Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling
sempurna bagi kecukupan gizi bayi selama bulan pertama kehidupannya.
Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya
mendapatkan ASI beberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh
optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena
didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan
berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam
darah dan sebagainya. Pencapaian tumbuh kembang optimal pada bayi,
dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. WHO/UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu
memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah
bayi lahir, memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI
secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, memberikan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24
bulan, dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau
lebih. MP ASI harus mudah dicerna, harus disesusaikan dengan umur dan
kebutuhan bayi dan MP ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien
yang cukup (Depkes, 2006).
Menurut Napitupulu (2016) Cakupan ASI eksklusif di Indonesia baru
mencapai angka 42%. Jumlah kelahiran di Indonesia 4,7 juta orang per
tahun, sedangkan bayi yang memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan
bahkan hingga usia 2 tahun, tidak mencapai 2 juta jiwa sementara target
WHO cakupan ASI eksklusif harus mencapai 50%. Berdasarkan
pencatatan WHO bahwa 37% dari anak-anak Indonesia bertubuh kerdil
sehingga Indonesia termasuk kedalam urutan kelima terbesar dalam
jumlah anak yang pertumbuhannya terhambat di seluruh dunia. Kerdil atau
stunting memiliki implikasi kesehatan pada masyarakat luas karena bisa
meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas, merusak saraf dan mental
perkembangan, dan menurunkan kemampuan fisik untuk bekerja (Kadir,
2014).

1
2

Capaian pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan di Jawa
Barat hanya mencapai 35,3% dari Target Renstra 2015 yaitu sebesar 39%
(Kemenkes RI, 2016). Pada tahun 2013, terjadi 53 kasus gizi buruk di Kota
Tasikmalaya yang penyebab terbesarnya adalah kurangnya kesadaran ibu
balita dalam pemberian ASI eksklusif (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat, 2013).
Berdasarkan hasil observasi pada tahun 2017 pada pelaksanaan
tugas mata kuliah Praktek belajar lapangan, di Darmasari Desa
Mandalasari Kecamatan Puspahiang ketua kader posyandu mengatakan
bahwa terjadi penurunan kesadaran ibu dalam pemberian ASI eksklusif
karena kesibukannya dalam bekerja, sehingga pemberian susu formula
dirasa lebih efektif. Hal ini sejalan dengan jumlah kunjungan pada
posyandu cempaka yang mengalami penurunun yang cukup signifikan dari
tahun 2015 ke tahun 2016 yaitu pada tahun 2015 cakupan posyandu
mencapai angka 82, 66% sedangkan pada tahun 2016 menurun menjadi
60,83% padahal jumlah sasaran posyandu pada tahun 2016 meningkat
sebanyak 10%.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan ASI eksklusif terbukti dengan
ditetapkannya UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 tentang ASI eksklusif.
Pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan
ASI eksklusif sejak dilahirkan hingga berusia 6 bulan, kecuali atas indikasi
medis.
Beberapa faktor menjadi penyebab seorang ibu tidak memberikan ASI
Aksklusif terhadap bayinya, diantaranya adalah karena alasan pekerjaan.
Kesibukan kerja yang membutuhkan waktu hingga 8 jam untuk bekerja di
luar rumah menjadi alasan seorang ibu tidak memberikan ASI Eksklusif
pada bayi hingga usia 6 bulan. Beberapa hal menjadi alasan yaitu karena
kelelahan akibat kerja sehingga produksi ASI menurun. Sebagian
masyarakat juga beranggapan bahwa ketika bayi menangis, hal tersebut
menandakan bahwa bayi tersebut lapar sehingga banyak ibu yang
memberikan makan kepada bayi yang kurang dari 6 bulan.
Faktor lain yang memengaruhi kegagalan pemberian ASI Eksklusif
juga disebabkan oleh faktor sosial budaya, faktor psikologis, kurangnya
pemahaman ibu mengenai pentingnya ASI Eksklusif, kurangnya petugas
3

kesehatan, dan meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti


ASI.
Prof Dr Alwi Shihab dalam Setiyowanto (2007) mengutarakan
posyandu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat
mempunyai peran penting dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif
dan juga melanjutkan pemberian ASI sampai usia 24 bulan serta
pemantauan pertumbuhan mulai bayi lahir sampai usia 60 bulan. Semua
kegiatan posyandu sangat tergantung dari kader posyandu. Hal ini
menunjukan bahwa kader merupakan salah satu pihak yang berperan
dalam memajukan kesehatan di masyarakat turut berperan penting dalam
mensukseskan program ASI eksklusif di masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui
Pengalaman kader posyandu cempaka dalam promosi kesehatan tentang
ASI esklusif di Darmasari Desa Mandalasari Kecamatan Puspahiang
Kabupaten Tasikmalaya. Sehingga peneliti dapat memberi masukan bagi
kader posyandu sebagai upaya peningkatan pengetahuan tentang promosi
kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian ASI
eksklusif sehingga dapat mengurangi terjadinya kasus kekurangan gizi di
Kabupaten Tasikmalaya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil observasi awal pada tahun 2017 pada pelaksanaan
tugas mata kuliah praktek belajar lapangan, di wilayah kerja Posyandu
Cempaka di Darmasari Desa Mandalasari Kecamatan Puspahiang
Kabupaten Tasikmalaya, ketua kader posyandu mengatakan bahwa terjadi
penurunan kesadaran ibu dalam pemberian ASI Esklusif dengan alasan
ibu sibuk bekerja sehingga pemberian susu formula dirasa lebih efektif,
selain itu beberapa ibu merasa bayi dalam usia 0-6 bulan sudah
memerlukan MP ASI. Pemahan tersebut menjadi masalah yang cukup
berpengaruh terhadap promosi kesehatan mengenai ASI Eksklusif yang
dilakukan oleh kader posyandu, dimana setiap ibu bayi memiliki
pandangan tersendiri mengenai cara membesarkan bayinya dengan atau
tanpa ASI Eksklusif hal ini tentu akan berpengaruh terhadap status gizi
balita di masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin
4

mengetahui bagaimana pengalaman kader kesehatan dalam melakukan


promosi kesehatan ASI Eksklusif terhadap pemahaman ibu yang memiliki
berbagai pandangan beragam mengenai pentingnya ASI Eksklusif?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana
pengalaman kader posyandu cempaka dalam promosi kesehatan
mengenai program ASI eksklusif.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi sejauh mana pengetahuan kader mengenai ASI
Eksklusif.
b. Mengidentifikasi metode promosi kesehatan yang telah digunakan
oleh kader untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya
ASI eksklusif.
c. Mengidentifikasi inovasi-inovasi yang telah dilakukan kader dalam
promosi kesehatan ASI Eksklusif yang disesuaikan dengan budaya
setempat.
d. Mengidentifikasi kendala yang dihadapi oleh kader saat
pelaksanaan promosi kesehatan mengenai ASI Eksklusif.
5

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti
mengenai promosi kesehatan khususnya promosi kesehatan ASI
Eskklusif yang dilakukan di masyarakat.
2. Bagi Kader
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
dalam promosi kesehatan mengenai ASI Eksklusif yang efektif bagi
masyarakat.
E. Ruang Lingkup

Anda mungkin juga menyukai