Anda di halaman 1dari 9

Dokumen Laporan

Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut:


Sumur Bor di Kawasan Konservasi di
Kalimantan Tengah Tahun 2018

Provinsi Kalimantan Tengah Kabupaten Pulang Pisau

Pelaksana Riset:
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

Laporan diajukan kepada:


DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Periode Riset:
Agustus 2018 – Desember 2018

Palangka Raya, Desember 2018


Universitas Muhammadiyah Jl. RTA Milono KM. 1,5 Palangka Raya
Palangkaraya Kalimantan Tengah
Lembaga Penelitian dan Phone/Fax: (0536) 3222184
Pengabdian kepada Masyarakat Email: um.palangkaraya@gmail.com

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 2/26


DAFTAR ISI

Daftar Isi_______________________________________________________________2
1. Pendahuluan__________________________________________________________3
2. Tujuan_______________________________________________________________3
2.1. Tujuan Proyek_____________________________________________________3
2.2. Hasil yang Ingin Dicapai_____________________________________________3
3. Rencana dan Aktifitas___________________________________________________4
3.1. Rencana Pelaksanaan Proyek_________________________________________4
3.2. Keterlambatan Pelaksanaan Proyek___________________________________4
3.3. Aktifitas yang Telah Dilaksanakan_____________________________________4
3.4. Aktifitas Mendatang________________________________________________5
4. Hasil yang Telah Dicapai dan Desain Sistem________________________________6
4.1. Rekapitulasi Hasil Proyek Terhadap Tujuan Awal________________________6
4.2. Informasi dalam agriKnow___________________________________________6
4.2. Alur Informasi dalam Sistem agriKnow________________________________7
5. Status Terakhir Sistem yang Dibangun____________________________________10
6. Agenda Selanjutnya____________________________________________________11
7. Kesimpulan__________________________________________________________11
8. Penutup______________________________________________________________12

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 3/26


BAB I.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kejadian kebakaran lahan dan hutan rawa gambut pada musim kemarau hampir
terjadi setiap tahun, membakar wilayah hutan dan lahan gambut yang hampir
mencapai 1,4 juta hektar di seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Kejadian
kebakaran lahan dan hutan yang begitu dahsyat di tahun 2015 telah
Menghantarkan wilayah ini masuk kedalam daftar Prioritas Restorasi Gambut di
wilayah ini. Ketika lapisan gambut yang kering, kebakaran dapat membakar
akar dan bahan organik tanah selama berhari-hari sampai berbulan-bulan, dan
menyebar di bawah permukaan tanah, yang walaupun penyebarannya sangat
lambat,tetapi tidak hanya menimbulkan ancaman langsung terhadap kesehatan
manusia dan satwa liar, kabut dari kebakaran juga mengganggu transportasi dan
kegiatan ekonomi jutaan orang. Polusi asap sering meluas ke negara-negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura, yang menyebabkan ketidak
harmonisan hubungan dengan pemerintah tersebut. Selain itu, kebakaran lahan
gambut dan hutan merupakan penyumbang utama gas rumah kaca
(GRK)Indonesia. Antara 0,81 dan 2,57 gigaton (Gt) karbon dioksida (CO 2) yang
dilepaskan ke atmosfer sebagai akibat dari kebakaran hutan yang meluas di
Kalimantan dan Sumatra pada tahun 1997. Hal ini setara dengan 13-40% dari
emisi karbon rata-rata tahunan global dari bahan bakar fosil.

Kalimantan Tengah dikenal memiliki karakteristik wilayah hutan rawa gambut


tebal yang sebagian besar terdiri dari bahan organik (gambut mentah) yang
diperkirakan seluas 6,8 juta ha (Rieley and Ahmad-Shah: 1996). Pada
musim kemarau, hutan rawa gambuttersebut menjadi sangat kering dan
sensitive terhadap kebakaran. Dengan keadaan ini, maka kebakaran lahan
dan hutan rawa gambut bukan hanya menjadi ancaman utama
bagikelestarian hutan rawa gambut beserta satwa liar didalamnya tetapi
juga bagi kehidupan maupun kesehatan masyarakat lokal di Kalimantan
Tengah.

Kebakaran lahan dan hutan menjadi semakin parah tidak hanya di Kalimantan
Tengah hal ini dipicu oleh kegiatan dimana lahan gambut digunakan untuk
pertanian atau perkebunan yang dibarengi dengan pembuatan kanal
drainase, sehingga menyebabkanair gambut menjadi kering dan menjadi
mudah terbakar pada musim kemarau. Pada tahun 1997, bencana
kebakaran telah merusak tidak kurang dari 2,2 juta Ha hutan rawa
gambut, dan menghancurkan cadangan carbon pada lahan gambut sebesar
0,14 - 0,17 Gt. Selain itu, juga mengakibatkan beberapa masalah
kesehatan, sebagai contoh di Kalimantan Tengah, selama kebakaran pada
tahun 2015 terdapat data kasus infeksi saluran pernafasan Akut(ISPA)
Kalteng hingga minggu ke IV september 2015 jumlah penderita mencapai
20.274 orang (KMNLHRI dan UNDP; 2015). Kebakaran hutan ini juga
mengakibatkan kerugianbesar dalam bidang sosial ekonomi.

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 4/26


Untuk itu, Badan Restorasi Gambut telah membuat program pembasahan
gambut untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan, yang harus dan
segera dilakukan untuk mengurangi bencana kebakaran hutan yang dapat
mengancam keberadaan hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah.

MPA diharapkan dapat melakukan "pencegahan dini" melalui metode


pembasahan mengunakan sumur bor. Artinya sumur bor tidak hanya digunakan
untuk melakukan pemadaman kebakaran, tetapi lebih diutamakan untuk
melakukan pembasahan gambut. Pembasahan dilakukan selama musim
kemarau dengan memompa selama 1-2 jam pada setiap titik, sehingga
kelembaban tanah gambut menjadi meningkat. Tingkat kelembaban
tanah harus dipertahankan diatas 40% sehingga tidak mudah tersulut oleh api
permukaan.

Metode pembasahan dengan sumur bor dilakukan dengan mengunakan


mesin Robin 2 atau 3 inchi, mengunakan selang pengisap 2 inchi dan selang
pelempar 1.5 inchi. Mesindihidupkan dengan gas sedang hingga tinggi,
sehingga air dapat disemprotkan minimal 10m dengan mengunakan noksel
1,5 inchi. Pada tahap awal mengunakan selang pelempardengan 1 rol
selang, dengan panjang 20 meter. Apabila dirasa cukup basah, dengan
menekan tanah gambut dengan telapak tangan dan terlihat basah dan lengket,
maka selang disambung lagi dengan satu rol lagi sehingga menjadi 40 meter.
Lakukan hal yang sama seperti pada selang ukuran 20 m. Kemudian
dilanjutkan dengan menyambung terus selang yang ada sampai dengan 5
sambungan selang atau 100 meter.

Untuk dapat melakukan hal tersebut maka penguatan kelembagaan


Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Masyarakat Peduli Gambut (MPG) harus
terus didorong agar dapat berperan aktif untuk melakukan pembasahan
sekaligus pencegahan kebakaran. Untuk dapat berperan aktif, maka perlu
dibuatkan fasilitas dan sarana pendukung kegiatan dimaksud seperti sumur
bor untuk pembasahan gambut (reweeting) khususnya untuk kegiatan
pencegahan kebakaran lahan dan hutan, agar kejadian kebakaran lahan dan
hutan gambut tidak terulang kembali.

Salah satu solusi untuk mengantisipasi kebakaran lahan dan hutan gambut
adalah dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung bagi masyarakat
setempat, melalui penguatan kelompok MPA yang dibekali dengan keterampilan
untuk membuat sumur bor. Sumur bor dapat digunakan untuk pembasahan
gambut sekaligus untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan gambut.
Namun sumur bor yang ditempatkan secara teratur dalam pola yang teratur
mengikuti garis dalam sekat bakar, akan mempermudah pembasahan gambut
dan pencegahan kebakaran.

Perubahan besar apa yang ingin dicapai oleh proyek (kualitatif dan
kuantitatif)?

Perubahan yang ingin dicapai adalah terkuranginya minimal 60 persen resiko


kebakaran pada wilayah dimana sumur bor dibangun, sehingga dapat

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 5/26


mengurangi kejadian kebakaran di desa yang sudah dibangun dengan sumur
bor dan sekat kanal, dan bencana kabut asap tidak akan terulang lagi di
Kalimantan Tengah khususnya dan Indonesia umumnya.

Jika dilihat dari efektivitas 1 titik sumur bor yang didukung oleh 1 (satu) unit
mesin Robin dengan panjang selang pelontar adalah 100 m, maka dapat
membasahi atau mencegah kebakaran dalam radius 100 m sehingga cukup
effectif untuk menjaga lahan gambut seluas 4 ha. Tetapi jika mengunakan
sistem reli (mengunakan dua mesin pompa) dimana masin pompa satu dengan
panjang selang 100 m disambung lagi dengan mesin pompa kedua dengan
panjang 100 m juga, sehingga total yang dapat dibasahi gambut dalam radius
200 meter, artinya dapat menjaga dan memitigasi kawasan seluas 8 hektar.

 Bagaimana upaya mitigasi emisi gas rumah kaca dalam kegiatan


programdilakukan ?
 Perkiraan atau proyeksi emisi gas rumah kaca yang dapat dimitigasi
dengan adanya kegiatan proyek
 Dasar penghitungan baseline emisi gas rumah kaca dan proyeksi dengan
skema bisnis seperti biasa (tanpa adanya proyek)

Sebagaimana diketahui bahwa mitigasi merupakan langkah awal


penanggulangan bencana untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana
tersebut. Memperhatikan hasil riset yang dilakukan pada hutan sekunder di
wilayah Pulang Pisau bahwa dari kebakaran lahan dan hutan dapat mengemisi
CO2 sebesar 42 ton CO2/ha/tahun (Usup, A, 2005). Jika kita memasang 1 titik
sumur bor, maka dapat memitigasi sebanyak 4-8 ha lahan gambut, yang berarti
dapat memitigasi CO2 sebesar (4x42=168) ton CO2/tahun sampai dengan
(8x42=336) ton CO2/tahun. Ini berarti bahwa setiap titik sumur bor dapat
memitigasi emisi sebesar 168-336 ton CO2/tahun. Ini adalah dasar perhitungan
berdasarkan kejadian kebakaran pada 10 tahun terakhir yang terjadi pada lahan
gambut di Kabupaten Pulang Pisau.

1.2 Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari kegiatan ini adalah:
1. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung pembasahan gambut melalui
pembuatan sumur bor, sekaligus untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan
gambut.
2. Penguatan kelembagaan MPA pada kawasan konservasi
3. Menyiapkan rencana aksi untuk Pembasahan Gambut di kawasan konservasi

Sedangkan sasaran adalah:


1. Membangun sebanyak 900 unit sumur bor di KHG S. Kahayan-S. Sebangau
Kabupaten Pulang Pisau, dan

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 6/26


2. Menyediakan 36 unit alat pembuat sumur bor

1.3 Efek yang menguntungkan dari segi lingkungan dan social

Sumur bor adalah salah satu cara untuk mandapatkan air yang cukup bahkan
berlebihan pada musim kemarau, yang dapat digunakan untuk pembasahan
gambut maupun untuk pencegahan kebakaran lahan dan hutan gambut. Sumur
bor pada lahan gambut dinilai cukup efektif untuk pencegahan kebakaran, dan
setiap satu titik sumur bor dapat menjaga lahan gambut seluas 4-8 hektar,
namun harus dikolaborasikan dengan kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA).

Sumur bor dapat memberikan keuntungan besar bagi lingkungan dan social.
Artinya bahwa setiap titik sumur bor dapat berkontribusi secara nyata dalam
mencegah kebakaran dan bencana kabut asap terulang kembali di Kalimantan
Tengah. Dengan tidak adanya kabut asap, maka akan menguntungkan bagi
seluruh masyarakat Kalimantan Tengah. Keuntungan yang dimaksud misalnya
bandara tidak tutup, sekolah tidak libur, dan udara tidak tercemar, sehingga
hidup dalam kondisi normal.

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 7/26


BAB II
PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Wilayah Kabupaten Pulang Pisau merupakan wilayah pengemisi terbesar dari


kebakaran lahan dan hutan gambut di daerah ini. Data kejadian kebakaran dalam 20
tahun terakhir memperlihatkan bahwa Kabupaten Pulang Pisau telah menempati
urutan terluas kebakaran lahan gambut terbakar di Kalimantan Tengah.

Pendekatan dan metode yang digunakan untuk membangun sumur bor pada tiap
desa adalah dilakukan oleh kelompok MPA/MPG itu sendiri yang sudah dilatih,
dengan didampingi oleh satu orang tenaga instruktur dan satu tenaga fasilitator dari
P2KLH UPR. Satu regu MPA terdiri dari 10 orang, dimana akan dibagi dalam 2 tim
masing-masing 5 orang, yaitu tim pertama adalah tim pembuatan sumur bor dan tim
kedua (5 orang)adalah melakukan finishing dan pengujian sumur bor tersebut.
Kedua tim tersebut akan bekerja secara bergantian yang diatur oleh ketua regu
masing-masing, dengan target 5 unit sumur bor setiap hari.
Perlibatan kelompok MPA dalam membangun sumur bor secara langsung untuk
meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) dari warga desa setempat, agar ikut
berperan aktif dalam menjaga lingkungan diwilayah desa masing-masing.

2.1 Duplikasi
Proyek pembangunan sumur bor sudah dilaksanakan pada beberapa wilayah
gambut di Indonesia.
1. P2KLH-UPR telah membuat 150 unit sumur bor di Rimbo Panjang
Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, yang difasilitasi oleh BRG
dan UNDP. Pengunaaan sumur bor ternyata menurut mereka sangat efektif
untuk mencegah dan tindakan dini pemadaman kebakaran. Sebagai contoh
di desa Rimbo Panjang ada kejadian kebakaran yang baru-baru ini terjadi
seluas kurang lebih 2 ha, pada bulan Agustus 2016, namun kebakaran
tersebut terjadi diluar titik sumur bor yang sudah dibangun, tetapi dengan
keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh MPA dalam membuat sumur
bor, maka pada daerah tersebut dengan cepat dibuat sumur bor (pembuatan
satu titik memerlukan 1,5 jam) dan hasilnya kebakaran lahan seluas 2
hektar tersebut, apinya dapat dilokalisir dengan cepat dan kegiatan
pemadaman berlangsung tanpa ada kesulitan air.
2. Selain itu, P2KLH-LPPM UPR juga telah membangun 210 unit sumur bor di
Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau, yaitu 50 unit di desa
Taruna Jaya, 50 unit di desa Tumbang Nusa, 53 Unit di desa Pilang, 25 unit
di desa Garong, dan 25 unit di desa Gohong, dan 7 unut di wilayah kampus
UPR sebagai tempat peatihan yang juga difasilitasi oleh BRG dan UNDP.
Walaupun jumlah sumur bor sudah banyak (203 unit) di Pulang Pisau,
namun masih dirasakan sangat kurang, sehingga perlu ditambah lagi, agar
mencover seluruh wilayah rawan terbakar di Kecamatan Jabiren Raya,
sekaligus menambah pada desa-desa yang belum terbangun sumur bor di
wilayah tersebut.
Oleh karena itu lewat proposal ini diharapkan dapat membantu melengkapi
sarana dan prasarana sumur bor untuk mencukupi kebutuhan minimal di

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 8/26


daerah ini, sehingga kejadian kebakaran betul-betul dapat diatasi secara
tuntas.

2.3 Peraturan dan Perijinan


Untuk pembuatan sumur bor dengan kedalam 30m pada wilayah kerja Badan
Restorasi Gambut, mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan secara nasional oleh
BRG. Untuk sementara tidak diperlukan ijin, namun diperlukan koordinasi dengan
Kepala Desa dan Bupati setempat, terutama lokasi penempatan titik-titik sumur bor
dan sekat bakar agar tidak terjadi tumpang tindih, namun tetapi saling melengkapi.

LP2M UM Palangkaraya Laporan Akhir 9/26

Anda mungkin juga menyukai