Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah menciptakan kami dalam keadaan
mencintai agama-Nya dan berpegang pada syariat-Nya, sehingga kamidapat menyelesaikan
dan menyusun makalah Hukum Ketenagakerjaan mengenai “ Perjanjian Kerja Bersama”.
Makalah ini tidak akan terbentuk suatu laporan yang baik dan benar jika tidak ada
orang-orang yang demikian sabar membantu dan membimbing kami, maka dari itu kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohendra F, S.H.,MH. Selaku dosen mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan.
2. Teman kelompok yang telah bekerja sebagai suatu tim.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan ketidak
sempurnaan seperti yang diinginkan dan diharapkan. Oleh karena itu, kami berharap adanya
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca dan berbagai pihak demi kelengkapan
dan penyempurnaan segala kekurangan dari makalah ini. Dengan mengharapkan Ridho dari
Allah SWT semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi
kami khususnya. Akhirnya, mudah-mudahan upaya kami dalam membuat makalah ini dicatat
oleh Allah SWT sebagai amal yang shaleh. Amin.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan kerja, harus
diwujudkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti mencerminkan keadilan baik bagi pengusaha
maupun bagi buruh, karena keduanya akan terlibat dalam suatu hubungan kerja.
Di dunia barat kehidupan masyarakat seperti halnya merupakan arena pertarungan antara
kepentingan-kepentingan perseorangan yang saling bertentangan, sedangkan didalam
lingkungan masyarakat Indonesia adalah tempat kerjasama dimana anggota melakukan tugas
tertentu menurut pembagian kerja yang tertatur menuju tercapainya cita-cita bersama, yaitu
masyarakat adil dan makmur.
Dalam masyarakat Indonesia yang demikian itu, misalnya dicerminkan dalam asas pokok
yang mengatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan, soal pemburuhan nanti bukan lagi semata-mata soal melindungi pihak yang
perekonomiannya lemah terhadap pihak yang perekonomiannya kuat untuk mencapai adanya
keseimbangan antara kepentingan yang berlainan, melainkan juga soal menemukan jalan dan
cara yang sebaik-baiknya.
dengan tidak meninggalkan sifat kepribadian dan kemanusiaan, bagi setiap orang yang
melakukan pekerjaan, untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya dari tiap pekerjaan yang
sudah ditentukan menjadi tugasnya dan sebagai imbalan atas jerih payahnya itu mendapatkan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu harus diatur dan perlu adanya
suatu ikatan antara pekerja dan majikan.
Masa pembangunan nasional sekarang ini faktor tenaga kerja merupakan sarana sangat
dominan di dalam kehidupan bangsa. Landasan Konstitusional yang mengatur
3
ketenagakerjaan telah dituangkan pada pembukaan dan batang tubuh undang-undang dasar
1945. Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah
ketenagakerjaan, terutama ditentukan dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan
“tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
Bentuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dilakukan melalui
pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja. Karena dengan adanya perjanjian kerja
diharapkan para pengusaha atau majikan tidak lagi memperlakukan para pekerja dengan
sewenang-wenang, memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa memperhatikan
kebutuhan para pekerja serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara
pengusaha / majikan dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan
hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku.Suatu perjanjian kerja.
baik dalam bentuk sederhana maupun secara formal. Hubungan kerja sebagai realisasi
dari perjanjian kerja hendaknya menentukan kedudukan masing-masing pihak pada dasarnya
akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha / majikan terhadap
pekerja secara timbal balik.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
4
1. Mengetahui pengertian dari perjanjian kerja.
2. Mengetahui ketentuan hukum perjanjian kerja.
3. Mengetahui jenis-jenis dari perjanjian kerja.
4. Mengetahui kewajiban pihak-pihak dalam perjanjian kerja.
5. Mengetahui tata cara pembuatan perjanjian kerja bersama.
BAB II
PEMBAHASAN
5
A. Pengertian perjanjian kerja
Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan perjanjian
tersebut. Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam perjanjian kerja pihak-
pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja (pengusaha / majikan). Dalam undang-
undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah
“tenaga kerja yang bekerja diluar maupun didalam hubungan orang atau badan hukum
yang mempekerjakan buruh”. Di sini yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja.
Hubungan antara pihak-pihak dalam ketenagakerjaan tidak dapat diserahkan
sepenuhnya kepada para pihak apalagi dalam hal terjadinya permasalahan dalam
hubungan kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan keadilan sosial di bidang
ketenagakerjaan. Karena dapat dipastikan pihak yang kuat akan selalu ingin
menguasai pihak yang lemah.
Atas dasar inilah pemerintah perlu turut serta dalam masalah ketenagakerjaan
melalui peraturan perundang-undangan yang menjadi objek keikutsertaan pemerintah
terutamanya menyangkut keselamatan, kesehatannya, upah yang layak dan
sebagainya. Akan tetapi tentunya pemerintah juga memperhatikan kepentingan
pengusaha yakni kelangsungan perusahaannya.
Menurut Sudikno Mertokusumo, Perjanjian adalah subjek hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Pasal
1313 KUHPerdata mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Oleh karena itu, pengertian seperti ini mengandung makna dan cakupan yang luas
atau umum sekali sifatnya.
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, yang
artinya perjanjian kerja. Kemudian dalam pasal 1601 poin a KHUPerdata secara
khusus mendefinisikan mengenai perjanjian kerja.“Perjanjian kerja adalah perjanjian
dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya
pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan
menerima upah”.
Dalam Undang-UndangNomor 13 Tahun 2003, menyatakan : Perjanjian kerja
adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuatsyarat-syaratkerja, hak, dan kewajiban para pihak. Ada pendapat para ahli
tentang pengertian perjanjian kerja, yaitu :
6
Prof. Subekti, S.H. menyatakan dalam bukunya aneka perjanjian, disebutkan
bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang
majikan, perjanjian ditandai dengan adanya suatu upah atau gaji tertentu yang
diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas yaitu suatu hubungan berdasarkan
mana pihak satu (majikan) berhak memberi perintah-perintah yang harus ditaati oleh
pihak lain(buruh).
A. Ridwan halim, S.H. dalam bukunya sari hukum perburuhan aktual,
menyatakan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara
majikan tertentu dan karyawan, yang umumnya berkenaan dengan persyaratan yang
secara timbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Wiwohosoedjono, S.H. dalam bukunya hukum perjanjian kerja, menyatakan
bahwa pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antara seseorang yang bertindak
sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan.
Pakar hukum perburuhan Indonesia, yaitu Prof. R. Iman soepomo, S.H yang
menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja. Perjanjian kerja
adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja
dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri
mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu
perjanjian terdapat dua pihak, dimana hanya satu pihak yang memberikan perintah
sedangkan pihak lain menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah.
Kedudukan yang tidak sama ini disebut sebagai subordinasi.
Oleh karena itu adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian umum
dengan perjanjian kerja tidak dapat dipungkiri. Sebab dalam perjanjian pada
umumnya yang membuat perjanjian mempunyai derajat yang sama serta mempunyai
hak dan kewajiban yang sama atau seimbang. Perjanjian kerja juga dikatakan hampir
mirip dengan perjanjian pemborongan yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak-
pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain
dengan pembayaran tertentu.
7
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan
sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar
keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang haruslah sesuai dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga
tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :
1. Sepakat kedua belah pihak;
2. Kemampuan atau Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya pekerja yang diperjanjikan;
4. Pekerja yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah
bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Tidak
adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu kesepakatan
adalah unsur utama.
Kecakapan membuat suatu perjanjian maksudnya mereka yang dikategorikan
sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah orang atau badan hukum. Sedangkan
suatu sebab yang halal maksudnya ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Dalam suatu perjanjian terdapat beberapa azas, yaitu:
1. Azas kebebasan berkontrak atau open system (freedom of contract).
Azas utama dalam perjanjian adalah azas keterbukaan (open system),
maksudnya adalah setiap orang bebas melakukan perjanjian apa saja dengan
siapa saja. Dalam perjanjian kerja azas kebebasan berkontrak maupun azas
yang utama.
2. Azas konsensual atau azas kekuasaan bersepakat
Maksud dari azas ini adalah bahwa perjanjian itu ada sejak tercapainya kata
sepakat, antara pihak yang mengadakan perjanjian. Artinya yang paling utama
adalah terpenuhinya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian.
3. Azas kelengkapan atau optimal system
Maksud Azas ini adalah apabila para pihak yang mengadakan perjanjian,
berkeinginan lain, mereka menyingkirkan pasal-pasal yang ada pada undang-
8
undang. Akan tetapi jika secara tegas ditentukan di dalam suatu perjanjian,
maka ketentuan pada undang-undanglah yang dinyatakan berlaku.
Hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya
merupakan suatu kebalikan, jika disatu pihak merupakan hak maka dipihak lain
adalah sebuah kewajiban.
9
Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/pekerja
diatur dalam pasal 1603, 1203 a, 1603 b, dan 1603 c KUHPerdata yang pada
intinya dari kewajiban-kewajiban pihak pekerja, yaitu:
10
selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat 2 Undang-
Undang No 13 Tahun 2003).
1. Masa percobaan
11
b. Masa perjanjian kerja palng lama 3 bulan.
c. Dibuat secara tertulis.
d. Upah yang dibayarkan tidak boleh dibawah upah minimum
yang berlaku.
12
a. Anak yang berumur 13 smpai 15 tahun dapat melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan
dankeshatan fisik maupun mental dan sosial. Pengusaha yang ingn
mempekerjakan anak harus memenuhi hal-hal sebagai tersebut :
Pedoman PKB telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga kerja dan
Transmigrasi No. 48 tahun 2004. Tahap pertama, pengurus serikat pekerja yang telah
terdaftar dikantor pemerintah setempat mengajukan permintaan secara tertulis kepada
manajemen atau pengusaha untuk berunding merumuskan PKB dilampir dengan
rancangan PKB.
Tahap kedua, perusahaan dan pimpinan serikat pekerja menyepakati tata tertib
perundingan yang antara lain mencakup : tujuan pembuatan tata tertib, susunan tim
perunding, lama masa perundingan materi perundingan ,tempat perundingan , tata
cara perundingan dan cara menyeselaikan bila menemui kesulitan mencapai
kesepakatan.
13
Tahap kelima, PKB yang telah ditandatangani kedua belah pihak harus g
didaftarkan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. Disamping itu , pengusaha
mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan PKB melalui tempat atau papan
pengumuman yang mudah dibaca. Demikian juga serikat pekerja berkewajiban
menyebarluaskan isi PKB kepada anggota-anggotanya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
tenaga kerja, berarti perusahaan hanya memberi fasilitas sesuai dengan standar
jamsostek dan bukan standar penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dengan
manfaat yang lebih baik.
Dengan demikian segala perselisihan yang ada antara pekerja dan perusahaan
seharusnya dapat dihindari, karena kesemuanya sudah diatur dalam undang-undang
dan ke dua belah pihak berkewajiban untuk mematuhinya agar tercipta suanana yang
saling menguntungkan antara pekerja dan pengusaha
16
DAFTAR PUSTAKA
Laman internet:
www.suduthukum.com/2017/07/jenis-perjanjian-kerja.html
17