Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia
dan rahmat-Nya, makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini disusun
untuk melengkapi tugas mata kuliah Peraturan Statutori (Statutory Regulations) di Jurusan
Teknik Perkapalan FTK ITS.
Makalah ini berjudul “Port State Control (PSC)” yang berisi tentang penegakkan
ketentuan-ketentuan konvensi yang berlaku dibidang keselamatan pelayaran dan
perlindungan lingkungan laut serta perlindungan dan kondisi kerja awak kapal di laut yang
diawasi oleh negara pelabuhan. Tidak lupa, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ir.

Hesty Anita Kurniawati, M.Sc. selaku dosen kami dan pihak-pihak lain yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini.


Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih ada kekurangan yang perlu
diperbaiki. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkan oleh kami untuk lebih baik ke depannya. Dan semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat dan dapat berguna untuk pembaca.

Surabaya 4 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
BAB II PORT STATE CONTROL ................................................................................................. 2
2.1 Port State Control ............................................................................................................. 2
2.2 Survey, Verification and Certification ............................................................................ 3
2.2.1 Survey (Pemeriksaan) dan Verification (Verifikasi) ............................................... 3
2.2.2 Certification (Sertifikasi) .......................................................................................... 4
2.3 Kekurangan (Deficiencies), Penahanan (Detentions), dan Perbaikan (Rectifications)6
2.3.1 Kekurangan (Deficiencies) ....................................................................................... 6
2.3.2 Penahanan (Detentions) dan Perbaikan (Rectifications) .............................................. 9
2.4 Kapal-kapal yang menjadi target Port State Control (PSC)....................................... 11
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 15

ii
DAFTAR GAMBAR

iii
DAFTAR TABEL

iv
BAB I PENDAHULUAN

Isu keselematan telah menjadi perhatian dunia internasional untuk beberapa dekade
terakhir. Adanya evaluasi dari penerapan aturan-aturan mengenai keselamatan menimbulkan
kesadaran akan pentingnya keselamatan itu sendiri, sehingga mendorong pihak-pihak terkait
untuk meningkatkan komitmennya dalam penegakkan aturan mengenai keselamatan.
Khususnya dibidang maritim, negara-negara eropa telah membuat kesepakatan untuk
penegakkan peraturan hasil konvensi dengan lebih cermat guna menciptakan keselamatan
kapal dan muatannya, ABK, serta lingkungan dari pencemaran menjadi tonggak sejarah
terbentuknya Port State Control (PSC). Dimana Flag State dinilai telah banyak melakukan
kegagalan dalam melaksanakan tugasnya dalam mengawasi dan menjamin kelaiklautan
kapal yang berbendera negara tersebut.
Penerapan peraturan yang sesuai standar akhirnya mengalami peningkatan untuk
setiap kapal yang berlayar secara internasional dengan adanya PSC. Dimana awalnya PSC
ditujukan untuk menyaring kapal-kapal dibawah standar yang luput dari pengawasan Flag
State. Hal tersebut akhirnya menjadi dasar IMO untuk mendorong negara-negara pelabuhan
untuk menyusun perjanjian serupa secara regional yang berbuah perjanjian-perjanjian/MoU
( Memorandum of Understanding) seperti Paris MoU, Vina de Mar or Latin America
Agreement, Tokyo MoU, dll.

1
BAB II PORT STATE CONTROL

2.1 Port State Control

2
2.2 Survey, Verification and Certification
2.2.1 Survey (Pemeriksaan) dan Verification (Verifikasi)
Semua kapal yang berlayar di perairan internasional harus disurvei dan diverifikasi
oleh petugas dari administrasi negara bendera atau recognized organization (RO) /
Recognized Securityorganization (RSO) / surveyor yang ditetapkan otoritas maritim. Oleh
karena itu, kapal diharuskan melakukakan perawatan sesuai standar flag state, shipping
company dan ship’s master. Selain itu kapal juga harus memiliki sertifikat – sertifikat yang
menetapkan bahwa kapal dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai dengan persyaratan
konvensi IMO, kode, dan instrumen lainnya.
Sesuai dengan resolusi IMO A. 787 (19) Port State Control (PSC) dalam
pemeriksaannya dibagi menjadi tiga pemeriksaan, yaitu:
1. Pemeriksaan pokok (Initial Inspection)
2. Pemeriksaan ulang (Following Inspection)
3. Pemeriksaan lebih rinci (Detail Inspection)
Pemeriksaan tersebut dilakukan apabila kapal terakhir diperiksa tiga bulan bagi kapal
penumpang, enam bulan yg lalu (untuk kapal barang) dan, mendapat alasan yang kuat (clear
ground) dan laporan yang dibuat oleh awak kapal atau pihak lainya yang berkepentingan
terhadap keselamatan kapal, muatan, dan lingkungan laut.
Adapun tata cara yang dilakukan PSC saat melakukan pemeriksaan di atas kapal
adalah sebagai berikut:
1. Merencanakan pemeriksaan sesuai dengan jadwal kedatangan dan keberangkatan
kapal.
2. Pemeriksaan dokumen catatan kapal (ship records), sertifikat kapal dan hasil
pemeriksaan PSC sebelumnya (pemeriksaan di darat/kantor).
3. Kesiapan perlengkapan dan catatan yang dibutuhkan.
4. Perkenalkan diri dan tunjukan identitas (ID PSC) kepada Master dan perwira lainnya.
5. Meminta semua sertifikat, dokumen, catatan lain yang dibutuhkan dan melakukan
penelitian.

3
2.2.2 Certification (Sertifikasi)
Pengecekan dokumen/sertifikat pada kapal yang telah ditandatangani oleh kapten
kapal dilakukan pada saat kapal tiba di pelabuhan. Pemeriksaan oleh PSC adalah kondisi
kapal, peralatan, pengawakan, dan pengoperasian kapal apakah memenuhi
peraturan/konvensi internasional atau tidak. Dokumen–dokumen yang diperiksa oleh PSC
adalah sebagai berikut:
1. Check In List
Dokumen ini berguna sebagai daftar pemeriksaan kapal untuk penerbitan surat izin
berlayar oleh syahbandar.
2. Receiving List
Dokumen untuk serah terima pengambilan/ pemeriksaan dokumen kapal pada saat
pengecekan dan penyerahan kembali dokumen kapal (clearance out) kepada kapten
kapal.
3. Vessel Progress / Arrival Condition
Dokumen yang berisi tentang bagian kapal selama kedatangan kapal tersebut tidak di
pelabuhan tujuannya hingga kapal tersebut melakukan kegiatan di daerah labuh
(anchorage).
4. Declaration of Security (DOS)
Dokumen yang dikeluarkan oleh kesyahbandaran (harbour master) yang menyatakan
bahwa perairan/pelabuhan bebas dari bahaya dan aman untuk disinggahi sebagai alur
pelayaran, dan dokumen ini harus ditanda tangani oleh kapten kapal yang
bersangkutan.
5. Master’s Authority To Sign Bill Of Loading
Dokumen untuk pendelegasian wewenang dari kapten kapal kepada perusahaan
untuk membuat dan menerbitkan Bill Of Loading atas muatan yang akan diangkut
oleh kapal yang bersangkutan.
Sertifikat dan dokumen yang diperlukan untuk dibawa di atas kapal tercantum dalam
FAL.2 / Circ.127-MEPC.1 / Circ.817-MSC.1 / Circ.1462, yang dikeluarkan pada tanggal 1
Juli 2013 adalah sebagai berikut:

4
1. International Tonnage Certificate;
2. International Load Line Certificate;
3. Passenger Ship Safety Certificate;
4. Cargo Ship Safety Construction Certificate;
5. Cargo Ship Safety Equipment Certificate;
6. Cargo Ship Safety Radio Certificate;
7. Cargo Ship Safety Certificate;
8. Safety Management Certificate;
9. International Ship Security Certificate;
10. Stability Information;
11. Damage Control Information;
12. Cargo Securing Manual
13. Minimum safe manning document;
14. Certificates for masters, officers or ratings;
15. International Oil Pollution Prevention Certificate;
16. International Certificate for the Carriage of Noxious Liquid Substances;
17. International Sewage Pollution Prevention Certificate;
18. International Air Pollution Prevention Certificate;
19. International Anti-fouling System Certificate;
20. Oil Record Book;
21. Shipboard Oil Pollution Emergency Plan;
22. Garbage Management Plan;
23. Garbage Record Book;
24. dan lain-lain.
Sertifikat dan dokumen dikeluarkan oleh petugas dari Flag State Administrations
atau surveyor (biro klasifikasi) dan harus diperiksa oleh petugas Syahbandar. Pelaporan
pengecualian dan ekuivalen di bawah instrumen wajib IMO oleh administrasi bendera, serta
penyediaan sertifikat spesimen, dapat diatur menggunakan modul GISIS pada survei dan

5
Sertifikasi yang dapat diakses oleh anggota (resolusi A.1074 (28) tentang pemberitahuan dan
sirkulasi melalui GISIS).
Apabila seluruh dokumen atau sertifikat telah terpenuhi, selanjunya adalah dilakukan
pemeriksaan dan pelengkapan serta membuat momerandumnya di kantor untuk keperluan
Clearance In/Out ke kantor administrator pelabuhan.

2.3 Kekurangan (Deficiencies), Penahanan (Detentions), dan Perbaikan


(Rectifications)
2.3.1 Kekurangan (Deficiencies)
Ada saatnya kondisi kapal yang dijumpai tidak memenuhi persyaratan-persyaratan
dari konvensi international. Selama inspeksi, inspektur PSC dapat mengidentifikasi satu atau
lebih defisiensi dan memasukkannya dalam laporan inspeksi PSC. Dalam laporan itu juga
disebutkan kapan kekurangan harus diperbaiki. Dengan semua kekurangan, referensi
konvensi yang berlaku harus disertakan. Dengan kekurangan itu juga akan ada ‘tindakan
yang diambil’ yang ditentukan. Adapun kategori utama kekurangan dari kapal adalah
menyangkut hal-hal berikut:
 Certificates & Documentation
 Structural condition
 Water/Weathertight condition
 Emergency Systems
 Radio communication
 Cargo operations including equipment
 Fire safety
 Alarms
 Working and Living Conditions
 Safety of Navigation
 Life saving appliances
 Dangerous Goods
 Propulsion and auxiliary machinery

6
 Pollution Prevention
 ISM (The International Safety Management)
 ISPS (The International Ship and Port Facility Security)
 MLC (Maritime Labour Convention), 2006
 Other (Other safety in general, Other (SOLAS operational), Other (MARPOL
operational)
Dibawah ini adalah action take yang paling sering digunakan :
 Rectified (code 10)
Digunakan untuk defisiensi yang telah diperbaiki dan diverifikasi oleh PSCO.
 To be rectified at next port (code 15)
Digunakan untuk defisiensi yang tidak dapat diperbaiki sebelum keberangkatan
tetapi PSCO membutuhkan perbaikan di port berikutnya tindakan ini
mensyaratkan bahwa kekurangan diperbaiki di port berikutnya. Ada
kemungkinan bahwa pekerjaan perbaikan atau pengiriman peralatan dapat terjadi
selama kapal tinggal di pelabuhan itu.
 To be rectified within 14 days (code 16)
Digunakan untuk defisiensi yang dalam penilaian profesional PSCO tidak cukup
serius untuk memerlukan rektifikasi segera atau verifikasi oleh PSCO sebelum
keberangkatan. Tindakan ini diambil menetapkan batas maksimum 14 hari tetapi
diserahkan kepada tanggung jawab master untuk memperbaiki kekurangan
sesegera yang diperlukan dan masuk akal dalam periode tersebut.
 To be rectified before departure (code 17)
Digunakan untuk kekurangan yang: harus diperbaiki sebelum kapal berlayar
tetapi tidak cukup serius untuk menjamin penahanan, atau / dan dapat diperbaiki
secara wajar sebelum kapal berlayar. Jika kapal tidak ditahan, diserahkan kepada
tanggung jawab master untuk memperbaiki kekurangan sebelum keberangkatan.
Tidak diperlukan verifikasi oleh PSCO (pada saat panggilan port). Jika
kekurangan yang harus diperbaiki sebelum keberangkatan diverifikasi oleh PSCO

7
sebagaimana diperbaiki sebelum kapal berangkat maka harus dicatat sebagai
diperbaiki.
 Safety management audit by the Administration is required before departure of
the ship (code 19)
Audit manajemen keselamatan oleh administrasi diperlukan sebelum
keberangkatan kapal. Defisiensi ditandai ISM adalah bukti objektif dari
kegagalan serius, atau kurangnya efektivitas pelaksanaan kode ISM.
 Corrective action taken on the ISM system by the Company is required within 3
months (code 21)
Tindakan korektif yang dilakukan pada sistem ISM oleh perusahaan diperlukan
dalam waktu 3 bulan. Defisiensi ditandai ISM adalah bukti objektif dari
kegagalan, atau kurangnya efektivitas pelaksanaan kode ISM. kapal akan
memenuhi syarat untuk diperiksa kembali setelah 3 bulan dari tanggal akhir
laporan.
 Competent Security Authority informed (code 26)
Digunakan hanya untuk kekurangan seri kode keamanan di mana otoritas
keamanan yang kompeten dari negara PSCO diberitahu bahwa alasan yang jelas
telah ditemukan sesuai dengan pedoman instruksi keamanan PSCC.
Ketika perusahaan berpendapat bahwa kekurangan yang diidentifikasi tidak
dibenarkan, perusahaan dapat mengajukan banding ke otoritas PSC nasional. Kekurangan
terkait ISM dikodekan dengan 15150 pada formulir inspeksi PSC. Kekurangan yang terkait
dengan ISM akan ditandai dengan referensi berikut (ISM).
Defisiensi non-ISM adalah kekurangan apa pun yang tidak terkait langsung dengan
ketentuan Kode ISM. Kekurangan seperti itu dapat dikaitkan, tetapi tidak terbatas pada
persyaratan teknis, operasional atau lingkungan; sertifikasi dan dokumentasi; atau kondisi
kerja dan hidup di atas kapal. Referensi konvensi untuk defisiensi tersebut tidak mengacu
pada Kode ISM.
Dalam kasus kekurangan yang dapat ditahan, Petugas Kontrol Negara Pelabuhan
(PSCO) diperlukan untuk menunjukkan referensi konvensi pada laporan inspeksi. Untuk

8
semua defisiensi, PSCO dapat menunjukkan referensi konvensi secara sukarela. Master atau
perusahaan dapat meminta klarifikasi dari otoritas PSC mengenai dasar hukum atas segala
kekurangan. Kerusakan yang ditemukan di kapal adalah tanggung jawab dari port state untuk
menjamin pemenuhannya sebelum kapal meninggalkan pelabuhan.

2.3.2 Penahanan (Detentions) dan Perbaikan (Rectifications)


Dalam pengambilan keputusan mengenai perbaikan kekurangan atau penahanan
kapal, Port State Control Officer akan mempertimbangkan hasil pemeriksaan yang lebih rinci
atau diperluas yang dilakukan berdasarkan seksi 3 Paris MoU.
Dalam pelaksanaan memorandum ini, pihak berwenang akan melakukan inspeksi
yang akan terdiri dari setidaknya kunjungan di atas kapal untuk memeriksa sertifikat dan
dokumen, dan lebih jauh lagi memeriksa kondisi awak kapal dan kondisi kapal secara
keseluruhan seperti peralatannya, ruang mesin, akomodasi, dan kebersihan di atas kapal
dalam keadaan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jika tidak ditemukan sertifikan dan
dokumen yang sah, atau jika ada alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tentang
kondisi kapal dan perlengkapan kapal tidak memenuhi persyaratan, dan awak kapal tidak
familiar dengan prosedur penting di atas kapal yang berhubungan dengan keselamatan kapal
dan pencegahan polusi, maka akan dilakukan inspeksi lebih lanjut.
Port State Control Officer akan melakukan penilaian yang profesional dalam
keputusan penahanan kapal hingga kekurangan tersebut diperbaiki atau membiarkan kapal
tersebut berlayar dengan tidak adanya alasan jika kapal dapat membahayakan keselamatan,
kesehatan , atau keadaan lingkungan, dengan memperhatikan keadaan khusus pelayaran yang
berkaitan dengan standar minimal pelayaran yang memiliki awak dan memiliki ketentuan
yang relevan dengan ILO Conventions, dan diperhatikan secara khusus.
2.3.2.1 Penahanan yang Berhubungan dengan Standar Minimal Kapal Berawak dan
Sertifikasi
Sebelum melakukan penahanan kapal karena alasan standar minimal kapal berawak
dan sertifikasi tidak terpenuhi, Port State Control Officer akan memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Panjang rute pelayaran dan sifat atau layanan pelayaran tersebut.
9
2. Apakah kekurangan tersebut menimbulkan bahaya bagi kapal, orang di atas kapal,
atau lingkungan.
3. Apakah periode istirahat yang layak dari awak kapal dapat diobservasi.
4. Jenis dan ukuran kapal serta perlatan perlengkapan kapal yang tersedia.
5. SIfat muatan kapal.
2.3.2.2 Prosedur Penahanan Kapal untuk Semua Ukuran Kapal
Prosedur penahanan kapal dapat dilakukan jika kekurangan kapal tidak dapat ditolerir
dari hasil inspeksi kapal tersebut. Saat Port State Control Officer melakukan penilaian
terhadap sebuah kapal untuk ditahan atau tidak, Port State Control Officer akan melihat
beberapa kriteria, diantaranya:
1. Timing : Kapal yang dinyatakan tidak aman dalam pelayaran akan ditahan pada
inspeksi pertama dan kapal akan tetap berada di pelabuhan.
2. Kriteria : Kapal akan ditahan jika kekurangan pada kapal dinilai cukup serius, dan
akan dinyatakan layak jalan oleh Port State Control Officer jika kekurangan tersebut
telah diperbaiki sebelum kapal berlayar.
Kunjungan inspeksi Port State Control Officer kembali ke kapal tergantung tingkat
keparahan kekurangan kapal. Bagaimanapun kebijakan tersebut bergantung pada otoristas
Port State Control Officer, diharapkan dengan dilakukan kunjungan lanjutan kekurangan
kapal tersebut telah diperbaiki sebelum berlayar kembali.
2.3.2.3 Penerapan Kriteria Utama
Saat memutuskan apakah kekurangan yang ditemukan di kapal dinyatakan cukup
serius untuk dilakukan penahanan, Port State Control Officer akan menilai apakah:
1. Kapal tersebut memiliki dokumen yang relevan dan valid.
2. Kapal memiliki jumlah awak kapal yang berjumlah sebagaimana yang terdapat dalam
Minimum Safe Manning Document atau yang setara.
Selama dilakukannya inspeksi Port State Control Officer akan menilai awak kapal tersebut
dalam kesanggupan untuk:
3. Mengarahkan kapal dengan aman diseluruh pelayaran yang akan datang.
4. Mengangani, membawa, dan memantau dengan aman kondisi muatan dalam
pelayaran yang akan datang.
10
5. Mengoperasikan ruang mesin dengan aman dalam pelayaran yang akan datang.
6. Menjaga agar sistem propulsi dan kemudi bekerja dengan baik selama pelayaran.
7. Dapat memadamkan kebakaran secara efektif dibagian manapun dari kapal.
8. Meninggalkan kapal dengan cepat dan aman dan melakukan penyelamatan jika
dibutuhkan selama pelayaran yang akan datang.
9. Mencegah pencemaran lingkungan di seluruh pelayaran yang akan datang.
10. Menjaga stabilitas yang memadai di seluruh pelayaran yang akan datang.
11. Memepertahankan agar tidak terjadi kebocoran pada kapal selama pelayaran yang
akan datang.
12. Dapat berkomunikasi dalam situasi yang bahaya jika diperlukan selama pelayaran
yang akan datang.
13. Dapat menyediakan kondisi yang aman dan sehat di atas kapal selama pelayaran yang
akan datang.
14. Dapat memberikan informasi secara maksimal jika terjadi kecelakaan (seperti yang
berada di voyage data recorder).
Jika hasil dari penilaian diatas buruk, maka kapal tersebut akan ditahan.

2.4 Kapal-kapal yang menjadi target Port State Control (PSC)


Setiap harinya sejumlah kapal akan dipilih untuk dilakukan inspeksi oleh PSC di
seluruh wilayah, untuk menyokong inspeksi tersebut PSC memiliki pusat data yang
terintegrasi dengen system informasi. Setiap kapal dalam system informasi tersebut akan
memiliki Ship Risk Profile (SRP). SRP yang akan menentukan prioritas kapal untuk inspeksi,
jarak waktu diantara inspeksi dan cakupan pekerjaan dalam inspeksi. Sesuai dengan Tokyo
MOU yang mengenalkan New Inspection Regime (NIR), kapal akan dibedakan menjadi tiga
kategori (High Risk Ship-HRS, Standard Risk Ships-SRS dan Low Risk Ships-LRS)
berdasarkan SRP.

11
Gambar 1 Pusat Data Sistem Informasi PSC
SRP akan dihitung berdasarkan beberapa aspek dan data historis dari inspeksi selama
periode 3 tahun sebagai berikut :
- Performance of the flag of the ship
- Tipe kapal
- Umur kapal
- Kinerja dari recognize organizations (RO)
- Kinerja dari perusahaan yang bertanggung jawab terhadap ISM management
- Jumlah dari deficiencies
- Jumlah dari detentions
Berikut adalah jangka waktu yang diterapkan pada kapal berdasarkan tingkat risiko :

12
Tabel 1
Ship Risk Profile Time Window Since Previous Inspection
Low Risk Ships 9 sampai 18 bulan
Standard Risk Ships 5 sampai 8 bulan
High Risk Ships 2 sampai 4 bulan
Terdapat dua kategori prioritas untuk inspeksi, yang ditentukan dengan kriteria sebagai
berikut :
- Prioritas I: Kapal harus dilakukan inspeksi, karena jangka waktunya sudah dekat
- Prioritas II: Kapal bisa jadi dilakukan inspeksi, karena masih dalam jangka waktu
Faktor-faktor lain yang berdampak besar dan berhubungan dengan kinerja kapal harus
dapat diidentifkasi sebagai bahan pertimbangan prioritas untuk inspeksi. Kapal dengan nilai
lebih dari atau sama dengan 5 maka termasuk kedalam High Risk Profile. Contoh perhitungan
SRP:

Gambar 2 Perhitungan SRP

13
BAB III PENUTUP

14
DAFTAR PUSTAKA

Tim Paris MoU. 2017. Paris MoU Procedures


https://www.parismou.org/inspections-risk/library-faq/deficiencies (diakses 5
September 2018)
Tim Tokyo MoU. 2013. Tokyo MoU Will Introduce A New Inspection Regime (NIR) From
1st January 2014
http://www.tokyo-mou.org/doc/PRESS-NIR.pdf (diakses tanggal 5 September 2018)
Tim Paris MoU 2017. Ship Risk Profile
https://www.parismou.org/inspections-risk/library-faq/ship-risk-profile (diakses 5
September 2018)
Tim Paris MoU 2017. Ship Risk Calculator
https://www.parismou.org/inspections-risk/ship-risk-profile/ship-risk-calculator
(diakses 5 September 2018)
Tim Paris MoU 2017. Information Detention and Action Taken
https://www.parismou.org/information-detention-and-action-taken

15

Anda mungkin juga menyukai