah kasus baru HIV semakin meningkat pada tahun 1999
mulai meningkat tajam yang terutama di sebabkan penularan melalui narkotika suntik.
Di Indonesia penderita HIV pada bulan Januari-Maret 2016 yang dilaporkan sebanyak
7.146 oarng, dengan persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur
25-49 tahun (69,7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,6%), dan kelompok umur
>50 tahun (7,2%). Rasio HIV laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Dan persentase
faktor resiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (47%),
LSL (lelaki seks lelaki) (25%), lai-lain (25%), dan penggunaan jarum suntik tidak steril
pada penasun (3%) (KEMENKES RI,2016).2

2.3 Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan retrovirus yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai
retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus
baru yang diberi nama HIV-2.1 HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen
dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.4
3

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria


maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah:4
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu terinfeksi.
6. Penguna tato yang tidak steril

Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditularkan melalui:4


a. Hubungan seksual (resiko 0,1 – 1%)
b. Darah :
1) Transfuse darah yang mengandung HIV (resiko 90 – 98 %)
2) Transfuse jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3%)
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09%)
c. Transmisi dari ibu ke anak:
1) Selama kehamilan (resiko 2-10 %)
2) Saat persalinan (resiko 50-60 %)
3) Air susu ibu (resiko 11-29 %)

2.4 Patofisiologi
Partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang
terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang
terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir
semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian
meninggal. Perjalan penyakit tersebut menunjukan gambaran penyakit yang kronis,
sesuai dengan perusakan sistem kekebaan tubuh yang juga bertahap.2
Infeksi HIV tidak akan berlangsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu.
Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu
setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelas, pembengkakan
kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi
HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala gejala ini umumnya berlangsung
4

selam 8-10 tahun, tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanannya penyakitnya
amat cepat,dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalannanya lambat.2
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai
menampakan gejala-gejala akibat infeksi rasa lemah, pembesaran kelenjar getah
bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes. Tanpa pengobatan ARV, walaupun
selama beberapa tahun tidak menunjukan gejala, secara bertahap sistem kekebalan
tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien masuk tahan
AIDS, jadi yang disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila
di tinjau dari sudut penyakit HIV. Manisfestasi dari awal dari kerusakan sistem
kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan
infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan
hibridisasi in situ.Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan
di peredaran darah tepi.2
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, Klinis tidak
menunjukan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul
HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4
yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi
limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari. Perjalan penyakit lebih progesif pada
pengguna narkotika, Lebih dari 80% pengguna narkotika terinfeksi Virus hepatitis C
infeksi pada katup jantung juga adalah penyakit yang di jumpai pada odha pengguna
narkotika dan biasanya tidak di temukan pada odha yang tertular dengan cara
lain.Lamanya pengguna jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan
tuberkulosis.Makin lama seseorang menggunaka narkotiak suntikan, makin mudah ia
terkena pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi secar bersamaan ini akan menimbulkan
efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV
membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu
juga dapat memyebabkan reaktivasi virus di dalam Limfosit T. Akibatnya perjalanan
penyakitnya biasanya leih progesif.2
5

Perjalanan penyakit HIV yang lebih progesif pada pengguna narkotika ini juga
tercemin dari hasil penelitian di RS dr,Cipto Mangunkusumo pada 57 pasien HIV
asimptomatik yang berasal dari pengguna narkotika, dengan kadar CD4 lebih dari
200sel/mm3. Ternyata 56,14% mempunyai jumlah virus dalam darah (viral load) yang
melebihi 55.000 kopi/ml, artinya penyakit infeksi HIV nya progesif, waaupun kadar
CD4 relatif masih cukup baik.2

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Uji ini merupakan test pertama dari test HIV. Test ini mendeteksi adanya
antibodi HIV didalam darah. Jika test ini negatif, maka orang tersebut tidak terinfeksi
HIV dan test berhenti disini. Jika test ini positif, maka test kedua dilakukan untuk
memperkuat dugaan dari test yang pertama.6
2. Western Blotting
Uji ini digunakan untuk mengkonfirmasi dari hasil positif ELISA. Test ini
mendeteksi pita protein spesifik yang terdapat pada individu yang terinfeksi HIV.
Dikombinasi dengan hasil positif dari ELISA, hasil Western Blotting ini 99,9% akurat
dalam mendeteksi infeksi HIV.6
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR digunakan untuk mendeteksi fragmen DNA dan RNA viral yang spesifik
pada orang yang terinfeksi HIV. Setelah infeksi terjadi, RNA dan DNA virus HIV
bersirkulasi di dalam darah. Adanya potongan DNA dan RNA virus mengindikasikan
adanya virus HIV.6
4. Total lymphocyte count (TLC)
Perkalian dari persentase limfosit dengan leukosit total. TLC adalah
pemeriksaan yang lebih mudah dan lebih murah dibandingkan pemeriksaan jumlah
CD4. TLC didapatkan dari pemeriksaan hitung jenis leukosit dan leukosit total pada
pemeriksaan darah rutin.6
6

Rumus total limfosit count (TLC) atau hitung limfosit total

% Limfosit X Jumlah Leukosit

( dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normla)

Keterangan :7
Jumlah limfosit > 2000 sesuai dengan CD4 > 500
Jumlah limfosit 1000-2000 sesuai dengan CD4 200-500
dan jumlah limfosit < 1000 sesuai dengan CD4 < 200

2.6 Gejala Klinis


Gejala penyakit AIDS/HIV sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui
pada penderita AIDS/HIV, panas lebih dari 1 bulan, batuk-batuk, sariawan dan nyeri
menelan, badan menjadi kurus sekali, diare, sesak napas, pembesaran kelenjar getah
bening, kesadaran menurun, penurunan ketajaman penglihatan, bercak ungu
kehitaman di kulit.3
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberculosis paru. Bila terdapat beberapa
gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku
yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.3
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2
Minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun
simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari,
penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy,
pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi
AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah
Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa,
infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial,
atipikal.3
7

Pembagian Stadium:3
a. Stadium pertama : HIV
Infeksi di mulai dengan masuknya HIV dan di ikuti dengan terjadinya
perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif
menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIVmenjadi positif di sebut dengan window period. Lama window
period adalah antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung
sampai enam bulan.
b. Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala )
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh
tidak menunjukkan gejala apa pun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-
10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV.AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat
menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga : Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( pesistent
Generalized Lynphadenopaty ).
Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih satu bulan.
d. Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini di sertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara
infeksi opporturistik , penyakit saraf, dan penyakit tuberkulosis paru..

Gejala klinis pada stadium AIDS di bagi antara lain :3


- Gejala utama / mayor :
a.Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
b.Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus
c. Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam tiga bulan.
- Gejala minor :
a.Batuk kronis selama satu bulan
b.Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida
alabicons
c.Pembengkakan kelenjar getah bening yangmenetap di seluruh tubuh
d.Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.
E.Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
F.Retinitis virus sitomegalo
8

4 Tahap Derajat Infeksi HIV


fase Derajat
1 infeksi HIV primer
2 HIV dengan defesiensi imun dini (CD4+ > 500/ul )
3 Adanya HIV dengan defesiensi imun yang sedang
(CD4+; 200-500/ul)
4 Hiv dengan defesiensi imun yang berat (CD4+ < 200/ul)
di sebut dengan AIDS . Sehingga muncul CDC Amerika
(1993), pasien masuk alam kategori AIDS bila CD4+ <
200/ul

Sumber : Depkes RI 2003.5

Klasifikasi Klinis Infeksi HIV menurut WHO4

Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas


1 1. Asimptomatis Asimptomatis,aktivi
2. Limfadenopati generalisata tas Normal
2 1. Berat badan menurun <10 % Simptomatis,
2. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti, aktivitas Normal
dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral
yang rekuen, dan kheilitis angularis
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran nafas bagian Atas seperti sinusitis
bakterialis
3 1. Berat badan menurun <10% Pada umumya
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan lemah,
3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan Aktivitas di tempat
4. Kandidiasis orofaringeal tidur kurang dari
5. Oral hairy leukoplakia 50%
6. TB paru satu tahun terakhir
7. Infeksi bacterial yang beraseperti pnemonipiomiositis
9

4 1. HIV wasting syndrome seperti yang didefinisikan oleh Pada umumya


CDC sangat lemah,
2. Pnemonia Pneumocystis carini aktivitas di tempat
3. Toksoplasmosis otak tidur lebih dari 50%
4. Diare lebih dari satu bulan
5. Kriptokokosis Ekstrapulmonal
6. Retinitis virus sitomegalo
7. Herpes simplek mukokutan > 1 bulan
8. Leukoensefalopati multifokal progresif
9. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis
10. Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru
11. Mikobakteriosis atipikal diseminata
12. Septisemia salmonelosis nontifoid
13. Tuberkulosis di luar paru
14. Limfoma
15. Sarkoma Kaposi
16. Ensealopati HIV

2.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana HIV di layanan primer dapat dimulai apabila penderita HIV sudah
dipastikan tidak memiliki komplikasi atau infeksi oportunistik yang dapat memicu
terjadinya sindrom pulih imun. Evaluasi ada tidaknya infeksi oportunistik dapat
dengan merujuk ke layanan sekunder untuk pemeriksaan lebih lanjut karena gejala
klinis infeksi pada penderita HIV sering tidak spesifik. Untuk memulai terapi
antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan
stadium klinis infeksi HIV.6
1. Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Penentuan mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis.
2. Tersedia pemeriksaan CD4
a. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm³tanpa
memandang stadium klinisnya
b. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan
koinfeksi hepatitis B tanpa mengandung jumlah CD4.
10

Panduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum mendapat
terapi ARV.6
Populasi target Pilihan yang Catatan
direkomendasikan
Dewasa dan AZT atau TDF + Merupakan pilihan paduan yang
anak 3TC (atau FTC) + sesuai untuk sebagian besar pasien
EVF atau NVP Gunakan FDC jika tersedia
Perempuan AZT + 3TC + EFV Tidak boleh menggunakan EFV pada
hamil atau NVP trimester pertama TDF bisa
merupakan pilihan
Ko-infeksi AZT atau TDF + Mulai terapi ARV segera setelah
HIV/TB 3TC (FTC) + EFV terapi TB dapat ditoleransi (antara 2
minggu hingga 8 minggu) Gunakan
NVP atau tripel NRTI bila EFV tidak
dapat digunakan
Ko-infeksi TDF + 3TC (FTC) + Pertimbangkan pemeriksaan HbsAG
HIV/Hepatitis B EFV atau NVP terutama bila TDF merupakan
kronik aktif paduan lini pertama. Diperlukan
penggunaan 2 ARV yang memiliki
aktivitas anti-HBV

Dosis antiretroviral untuk ODHA dewasa.6


Golongan/ Nama Obat Dosis
Nucleoside RTI
Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam
Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam (30 mg setiap 12 jam bila BB
<60 kg
Zidovudine (ZDV atau 300 mg setiap 12 jam
AZT)
11

Nucleotide RTI
Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari, (Catatan: interaksi obat
dengan ddI perlu mengurangi dosis ddI)
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari
Nevirapine(NVP) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, kemudian
(Neviral®) 200 mg setiap 12 jam
Protease inhibitors
Lopinavir/ritonavir 400 mg/100 mg setiap 12 jam, (533 mg/133 mg
(LPV/r) setiap 12 jam bila dikombinasi dengan EFV atau
NVP)
ART kombinasi
AZT -3TC (Duviral ®) Diberikan 2x sehari dengan interval 12 jam

2.8 Komplikasi
Adapun komplikasi dengan HIV/AIDS antara lain:4
a. Pneumonia pneumocystis (PCP)
b. Tuberculosis (TBC), Umum dikenal dengan tuberculosis, adalah penyakit umum
yang diderita penderita Aids dan dapat mematikan. hampir semua penderita
HIV/Aids, juga menderita Tb
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif.
g. Herpes simplek, ulkus kronik (> 1 bulan)
h. Cytomegalovirus (CMV). Adalah jenis virus herpes yang menular melalui cairan
tubuh, seperti air liur, darah, ASI, semen dan urin
i. Candiasis, Menyebabkan peradangan dan bercak putih pada mulut (lidah),
tenggorokan dan vagina
12

2.9 Prognosis
Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan pengobatan.
Terapi hingga saat ini adalah untuk memperpanjang masa hidup, belum merupakan
terapi definitif, sehingga prognosis pada umumnya dubia ad malam.6

2.10 Pencegahan
Ada beberapa jenis progam yang terbukti sukses di terapkan di beberapa
negara dan amat di anjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, yaitu :2
a. Pendidikan Kesehatan reprodukti untuk remaja dan dewasa muda
b. Program penyuluhan sebaya
c. Program kerjasama dengan media cetak
d. Program pendidikan agama
e. Melakukan berhubungan (sex) yang aman.
f. Menghindari kontak darah ataupun sexual dengan penderita HIV

2.11 Edukasi
1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS), dan
kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.6
2. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit HIV/AIDS.
Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS
untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya.6

Anda mungkin juga menyukai