Dewi Dewi
Dewi Dewi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru
akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah
manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang
menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut
bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor, lereng akan seimbang
atau stabil kembali. Jadi longsor merupakan pergerakan massa tanah atau batuan menuruni lereng
mengikuti gaya gravitasi akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak
pada lereng ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik
berupa bidang miring maupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai
longsoran tanah.
Longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan
bergeraknya massa tanah dan batuan ketempat yang lebih rendah. Gerakan massa tanah ini dapat
terjadi pada lereng-lereng yang hambat geser tanah atau batuannya lebih kecil dari berat massa
tanah atau batuan itu sendiri. Proses tersebut melalui empat tahapan, yaitu pelepasan,
pengangkutan, pergerakan, dan pengendapan. Dibandingkan dengan erosi, kejadian longsor sering
memberikan dampak yang bersifat langsung dalam waktu yang singkat dan menjadi bencana.
Hal ini dikarenakan proses pelepasan, pengangkutan dan pergerakannya berlangsung dalam waktu
yang cepat dengan material yang jauh lebih besar atau lebih banyak jika dibandingkan dengan
kejadian erosi. Oleh karena itu pengetahuan, pengenalan dan identifikasi area-area yang berpotensi
longsor menjadi sangat penting.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kestabilan
lereng di Daerah Leato Kota Selatan Provinsi Gorontalo berdasarkan factor ketahanan dengan
menggunakan Metode Bishop.
1.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terdapat di daerah Leato Kota Selatan Propinsi Gorontalo. Pelaksanaan
penelitian ini dilakukan pada hari Sabtu, 1 Desember 2018. Lokasi tersebut dapat dicapai
menggunakan kendaraan bermotor selama 25 menit dari Kampus Utama Universitas Negeri
Gorontalo.
Statigrafi batuan pada lokasi praktikum berdasarkan Peta Geologi Regional Kotamobagu
(Apandi dan Bachri, 1997) adalah : (1) Batuan Gunungapi Bilungala yang terdiri dari batuan
breksi, tuff dan lava bersusun andesit, dasit, dan ryolit. Umur satuan ini berkisan natara Miosen
Awal – Miosen Akhir (2) Diorit Bone yang terdiri dari batuan diorite kuarsa, granodiorit, dan
granit. Satuan ini menerobos Batuan Gunungapi Bilungala dan Formasi Tinombo. (3) Batuan
Gunungapi Pinogu terdiri dari batuan Tuf, Tuf lapili, breksi dan Lava. Satuan ini secara umum
termampatkan lemah sampai sedang dan berumur kira-kira Pliosen – Plistosen. (4) Batu
Gamping Terumbu merupakan batugamping terumbu terangkat dan batugamping klastik
dengan komponen utama koral dan sempat berlapis.
2.3 Teori
Suatu permukaan tanah yang miring yang membentuk sudut tertentu terhadap bidang
horisontal disebut sebagai lereng (slope). Lereng dapat terjadi secara alamiah atau dibentuk oleh
manusia dengan tujuan tertentu. Jika permukaan membentuk suatu kemiringan maka komponen
massa tanah di atas bidang gelincir cenderung akan bergerak ke arah bawah akibat gravitasi. Jika
komponen gaya berat yang terjadi cukup besar, dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut.
Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya perlawanan yang
berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor.
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian,
karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta
kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis
pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk
konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa Analisa kemantapan lereng merupakan
suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak
terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-
gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami perubahan
keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain,
maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah.
Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk
longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan keseimbangan yang
baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-
tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan
penting dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai
sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan
bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga
mempengaruhi kemantapan lereng.
Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisa kemantapan lereng harus diketahui
dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya.
Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan Analisa kelakuan tanah atau
batuan tersebut jika digali atau “diganggu”.
Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-
cara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap. Dalam menentukan
kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan
perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan
tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor Kemanan (FK) = Gaya Penahan / Gaya Penggerak
Dimana untuk keadaan :
FK > 1,0 : lereng dalam keadaan bagus, tak terjadi longsor
FK = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbang, kemugkinan terjadi longsor
FK < 1,0 : lereng tidak kuat, akan terjadi longsor
Jadi dalam menganalisa kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan
untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut.
BAB III
Untuk irisan ke-i, nilai Ti = τai, yaitu gaya geser yang dikerahkan tanah pada bidang
longsor untuk keseimbangan batas, karena itu ;
Keseimbangan momen dengan pusat rotasi O antara berat massa tanah yang akan longsor
dengan gaya total yang dikerahkan tanah pada bidang longsor adalah ;
Penyederhanaan anggap Xi – Xi+1= 0, dan xi = R sin θi, serta bi = aicos θi,. Diperoleh :
Dengan :
F = Faktor Aman
θi = Sudut
c‟ = Kohesi Tanah Efektif (kN/m2)
bi = Lebar Irisan ke-i (m)
Wi = Berat Irisan Tanah ke-i (kN)
υ‟ = Sudut Gesek Dalam Efektif (º)
μi = Tekanan Air Pori Irisan ke-i (kN/m2)
Rasio tekanan air pori,
Dengan :
ru = Rasio Tekanan Air Pori
∂ = Berat Volume Tanah (kN/m2)
μ = Tekanan Air Pori (kN/m2)
h = Tinggi Irisan Rata-Rata (m)
b = Lebar Irisan ke-i (m)
Dengan mensubsitusikan persamaan (8) ke persamaan (7) diperoleh :
Dengan keadaan :
Dimana :
T3.hah
Pada tahap ini dilakukan Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam
proses penelitian yang akan dilakukan, semakin lengkap data yang diperoleh maka hasil dari
output yang diberikan pun semakin akurat. Namun perlu diperhatikan juga mengenai jumlah data
yang diambil, karena hal tersebut berkaitan erat dengan masalah biaya.
3.2.4 Tahap Pengolahan Data
Pada Tahap ini data yang didapatkan akan dihitung faktor keaman dengan menggunan
metode Bishop untuk mengetahui kestabilan lereng di daerah penelitian.
Tabel 2. Form Tabel Perhitungan Stabilitas Lereng Metode Bishop