Anda di halaman 1dari 26

Asuhan Keperawatan

Kehilangan dan Berduka Pada Lansia

Di susun oleh Kelompok 5 Kelas 3B :

1. Anik Tyas Ifkarina (C1014037)


2. Feronitha Thoro P (C1014044)
3. Rike Octa S (C1014056)
4. Syaqi Syahreza R (C1014062)
5. Wulan Suci R (C1014065)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jln. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu – Slawi 2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian atau keseluruhan (Riyadi dan
Purwanto, 2009). Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal
dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang.Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan.Hal ini dapat disebabkan
karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau
disekitarnya.
Menurut Puri, Laking, dan Treasaden (2011) disebut sebagai proses berduka,
yang merupakan suatu proses psikologis dan emosional yang dapat
diekspresikansecara internal maupun eksternal setelah kehilangan.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan.Sebagian besar perawat berinteraksi dengan
klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.Penting bagi perawat
memahami kehilangan dan dukacita.Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga
mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir
karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.Perasaan pribadi, nilai
dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung
klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
Lansia yang ditinggal mati pasangan hidupnya akan mengalami permasalahan
barusehubungan dengan kematiana pasangan, permasalahan yang dihadapi oleh para
lansia yang ditinggal mati oleh pasangan hidupnya antara lain: status ekonomi seperti
berkurangnya pendapatan, kesejahteraan kesehatan di lingkungan orang-orang lanjut
usia, dan dukungan bagi keluarga yang merawat orang-orang lanjut usia. Hal ini
memerlukan adanya pemecahan sebagai upaya untuk tetap menjalankan hidupnya
sehingga mampu untuk dapat beradaptasi terhadap masalah dari tekanan yang
menimpa mereka baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini dikarenakan bahwa

2
kehilangan khususnya pada pasangan hidup sering kali membawa perubahan dalam
status dan peran.

B. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari kehilangan dan berduka.
2. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala kehilangandan berduka.
3. Mahasiswa mengetahui tipe kehilangandan berduka.
4. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kehilangandan berduka.
5. Mahasiswa mengetahui konsep askep dan pada kasus kehilangandan berduka.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Potter & Perry, 2005).
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi
secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi
atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak
dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert, 1985)
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya ( Artyani,
2011)

2. Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan ketika seseorang mengalami
suatu kehilangan yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain sebagainya.Berduka merupakan
respon normal pada semua kejadian kehilangan.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipeini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan (Ana,
2011). Individu yang berduka membutuhkan waktu untuk menerima suatu
peristiwa kehilangan, dan proses berduka merupakan suatu proses yang sangat
4
individual. Fase akut berduka biasanya berlangsung 6-8 minggu dan penyelesaian
respon kehilangan atau berduka secara menyeluruh memerlukan waktu 1 bulan
sampai 3 tahun (Keliat, Helena, dan Farida, 2011). Rotter (2009) mengatakan
bahwa proses berduka memiliki karakteristik yang unik, membutuhkan waktu,
dapat difasilitasi tetapi tidak dapat dipaksakan, tetapi pada umumnya mengikuti
tahap yang dapat diprediksi. Proses berduka merupakan suatu proses yang unik
dan berbeda pada setiap individu. Tidak ada yang dapat memastikan kapan
seseorang dapat melewati semua tahapan dalam proses berduka, yang dapat
dilakukan adalah memfasilitasi sehingga proses berduka yang dialami individu
dapat sampai pada suatu tahap penerimaan.
Hasil penelitian Rhee (2003) menyimpulkan bahwa sejalan dengan penelitian
mengenai berbagai peristiwa kehilangan, partisipasi kelompok sosial yang aktif
dapat membantu individu untuk mengatasi hilangnya pasangan hidup. Orang
yang menikah melaporkan keseluruhan sedikit mengalami depresi dan stres serta
kepuasan hidup lebih dari pada individu yang mengalamihilangnya pasangan,
perbedaan antara individu yang kehilangan pasangan dan berpartisipasi dalam
kelompok sosial lebih tinggi kesejahteraan subjektifnya dibandingkan yang tidak
berpartisipasi dalam lingkungan sosial.

B. Tanda dan Gejala Kehilangan Dan Berduka


1. Ungkapan kehilangan
a. Menangis
b. Gangguan tidur
c. Kehilangan nafsu makan
d. Sulit berkonsentrasi
e. Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
2. Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
3. Sedih berkepanjangan
4. Adanya gejala fisik yang berat
5. Keinginan untuk bunuh diri

C. Tipe Kehilangan Dan Berduka


1. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
5
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya amputasi kematian
orang yang sangat berarti/di cintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yangberhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan
kemandiriandankebebasannya menjadi menurun.

2. Tipe Berduka
Menurut NANDA berduka dibagi menjadi 2 tipe, yaiu :
a. Berduka Diantisipasi
Adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
meresponkehilangan yang aktual ataupun dirasakan seseorang, hubungan
atau kedekatan, objek, atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan.Tipe ini masih dalam batas normal.

b. Berduka Disfungsional
Adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara akual maupun potetnsial,
hubungan, objek, dan ketidakmamtpuan fungsional. Tipe ini kadangkala
menjurus ke tipikal, abnormal,atau kesalahan / kekacauan.

D. Jenis-jenis Kehilangan dan Berduka


1. Jenis Kehilangan
a. Kehilangan Objek Eksternal
Kehilangan ini mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang,
berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai
yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan
dari benda tersebut.Contoh : kehilangan sepeda motor, kehilangan uang,
kehilangan rumah.
b. Kehilangan Lingkungan Yang Telah Dikenal
Kehilangan ini mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama
periode tertentu/kepindahan secara permanen.Contoh : pindah rumah baru dan
6
alamat baru atau yang ekstrim lagi dirawat di rumah sakit. Kehilangan melalui
perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi
naturasional, misal : lansia pindah kerumah perawatan.
c. Kehilangan Orang Terdekat
Kehilangan yang terjadi pada orang-orang terdekat seperti orangtua, pasangan,
anak-anak, saudara sekandung, guru, dll.Contoh : pindah rumah, pindah
pekerjaan karena promosi atau mutasi, melarikan diri, dan kematian.
d. Kehilangan Aspek Diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psikologis.Kehilangan ini dapat terjadi karena penyakit, cedera, atau
perubahan perkembangan situasi.Kehilangan seperti ini dapat menurunkan
kesejahteraan individu, mengalami kehilangan kedudukan, mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.Contoh : kehilangan
anggota tubuh dan harus diamputasi karena kecelakaan lalu lintas, menderita
kanker organ tubuh yang ganas, terkena penyakit HIV/ AIDS.
e. Kehilangan Hidup
Kehilangan ini ada pada orang-orang yang akan menghadapi kematian sampai
dengan terjadinya kematian. Hal ini sering menyebabkan kehilangan kontrol
terhadap diri sendiri, gelisah, takut, bergantung pada orang lain, putus asa dan
malu.Contoh : pasien yang divonis menderita kanker otak, luekimia atau
penyakit langka lainnya yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter.

2. Jenis Berduka
a. Berduka Normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misal : kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik
diri dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka Antisipatif
Proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan atau kematian yang
sesungguhnya terjadi. Misal : ketika menerima diagnosis terminal, seseorang
akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan diri dengan berbagai
urusan dunia sebelum ajalnya tiba.

7
c. Berduka yang Rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap
kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan
dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka Tertutup
Kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Misal :
kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua, ibu
yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
e. Berduka Disfungsional
Suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-
besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial.Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/ kekacauan.

E. Rentang Respon Berduka


Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka seseorang
terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut.
1. Tahap Denial (Penyangkalan)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali
individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama
beberapa menit hingga beberapa tahun.
2. Tahap Anger (Kemarahan)
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka
merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya.
3. Tahap Bargaining (Tawar Menawar)
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau
8
terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin
berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
4. Tahap Depression (Depresi)
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan
antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
5. Tahap Acceptance (Penerimaan)
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang.
Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru. Apabila individu dapat
memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat
mengakhiri proses kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke proses
ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.

F. Kehilangan dan Berduka Pada Lansia


Hilangnya pasangan karena kematian selama lanjut usia merupakan bahaya
terhadap penyesuaian sosial dan pribadi yang baik, karena banyaknya masalah yang
berasal dari akibat kematian. Kehilangan seseorang yang dekat dan proses
penyesuaiannya dapat mempengaruhi nyaris seluruh aspek kehidupan mereka yang
ditinggalkan, karena kematian merupakan kepastian maka secara psikologis
pengaruhnya amat besar dalam perilaku manusia. Secara psikologis kematian adalah
sebuah proses puncak kehidupan dimana tubuh sudah terpisah dari jiwanya.
Hasil penelitian Rhee (2003) menyimpulkan bahwa sejalan dengan penelitian
mengenai berbagai peristiwa kehilangan, partisipasi kelompok sosial yang aktif dapat
membantu individu untuk mengatasi hilangnya pasangan hidup. Orang yang menikah
melaporkan keseluruhan sedikit mengalami depresi dan stres serta kepuasan hidup
lebih dari pada individu yang mengalami hilangnya pasangan, perbedaan antara
individu yang kehilangan pasangan dan berpartisipasi dalam kelompok sosial lebih
tinggi kesejahteraan subjektifnya dibandingkan yang tidak berpartisipasi dalam
lingkungan sosial.

9
Lansia yang ditinggal mati pasangan hidupnya akan mengalami permasalahan
baru sehubungan dengan kematian pasangan, permasalahan yang dihadapi oleh para
lansia yang ditinggal mati oleh pasangan hidupnya antara lain: status ekonomi seperti
berkurangnya pendapatan, kesejahteraan kesehatan di lingkungan orang-orang lanjut
usia, dan dukungan bagi keluarga yang merawat orang-orang lanjut usia. Hal ini
memerlukan adanya pemecahan sebagai upaya untuk tetap menjalankan hidupnya
sehingga mampu untuk dapat beradaptasi terhadap masalah dari tekanan yang
menimpa mereka baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini dikarenakan bahwa
kehilangan khususnya pada pasangan hidup sering kali membawa perubahan dalam
status dan peran. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi tersebut memerlukan
pemecahan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap
masalah dan tekanan yang menimpa mereka. Konsep untuk memecahkan
permasalahan ini disebut dengan coping. Kata coping berasal dari kata cope yang
dapat diartikan sebagai menghadapi, melawan ataupun mengatasi. koping dilakukan
untuk menyeimbangkan emosi individu dalam situasi yang penuh tekanan. Koping
merupakan reaksi terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan
menggantikan kondisi yang penuh tekanan (Hapsari dkk, 2002).

Efek kehilangan berduka pada lansia meliputi :


- Status ekonomi seperti berkurangnya pendapatan
- Menurunnya kesejahteraan kesehatan
- Depresi
- Kecemasan
- Ketakutan
- Isolasi sosial

G. Konsep Askep pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka


1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa
yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku. Berikut
poin dalam pengkajian psikososial
a. Faktor predisposisi

10
Faktor predisposisi meliputi faktor genetic, kesehatan jasmani, kesehatan
mental pengalaman kehilangan di masa lalu, dan struktur kepribadia.

b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi
dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam.Dalam keadaan patologis mekanisme koping
tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan endokrin
f. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
11
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

g. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

2. Diagnosa Keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan 4diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2015 – 2017 diagnosa
keperawatan yang berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan
berduka adalah :
12
a. Duka cita
b. Duka cita terganggu
c. Gangguan konsep diri : HDR
d. Defisit perawatan diri

3. IntervensiKeperawatan
Intervensi pada askep psikososial dengan kehilangan dan berduka di sesuaikan
berdasarkan tahapnya melipui :
a. Tahap denial
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi
waktu bagi klien untuk melihat kebenaran..bantu untuk melihat kebenaran
dengan konfirmasi kondisi melalui second opinion.

b. Tahap anger
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan
kehilangan dan ketidak berdayaan..siapkan bantuan berkesinambungan agar
klien merasa aman
c. Tahap bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-
diam..Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan
terhapap bayang-bayang dosa masa lalu.Bantu agar klien mampu
mengekspresikan apa yang dirasakan apabila perlu refer ke pemuka agama
untuk pendampingan.
d. Tahap depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan
kesedihannya.Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar.
e. Tahap menerima
Klien merasa damai dan tenang.dampingi klien untuk mempertahankan rasa
berguna (self worth). Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang
masih mampu dilakukan dengan pendampingan.fasilitasi untuk menyiapkan
perpisahan abadi

Sedangkan intervensi menurut diagnosa yang mungkin muncul antara lain :


a. Diagnosa Duka cita
13
1) Kaji keberadaan dan sumber duka cita
2) Pantau hubungan keluarga saat ini
3) Diskusikan dengan pasien dan keluarga dampak kehilangan pada unit
keluarga dan fungsinya
4) Gunakan terapi kenangan
5) Ingatkan keluarga bahwa klien memerlukan dukungan
b. Diagnosa Duka cita terganggu
1) Kaji mekanisme koping keluarga
2) Pantau rekasi duka cia pasien
3) Cegah konfrontasi penyangkalan
4) Seimbangkan kesalahpahaman dengan realitas
5) Kenali dan dukung kekuaan setiap anggota keluarga
c. Diagnosa Gangguan konsep diri : HDR
1) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2) Berikan kesempatan pasien untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya
3) Bantu pasien mengurangi rasa bersalah
4) Bahas bersama pasien pikiran apa yang selalu muncul.
5) Bantu pasien mengidenifikasikan alternatif pemecah masalah
d. Defisit perawatan diri
1) Libatkan pasien untuk makan bersama di ruang makan
2) Diskusikan bersama pasien hal – hal yang bisa dilakukan secara mandiri
3) Anjurkan pasien untuk mandi secara teratur
4) Anjurkan pasien untuk menata diri seperti menyisir rambut dan
menghias diri
5) Ajarkan pasien unuk mandiri

4. Implementasi
Implementasi secara umum yang dapat dilakukan meliputi :
a. Diagnosa duka cita
1) Mengkaji keberadaan dan sumber duka cita
2) Memantau hubungan keluarga saat ini
3) Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga dampak kehilangan pada unit
keluarga dan fungsinya
14
4) Menggunakan terapi kenangan
5) Mengingatkan keluarga bahwa klien memerlukan dukungan
b. Diagnosa duka cita terganggu
1) Mengkaji mekanisme koping keluarga
2) Memantau rekasi duka cia pasien
3) Mencegah konfrontasi penyangkalan
4) Menseimbangkan kesalahpahaman dengan realitas
5) Mengenali dan dukung kekuaan setiap anggota keluarga

c. Diagnosa Gangguan konsep diri : HDR


1) Membina hubungan saling percaya dengan pasien
2) Memberikan kesempatan pasien untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya
3) Membantu pasien mengurangi rasa bersalah
4) Membahas bersama pasien pikiran apa yang selalu muncul.
5) Membantu pasien mengidenifikasikan alternatif pemecah masalah
d. Diagnosa defisit perawatan diri
1) Melibatkan pasien untuk makan bersama di ruang makan
2) Mendiskusikan bersama pasien hal – hal yang bisa dilakukan secara
mandiri
3) Menganjurkan pasien untuk mandi secara teratur
4) Menganjurkan pasien untuk menata diri seperti menyisir rambut dan
menghias diri
5) Mengajarkan pasien unuk mandiri

5. Evaluasi
Evaluasi yang dicapai menurut teori melputi :
a. Pasien mampu mengkomunikasikan dan mengekspresikan kehilangan dan
dukacita.
b. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses kehilangan
dan berduka, pasien juga dapat mengekspresikan perasaanya yang
berhubungan dengan konsep kehilangan dan berduka secara jujur.

15
c. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku yang
berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka. Pasien mampu
melaksanakan akifitas hidup sehari – hari secara mandiri.

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 65 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : IRT
f. Alamat : Slawi

2. Identitas Penanggungjawab
a. Nama Penanggungjawab : Tn. K
b. Umur : 37 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Petani
f. Hubungan dengan pasien : Anak

3. Keluhan Utama
Saat pengkajian Tn. Kmengatakan ibunya murung, tidak mau makan,jika mau
makan tidak habis dan harus disuapi, hal ini dilakukansetelah ditinggal pergi
suamniya yang meninggal dunia seminggu yang lalu. Tn. K juga mengatakan bahwa
ibunya selalu memangis dan tampak lemah. Keluarga sangat cemas dengan kondisi
ibunya.

4. Keluhan Fisik
Ny. Rmengatakantidak ada keluhan fisik yang dirasakan sekarang.

5. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
TD : 100 / 60 mmHg
17
HR : 80 x/ menit
RR : 22 x/menit
T : 36,7oC
b. Antropometri
BB : 48 Kg
TB : 155 cm

6. Psikosoial
a. Konsep diri
1) Gambaran diri
Ny.R mengatakan merasa bersalah atas meninggalnya suami
2) Identitas
Ny.R mengatakan dirinya seorang istri dan seorang ibu dari 2 anak dan nenek
dari 6 cucu.
3) Peran
Ny.R mengatakan dirinya tidak berguna lagi karena suami sudah meninggal
b. Hubungan sosial
Ny.R mengatakan tidak ada keinginan dalam berhubungan dengan orang lain,
Ny.R mengatakan ingin sendiri saja.
c. Spiritual
Ny.R mengatakan dirinya beragama islam, Ny.R juga mengatakan masih bisa
beribadah seperti biasa.

7. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan Ny. R terlihat lemah, tidak rapi, terlihat dari kuku,rambut dan
pakainnya.

b. Pembicaraan
Ny.R kurang kooperatif saat berbicara
c. Aktifitas Motorik
Ny. R tampak lesu, sering murung dan menyendiri.
d. Alam Perasaan

18
Ny. R mengatakan sedih, karena merasa tidak berguna jika tidak didampingi
suami.
e. Afek Klien
Afek pasien yaitu datar, dimana saat diajak ngobrol pasien tidak menunjukan
perubahan raut muka atau ekspresi wajah.
f. Interaksi saat wawancara
Selama interaksi pasien kurang kooperatif, kurang konsentrasi dan kontak mata
kurang, sering berpaling pandangan dan menduduk, ketika diajak ngobrol jawaban
pasien simple dan singkat.

19
B. Analisa Data
NO Data Fokus Problem Etiologi
1 DS : Duka cita Kematian orang
- Tn. Kmengatakan ibunya murung. Tn. K juga (00136) terdekat
mengatakan bahwa ibunya selalu menangis
- Ny.R mengatakan merasa bersalah atas
meninggalnya suami
- Ny. R mengatakan sedih, karena merasa tidak
berguna jika tidak didampingi suami.

DO :
1. Ny. R tampak lesu
2. Ny. R tampak sering murung
3. Ny. R tampak menyendiri
4. Selama interaksi Ny. R kurang kooperatif,
kurang konsentrasi dan kontak mata kurang,
sering berpaling pandangan dan menduduk,
ketika diajak ngobrol jawaban pasien simple
dan singkat.

2 DS : Defisit perawatan diri Penurunan


Tn. Kmengatakan ibunya tidak mau makan,jika : makan motivasi
mau makan tidak habis dan harus disuapi, hal ini (000102)
dilakukan setelah ditinggal pergi suamniya yang
meninggal dunia seminggu yang lalu
DO :
1. Penampilan Ny. R terlihat lemah
2. Ny. R tampak makan tidak habis
3. Ny. R tampak makan disuapi
4. Pemeriksaan Fisik
c. TTV
TD : 100 / 60 mmHg
HR : 80 x/ menit

20
RR : 22 x/menit
T : 36,7oC
d. Antropometri
BB : 48 Kg
TB : 155 cm

C. Prioritas Diagnosa
1. Duka cita (00136) b.d Kematian orang terdekat
2. Defisit perawatan diri : makan (000102) b.d Penurunan motivasi

D. Intervensi
NO Tujuan & KH Intervensi
1 Setelah dilakukan asuhankeperawatan 1. BHSP dengan pasien dan kelutarga
masalah Duka cita (00136) b.d Kematian 2. Kaji keberadaan dan sumber duka cita
orang terdekatdapatteratasi dengan kiriteria 3. Pantau hubungan keluarga saat ini
hasil : 4. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
a. Keberhasilan koping dampak kehilangan pada unit keluarga
b. Penyesuaian psikososil dan fungsinya
c. Performa peran 5. Ingatkan keluarga bahwa klien
memerlukan dukungan
2 Setelah dilakukan asuhan keperwatan 1. Kaji kemampuan pasien untuk perawatan
masalah Defisit perawatan diri : makan diri secara mandiri
(000102) b.dPenurunan motivasidapat 2. Dorong pasien untuk perawatan diri
teratasi dengan kiriteria hasil : secara mandiri
a. Dapat makan secara mandiri 3. Pertimbangkan usia pasien jika
b. Menyatakan kemampuan makan mendorong akivitas sehari –hari
c. Kenaikan motivasi makan 4. Libatkan pasien untuk makan bersama di
ruang makan
5. Motivasi pasien untuk menjalankan hidup
seperti sediakala.

Imlpementasi

21
No. Hari,
Implementasi Respon Paraf
DX Tanggal
1 Kamis, 1. BHSP dengan pasien dan S :
18 – 01-2017 keluarga - Ny. R menjawab salam
- Ny. R mengatakan dirinya
adalah seorang istri, ibu dari
Ifkarina,
2 anak, dan nenek dari 6
S.Kep,
cucu
Ns.

O:
- Ny. R tampak lesu
- Selama interaksi Ny. R
kurang kooperatif, kurang
konsentrasi dan kontak mata
kurang

2. Mengkaji keberadaan dan S :


sumber duka cita - Ny. R mengatakan dirinya
sangat sedih ditinggal
suaminya
- Tn. Kmengatakan ibunya
murung. Tn. K juga
mengatakan bahwa ibunya
selalu menangis
O:
- Ny. R tampak sering
murung
- Ny. R tampak menyendiri
2 Kamis, 3. Mengkaji kemampuan S :
18 – 01-2017 pasien untuk perawatan - Ny. R mengatakan malas
diri (makan) secara makan dan tidak ada selera

22
mandiri. makan Ifkarina,
S.Kep,
- Tn. Kmengatakan ibunya
Ns
tidak mau makan,jika mau
makan tidak habis dan harus
disuapi, hal ini dilakukan
setelah ditinggal pergi
suamniya yang meninggal
dunia seminggu yang lalu

O:
- Ny. R tampak lemah
- Pemeriksaan Fisik
a. TTV
TD : 100 / 60 mmHg
HR : 80 x/ menit
RR : 22 x/menit
T : 36,7oC
b. Antropometri
BB : 48 Kg
TB : 155 cm

4. Melibatkan pasien untuk S :


makan bersama di ruang Tn. K mengatakan merasa
makan khawatir dengan kondisi ibunya

O:
- Ny. R tampak makan tidak
habis
- Ny. R tampak makan
disuapi
- Keluarga tampak cemas

23
E. Evaluasi

No.
Hari, Tanggal Catatan Perkembangan Paraf
DX
1 Kamis, S:
18 – 01-2017 - Ny. R menjawab salam
- Ny. R mengatakan dirinya adalah seorang istri, ibu dari 2
anak, dan nenek dari 6 cucu Ifkarina,
- Ny. R mengatakan dirinya sangat sedih ditinggal suaminya S.Kep, Ns.
- Tn. Kmengatakan ibunya murung. Tn. K juga mengatakan
bahwa ibunya selalu menangis

O:
- Ny. R tampak lesu
- Selama interaksi Ny. R kurang kooperatif, kurang
konsentrasi dan kontak mata kurang
- Ny. R tampak sering murung
- Ny. R tampak menyendiri

A : masalah Ny. R tidak teratasi

P : lanjutkan intervensi
1. BHSP dengan pasien dan kelutarga
2. Kaji keberadaan dan sumber duka cita
3. Pantau hubungan keluarga saat ini
4. Diskusikan dengan pasien dan keluarga dampak kehilangan
pada unit keluarga dan fungsinya
5. Ingatkan keluarga bahwa klien memerlukan dukungan
2 Kamis, S:
18 – 01-2017 - Ny. R mengatakan malas makan dan tidak ada selera makan
- Tn. Kmengatakan ibunya tidak mau makan,jika mau makan
tidak habis dan harus disuapi, hal ini dilakukan setelah Ifkarina,
S.Kep, Ns.
ditinggal pergi suamniya yang meninggal dunia seminggu

24
yang lalu
- Tn. K mengatakan merasa khawatir dengan kondisi ibunya

O:
- Ny. R tampak lemah
- Pemeriksaan Fisik
c. TTV
TD : 100 / 60 mmHg
HR : 80 x/ menit
RR : 22 x/menit
T : 36,7oC
d. Antropometri
BB : 48 Kg
TB : 155 cm
- Ny. R tampak makan tidak habis
- Ny. R tampak makan disuapi
- Keluarga tampak cemas

A : masalah Ny. R tidak teratasi

P : lanjutkan intervensi
1. Kaji kemampuan pasien untuk perawatan diri secara mandiri
2. Dorong pasien untuk perawatan diri secara mandiri
3. Pertimbangkan usia pasien jika mendorong akivitas sehari –
hari
4. Libatkan pasien untuk makan bersama di ruang makan
5. Motivasi pasien untuk menjalankan hidup seperti sediakala.

25
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Potter & Perry, 2005). Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan ketika seseorang
mengalami suatu kehilangan yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk perasaan
sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain sebagainya.Tanda dan gejala
kehilangan dan berduka meliputi ungkapan kehilangan, mengingkari kenyataan kehilngan
terjadi dalam waktu yang lama, sedih berkepanjangan, adanya gejala fisik yang berat,
keinginan untuk bunuh diri.
Tipe kehilangan meliputiaktual atau nyata dan persepsi. tipe berduka meliputi berduka
diantisipasi, dan berduka disfungsional.Jenis kehilangan antara lain kehilangan Objek
eksternal, kehilangan lingkungan yang telah dikenal, kehilangan orang terdekat,
kehilangan aspek ,kehilangan hidup. Jenis berduka antara lain berduka normal, berduka
antisipatif, berduka yang rumit, berduka tertutup, berduka disfungsional
Hasil penelitian Rhee (2003) menyimpulkan bahwa sejalan dengan penelitian
mengenai berbagai peristiwa kehilangan, partisipasi kelompok sosial yang aktif dapat
membantu individu untuk mengatasi hilangnya pasangan hidup. Orang yang menikah
melaporkan keseluruhan sedikit mengalami depresi dan stres serta kepuasan hidup lebih
dari pada individu yang mengalami hilangnya pasangan, perbedaan antara individu yang
kehilangan pasangan dan berpartisipasi dalam kelompok sosial lebih tinggi kesejahteraan
subjektifnya dibandingkan yang tidak berpartisipasi dalam lingkungan sosial.
Konsep askep dan pada kasus kehilangandan berduka hampir sama dimana
pengkajian pasien meliputi aspek fisik dan psikosoial pasien. Diagnosa yang diambil pada
pasien dengan kehilangan berduka juga sesuai NANDA 2015- 2017 meliputi duka cita dan
DPD.Untuk pengambilan intervensi disesuaikan dengan NOC dan NIC.Untuk evaluasi
memakai metode SOAP.
B. Saran
1. Semoga makaalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa
keperawatan.
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
26

Anda mungkin juga menyukai